Sistem Transportasi Makro TINJAUAN PUSTAKA

20

2.3 Sistem Transportasi Makro

Menurut Tamin 2008, sistem transportasi makro dibentuk oleh sistem transportasi yang lebih kecil atau disebut dengan sub sistem. Dari gambar dibawah, dapat dijelaskan sistem transportasi makro dibentuk oleh tiga sub sistem tranportasi mikro yaitu sub sistem kegiatan atau sub sistem tata guna lahan, sub sistem jaringan, dan sub sistem pergerakan. Ketiga sub sistem tersebut akan berinteraksi dan dikendalikan oleh sub sistem kelembagaan. Dalam tata guna lahan, suatu lahan akan memiliki peruntukan untuk kegiatan tertentu. Peruntukan lahan untuk kegiatan tertentu dalam sistem transportasi makro merupakan bagian dari sub sistem tata guna lahan atau sub sistem kegiatan sebagai sub sistem yang pertama, sub sistem ini merupakan sub sistem yang berbasis lokasi wilayah. Pada sisi lain bahwa pergerakan lalu lintas disebabkan oleh proses pemenuhan kebutuhan, dan telah kita ketahui bahwa kita tidak dapat memenuhi kebutuhan kita pada suatu lahan tertentu. Pergerakan dari suatu lahan ke lahan yang lain akan memerlukan sarana transportasi moda transportasi dan tempat bergeraknya sarana transportasi moda transportasi tersebut akan memerlukan media prasarana transportasi. Prasarana yang diperlukan untuk bergeraknya moda transportasi merupakan sub sistem yang kedua yang disebut sub sistem jaringan. Sedangkan sub sistem yang ketiga adalah moda transportasi tersebut yang disebut sebagai sub sistem pergerakan yang berbasis sarana. Jika dijelaskan dalam suatu gambar maka menurut Tamin 2008, interaksi sistem transportasi makro dapat dilihat pada Gambar 2.2. 21 Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 2009, sistem transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil mikro, dimana masing-masing sistem mikro tersebut akan saling terkait dan saling mempengaruhi. Sistem transportasi mikro tersebut adalah sebagai berikut: a. Sistem Kegiatan Transport Demand b. Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Transport Supply c. Sistem Pergerakan Lalu Lintas Traffic d. Sistem Kelembagaan. Setiap penggunaan tanah atau sistem kegiatan akan mempunyai suatu tipe kegiatan tertentu yang dapat “memproduksi” pergerakan trip production dan dapat “menarik” pergerakan trip attraction. Sistem tersebut dapat merupakan suatu gabungan dari berbagai sistem pola kegiatan tata guna tanah land use Sub Sistem Tata Guna Lahan Sub Sistem Jaringan Sub Sistem Pergerakan Sub Sistem Kelembagaan Gambar 2.2 Sistem Transportasi Makro Sumber: Tamin 2008 22 seperti sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Kegiatan yang timbul dalam sistem ini membutuhkan pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari, yang tidak dapat dipenuhi oleh penggunaan tanah bersangkutan. Besarnya pergerakan yang ditimbulkan tersebut sangat berkaitan erat dengan jenis tipe dan intensitas kegiatan yang dilakukan. Pergerakan tersebut, baik berupa pergerakan manusia dan atau barang, jelas membutuhkan suatu moda transportasi sarana dan media prasarana tempat moda transportasi tersebut dapat bergerak. Prasarana transportasi yang diperlukan merupakan sistem mikro kedua yang biasa dikenal sebagai Sistem Jaringan, meliputi jaringan jalan raya, kereta api, terminal bus, stasiun kereta api, bandara dan pelabuhan laut. Interaksi antara Sistem Kegiatan dan Sistem Jaringan akan menghasilkan suatu pergerakan manusia dan atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan atau orang pejalan kaki. Suatu sistem pergerakan yang aman, cepat, nyaman, murah dan sesuai dengan lingkungannya, akan dapat tercipta jika pergerakan tersebut diatur oleh suatu sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas yang baik. Permasalahan kemacetan yang sering terjadi di kota-kota besar sedang di Indonesia biasanya timbul karena kebutuhan transportasi lebih besar dibanding prasarana transportasi yang tersedia, atau prasarana transportasi tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Perubahan pada sistem kegiatan jelas akan mempengaruhi sistem jaringan melalui suatu perubahan tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu juga perubahan pada sistem jaringan dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan aksesibilitas 23 dari sistem pergerakan tersebut. Selain itu, sistem pergerakan berperanan penting dalam mengakomodir suatu sistem pergerakan agar tercipta suatu sistem pergerakan yang lancar, aman, cepat, nyaman, murah dan sesuai dengan lingkungannya. Pada akhirnya juga pasti akan mempengaruhi kembali sistem kegiatan dan sistem jaringan yang ada. Ketiga sistem transportasi mikro ini saling berinteraksi satu sama lain yang terkait dalam suatu sistem transportasi makro. Dalam upaya untuk menjamin terwujudnya suatu sistem pergerakan yang aman, nyaman, lancar, murah dan sesuai dengan lingkungannya, maka dalam sistem transportasi makro terdapat suatu sistem mikro lainnya yang disebut Sistem Kelembagaan. Sistem ini terdiri atas individu, kelompok, lembaga, instansi pemerintah serta swasta yang terlibat dalam masing-masing sistem mikro. Sistem kelembagaan instansi yang berkaitan dengan masalah transportasi adalah sebagai berikut: I. Sistem Kegiatan: Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bappenas, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Bappeda Provinsi, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Bappeda Kabupaten Kota. II. Sistem Jaringan: Kementerian Perhubungan, Balai Lalu-lintas Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan, Dinas Perhubungan Provinsi, Dinas Perhubungan Kabupaten Kota, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jenderal Bina Marga, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional, Satker Pelaksanaan Jalan, Dinas PU Provinsi, serta Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kota. 24 III. Sistem Pergerakan: Kementerian Perhubungan dan Kepolisian Negara RI melalui Direktorat Lalu Lintasnya. Bappenas, Bappeda, dan Pemda berperanan penting dalam menentukan sistem kegiatan melalui kebijakan perwilayahan, regional maupun sektoral. Kebijakan sistem jaringan secara umum ditentukan oleh Kementerian Perhubungan serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam hal ini melalui Direktorat Jenderal Bina Marga. Sistem Pergerakan diatur oleh Kementerian Perhubungan dan dinas-dinas perhubungan di daerah, Kepolisian melalui direktorat lalu lintasnya, masyarakat sebagai pemakai jalan road user dan lain-lain. Kebijakan yang diambil tentunya dapat dilaksanakan dengan baik melalui peraturan yang secara tidak langsung juga memerlukan sistem penegakan hukum yang baik. Secara umum dapat disebutkan bahwa pemerintah, swasta dan masyarakat seluruhnya harus ikut berperan dalam mengatasi masalah kemacetan, sebab hal ini merupakan tanggung jawab bersama yang harus dipecahkan secara tuntas dan jelas memerlukan pemeliharaan yang serius.

2.4 Kawasan Strategis Pariwisata, Transportasi, Budaya dan Alam di Provinsi Bali

Dokumen yang terkait

Analisis Metode Fuzzy Analytic Hierarchy Process (Fahp) Dalam Menentukan Posisi Jabatan

12 131 82

Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process Dan Weighted Sum Model Pada Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Sepeda

11 131 80

Implementasi Metode Profile Matching dan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pada Perekrutan Tenaga Kurir (Studi Kasus PT. JNE Cabang Medan)

16 91 137

Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) (Studi Kasus: Pertanian Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi)

18 117 72

Analisa Pemilihan Moda Transportasi Dengan Metode Analytic Hierarchy Process ( AHP ) Studi Kasus : Kuala Namu - Medan

22 147 107

Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) dalam Penentuan Prioritas Pengerjaan Order di PT. Sumatera Wood Industry

6 138 175

Implementasi Metode K- Means Clustering Dan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Penilaian Kedisiplinan Siswa (Studi Kasus : SMP Negeri 21 Medan)

20 99 166

Studi Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Dan Metode Technique For Order Preference By Similarity To Ideal Solution (TOPSIS) Untuk Peningkatan Kualitas Layanan Di Rumah Sakit Bina Kasih Medan-Sunggal

4 41 149

Kajian Analisis Sensitivitas Pada Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

15 94 75

ANALISIS PEMILIHAN KONTRAKTOR MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ( Studi Kasus Pembangunan Jembatan di Desa Karangan )

0 0 19