Analisis Tingkat Iluminasi di Lantai Produksi

BAB VI ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

6.1 Analisis

Subbab ini menguraikan analisis hasil pengolahan data yang meliputi, analisis pencahayaan lantai produksi dan analisis uji korelasi tingkat iluminasi dengan hasil kerja stasiun penomoran.

6.1.1 Analisis Tingkat Iluminasi di Lantai Produksi

Untuk mengetahui kondisi pencahayaan di lantai produksi maka diperlukan pengkajian dari segi rumus perhitungan tingkat iluminasi yaitu: E = Φ × CU × LLF A maka dapat diketahui beberapa kemungkinan penyebab rendahnya tingkat iluminasi di lantai produksi, yaitu sebagai berikut: 1. Kurangnya tingkat iluminasi E terhadap luas ruangan A Hal ini dipengaruhi oleh jumlah luminer dan jumlah lumen awal luminer 2. Rendahnya nilai CU Coefficient of Utilization Hal ini dipengaruhi oleh tinggi luminer dari bidang kerja, proporsi ruangan, dan reflektansi material objek 3. Rendahnya nilai LLF Loss Light Factor Hal ini dipengaruhi oleh faktor nonrecoverable dan faktor recoverable. Universitas Sumatera Utara Melalui pengukuran tingkat iluminasi lantai produksi yang dilakukan pada 17 titik ukur di tiga area pengukuran pada empat kali waktu pengukuran, yaitu pukul 10.00 WIB, 12.00 WIB, 14.00 WIB, dan 16.00 WIB selama lima hari kerja, diperoleh tingkat iluminasi rata-rata lantai produksi adalah sebesar 41,85 lux. Dibandingkan dengan tingkat iluminasi standar untuk pekerjaan terkait menurut Kepmenkes No 1405 tahun 2002 sebesar 200 lux, tingkat iluminasi rata-rata lantai produksi masih berada jauh di bawah standar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan pertama terpenuhi yaitu rendahnya tingkat iluminasi sehingga diusulkan kebutuhan jumlah lampu yang dapat memenuhi tingkat iluminasi sesuai dengan standar. Melalui perhitungan diperoleh bahwa kebutuhan lumen standar untuk lantai produksi adalah sebesar 92.379,798 lumen. Dengan perhitungan bertahap diperoleh nilai CU sebesar 0,69. Nilai CU tersebut tergolong cukup tinggi sehingga menunjukkan bahwa banyak cahaya yang telah mencapai bidang kerja meskipun tingkat iluminasinya belum memenuhi standar yang diperlukan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tinggi luminer dari bidang kerja dan proporsi ruangan telah sesuai. Untuk nilai reflektansi diketahui bahwa sebagian nilai reflektansi material objek telah memenuhi nilai reflektansi rekomendasi. Pada lantai, nilai reflektansi yang diperoleh bernilai variatif dikarenakan sebagian permukaan lantai tertutup oleh kotoran seperti tumpukan debu, cairan tinta, dan oli. Sedangkan pengukuran pada beberapa mesin seperti mesin cetak dan nomor, mesin nomor, dan meja bahan memberikan angka reflektansi di bawah standar rekomendasi dikarenakan Universitas Sumatera Utara permukaan mesin yang berwarna gelap dan permukaan meja bahan yang kotor tertutup oleh debu. Sedangkan apabila ditinjau dari nilai LLF, kesalahan penentuan nilai faktor non recoverable dan faktor recoverable dapat mengakibatkan rendahnya tingkat iluminasi rata-rata lantai produksi meskipun tidak secara langsung. Hal ini dikarenakan distribusi pencahayaan bersifat semi langsung sehingga hanya sedikit cahaya yang dipantulkan ke langit-langit. Dengan demikian perbaikan reflektansi langit-langit tidak diperlukan sebagai alternatif utama perbaikan tingkat iluminasi.

6.1.2 Analisis Uji Korelasi Tingkat Iluminasi dengan Hasil Kerja Stasiun Penomoran