Usulan Perbaikan Sistem Pencahayaan di Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara

(1)

USULAN PERBAIKAN SISTEM PENCAHAYAAN DI UNIT

PERCETAKAN PD ANEKA INDUSTRI DAN JASA SUMATERA UTARA

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

oleh

Poppy Cynthia Devi NIM 090403031

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini dengan lancar.

Tugas sarjana ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan akademis mahasiswa Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara program studi reguler Strata Satu untuk mendapatkan gelar sarjana teknik. Tugas sarjana ini berjudul “Usulan Perbaikan Sistem Pencahayaan di Unit

Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara”.

Masukan dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tugas sarjana ini. Akhir kata, penulis berharap semoga tugas sarjana ini memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Penulis

MEDAN, DESEMBER 2013

(Poppy Cynthia Devi)


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menjalani studi di Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara dengan baik dan menyelesaikan tugas sarjana ini dengan lancar.

Tugas sarjana ini penulis persembahkan sebagai wujud kecil ucapan terima kasih kepada kedua orang tua, Ir Syafruddin dan Ir. Aries Andriani, yang telah mencurahkan segenap doa dan kasih sayang kepada penulis dan abang Adietya Nanda Pahlevi, S.E. serta kakak Deshinta Maharani Putri, S.T. yang tidak pernah berhenti mendukung penulis dalam menyelesaikan penulisan tugas sarjana ini.

Bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak di luar keluarga telah banyak penulis dapatkan selama penulisan tugas sarjana ini baik dari segi material maupun moral. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, M.T., selaku Ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi izin pelaksanaan tugas sarjana ini

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia memberikan waktu, bimbingan, arahan, dan masukan dengan sabar kepada penulis dalam menyelesaikan tugas sarjana ini


(6)

3. Ibu Ir. Dini Wahyuni, M.T., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia memberikan waktu, bimbingan, arahan, dan masukan dengan sabar kepada penulis dalam menyelesaikan tugas sarjana ini

4. Seluruh dosen Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran selama perkuliahan yang menjadi bekal dalam penulisan tugas sarjana ini

5. Bapak Armansyah, S.E., selaku Direktur Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa (PDAIJ) Unit Percetakan Sumatera Utara yang telah memberikan izin untuk dapat melakukan penelitian di perusahaan tersebut

6. Bapak Swis Erwanto dan Bapak Zulham selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penulis melakukan penelitian di PDAIJ

7. Bapak Muslich dan Bapak Eko selaku operator mesin di lantai produksi atas bantuannya selama proses pengumpulan data penelitian di PDAIJ

8. Orang tua dan keluarga atas dukungan penuh yang diberikan berupa doa, materi, dan moral kepada penulis dalam menyelesaikan tugas sarjana ini 9. Staf pegawai Teknik Industri, Bang Ridho, Bang Mijo, Kak Dina, Bang

Nurmansyah, Kak Rahma, Bang Kumis, dan Ibu Ani, atas bantuannya dalam hal administrasi penyelesaian tugas sarjana ini

10.Teman seperjuangan penelitian tugas sarjana, Uci Marlina Pasaribu, atas kebersamaan, bantuan, dukungan mental, dan momen yang tidak terlupakan yang telah dibangun bersama penulis selama 10 bulan terbaik yang pernah ada selama masa studi di Teknik Industri


(7)

11.Teman sejawat asisten di Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja, Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, USU yaitu Uci (lagi), Hasianna, Silvia, Donny, Suriadi, dan Vachiona. Adik-adik rekan asisten Nadia, Martha, Sary, Reza, Aziz, Joseph, Willy, Gavri, Adra, Poppy Wijaya, Marina, Loli, Rama, dan Holongan

12.Rekan-rekan angkatan 2009 Teknik Industri FT USU, yaitu Nadya, Dara, Ina, Febi, Laulia, (masih) Uci, Hasianna, Silvia, Lady, Angel, Dea, Nur, Dhani, Fachri Fay, Nickxon, dan rekan lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu per satu, terima kasih atas tahun-tahun terhebat di Teknik Industri

13.Seluruh pihak yang telah banyak memberi bantuan kepada penulis dalam penyelesaian tugas sarjana ini yang tidak mungkin disebutkan satu per satu

Medan, Desember 2013 PENULIS


(8)

ABSTRAK

Kualitas hasil kerja dari suatu proses produksi di suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa hal termasuk lingkungan kerja. Salah satu faktornya adalah pencahayaan yang memberikan pengaruh terhadap produktivitas kerja seseorang. Pengamatan pendahuluan yang dilakukan di lantai produksi Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara (PDAIJ Sumut) menunjukkan adanya indikasi pencahayaan yang kurang baik bagi pekerjaan yang ada di perusahaan tersebut. Stasiun kerja penomoran merupakan stasiun kerja dengan detail pekerjaan yang paling kompleks di PDAIJ. Hal ini dikarenakan di stasiun kerja penomoran, operator bertugas mengamati hasil cetakan nomor pada lembaran kertas produk yang dikerjakan oleh mesin nomor secara berurutan dan kontinu dengan ukuran karakter angka penomoran yang kecil. Pengukuran iluminasi di beberapa titik ukur pada bidang kerja yang tersebar di seluruh lantai produksi menunjukkan angka dengan rentang 34,3 lux – 195,4 lux, sedangkan standar tingkat pencahayaan untuk pekerjaan kasar dan kontinu yang ditetapkan dalam Kepmenkes No 1405 tahun 2002 adalah sebesar 200 lux. Selanjutnya akibat dari gangguan tersebut berdampak pada ditemukannya produk cacat yang lolos inspeksi di stasiun kerja penomoran yang berkisar 2-11% per hari.

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran tingkat iluminasi dengan membagi lantai produksi menjadi tiga area pengukuran. Setelah dilakukan analisis terhadap tingkat iluminasi di lantai produksi, maka diusulkan penggantian jenis dan penambahan jumlah lampu dari jumlah awal 15 lampu TL T5 40W menjadi 15 LHE tipe Master PL-L 4P 80W dengan 4 buah lampu di antaranya berada di stasiun kerja penomoran dan jarak tiap lampu maksimum adalah 3,63m.


(9)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-4 1.3. Tujuan Penelitian ... I-4 1.4. Manfaat Penelitian ... I-4 1.5. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-5 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-5

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN


(10)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1 2.3. Tujuan Perusahaan ... II-2 2.4. Lokasi Perusahaan ... II-2 2.5. Daerah Pemasaran ... II-2 2.6. Organisasi dan Manajemen Perusahaan ... II-3 2.6.1. Struktur Organisasi ... II-3 2.6.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-4 2.6.3. Jumlah Tenaga Kerja ... II-4 2.6.4. Jam Kerja ... II-4 2.6.5. Sistem Pengupahan... II-6 2.7. Proses Produksi ... II-6 2.7.1. Standar Mutu Produk... II-6 2.7.2. Bahan-bahan Produksi yang Digunakan ... II-7 2.7.3. Uraian Proses Produksi ... II-8 2.8. Mesin, Peralatan, dan Utilitas... II-12 2.8.1. Mesin Produksi ... II-13 2.8.2. Peralatan ... II-14 2.8.3. Utilitas ... II-15 2.9. Safety and Fire Protection ... II-15 2.10. Limbah... II-15


(11)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

III LANDASAN TEORI

3.1. Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi Kegiatan Manusia .... III-1 3.2. Pencahayaan ... III-1 3.3. Pencahayaan Buatan dan Pencahayaan Merata ... III-2 3.4. Istilah dalam Pencahayaan Buatan ... III-3 3.5. Standar Pencahayaan di Tempat Kerja ... III-4 3.6. Pengukuran Pencahayaan ... III-5 3.6.1. Pengukuran Tingkat Iluminasi ... III-5 3.6.2. Pengukuran Tingkat Luminansi ... III-8 3.6.3. Pengukuran Reflektansi ... III-9 3.7. Perhitungan Kebutuhan Penerangan Ruangan ... III-10 3.7.1. Metode Titik ... III-10 3.7.2. Metode Lumen ... III-11 3.8. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov ... III-15 3.9. Uji Korelasi Pearson Product Moment ... III-17

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian ... IV-1 4.2. Lokasi Penelitian... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1


(12)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

4.4. Kerangka Berpikir... IV-1 4.5. Definisi Operasional ... IV-2 4.6. Pengumpulan Data ... IV-3 4.7. Instrumen Penelitian ... IV-3 4.8. Prosedur Pengamatan ... IV-4 4.9. Variabel Penelitian ... IV-5 4.10. Metodologi Penelitian ... IV-5

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Tingkat Iluminasi Lantai Produksi ... V-1 5.1.2. Data Tingkat Luminansi dan Tingkat Iluminasi Material

Objek Stasiun Kerja Penomoran ... V-7 5.1.3. Data Hasil Kerja Stasiun Penomoran ... V-10 5.2. Pengolahan Data ... V-13 5.2.1. Perhitungan Tingkat Iluminasi Rata-rata ... V-14 5.2.2. Perhitungan Angka Reflektansi Material Objek ... V-16 5.2.3. Perhitungan Jumlah Lumen yang Dibutuhkan ... V-20 5.2.4. Uji Korelasi Tingkat Iluminasi dengan Hasil Kerja


(13)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

VI ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis ... VI-1 6.1.1. Analisis Tingkat Iluminasi di Lantai Produksi ... VI-1 6.1.2. Analisis Uji Korelasi Tingkat Iluminasi dengan Hasil

Kerja Stasiun Penomoran ... VI-3 6.2. Pemecahan Masalah ... VI-4 6.3. Pembahasan Hasil Pemecahan Masalah ... VI-10

VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan ... VII-1 7.2 Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Data Hasil Kerja Stasiun Penomoran ... I-3 3.1. Intensitas Cahaya di Ruang Kerja ... III-5 3.2. Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai R ... III-17 5.1. Hasil Pengukuran Tingkat Iluminasi di Area I Keseluruhan

Lantai Produksi (Satuan dalam Lux) ... V-3 5.2. Hasil Pengukuran Tingkat Iluminasi di Area II Stasiun Kerja

Penomoran (Satuan dalam Lux) ... V-5 5.3. Hasil Pengukuran Tingkat Iluminasi di Area III Area Kerja

Operator Mesin Nomor (Satuan dalam Lux) ... V-7 5.4. Hasil Pengukuran Tingkat Iluminasi dan Tingkat Luminansi

di Stasiun Kerja Penomoran ... V-9 5.5. Data Produk Cacat Lolos Inspeksi di Stasiun Kerja

Penomoran Unit Percetakan PDAIJ ... V-14 5.6. Rekapitulasi Rata-rata Tingkat Iluminasi Lantai Produksi

PDAIJ ... V-15 5.7. Rekomendasi Nilai Reflektansi Material untuk Pencahayaan

Industri ... V-16 5.8. Hasil Pengukuran Reflektansi Material Objek di Stasiun


(15)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.9. Konstanta untuk Penentuan RSDD dan LDD ... V-25 5.10. Nilai RSDD untuk Klasifikasi Luminer Langsung ... V-26 5.11. Rekapitulasi Data Tingkat Iluminasi di Tiga Area

Pengukuran ... V-27 5.12. Data Tingkat Iluminasi dan Produk Cacat Lolos Inspeksi ... V-28 5.13. Uji Distribusi Normal Data Tingkat Iluminasi ... V-29 5.14. Uji Distribusi Normal Data Produk Cacat Lolos Inspeksi ... V-30 5.15. Perhitungan Koefisien Korelasi Variabel X dan Y ... V-31


(16)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa

Sumatera Utara ... II-5 2.2. Blok Diagram Proses Produksi di Unit Pencetakan PD Aneka

Industri dan Jasa Sumatera Utara ... II-12 3.1. Posisi Pengukuran Tingkat Iluminasi ... III-6 3.2. Denah Pengukuran Intensitas Penerangan untuk Luas Ruangan

Kurang dari 10 m2 ... III-7 3.3. Denah Pengukuran Intensitas Penerangan untuk Luas Ruangan

10 m2– 100 m2 ... III-7 3.4. Denah Pengukuran Intensitas Penerangan untuk Luas Ruangan

Lebih dari 100 m2 ... III-8 3.5. Posisi Pengukuran Tingkat Luminansi ... III-8 3.6. Posisi Pengukuran Reflektansi Objek ... III-9 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian ... IV-2 4.2. Flowchart Metodologi Penelitian ... IV-6 5.1. Layout Lantai Produksi Unit Percetakan PDAIJ ... V-2 5.2. Layout Titik Pengukuran Iluminasi di Area II (Stasiun Kerja

Penomoran)... V-4 5.3. Layout Titik Pengukuran Iluminasi di Area III (Area Kerja


(17)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

5.4. Layout Stasiun Kerja Penomoran ... V-8 5.5. Contoh Kecacatan Produk: Cetakan Nomor Pudar ... V-10 5.6. Sketsa Posisi Cetakan Nomor Benar (a) dan Salah (b) ... V-11 5.7. Contoh Kecacatan Produk: Cetakan Nomor Miring ... V-12 5.8. Contoh Kecacatan Produk: Kertas Kotor ... V-13 5.9. Grafik Rata-rata Tingkat Iluminasi pada Lantai Produksi PDAIJ V-16 5.10. Grafik Angka Reflektansi Dinding ... V-18 5.11. Grafik Angka Reflektansi Lantai ... V-18 5.12. Grafik Angka Reflektansi Mesin dan Meja ... V-19 5.13. Pembagian Rongga Ruangan Lantai Produksi PDAIJ ... V-21 6.1. Susunan Lampu Kondisi Aktual di Lantai Produksi ... VI-5 6.2. Susunan Lampu Kondisi Usulan Alternatif I ... VI-6 6.3. Susunan Lampu Kondisi Usulan Alternatif II ... VI-8


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab di PDAIJ ... L.1 2. Keputusan Menkes RI Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002... L.2 3. Tabel Persen Reflektansi Efektif Langit-langit dan Reflektansi

Rongga Lantai untuk Kombinasi Berbagai Reflektansi ... L.3 4. Tabel Koefisien Utilisasi (Coefficients of Utilization) ... L.4 5. Tabel Nilai Uji Kritis Kolmogorov-Smirnov ... L.5 6. Tabel Distribusi Normal ... L.6 7. Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja (SNI


(19)

ABSTRAK

Kualitas hasil kerja dari suatu proses produksi di suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa hal termasuk lingkungan kerja. Salah satu faktornya adalah pencahayaan yang memberikan pengaruh terhadap produktivitas kerja seseorang. Pengamatan pendahuluan yang dilakukan di lantai produksi Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara (PDAIJ Sumut) menunjukkan adanya indikasi pencahayaan yang kurang baik bagi pekerjaan yang ada di perusahaan tersebut. Stasiun kerja penomoran merupakan stasiun kerja dengan detail pekerjaan yang paling kompleks di PDAIJ. Hal ini dikarenakan di stasiun kerja penomoran, operator bertugas mengamati hasil cetakan nomor pada lembaran kertas produk yang dikerjakan oleh mesin nomor secara berurutan dan kontinu dengan ukuran karakter angka penomoran yang kecil. Pengukuran iluminasi di beberapa titik ukur pada bidang kerja yang tersebar di seluruh lantai produksi menunjukkan angka dengan rentang 34,3 lux – 195,4 lux, sedangkan standar tingkat pencahayaan untuk pekerjaan kasar dan kontinu yang ditetapkan dalam Kepmenkes No 1405 tahun 2002 adalah sebesar 200 lux. Selanjutnya akibat dari gangguan tersebut berdampak pada ditemukannya produk cacat yang lolos inspeksi di stasiun kerja penomoran yang berkisar 2-11% per hari.

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran tingkat iluminasi dengan membagi lantai produksi menjadi tiga area pengukuran. Setelah dilakukan analisis terhadap tingkat iluminasi di lantai produksi, maka diusulkan penggantian jenis dan penambahan jumlah lampu dari jumlah awal 15 lampu TL T5 40W menjadi 15 LHE tipe Master PL-L 4P 80W dengan 4 buah lampu di antaranya berada di stasiun kerja penomoran dan jarak tiap lampu maksimum adalah 3,63m.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Kualitas hasil kerja dari suatu proses produksi di suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satu hal yang mempengaruhinya adalah lingkungan kerja. Oleh karena itu, lingkungan kerja memerlukan perhatian khusus dari pihak perusahaan demi menciptakan kenyamanan bagi pekerjanya sehingga mendukung produktivitas dan kelancaran kerja.

Salah satu faktor lingkungan kerja yang memberikan pengaruh terhadap produktivitas kerja seseorang adalah pencahayaan. Luciana Kristanto (2004) melakukan penelitian mengenai kuat penerangan di ruang kelas Unika Widya Mandala Surabaya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa standar kuat penerangan rata-rata dapat dicapai dengan peningkatan angka reflektansi warna dinding, sedangkan standar pencahayaan merata selain dipenuhi dengan peningkatan angka reflektansi warna dinding juga diperlukan pengaturan letak lampu sesuai aturan

spacing criteria. Isaac Lynnwood Flory (2008) dalam penelitiannya mengatakan bahwa desain pencahayaan yang tepat untuk industri tidak hanya akan mendukung pemenuhan tingkat pencahayaan minimum yang dibutuhkan melainkan juga akan mendukung pengurangan konsumsi energi listrik secara signifikan. Hal ini dapat dipenuhi dengan menyediakan tipe lampu, level daya, tipe ballast, tipe luminer, ketinggian luminer, dan frekuensi perawatan kelompok luminer secara tepat.


(21)

Pengamatan pendahuluan yang dilakukan di lantai produksi Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara (PDAIJ Sumut) menunjukkan adanya indikasi pencahayaan yang kurang baik bagi pekerjaan yang ada di perusahaan tersebut. Unit Percetakan PDAIJ Sumut terdiri dari empat stasiun kerja, yaitu pencetakan, pemotongan, penomoran, dan pengepakan di mana semua pekerjaan kecuali pengepakan dilakukan oleh mesin dan operator bertugas mengontrol hasil kerja mesin tersebut. Di antara keempat stasiun kerja tersebut, stasiun kerja penomoran merupakan stasiun kerja dengan detail pekerjaan yang paling kompleks. Hal ini dikarenakan di stasiun kerja penomoran, operator bertugas mengamati hasil cetakan nomor pada lembaran kertas produk yang dikerjakan oleh mesin nomor secara berurutan dan kontinu dengan ukuran karakter angka penomoran yang kecil yaitu 0,5 cm sehingga apabila terjadi kesalahan maka akan berakibat pada pencetakan ulang kertas produk mulai dari stasiun pencetakan awal. Jenis pekerjaan di stasiun kerja penomoran ini tergolong jenis kegiatan kasar dan kontinu, yaitu kasar diartikan sebagai jenis kegiatan yang tidak memerlukan keahlian khusus.

Pengukuran iluminasi di beberapa titik ukur pada bidang kerja yang tersebar di seluruh lantai produksi menunjukkan angka dengan rentang 34,3 lux – 195,4 lux, sedangkan standar tingkat pencahayaan untuk pekerjaan kasar dan kontinu yang ditetapkan dalam Kepmenkes No 1405 tahun 2002 adalah sebesar 200 lux.


(22)

Iluminasi yang tidak memenuhi standar tingkat pencahayaan yang ada dapat dikatakan sebagai pencahayaan yang buruk. Pencahayaan yang buruk akan mengganggu penglihatan sehingga menurunkan konsentrasi pekerja dan berakibat pada hasil kerja yang kurang baik. Hal ini sejalan dengan pendapat operator mesin kerja penomoran yang mengeluhkan terganggunya penglihatan saat melakukan inspeksi terhadap produk penomoran. Selanjutnya akibat dari gangguan tersebut berdampak pada ditemukannya produk cacat yang lolos inspeksi operator di stasiun kerja penomoran seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Data Hasil Kerja Stasiun Penomoran (Satuan dalam Lembar)

No Cetakan Ke - Jumlah Cetakan

Jenis Cacat Cetakan Cacat yang Lolos

Inspeksi Cetakan

Pudar

Cetakan Miring

Kertas Kotor

1 1.145.001 s/d

1.150.000 5000 131 5 12 148

2 1.150.001 s/d

1.155.000 5000 47 2 35 84

3 1.155.001 s/d

1.160.000 5000 191 18 9 218

4 1.160.001 s/d

1.165.000 5000 92 17 24 133

Sumber: Pengamatan di Unit Percetakan PDAIJ Sumut

Berdasarkan kondisi di atas, maka dalam penelitian ini akan dilakukan analisis kondisi pencahayaan serta pengaruhnya terhadap hasil kerja stasiun penomoran di unit percetakan PDAIJ Sumut.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut:


(23)

1. Iluminasi lantai produksi unit percetakan PDAIJ Sumut belum memenuhi standar sebesar 200 lux

2. Terdapat sejumlah produk cacat yang lolos inspeksi di stasiun penomoran. Dengan demikian maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah tingkat iluminasi lantai produksi yang berada di bawah standar mempengaruhi hasil kerja di stasiun penomoran.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain adalah:

1. Analisis kondisi pencahayaan di lantai produksi unit percetakan PDAIJ 2. Analisis pengaruh tingkat iluminasi lantai produksi unit percetakan PDAIJ

terhadap hasil kerja stasiun penomoran

3. Merancang usulan perbaikan tingkat iluminasi di lantai produksi Unit Percetakan PDAIJ Sumut.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari pelaksanaan penelitian ini adalah:

1. Memberikan masukan bagi pihak perusahaan untuk memperbaiki kondisi pencahayaan di lantai produksi

2. Memberi kesempatan kepada penulis untuk memperoleh pengalaman dalam menyelesaikan permasalahan aktual di perusahaan dengan menerapkan teori-teori yang diperoleh dari perkuliahan


(24)

3. Menjalin hubungan yang baik antara Universitas dengan Unit Percetakan PDAIJ Sumut.

1.5 Batasan Masalah dan Asumsi

Beberapa hal yang dibatasi dalam penelitian ini antara lain adalah: 1. Jenis pencahayaan yang digunakan adalah pencahayaan buatan

2. Pengamatan hasil kerja dilakukan pada stasiun kerja penomoran Unit Percetakan PDAIJ Sumut

3. Pengaruh suhu terhadap lingkungan kerja di lantai produksi Unit Percetakan PDAIJ Sumut tidak diamati

4. Tidak terjadi variasi tegangan listrik selama lampu beroperasi 5. Desain ballast sesuai dengan lampu yang digunakan.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Instrumen pengukuran yang digunakan berada dalam kondisi yang baik dan bekerja sesuai fungsinya

2. Tidak terdapat kesalahan pada metode kerja operator mesin nomor.

1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Laporan tugas akhir ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika penulisan tugas akhir.


(25)

Bab II Gambaran Umum Perusahaan, berisi uraian sejarah perusahaan, gambaran perusahaan, hal-hal yang menyangkut organisasi dan manajemen perusahaan, beserta hal-hal terkait produksi dan utilisasi perusahaan.

Bab III Landasan Teori, berisi teori-teori pendukung yang diperlukan pada penelitian ini yang meliputi lingkungan kerja yang mempengaruhi kegiatan manusia, pencahayaan, pencahayaan buatan dan pencahayaan merata, istilah dalam pencahayaan buatan, standar pencahayaan di tempat kerja, pengukuran tingkat iluminasi, pengukuran tingkat luminansi, pengukuran reflektansi, perhitungan kebutuhan penerangan buatan dengan metode titik dan metode lumen, uji kenormalan data dengan kolmogorov-smirnov, dan uji korelasi pearson product moment.

Bab IV Metodologi Penelitian, berisi jenis penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, kerangka berpikir, definisi operasional, pengumpulan data, instrumen penelitian, prosedur pengamatan, variabel penelitian, dan metodologi penelitian.

Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data, berisi data-data primer yang dibutuhkan dalam penelitian yang meliputi data tingkat iluminasi lantai produksi, data tingkat iluminasi dan tingkat luminansi pada material objek di stasiun kerja penomoran, dan data hasil kerja stasiun penomoran serta tahapan pengolahan data yang dilakukan terhadap data-data tersebut yang meliputi perhitungan tingkat iluminasi rata-rata, perhitungan angka reflektansi material objek, perhitungan jumlah lumen yang dibutuhkan, dan uji korelasi tingkat iluminasi dengan hasil kerja stasiun penomoran.


(26)

Bab VI Analisis dan Pemecahan Masalah, berisi tentang analisis hasil pengolahan data meliputi analisis tingkat iluminasi di lantai produksi, analisis uji korelasi tingkat iluminasi dengan hasil kerja stasiun penomoran, serta pemecahan masalah untuk tiap-tiap permasalahan yang ada, dan diakhiri dengan pembahasan hasil pemecahan masalah

Bab VII Kesimpulan dan Saran, berisi rangkuman hasil penelitian dan saran untuk tindak lanjut hasil penelitian.


(27)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan

Perusahaan Daerah (PD) Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara berdiri pada tanggal 27 Juli 1985 berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) No 26 tahun 1985 dan disahkan melalui SK Menteri No 539.22-1435 pada tanggal 16 Oktober 1985.

PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara merupakan gabungan dari delapan perusahaan daerah Provinsi Sumatera Utara, yaitu PD Sumber Daya, PD Batu Bata, PD Obor, PD Percetakan, PD Es Parwita Yasa, PD Hiburan, PD Toko Buku dan Niaga Alat Kantor, dan PD Perisai.

PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara sebagai induk perusahaan yang membawahi unit-unit usaha tersebut, memiliki hak dan tanggung jawab untuk melaksanakan semua usaha di bidang industri dan jasa berdasarkan peraturan daerah Provinsi Sumatera Utara yang berlaku.

2.2 Ruang Lingkup Bidang Usaha

Ruang lingkup bidang usaha PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara meliputi delapan unit usaha di bidang industri dan jasa yang merupakan gabungan perusahaan daerah sebagaimana disebutkan sebelumnya. Namun demikian, pada tahun 1986 terjadi pengurangan beberapa unit usaha. Hal ini dilakukan dengan merujuk pada fakta lapangan bahwa di antara kedelapan perusahaan daerah ini


(28)

tidak semuanya beroperasi dengan lancar dan memberikan pemasukan bagi daerah Provinsi Sumatera Utara seperti yang diharapkan di awal pendiriannya. Hingga saat ini, unit usaha PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara yang masih beroperasi dengan aktif di antaranya adalah PD Percetakan, PD Es Parwita Yasa, PD Hiburan, dan PD Toko Buku dan Niaga Alat Kantor.

2.3 Tujuan Perusahaan

Tujuan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara sesuai dengan PERDA No 26 tahun 1985 adalah mengembangkan perekonomian daerah dan menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pelaksanaan semua usaha yang bergerak dalam bidang industri dan jasa yang dibenarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.4 Lokasi Perusahaan

Unit usaha dari PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara yang menjadi objek penelitian pada penelitian ini adalah unit percetakan. Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara terletak di Jalan Putri Merak Jingga No 3, Medan, Sumatera Utara.

2.5 Daerah Pemasaran

Sebagai perusahaan daerah, maka daerah pemasaran Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara praktis hanya meliputi wilayah Provinsi Sumatera Utara. Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara


(29)

biasa menerima proyek-proyek percetakan dari kantor-kantor dinas Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, rumah sakit, dan bahkan beberapa kantor swasta yang berada di Medan.

2.6 Organisasi dan Manajemen Perusahaan

Pada subbab ini dijabarkan mengenai hal-hal terkait manajerial perusahaan, meliputi struktur organisasi, uraian tugas dan tanggung jawab, jumlah tenaga kerja perusahaan, jam kerja dan sistem pengupahan.

2.6.1 Struktur Organisasi

Organisasi diartikan sebagai wadah atau tempat sekelompok orang bekerja sama dengan menggunakan sejumlah dana, alat-alat, dan teknologi serta terikat dengan peraturan dan lingkungan tertentu, mempunyai tujuan, dan terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan tersebut. Hubungan koordinasi antar pihak dalam organisasi digambarkan pada suatu struktur organisasi. Selain itu pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab juga digambarkan dalam struktur organisasi perusahaan guna memperjelas aliran perintah dari atasan ke bawahannya serta aliran laporan dari bawahan ke atasannya.

Struktur organisasi PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara termasuk tipe struktur organisasi fungsional. Hal ini ditunjukkan dengan pembagian departemen menurut fungsi-fungsinya yang mengindikasikan tipe organisasi


(30)

fungsional. Struktur organisasi PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara ditunjukkan pada Gambar 2.1.

2.6.2 Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Tugas dan tanggung jawab di PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara dibagi menurut jabatan masing-masing pekerja. Uraian tugas dan tanggung jawab setiap bagian ditunjukkan dalam Lampiran 1.

2.6.3 Jumlah Tenaga Kerja

Tenaga kerja pada PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara berjumlah 51 orang yang terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu sebagai berikut:

1. Direktur : 1

2. Satuan Pengawas Intern (SPI) : 2 3. Bagian Administrasi dan Keuangan : 7

4. Bagian Umum : 7

5. Bagian Produksi : 28

6. Bagian Pemasaran : 6 +

Total tenaga kerja : 51

2.6.4 Jam Kerja

Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara menerapkan sistem lima hari kerja dengan jam kerja sebagai berikut:


(31)

Direktur Perusahaan

Satuan Pengawas Intern (SPI)

Bagian Umum

Bagian Administrasi dan

Keuangan

Bagian Produksi

Bagian Pemasaran

Bagian Tata Usaha

Bagian Kepegawaian

Bagian Verifikasi

Bagian Akuntansi

Bagian Keuangan

Bagian Teknik dan Produksi

Bagian Pembelian

B. Pemasaran Unit Usaha Es, Hiburan, dan TB &

NAK

B. Pemasaran Unit Usaha Percetakan


(32)

2. Jumat : 09.30 – 16.30 WIB, istirahat 12.00 – 13.30 WIB.

Selain jam kerja di atas, Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara juga memberlakukan penambahan jam kerja (overtime) pada saat terdapat banyak proyek yang harus diselesaikan pada waktu yang berdekatan. Penambahan jam kerja dilaksanakan pada hari Sabtu mulai pukul 09.00 WIB – 17.00 WIB dan pada hari Senin-Kamis mulai pukul 17.00 WIB – 21.00 WIB.

2.6.5 Sistem Pengupahan

Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara menerapkan sistem pengupahan yang didasarkan pada Surat Keputusan (SK) direktur perusahaan. Sistem ini menggunakan dasar tingkatan golongan karyawan dalam memberikan gaji.

2.7 Proses Produksi

Pada subbab ini dijabarkan mengenai segala hal yang terkait dengan proses produksi yang berjalan di Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara, yaitu meliputi standar mutu produk, bahan-bahan produksi yang digunakan, dan uraian proses produksi.

2.7.1 Standar Mutu Produk

Sesuai dengan tipe produksinya yaitu make to order, PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara memproduksi berbagai jenis produk dengan spesifikasi sesuai dengan kriteria pesanan pelanggan. Dengan demikian standar mutu produk


(33)

yang dihasilkan berbeda untuk tiap produk. Hal ini disesuaikan dengan keinginan pelanggan yang mengajukan pesanan tersebut.

2.7.2 Bahan-bahan Produksi yang Digunakan

Proses produksi di PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara menggunakan berbagai bahan produksi tertentu. Bahan produksi ini dapat digolongkan menjadi tiga jenis bahan, yaitu bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan. Ketiga bahan ini memiliki fungsi masing-masing seperti diuraikan sebagai berikut:

1. Bahan Baku

Bahan baku diartikan sebagai bahan utama yang digunakan dalam proses produksi. Dalam proses produksi di unit percetakan ini terdapat dua jenis bahan baku, yaitu:

a. Kertas sebagai objek yang dicetak. Kertas yang digunakan di unit percetakan ini terdiri dari berbagai jenis kertas sesuai dengan proyek pengerjaannya, yaitu kertas HVS, kertas linen Holland, kertas dorsellag,

kertas tik, kertas strobot, kertas konstruk, kertas non-karbon, kertas sampul, dan karton buffalo

b. Tinta sebagai bahan utama untuk mencetak. Warna tinta yang digunakan dalam proses produksi adalah hitam, biru, kuning, dan magenta.

2. Bahan Penolong

Bahan penolong diartikan sebagai bahan yang digunakan untuk menolong proses produksi agar berjalan lancar dan secara tidak langsung mempengaruhi


(34)

kualitas produk (tidak terlihat pada produk akhir). Dalam percetakan, bahan penolong yang digunakan antara lain adalah sebagai berikut:

a. Plat cetakan yang terbuat dari seng dan digunakan sebagai objek peletakan dasar cetakan. Plat cetakan ini dapat digunakan berulang kali untuk proyek yang sama

b. Air sebagai campuran cairan tinta

c. Larutan kimia NH-3 dan tiner untuk mencuci plat cetakan d. Bensin untuk mencuci lapisan karet pada mesin.

3. Bahan Tambahan

Bahan tambahan diartikan sebagai bahan yang ditambahkan pada proses produksi (biasanya di akhir proses produksi) untuk meningkatkan nilai tambah produk. Dalam percetakan, bahan penolong yang digunakan antara lain adalah sebagai berikut:

a. Tali warna sebagai pembatas halaman pada produk tertentu

b. Kertas pembungkus untuk membungkus produk akhir sebelum dikirim c. Lem, benang, paku, dan stapler untuk proses penjilidan.

2.7.3 Uraian Proses Produksi

Seperti telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara bekerja dengan tipe produksi make to order, sehingga produk yang dihasilkan bersifat variatif, yaitu meliputi formulir, blok formulir, kartu boks, dan kop surat. Namun demikian, semua produk yang dihasilkan melalui proses produksi yang hampir sama. Perbedaan utamanya terletak pada keperluan


(35)

proses porporasi. Secara umum, proses produksi pada unit percetakan terdiri dari enam kegiatan utama, yaitu seperti diuraikan berikut ini:

1. Pembuatan Plat Cetakan

Langkah awal dalam proses produksi di unit percetakan adalah pembuatan plat cetakan. Desain dari produk yang akan dihasilkan dirancang oleh bagian reproduksi unit percetakan. Proses ini merupakan bagian yang paling penting sebab kesalahan desain plat cetakan akan memberikan kesalahan pada proses-proses berikutnya. Setelah desain selesai dibuat, maka rancangan tersebut akan dicetakkan ke plat yang terbuat dari seng lalu dicuci dengan larutan kimia NH3 untuk mempertahankan cetakan pada plat

2. Pencetakan

Proses pencetakan dilakukan dengan menggunakan mesin cetak. Mesin cetak yang digunakan disesuaikan dengan proyek yang dikerjakan. Pada Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara terdapat beberapa jenis mesin cetak. Satu lembar kertas cetakan yang dihasilkan oleh mesin cetak kecil dapat menghasilkan dua halaman cetakan, mesin cetak sedang menghasilkan lima halaman cetakan, dan mesin cetak besar menghasilkan sembilan halaman cetakan. Hal yang diperlukan dalam proses pencetakan adalah kertas, tinta, plat cetakan, dan air. Terlebih dahulu plat cetakan dipasang pada mesin cetak yang akan digunakan lalu tinta dituang ke dalam mesin cetak. Setelah kertas dimasukkan, maka dilakukan uji cetak awal. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan pada hasil cetakan selanjutnya. Untuk mendapatkan hasil cetakan yang terbaik maka perlu diperhatikan


(36)

keseimbangan perbandingan air dan tinta yang digunakan. Kelebihan tinta akan mengakibatkan terlalu banyak tinta tercetak pada kertas sedangkan kelebihan air akan mengakibatkan hasil cetakan menjadi kabur. Untuk jenis mesin cetak satu warna, maka untuk menghasilkan cetakan yang terdiri dari beberapa warna dalam satu halaman, perlu dilakukan proses pencetakan sebanyak warna yang akan dicetak. Hal ini dikarenakan, untuk sekali proses cetak hanya dapat menggunakan satu plat cetakan yang mengandung satu warna

3. Pemotongan

Hasil cetakan dari tiap-tiap mesin cetak dibawa ke mesin potong dengan menggunakan palet beroda. Mesin cetak ini dapat memotong kertas sampai kapasitas empat rim dalam satu kali pemotongan, namun dikarenakan kesulitan pemindahan hasil potongan ke tempat penumpukan sementara di depan mesin potong maka kapasitasnya dibatasi menjadi dua rim. Mesin potong dilengkapi dengan lubang-lubang angin untuk memudahkan pergeseran kertas. Operator meletakkan tumpukan kertas ke dalam mesin potong dan mengatur posisi kertas agar tidak terjadi kesalahan potong

4. Penomoran

Penomoran berarti kegiatan memberikan nomor pada hasil cetakan sesuai dengan keinginan pelanggan. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan mesin penomoran. Hasil cetakan nomor dari mesin penomoran diinspeksi langsung oleh operator mesin tersebut sebelum dikirimkan ke bagian penjilidan


(37)

5. Penjilidan

Proses penjilidan dilakukan secara manual oleh beberapa orang operator yang bekerja dalam tim. Kegiatan penjilidan diawali dengan penyortiran hasil cetakan lalu dilanjutkan dengan penyusunan dan penjilidan. Penjilidan dilakukan dengan menggunakan lem, benang, paku, dan stapler. Untuk produk tertentu, misalnya blok formulir, diberi tambahan tali warna sebagai pembatas halaman. Hasil cetakan yang berupa lembaran tidak memerlukan penjilidan

6. Pengepakan

Proses pengepakan merupakan tahapan terakhir dalam proses produksi. Proses ini dilakukan secara manual oleh operator yang bekerja secara beregu dengan menggunakan kertas pembungkus.

Selain enam proses di atas, terdapat proses porporasi yang hanya dilakukan pada produk pesanan tertentu. Proses porporasi adalah pembuatan garis

cutting di sisi kertas yang biasa dilakukan bersamaan dengan proses penomoran dengan menggunakan mesin yang sama. Blok diagram proses produksi di Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara ditunjukkan pada Gambar 2.2.


(38)

Pembuatan Plat Cetakan

Pencetakan

Pemotongan

Penomoran dan Porporasi

Penjilidan

Pengepakan

Gambar 2.2 Blok Diagram Proses Produksi di Unit Pencetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara

2.8 Mesin, Peralatan, dan Utilitas

Pada subbab ini diuraikan mengenai mesin-mesin dan peralatan yang digunakan dalam produksi beserta utilitas yang terdapat di Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara.


(39)

2.8.1 Mesin Produksi

Mesin-mesin produksi yang digunakan di Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

1. Mesin Cetak dan Nomor

Tipe/merk mesin : Heidelberg GTO52 (Jerman) Kapasitas mesin : 3000 lembar/jam

Fungsi mesin : Membuat penomoran dan porporasi dengan ukuran kertas 36 cm × 52 cm

Jumlah : 1 unit

2. Mesin Penomoran Aktien

Tipe/merk mesin : Heidelberg GTO (Jerman) Kapasitas mesin : 3000 lembar/jam

Fungsi mesin : Membuat penomoran dengan ukuran kertas 36 cm × 52 cm

Jumlah : 1 unit

3. Mesin Cetak Besar (SORS)

Tipe/merk mesin : Heidelberg (Jerman) Kapasitas mesin : 15.000 lembar/jam

Fungsi mesin : Mencetak satu warna dengan ukuran kertas 72 cm × 102 cm (plano)

Jumlah : 2 unit

4. Mesin Cetak Sedang (SORM)


(40)

Kapasitas mesin : 2500-15.000 lembar/jam

Fungsi mesin : Mencetak satu warna dengan ukuran kertas 52 cm × 74 cm

Jumlah : 1 unit

5. Mesin Cetak Kecil

Tipe/merk mesin : Hamada (Jepang) Kapasitas mesin : 3000 lembar/jam

Fungsi mesin : Mencetak satu warna dengan ukuran kertas 21,6 cm × 33 cm

Jumlah : 1 unit

6. Mesin Potong

Tipe/merk mesin : Polar Mohr (Jerman) Kapasitas mesin : 4 rim/pemotongan

Fungsi mesin : Memotong berbagai ukuran kertas

Jumlah : 1 unit

2.8.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan pada Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara merupakan peralatan yang digunakan secara manual untuk mendukung kegiatan produksi. Peralatan tersebut antara lain adalah alat penyetel mesin cetak, kunci pas, obeng, palu, jarum, dan stapler besar.


(41)

2.8.3 Utilitas

Utilitas merupakan fasilitas pendukung kegiatan produksi yang tidak secara langsung digunakan dalam proses produksi namun turut mendukung kelancaran kegiatan produksi tersebut. Fasilitas pendukung yang digunakan di Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara meliputi instalasi listrik dan air. Listrik yang digunakan unit percetakan ini sebagai sumber energi mesin-mesin, peralatan, maupun penerangan dipasok oleh PLN, sedangkan kebutuhan air dipenuhi oleh PDAM.

2.9 Safety and Fire Protection

Dalam rangka menjaga keselamatan kerja para pekerjanya, Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara tidak menyediakan berbagai fasilitas pendukung keselamatan kerja seperti Alat Pelindung Diri (APD) bagi operator. Untuk menjaga keamanan di lantai produksi di mana bahan-bahan yang digunakan sangat mudah terbakar, maka pihak unit percetakan menyediakan alat pemadam api (fire extinguisher).

2.10 Limbah

Setiap proses perlu memperhatikan limbah yang dihasilkan sepanjang proses produksi berlangsung dan penanganannya. Limbah yang dihasilkan dari proses produksi di Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara terdiri dari limbah padat dan limbah cair. Limbah padat yang dihasilkan berupa sisa potongan kertas ataupun hasil cetakan yang tidak sesuai dengan spesifikasi


(42)

pesanan. Limbah jenis ini ditangani dengan cara dijual ke penadah sekitar ataupun dibuang dengan terlebih dahulu dipotong-potong menjadi lebih kecil. Limbah cair berasal dari kegiatan pencucian mesin cetak ataupun pencucian plat cetakan. Limbah ini cukup ditangani dengan cara dibuang di tempat khusus pembuangan limbah cair di dekat area produksi.


(43)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi Kegiatan Manusia1

Sebagai makhluk yang paling sempurna, manusia tidak luput dari kekurangan. Maksudnya adalah segala kemampuannya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut bisa datang dari pribadinya atau sebagai akibat dari pengaruh luar. Salah satu faktor yang datang dari luar ialah lingkungan kerja saat manusia melaksanakan kegiatannya. Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik sehingga dicapai suatu hasil yang optimal apabila di antaranya didukung oleh suatu kondisi lingkungan yang baik. Dapat dikatakan bahwa suatu kondisi lingkungan dikatakan baik apabila di dalamnya manusia dapat melaksanakan kegiatannya dengan aman, sehat, dan nyaman.

3.2 Pencahayaan2

Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat objek-objek secara jelas, cepat, dan tanpa menimbulkan kesalahan. Kebutuhan akan pencahayaan yang baik akan semakin diperlukan apabila manusia mengerjakan pekerjaan yang memerlukan ketelitian penglihatan. Pencahayaan yang terlalu suram mengakibatkan mata pekerja semakin cepat lelah karena mata akan berusaha untuk bisa melihat. Lelahnya mata mengakibatkan kelelahan

1

Iftikar Z. Sutalaksana. Teknik Perancangan Sistem Kerja.(Bandung: Institut Teknologi Bandung, 2006), h. 90-91

2


(44)

mental, lebih jauh lagi keadaan tersebut bisa menimbulkan rusaknya mata karena bisa menyilaukan. Kemampuan mata untuk dapat melihat objek dengan jelas ditentukan oleh ukuran objek, derajat kontras antara objek dengan sekelilingnya, luminansi, dan lamanya melihat.

3.3 Pencahayaan Buatan dan Pencahayaan Merata3

Pencahayaan buatan adalah salah satu jenis pencahayaan yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Pencahayaan buatan diperlukan karena tidak dapat sepenuhnya tergantung pada ketersediaan pencahayaan alami. Pencahayaan buatan diperlukan dalam beberapa kondisi berikut ini, yaitu:

1. Tidak tersedia cahaya alami siang hari dan saat antara matahari terbenam dan terbit

2. Tidak tersedia cukup cahaya alami dari matahari, saat mendung tebal, dan saat intensitas cahaya bola langit akan berkurang

3. Cahaya alami dari matahari tidak dapat menjangkau tempat tertentu di dalam ruangan yang jauh dari jendela

4. Diperlukan cahaya merata pada ruang lebar, sebab hanya lokasi di sekitar jendela saja yang terang sedangkan bagian tengah akan menjadi redup. Hal ini terutama terjadi pada ruangan lebar, luas, dan terletak di bawah lantai lain sehingga tidak memungkinkan untuk membuat lubang cahaya di atap

5. Diperlukan intensitas cahaya konstan dan pencahayaan dengan warna dan arah penyinaran yang mudah diatur.


(45)

Dalam pencahayaan buatan, dikenal pencahayaan merata. Dinyatakan bahwa perencanaan pencahayaan dalam praktik umumnya bertujuan untuk tercapainya tingkat iluminasi merata pada seluruh bidang kerja. Pencahayaan yang sepenuhnya merata memang tidak mungkin dalam praktik, tetapi standar yang dapat diterima adalah tingkat iluminasi minimum serendah-rendahnya 80% dari tingkat iluminasi rata-rata ruang4.

3.4 Istilah dalam Pencahayaan Buatan

Berikut ini merupakan beberapa istilah yang biasa digunakan dalam pencahayaan buatan beserta uraian penjelasannya:

1. Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya adalah kuat cahaya sumber cahaya dan diukur dengan

candela pada sistem internasional. Disepakati bahwa jika sebuah sumber cahaya yang berintensitas cahaya 1 candela diletakkan di titik pusat sebuah bola berjari-jari 1 m, maka arus cahaya datang pada 1 m2 permukaan dalam kulit bola tersebut adalah 1 lumen

2. Iluminan (Tingkat iluminasi)5

Iluminan adalah banyak arus cahaya yang datang pada suatu unit bidang dan memiliki satuan lux (lumen/m2). Iluminasi adalah datangnya cahaya ke suatu objek

4

D.C. Pritchard. Interior Lighting Design 6th Edition, dalam Luciana Kristanto, Penelitian Terhadap Kuat Penerangan dan Hubungannya dengan Angka Reflektansi Warna Dinding Studi Kasus Ruang Kelas Unika Widya Mandala Surabaya. Jurnal internet. 2004.

5


(46)

3. Luminan (Tingkat luminan)

Luminan adalah intensitas cahaya yang dipancarkan, dipantulkan, atau diteruskan oleh suatu unit bidang yang diterangi. Luminasi adalah perginya cahaya dari suatu objek

4. Pencahayaan Umum

Pencahayaan merata untuk seluruh ruangan dan dimaksudkan untuk memberikan terang merata

5. Reflektansi

IES Lighting Handbook (1984) menyatakan bahwa setiap objek memantulkan sebagian dari cahaya yang mengenainya. Tergantung pada susunan geometris, ukuran yang tepat dapat berupa reflektansi cahaya total, reflektansi cahaya reguler, reflektansi cahaya difus, faktor reflektansi cahaya atau faktor luminansi. Skala reflektansi cahaya adalah antara 0 dan 100% dari hitam ke putih.

3.5 Standar Pencahayaan di Tempat Kerja

Pencahayaan di tempat kerja harus disesuaikan dengan kompleksitas detail pekerjaannya. Di Indonesia, standar pencahayaan diatur oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepmenkes No 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Lampiran II mengenai Persyaratan dan Tata Cara Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri bagian V membahas mengenai pencahayaan. Standar pencahayaan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI ditunjukkan pada Tabel 3.1.


(47)

Tabel 3.1 Intensitas Cahaya di Ruang Kerja

No Jenis Kegiatan Tingkat Pencahayaan

Minimal (Lux) Keterangan

1 Pekerjaan kasar dan

tidak terus menerus 100

Ruang penyimpanan & ruang peralatan/instansi yang memerlukan pekerjaan yang kontinu

2 Pekerjaan kasar dan

terus menerus 200

Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar

3 Pekerjaan rutin 300 R. administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin dan perakitan/penyusun

4 Pekerjaan agak halus 500

Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor

Pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin

5 Pekerjaan halus 1000

Pemilihan warna, pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus dan perakitan halus

6 Pekerjaan amat halus

1500

Tidak menimbulkan bayangan

Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus

7 Pekerjaan terinci

3000

Tidak menimbulkan bayangan

Pemeriksaan pekerjaan dan perakitan sangat halus

3.6 Pengukuran Pencahayaan

Komponen pencahayaan di antaranya terdiri dari tingkat iluminasi, tingkat luminansi, dan reflektansi. Ketiga komponen ini dapat diukur nilainya dengan menggunakan alat ukur, yaitu lux meter. Metode pengukuran komponen pencahayaan ini akan diuraikan pada subbab berikut.

3.6.1 Pengukuran Tingkat Iluminasi6

Dengan menggunakan lux meter, tingkat iluminasi untuk bidang kerja diukur secara horizontal sejauh 75 cm di atas permukaan lantai, sedangkan untuk

6

Republik Indonesia. SNI 16-7062-2004: Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja, 2004


(48)

luasan tertentu tingkat iluminasi diperoleh dengan mengambil nilai rata-rata dari beberapa titik pengukuran (SNI 03-6575-2001). Gambar 3.1 menunjukkan posisi alat ukur pada pengukuran tingkat iluminasi.

Sumber: Concepts in Architectural Lighting, 1983

Gambar 3.1 Posisi Pengukuran Tingkat Iluminasi

Penentuan titik pengukuran tingkat iluminasi diatur dalam SNI 16-7062-2004 tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja. Metode penentuan titik pengukuran tingkat penerangan dibagi berdasarkan kegunaannya menjadi penerangan setempat dan penerangan umum. Pengukuran tingkat penerangan setempat dilakukan pada objek kerja yang akan diukur, misalnya meja kerja ataupun peralatan. Sedangkan pada penerangan umum, metode penentuan titik pengukuran dibagi berdasarkan luas ruangan dengan menentukan grid-grid

dengan ukuran tertentu. Titik pertemuan grid-grid tersebut akan menjadi titik-titik pengukuran tingkat penerangan. Uraian lebih lanjut adalah sebagai berikut:

1. Luas ruangan kurang dari 10 m2 maka titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1 meter. Gambar 3.2 menunjukkan denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas ruangan < 10 m2


(49)

1 m 1 m

= Titik Pengukuran

Gambar 3.2 Denah Pengukuran Intensitas Penerangan untuk Luas Ruangan Kurang dari 10 m2

2. Luas ruangan antara 10 m2 – 100 m2 maka titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 meter. Gambar 3.3 menunjukkan denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas ruangan 10 m2– 100 m2

3 m 3 m

= Titik Pengukuran

Gambar 3.3 Denah Pengukuran Intensitas Penerangan untuk Luas Ruangan 10 m2– 100 m2

3. Luas ruangan > 100 m2 maka titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 6 meter. Gambar 3.4 menunjukkan denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas ruangan > 100 m2.


(50)

6 m 6 m

= Titik Pengukuran 6 m

6 m 6 m 6 m

6 m

Gambar 3.4 Denah Pengukuran Intensitas Penerangan untuk Luas Ruangan Lebih dari 100 m2

3.6.2 Pengukuran Tingkat Luminansi7

Tingkat luminansi untuk bidang kerja diukur dengan menggunakan lux meter. Pengukuran tingkat luminansi dilakukan dengan meletakkan sensor cahaya menghadap ke permukaan objek yang akan diukur tingkat luminansinya pada jarak 2 sampai 4 inchi hingga angka pembacaan pada layar lux meter stabil. Posisi sensor harus diatur sedemikian rupa untuk menghindari jatuhnya bayangan alat ataupun operator pada area yang akan diukur. Posisi alat ukur pada pengukuran tingkat luminansi ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Sumber: Concepts in Architectural Lighting, 1983

Gambar 3.5 Posisi Pengukuran Tingkat Luminansi

7


(51)

3.6.3 Pengukuran Reflektansi8

Metode pengukuran reflektansi terbagi menjadi dua cara, yaitu metode perbandingan sampel diketahui dan metode cahaya datang-cahaya pantul. Metode perbandingan sampel diketahui menggunakan suatu kartu pengukur reflektansi dan digunakan untuk mengukur reflektansi pada permukaan yang memantulkan cahaya secara difusi (menyebar). Metode cahaya datang-cahaya pantul digunakan untuk menentukan reflektansi (dalam persen) pada permukaan yang memantulkan cahaya atau tidak mengkilap. Metode ini terdiri dari tiga langkah, yaitu sebagai berikut:

1. Mengukur intensitas cahaya yang jatuh ke permukaan objek

2. Mengukur intensitas cahaya yang dipantulkan dari permukaan objek

3. Menghitung reflektansi permukaan objek dengan cara membagi angka intensitas cahaya pantul dengan intensitas cahaya yang diterima.

Sumber: Concepts in Architectural Lighting, 1983

Gambar 3.6 Posisi Pengukuran Reflektansi Objek

8


(52)

3.7 Perhitungan Kebutuhan Penerangan Ruangan9

Terdapat dua cara menghitung penerapan yang umum dilakukan, yaitu metode titik dan metode lumen. Metode titik sangat sederhana dan digunakan untuk menghitung penerangan dari sumber cahaya yang dapat dianggap sebagai titik, misalnya penerangan sebuah lampu ke bidang kerja atau ke lukisan di dinding. Metode ini mengabaikan faktor pantulan dari permukaan sekitar. Sedangkan metode lumen digunakan untuk menghitung penerangan dari sumber cahaya yang berbentuk bidang seperti fluorescent di langit-langit.

3.7.1 Metode Titik

Untuk menghitung iluminasi di satu titik oleh satu lampu maka digunakan rumus sebagai berikut:

E= I

d2cosβlux

Dengan,

E = Iluminasi (lux)

I = Arus cahaya dari sumber cahaya ke arah titik yang disinari (lm) d = Jarak lampu ke titik bidang yang disinari (m)

β = Sudut datang sinar (dihitung antara garis tegak lurus bidang dan sinar)


(53)

3.7.2 Metode Lumen

Untuk menghitung penerangan di satu titik oleh suatu sumber cahaya, terdapat hubungan:

E= ϕ A Dengan,

E = Iluminasi rata-rata (lux)

Φ = Total arus cahaya di bidang bersangkutan (lumen) A = Luas area (m2)

Namun pada kenyataannya terdapat berbagai faktor lain yang mempengaruhi perhitungan penerangan di suatu titik, yaitu distribusi intensitas cahaya luminer, efisiensi, bentuk dan ukuran ruang, pemantulan permukaan, ketinggian lampu dari bidang kerja, faktor kehilangan cahaya yang menunjukkan penyusutan lumen pada lampu serta berkurangnya terang lampu akibat timbunan debu selama usia nyalanya. Sehingga untuk menghitung iluminasi menjadi:

E= (L.N).CU.LLF A Di mana:

L : Total lumen awal per luminer N : Jumlah luminer

CU : Coeffiecient of utillization

LLF : Light-loss factor

A : Luas ruangan

Coefficient of utilization (CU) adalah perbandingan lumen pada permukaan bidang kerja dengan lumen yang dipancarkan oleh lampu. Nilai CU


(54)

yang tinggi menunjukkan bahwa banyak cahaya yang sampai pada permukaan bidang kerja. Nilai CU dipengaruhi oleh reflektansi permukaan ruangan, ukuran dan bentuk ruangan, lokasi luminer, dan rancangan luminer. Ukuran dan bentuk ruangan memiliki pengaruh yang besar terhadap nilai CU. Sebagai contoh, pada ruangan yang kecil akan lebih banyak cahaya yang diserap oleh dinding daripada ruangan luas dengan langit-langit yang rendah.10 Dalam perhitungan nilai CU diperlukan pembagian ruangan menjadi tiga zona, yaitu rongga langit-langit (ceiling cavity), rongga ruang (room cavity), dan rongga lantai (floor cavity). Proporsi geometris rongga langit-langit ruang dan lantai disebut perbandingan rongga (cavity ratio). Rumus umum dari perbandingan rongga adalah sebagai berikut:

Perbandingan rongga= hc Keliling ruang Luas ruang

Dalam beberapa buku tentang pencahayaan akan ditemukan singkatan sebagai berikut:

CCR (Ceiling Cavity Ratio) : Perbandingan rongga langit-langit RCR (Room Cavity Ratio) : Perbandingan rongga ruang FCR (Floor Cavity Ratio) : Perbandingan rongga lantai

Hc : Jarak bidang luminer ke langit-langit (tinggi rongga langit-langit) Hr : Jarak bidang luminer ke bidang kerja (tinggi rongga ruang) Hf : Jarak bidang kerja ke lantai (tinggi rongga lantai)

Dengan demikian untuk menghitung CCR, rumus cavity ratio dapat diubah menjadi:


(55)

CCR =5 hcckeliling ruang luas ruang Untuk RCR menjadi:

RCR =5 hrckeliling ruang luas ruang

Untuk FCR, dengan ruang berdenah bujur sangkar atau persegi panjang menjadi:

FCR =5 hfcW + L WL

Setelah nilai CU ditentukan, maka perlu memproyeksikan kemungkinan lain yang dapat mempengaruhi jumlah cahaya yang akan mencapai permukaan bidang kerja. The Illuminating Engineering Society mengidentifikasikan faktor-faktor berikut ini sebagai kemungkinannya yang disebut sebagai Light Loss Factor (LLF)11:

1. Luminaire Ambient Temperature (LAT) 2. Voltage to Luminaire (LV)

3. Ballast Factor (BF)

4. Luminaire Surface Depreciation (LSD) 5. Room Surface Dirt Depreciation (RSDD) 6. Luminaire Dirt Depreciation (LDD) 7. Lamp Lumen Depreciation (LLD) 8. Lamp Burnouts (LBO)

Empat faktor pertama termasuk faktor non-recoverable yang berarti bahwa perawatan secara konvensional tidak akan meningkatkan ataupun memperbaiki keempat faktor ini. Sedangkan empat faktor terakhir termasuk faktor recoverable,

11 IES Lighting Handbook,

dalam Isaac Lynnwood Flory. High-Intensity Discharge Lighting Design Strategies for the Minimization of Energy Usage and Life-Cycle Cost. (Virginia: Virginia Polytechnic Institute and State University, 2008), h. 21


(56)

ini berarti bahwa perawatan secara konvensional dapat memperbaiki ataupun memperburuk tiap-tiap faktor tersebut12. LLD dan LBO dapat diperbaiki melalui penggantian lampu secara individual ataupun berkelompok sedangkan RSDD dan LDD ditingkatkan nilainya melalui pembersihan luminer13. LLF kemudian dihitung dengan mengalikan semua faktor tersebut:

LLF = LAT × LV × BF × LSD × RSDD × LDD × LLD × LBO Berikut ini diuraikan mengenai kedelapan faktor LLF tersebut:

1. LAT, yaitu suhu di sekitar luminer. Jika lampu beroperasi di lingkungan dengan suhu sesuai dengan desain pabrik maka LAT bernilai 1

2. LV (Voltage Variation), yaitu variasi tegangan listrik. Jika lampu dioperasikan pada voltase seusai desainnya maka VV = 114

3. BF (Ballast Factor), yaitu faktor kehilangan yang ikut berperan dalam ketidakmampuan lampu untuk beroperasi pada level daya tertentu dikarenakan ketidaksesuaian desain balas atau ketidaksesuaian fungsi antar balas dengan lampu

4. LSD (Luminaire Surface Depreciation), yaitu menunjukkan penurunan kualitas material yang digunakan pada struktur luminer, termasuk perubahan warna pada permukaannya. Walaupun faktor ini diakui di komunitas pencahayaan, tetapi LSD tidak memiliki nilai yang terpublikasi15.

12Lumen8, “Newsletter of Lumenation Lighting Design”,

dalam Isaac Lynnwood Flory. ibid, h. 21 13

A.M. Marsden, The Economics of Lighting Maintenance, dalam Isaac Lynwood Flory. ibid., h. 21

14

Prasasto Satwiko. Op. cit. h. 227 15


(57)

5. RSDD dan LDD dikuantifikasikan dalam bentuk tabel yang disajikan oleh IESNA. Prosesnya kemudian disederhanakan dengan menggunakan persamaan berikut untuk menemukan persen depresiasi akibat pengotoran:

% Dirt Depreciation=100 (1-e−AtB)

Dengan menggunakan nilai ini bersama dengan informasi mengenai tipe pendistribusian luminer maka dapat ditentukan nilai RSDD dan LLD. Nilai A dan B dapat dilihat pada tabel konstanta untuk penentuan RSDD dan LLD. Berdasarkan % dirt depreciation dan RCR maka dapat ditentukan nilai RSDD pada tabel nilai RSDD untuk klasifikasi luminer langsung. Sedangkan LLD dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

LDD =e−AtB16

6. LBO (Lamp Burnout), yaitu perkiraan jumlah lampu yang mati sebelum waktu penggantian yang direncanakan. Apabila lampu diganti seluruhnya secara bersamaan, maka LBO bernilai 1 sedangkan apabila penggantian hanya pada lampu yang mati maka LBO bernilai 0,95.

7. LLD (Lamp Lumen Depreciation), yaitu faktor depresiasi lumen yang tergantung pada jenis lampu dan waktu penggantiannya. Nilainya biasa tertera pada produk17.

3.8 Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov Smirnov

Uji kolmogorov-smirnov adalah uji yang digunakan untuk mengganti uji kuadrat chi untuk dua sampel yang independen. Data yang diperlukan dapat

16

Ibid.,h.24-25 17


(58)

berupa kontinu atau diskrit, data ordinal atau bukan, dan dapat digunakan untuk sampel besar atau kecil18.

Kelebihan uji kolmogorov-smirnov adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi antar pengamat yang satu dengan pengamat yang lain. Uji ini membandingkan distribusi frekuensi kumulatif hasil pengamatan dengan distribusi frekuensi kumulatif yang diharapkan. Langkah-langkah pengujian ini adalah sebagai berikut:

1. Menyusun data hasil pengamatan mulai dari nilai pengamatan terkecil hingga terbesar

2. Menyusun distribusi kumulatif relatif dari nilai pengamatan tersebut dan menotasikannya dengan Fa (X)

3. Menghitung nilai Z dengan rumus Z = (X - X)/σ, di mana Z adalah standar baku pada distribusi normal, X adalah nilai data, Xadalah rata-rata, dan σ merupakan standar deviasi

4. Menghitung distribusi frekuensi kumulatif teoritis yang dinotasikan dengan Fe (X)

5. Menghitung selisih antara Fa (X) dengan Fe (X) sebagai nilai D 6. Menentukan angka maksimum dari nilai D

7. Membandingkan nilai D maksimum dengan Dalpha lalu menarik kesimpulan di mana H0 diterima (data berdistribusi normal) bila D maksimum ≤ Dalpha dan H0 ditolak apabila diperoleh sebaliknya.


(59)

3.9 Uji Korelasi Pearson Product Moment19

Korelasi Pearson Product Moment (r) dikemukakan oleh Karl Pearson tahun 1900. Kegunaannya untuk mengetahui derajat hubungan dan kontribusi variabel bebas dengan variabel terikat.

Uji Korelasi Pearson Product Moment termasuk uji statistik parametrik yang menggunakan data interval dan ratio dengan persyaratan tertentu. Misalnya: data dipilih secara acak (random); datanya berdistribusi normal; data yang dihubungkan berpola linier; dan data yang dihubungkan mempunyai pasangan yang sama sesuai dengan subjek yang sama. Rumus yang digunakan adalah:

�= � � �− �

�=1 ��=1 �

� �=1

� ��=1 �2− ��=1 � 2 � �

2

� � �=1 2

� �=1

Uji Korelasi Pearson Product Moment dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1< r < + 1). Apabilah nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna; r = 0 artinya tidak ada korelasi dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat. Sedangkan arti harga r akan dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai r yang ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai R Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,80 – 1,000 Sangat Kuat 0,60 – 0,799 Kuat 0,40 – 0,599 Cukup Kuat 0,20 – 0,399 Rendah 0,00 – 0,199 Sangat Rendah

19


(60)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif korelasional yang merupakan jenis penelitian yang menjelaskan fakta lapangan dari objek yang diteliti serta mendeteksi sejauh mana hubungan antar variabel dalam penelitian berdasarkan koefisien korelasi yaitu tingkat iluminasi terhadap hasil kerja stasiun penomoran. Penelitian ini juga termasuk ke dalam jenis penelitian asosiatif dengan menilik dari kemampuannya dalam menjelaskan yaitu mengetahui hubungan antar variabel yang diamati.

4.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini bertempat di Unit Percetakan PD Aneka Industri dan Jasa Sumatera Utara (PDAIJ Sumut) yang terletak di Jalan Putri Merak Jingga No 3, Medan.

4.3 Objek Penelitian

Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah pencahayaan di lantai produksi Unit Percetakan PDAIJ Sumut.

4.4 Kerangka Berpikir


(61)

dokumen penelitian terdahulu dengan memperhatikan batasan dan kendala yang berkenaan dengan situasi yang berlaku. Kerangka berpikir dari penelitian ini ditunjukkan dalam diagram skematis pada Gambar 4.1.

Pencahayaan: - Tingkat Iluminasi - Tingkat Luminansi

Hasil Kerja Stasiun Penomoran

Gambar 4.1 Kerangka Berpikir Penelitian

4.5 Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini diuraikan sebagai berikut: 1. Pencahayaan:

Kondisi penerangan di lantai produksi yang meliputi tingkat iluminasi dan tingkat luminansi

2. Tingkat Iluminasi:

Banyak arus cahaya yang datang pada suatu unit bidang. Tingkat iluminasi diukur dengan menggunakan alat 4 in 1 environmental meter

3. Tingkat Luminansi:

Intensitas cahaya yang dipancarkan, dipantulkan, atau diteruskan oleh suatu unit bidang yang diterangi. Tingkat luminansi diukur dengan menggunakan alat 4 in 1 environmental meter dengan cara meletakkan sensor cahaya menghadap bidang yang akan diukur tingkat luminansinya pada jarak 2 inchi 4. Hasil Kerja Stasiun Penomoran:

Difokuskan pada banyaknya produk cacat yang lolos inspeksi di stasiun kerja penomoran sebagai akibat dari pencahayaan yang tidak memenuhi standar.


(62)

4.6 Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran langsung terhadap objek penelitian. Data primer tersebut antara lain adalah:

a. Tingkat iluminasi b. Tingkat luminansi

c. Hasil kerja stasiun kerja penomoran d. Data dimensi ruangan

e. Data spesifikasi luminer. 2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari dokumentasi data perusahaan. Data sekunder tersebut antara lain adalah:

a. Gambaran umum perusahaan, organisasi, proses produksi, serta spesifikasi mesin dan peralatan

b. Studi literatur tentang teori-teori yang menyangkut masalah penelitian.

4.7 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. 4 in 1 Environmental Meter

4 in 1 Environmental Meter digunakan untuk mengukur tingkat iluminasi lantai produksi dan tingkat luminansi pada material objek di lantai produksi. Nilai yang diperoleh dinyatakan dalam satuan lux


(63)

2. Meteran

Meteran digunakan untuk mengukur dimensi ruang produksi. Nilai yang diperoleh dinyatakan dalam satuan meter.

4.8 Prosedur Pengamatan

Pengukuran tingkat iluminasi lantai produksi dilakukan selama lima hari (satu minggu kerja) dengan empat kali waktu pengukuran dalam satu hari, yaitu pukul 10.00 WIB, 12.00 WIB, 14.00 WIB dan 16.00 WIB. Penentuan titik dilakukan berdasarkan aturan pengukuran iluminasi SNI 16-7062-2004 (Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja), yaitu dengan menggunakan

grid-grid berukuran tertentu sesuai dengan luas area yang akan diukur tingkat iluminasinya. Untuk penentuan titik ukur tingkat iluminasi, lantai produksi Unit Percetakan PDAIJ dibagi menjadi tiga area pengukuran. Area pertama adalah lantai produksi keseluruhan dengan luas 210,35 m2 (luas ruangan >100 m2) menggunakan jarak grid pengukuran 6 m × 6 m sehingga diperoleh empat titik pengukuran. Area kedua adalah area stasiun kerja penomoran dengan luas 52,59 m2 (luas ruangan 10 m2 – 100 m2) menggunakan jarak grid pengukuran 3 m × 3 m sehingga diperoleh empat titik pengukuran. Area ketiga adalah area kerja operator mesin nomor dengan luas 6 m2 (luas ruangan <10 m2) menggunakan jarak grid

pengukuran 1 m × 1 m sehingga diperoleh 12 titik pengukuran, tetapi pengukuran hanya dilakukan pada 9 titik sebab 3 titik di antaranya terhalang oleh mesin nomor dan meja bahan. Untuk besar lux tingkat iluminasi dan tingkat luminansi


(64)

dilakukan pengukuran pada semua objek yang berada di stasiun kerja penomoran, yaitu meliputi lantai, dinding, mesin produksi, dan meja-meja bahan.

Pengamatan terhadap hasil kerja stasiun penomoran dilakukan untuk memperoleh produk cacat yang lolos inspeksi di stasiun kerja penomoran. Pengamatan dilakukan secara manual selama lima hari (satu minggu kerja). Pencacatan dilakukan pada lembar pengamatan yang berisi jenis-jenis kecacatan produk dan jumlah lembar produk cacat yang lolos inspeksi untuk tiap-tiap jenis kecacatan.

4.9 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat variabel-variabel yang dikelompokkan ke dalam variabel independen dan variabel dependen, yaitu sebagai berikut:

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen baik secara negatif maupun positif. Variabel yang termasuk ke dalam variabel ini pencahayaan yang terdiri dari tingkat iluminasi dan tingkat luminansi 2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel yang termasuk ke dalam variabel ini adalah hasil kerja stasiun penomoran.

4.10 Metodologi Penelitian


(65)

Mulai

Studi Pendahuluan:

Melalui pengamatan pendahuluan di lantai produksi PDAIJ

Studi Literatur:

Melalui jurnal-jurnal, laporan, dan sumber referensi lain terkait masalah penelitian

Identifikasi Masalah:

- Tingkat iluminasi lantai produksi belum memenuhi standar

- Terdapat banyak jumlah produk cacat yang lolos inspeksi di stasiun kerja penomoran

Tujuan Penelitian:

- Analisis kondisi pencahayaan lantai produksi unit percetakan PDAIJ - Analisis pengaruh tingkat iluminasi terhadap hasil kerja stasiun penomoran lantai produksi unit percetakan PDAIJ

- Merancang usulan perbaikan tingkat iluminasi di lantai produksi unit percetakan PDAIJ

Pengolahan Data: 1. Menghitung tingkat iluminasi lantai produksi rata-rata 2. Menghitung angka reflektansi material objek 3. Menghitung jumlah lumen yang dibutuhkan

4. Menguji kenormalan data tingkat iluminasi dan data hasil kerja stasiun penomoran 5. Menghitung koefisien korelasi tingkat iluminasi dengan data hasil kerja stasiun penomoran

Data Primer: - Tingkat iluminasi - Tingkat luminansi

- Hasil kerja stasiun penomoran - Data dimensi ruangan - Data spesifikasi luminer

Data Sekunder: - Nama mesin dan peralatan - Sejarah perusahaan - Data organisasi perusahaan

Analisis dan Pemecahan Masalah:

1. Analisis pencahayaan lantai produksi

2. Analisis uji korelasi tingkat iluminasi dengan hasil kerja stasiun penomoran 3. Pemecahan masalah

4. Pembahasan hasil pemecahan masalah

Kesimpulan dan Saran

Selesai


(66)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1 Pengumpulan Data

Data yang diperlukan pada penelitian ini adalah tingkat iluminasi lantai produksi, tingkat iluminasi dan tingkat luminansi pada material objek di stasiun kerja penomoran, dan hasil kerja stasiun kerja penomoran.

5.1.1 Data Tingkat Iluminasi Lantai Produksi

Tingkat iluminasi di lantai produksi diukur dengan menggunakan alat 4 in 1 environmental meter. Pengukuran tingkat iluminasi dilakukan selama lima hari (satu minggu kerja) dengan empat kali waktu pengukuran dalam satu hari, yaitu pukul 10.00 WIB, 12.00 WIB, 14.00 WIB, dan 16.00 WIB. Penentuan titik ukur dilakukan berdasarkan aturan pengukuran iluminasi SNI 16-7062-2004, yaitu dengan menggunakan grid-grid berukuran tertentu sesuai dengan luas area yang akan diukur tingkat iluminasinya. Setiap titik diukur sebanyak tiga kali replikasi pada ketinggian 75 cm dari lantai (SNI 03-6575-2001).

Untuk penentuan titik ukur tingkat iluminasi, lantai produksi Unit Percetakan PDAIJ dibagi menjadi tiga area pengukuran. Area pertama adalah keseluruhan lantai produksi dengan luas 210,35 m2 yang menggunakan grid

pengukuran 6 m × 6 m sehingga diperoleh empat titik pengukuran. Gambar 5.1 menunjukkan layout keseluruhan lantai produksi unit percetakan PDAIJ beserta titik-titik pengukurannya.


(67)

Skala 1:100 1 2 4 3 1 4 .2 9 m 0 .4 m 1 .1 7 m 0 .4 m 2 .5 m 14.72 m A B C D E F G 6 m 6 m . Keterangan Titik pengukuran iluminasi Simbol Lubang angin Jendela Ventilator Pintu Tiang penyangga Lampu Meja bahan Meja tinta Meja kerja pengepakan

Kursi kerja

Keterangan Mesin cetak plano Simbol

A

Mesin cetak sedang Mesin potong B

C

Mesin cetak kecil Mesin nomor aktien D

E

Mesin nomor Mesin cetak & nomor F G Stasiun kerja pencetakan Stasiun kerja pemotongan Stasiun kerja pengepakan Stasiun kerja penomoran

Gambar 5.1 Layout Titik Pengukuran Iluminasi di Area I (Keseluruhan Lantai Produksi)


(68)

Tabel 5.1 menunjukkan hasil pengukuran tingkat iluminasi di area pengukuran I lantai produksi unit percetakan PDAIJ.

Tabel 5.1 Hasil PengukuranTingkat Iluminasi di Area I Keseluruhan Lantai Produksi (Satuan dalam Lux)

Pukul (WIB) TU 1 TU 2 TU 3 TU 4

Pengamatan I

10.00 34,48 84,60 55,70 86,30

12.00 35,24 85,80 56,73 88,30

14.00 28,24 53,10 39,63 68,73

16.00 27,40 51,07 38,57 67,73

Pengamatan II

10.00 35,51 85,73 56,17 86,87

12.00 35,25 86,50 57,50 87,37

14.00 29,63 64,00 44,37 72,43

16.00 29,61 62,77 42,27 71,20

Pengamatan III

10.00 36,70 96,87 68,20 98,30

12.00 30,66 64,63 42,23 70,20

14.00 29,32 63,43 42,90 71,37

16.00 27,63 52,43 38,57 66,77

Pengamatan IV

10.00 36,10 95,83 65,53 98,03

12.00 37,27 97,17 67,90 98,37

14.00 35,56 84,63 56,90 89,37

16.00 30,75 64,23 38,37 70,50

Pengamatan V

10.00 36,53 95,83 67,10 97,90

12.00 34,25 85,47 55,43 87,40

14.00 35,32 86,13 56,77 89,40


(69)

Area kedua adalah area stasiun kerja penomoran dengan luas 52,59 m2 yang menggunakan grid pengukuran 3 m × 3 m sehingga diperoleh empat titik pengukuran. Gambar 5.2 menunjukkan layout stasiun kerja penomoran beserta posisi titik pengukuran tingkat iluminasi.

Skala 1:100 7.145 m 7.36 m M1 M2 M3 1 2 3 4 3 m Keterangan Simbol M1 M2 M3 Lampu Tiang penyangga

Mesin cetak dan nomor

Dinding

Area stasiun kerja penomoran

Titik ukur stasiun kerja penomoran

1, 2, 3, 4 3 m

Mesin nomor Mesin nomor aktien Meja tinta

Meja bahan

Simbol Keterangan

Gambar 5.2 Layout Titik Pengukuran Iluminasi di Area II (Stasiun Kerja Penomoran)

Tabel 5.2 menunjukkan hasil pengukuran tingkat iluminasi di area pengukuran II lantai produksi unit percetakan PDAIJ.


(70)

Tabel 5.2 Hasil PengukuranTingkat Iluminasi di Area II Stasiun Kerja Penomoran (Satuan dalam Lux) Pukul (WIB) TU 1 TU 2 TU 3 TU 4 Pengamatan I

10.00 21,80 45,80 23,33 43,47 12.00 22,17 48,70 29,00 44,73 14.00 22,33 49,83 29,40 45,23 16.00 21,93 48,67 28,20 43,17

Pengamatan II

10.00 29,60 51,73 30,40 48,33 12.00 30,47 51,00 28,53 47,77 14.00 30,33 44,47 23,73 41,27 16.00 31,40 45,83 23,30 40,67

Pengamatan III

10.00 32,17 49,50 26,77 48,53 12.00 29,77 47,80 25,90 44,73 14.00 32,63 48,70 25,07 43,50 16.00 29,00 45,23 19,80 40,63

Pengamatan IV

10.00 34,90 49,17 24,07 45,03 12.00 33,53 49,90 25,00 45,23 14.00 33,53 48,17 22,97 44,97 16.00 29,33 45,47 21,23 41,23

Pengamatan V

10.00 35,13 48,63 24,90 45,03 12.00 32,53 47,70 23,37 44,57 14.00 31,07 43,30 22,90 43,13 16.00 28,40 42,03 20,07 40,43

Area ketiga adalah area kerja operator mesin nomor dengan luas 6 m2 yang menggunakan grid pengukuran 1 m × 1 m sehingga diperoleh 12 titik pengukuran, tetapi pengukuran hanya dilakukan pada 9 titik sebab 3 titik terhalang oleh mesin nomor dan meja bahan. Gambar 5.3 menunjukkan layout area kerja operator mesin penomoran beserta posisi titik pengukuran tingkat iluminasi.


(71)

Skala 1:100 M1

M2

M3 3 m

a b

c d

e f

g h i

2 m

Keterangan Simbol

M1 M2 M3 Lampu

Tiang penyangga

Mesin cetak dan nomor

Dinding

Area kerja operator mesin nomor

Titik ukur area kerja operator mesin nomor a, b, c, d, e, f, g, h, i

Mesin nomor Mesin nomor aktien Meja tinta

Meja bahan

Keterangan Simbol

1

m

1 m

Gambar 5.3 Layout Titik Pengukuran Iluminasi di Area III (Area Kerja Operator Mesin Nomor)

Tabel 5.3 menunjukkan hasil pengukuran tingkat iluminasi di stasiun kerja penomoran dan area kerja operator mesin nomor.


(72)

Tabel 5.3 Hasil PengukuranTingkat Iluminasi di Area III Area Kerja Operator Mesin Nomor (Satuan dalam Lux)

Pukul (WIB) TU a TU b TU c TU d TU e TU f TU g TU h TU i Pengamatan I

10.00 37,03 21,30 41,43 18,43 30,57 12,80 25,13 21,47 17,10 12.00 41,47 21,57 41,57 22,27 31,67 17,37 26,30 25,70 20,30 14.00 42,17 22,03 42,83 23,10 33,07 18,83 28,10 28,17 23,10 16.00 41,23 21,87 41,20 22,30 31,00 17,17 25,33 25,03 20,30

Pengamatan II

10.00 41,17 23,23 47,27 19,30 41,87 19,63 35,83 21,33 21,80 12.00 44,30 24,17 44,77 20,67 44,60 22,20 36,47 22,63 23,03 14.00 40,63 22,57 44,40 17,53 40,57 18,43 35,87 21,97 21,37 16.00 39,70 20,43 41,00 16,00 35,67 16,37 28,20 21,87 17,90

Pengamatan III

10.00 43,50 21,90 40,97 15,40 37,77 15,70 31,70 22,73 20,27 12.00 42,87 20,37 40,27 19,17 32,40 22,23 26,77 23,00 24,00 14.00 42,63 22,23 40,97 16,23 35,07 18,93 28,50 22,03 22,77 16.00 38,13 17,57 38,40 14,50 35,80 16,50 22,90 20,50 19,23

Pengamatan IV

10.00 42,70 20,77 43,47 19,60 40,13 21,73 37,87 24,40 25,23 12.00 44,90 22,27 43,03 20,40 39,23 23,70 38,07 25,10 25,80 14.00 43,23 21,57 42,90 18,00 38,63 21,50 37,30 24,53 25,67 16.00 38,67 21,23 39,20 16,47 36,77 19,17 34,50 21,67 21,83

Pengamatan V

10.00 43,13 21,73 42,20 18,10 38,90 21,93 37,07 24,23 24,53 12.00 42,20 22,17 41,40 17,13 37,33 21,20 36,77 23,77 23,53 14.00 40,27 20,10 40,23 15,70 36,23 19,33 34,23 22,20 22,07 16.00 38,10 19,83 38,40 14,90 35,03 15,17 30,13 20,07 19,23

5.1.2 Data Tingkat Luminansi dan Tingkat Iluminasi Material Objek Stasiun Kerja Penomoran

Tingkat luminansi dan tingkat iluminasi diukur pada material objek yang berada di stasun kerja penomoran sebab fokus penelitian ini adalah pada stasiun kerja penomoran yang memiliki detail pekerjaan lebih kompleks dibandingkan


(73)

stasiun kerja lainnya. Layout pengukuran tingkat iluminasi dan tingkat luminansi stasiun kerja penomoran ditunjukkan pada Gambar 5.4.

Skala 1:100 7.145 m 7.36 m MB MT M1 M2 M3 D 1 D2 D3 3 m . 3m. L1 L2 L3 L4

Gambar 5.4 Layout Stasiun Kerja Penomoran Keterangan:

No Simbol Nama Objek Warna

Objek Material Objek Keterangan

1 D1 Dinding Putih Tembok Cat telah kusam oleh debu 2 D2 Dinding Putih Tembok berlapis

triplek

Triplek pelapis bercat putih bersih

3 D3 Tiang Putih Tembok Cat telah kusam oleh debu 4 L1, L2,

L3, L4 Lantai

Abu-abu Semen

Lantai tertutup oleh tetesan oli dan tinta yang mengeras 5 C1 Langit-langit Putih Tembok Permukaan cat masih bersih 6 M1 Mesin cetak

dan nomor Hitam Besi

Besi dilapisi cat pelapis berwarna hitam

7 M2 Mesin nomor Hitam Besi Besi dilapisi cat pelapis berwarna hitam

8 M3 Mesin nomor aktien

Abu-abu Besi

Besi dilapisi cat pelapis berwarna abu-abu

9 MB Meja bahan Krem Kayu Kayu dilapisi cat berwarna krem yang telah kusam 10 MT Meja tinta Putih Kayu Kayu dilapisi cat berwarna


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja

(SNI 16-7062-2004)

Penentuan Titik Pengukuran

I. Penerangan Setempat:

Objek kerja berupa meja kerja maupun peralatan. Bila merupakan meja kerja, pengukuran dapat dilakukan di atas meja yang ada.

II. Penerangan Umum:

Titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. Jarak tertentu tersebut dibedakan berdasarkan luas ruangan sebagai berikut:

1. Luas ruangan kurang dari 10 m2 maka titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1 meter. Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas ruangan kurang dari 10 meter persegi adalah seperti pada Gambar 1.

1 m 1 m

= Titik Pengukuran

Gambar 1 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan


(6)

2. Luas ruangan antara 10 m2 – 100 m2 maka titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 meter. Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas ruangan 10 m2– 100 m2 adalah seperti pada Gambar 2.

3 m 3 m

= Titik Pengukuran

Gambar 2 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan Luas Antara 10 m2– 100 m2

3. Luas ruangan > 100 m2 maka titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 6 meter. Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas ruangan > 100 m2 adalah seperti pada Gambar 3

6 m 6 m

= Titik Pengukuran 6 m 6 m 6 m 6 m 6 m

Gambar 3 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan Luas Lebih dari 100 m2