Lama Rawatan RataBRata Lama Rawatan RataBRataPenderita Skizofrenia Keadaan Sewaktu PulangPenderita Skizofrenia Faktor Pencetus

42 o Tipe pengobatan Jumlah f Proporsi 1 2 3 Farmakoterapi + ECT + Psikoterapi Farmakoterapi + Psikoterapi Farmakoterapi + ECT 9 112 116 3,80 47,26 48,94 Jumlah 237 100,00 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa penderita skizofrenia yang dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 tipe pengobatan yang diberikan kepada penderita skizofrenia adalah relatif sama yaitu tipe pengobatan Farmakoterapi + ECT sebanyak 48,95 116 orang dan menggunakan tipe pengobatan Farmakoterapi + Psikoterapi sebanyak 47,26 112 orang dan yang menggunakan tipe pengobatan Farmakoterapi + ECT + Psikoterapi sebanyak 3,80 9 orang.

5.8. Lama Rawatan RataBRata

Tabel 5.8. Lama Rawatan RataBRata Penderita Skizofrenia Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 Lama Rawatan RataBRata Hari Ratarata 12,50 Median 10,00 Standard deviasi 11,095 95 convidence of interval 11,08 – 13,92 Coevisien of variation 123,107 Minimum 2 Maksimum 84 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa lama rawatan ratarata penderita skizofrenia adalah 12,50 hari, SD = 11,095 dengan CoV = 123,107 hari hal ini menunjukkan bahwa lama rawatan ratarata penderita skizofrenia bervariasi. 43

5.9. Lama Rawatan RataBRataPenderita Skizofrenia

Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Penderita Skizofrenia Berdasarkan Lama Rawatan RataBRata Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 o Lama Rawatan Jumlah f Proporsi 1 2 15 hari 15 hari 141 96 59,49 40,51 Jumlah 237 100,00 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa lama rawatan ratarata penderita skizofrenia yang dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 15 hari sebanyak 59,49 141 orang dan 15 hari sebanyak 40,51 96 orang.

5.10. Keadaan Sewaktu PulangPenderita Skizofrenia

Distribusi proporsi penderita skizofrenia berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 seluruh penderita skizofrenia pulang dengan berobat jalan yaitu 100 237 orang dan tidak ada penderita skizofrenia pulang atas permintaan sendiri dan pulang dengan keadaan meninggal dunia. 44

5.11. Analisa Statistik

5.11.1. Umur penderita skizofrenia berdasarkan gambaran klinis

Umur penderita skizofrenia berdasarkan gambaran klinis dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Umur Penderita Skizofrenia Berdasarkan Gambaran Klinis Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 o Gambaran Klinis Umur Tahun Total ≤ 35 35 n 1 Prodromal 77 79,4 20 20,6 97 100,0 2 Residu 1 50,0 1 50,0 2 100,0 3 Aktif 82 59,4 56 40,6 138 100,0 ρ = 0,005 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita skizofrenia umur ≤ 35 tahun secara bermakna lebih besar pada fase prodromal, sedangkan umur 35 tahun lebih besar pada fase residu. Berdasarkan hasil analisa statistik dengan menggunakan uji chisquare diperoleh nilai p 0,05 , artinya ada perbedaan yang bermakna antara umur dengan gambaran klinis. 45

5.11.2. Jenis Kelamin Skizofrenia Berdasarkan Gejala Klinis

Gejala klinis penderita skizofrenia berdasarkan jenis kelamin di Rumah sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Skizofrenia Berdasarkan Gejala Klinis Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 o Gejala Klinis Jenis Kelamin Total LakiBlaki Perempuan f f f 1 Gejala Negatif 58 67,4 28 32,6 86 100 2 Gejala Positif 96 63,6 55 36,4 151 100 ρ = 0,549 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 86 orang penderita skizofrenia dengan gejala negatif 67,4 58 orang adalah lakilaki dan 32,6 28 orang adalah perempuan. Dari 151 orang penderita skizofrenia dengan gejala positif 63,6 96 orang adalah lakilaki dan 36,4 55 orang berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai ρ 0,05 artinya tidak terdapat perbedaan bermakna antara jenis kelamin berdasarkan gejala klinis. 46

5.11.3. Jenis pengobatan skizofrenia berdasarkan gambaran klinis

Jenis pengobatan penderita skizofrenia berdasarkan gambaran klinis dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Jenis Pengobatan Penderita Skizofrenia Berdasarkan Gambaran Klinis Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 o Jenis pengobatan Gambaran Klinis Total Prodromal Residu Aktif f f f f 1 Farmakoterapi + ECT + Psikoterapi 4 44,4 5 55,6 9 100 2 Farmakoterapi + Psikoterapi 46 41,1 2 1,8 64 57,1 112 100 3 Farmakoterapi + ECT 47 40,5 69 59,5 116 100 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 9 orang penderita skizofrenia dengan jenis pengobatan farmakoterapi + ECT + Psikoterapi 44,4 4 orang dengan gambaran klinis prodromal, 0 0 orang dengan gambaran klinis residu dan 55,6 5 orang dengan gambaran klinis aktif. Dari 112 orang penderita skizofrenia dengan jenis pengobatan Farmakoterapi + Psikoterapi 41,1 46 orang dengan gambaran klinis prodromal, 1,8 2 orang dengan gambaran klinis residu dan 57,1 64 orang dengan gambaran klinis aktif. Dari 116 orang penderita skizofrenia dengan jenis pengobatan Farmakoterapi + Psikoterapi 40,5 47 orang dengan gambaran klinis prodromal, 0 0 orang dengan gambaran klinis residu dan 59,5 69 orang dengan gambaran klinis aktif. 47 Berdasarkan hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh ρ 0,05, artinya tidak ada perbedaan bermakna jenis pengobatan berdasarkan gambaran klinis.

5.11.4. Lama Rawatan RataBRata Berdasarkan Klasifikasi Skizofrenia

Lama rawatan ratarata penderita skizofrenia berdasarkan klasifikasi skizofrenia yang dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Klasifikasi Skizofrenia Berdasarkan Lama Rawatan RataBRata Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 o Klasifikasi Skizofrenia Lama Rawatan RataBRata f X SD 1 2 3 4 5 Skizofrenia Paraniod Skizofrenia Katatonik Skizofrenia Hebefren Skizofrenia simplex Skizofrenia Undeferentiated 142 64 14 6 11 13,23 11,83 11,79 14,83 6,64 12,204 10,232 7,095 4,665 4,154 Jumlah 237 58,32 38,35 f = 1,063 df = 4 ρ = 0,375 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 237 orang penderita skizofrenia 142 orang diantaranya mengalami skizofrenia paranoid dengan lama rawatan ratarata 13,23 hari, 64 orang diantaranya mengalami skizofrenia katatonik dengan lama rawatan ratarata 11,83 hari, 14 orang diantaranya mengalami skizofrenia hebefren dengan lama rawatan ratarata 11,79 hari, 6 orang diantaranya mengalami skizofrenia simplex dengan lama rawatan ratarata 14,83 hari dan 11 orang diantaranya mengalami skizofrenia undeferentiated dengan lama rawatan rata rata 6,64 hari. 48 Berdasarkan hasil uji Anova diperoleh nilai ρ 0,05 artinya tidak terdapat perbedaan bermakna antara lama rawatan ratarata penderita skizofrenia berdasarkan klasifikasi skizofrenia. 49 BAB 6 PEMBAHASA

6.1. Distribusi Penderita Skizofrenia Menurut Sosiodemografi

6.1.1. Berdasarkan Umur

Proporsi penderita skizofrenia berdasarkan umur yang dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar 6.1. Diagram Distribusi Proporsi Penderita Skizofrenia Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Yang Di Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa jumlah penderita skizofrenia yang dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Mahoni tahun 2009 terbesar pada kelompok umur 28 34 tahun yang terdiri dari 34,4 , laki dan 25,3 perempuan. Sedangkan proporsi yang terendah pada kelompok umur 56 – 62 dan 70 – 76 tahun yang masing masing terdiri dari 0,6 laki –laki dan 1,2 perempuan. 42 - 48 49 55 56 62 70 76 Proporsi Umur Thn 14 20 21 27 28 34 35 41 50 Hal ini sesuai dengan pernyataan APA American Psychiatric Association yang dikutip oleh Dadang Hawari 2001 bahwa 75 penderita skizofrenia mengidap pada usia 1625 tahun. Menurut pernyataan Kaplan 1997 bahwa lebih kurang 90 dari pasien skizofrenia dalam pengobatan berumur antara 1525 tahun. Hal ini disebabkan pada usia muda terdapat faktor lingkungan yang dapat menpengaruhi perkembangan emosional, sedangkan pada usia tua lebih banyak dipengaruhi oleh faktor biologik. 5 Lakilaki penderita skizofrenia tampak berbeda dari penderita skizofrenia yang mengalami gangguan ini dalam beberapa hal, mereka cenderung mengalami onset pada usia yang lebih muda, memiliki tingkat penyesuaian yang lebih buruk sebelum menunjukkan tanda – tanda gangguan dan memiliki lebih banyak hendaya kognitif, defisit tingkah laku dan reaksi yang buruk terhadap terapi obat dibanding dengan perempuan yang mengalami skizofrenia Garwood dkk,1995; garlead dkk .,1999. Perbedaan tersebut membuat para peneliti memperkirakan bahwa laki laki dan perempuan cenderung menngembangkan bentuk skizofrenia yang berbeda. Mungkin skizofrenia mempengaruhi daerah otak yang berbeda antara lakilaki dan perempuan yang mungkin menjelaskan perbedaan – perbedaan dalam bentuk atau ciriciri gangguan antar gender. Hal ini tidak berarti bahwa jenis kelamin mempengaruhi kasus skizofrenia. Tingginya kasus skizofrenia dengan jenis kelamin lakilaki dikarenakan penderita skizofrenia yang berkunjung ke Rumah Sakit Mahoni tahun 2009 lebih banyak dengan jenis kelamin lakilaki. 51 Sejalan dengan penelitian Kardina, P di Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 20024004 yang terbayak adalah jenis kelamin lakilaki yaitu 67,2.

6.1.3. Tingkat Pendidikan

Proporsi Penderita Skizofrenia Berdasarkan tingkat pendidikan yang dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar 6.3. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Skizofrenia Berdasarkan Tingkat Pendidikan Yang Di Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita skizofrenia yang terbanyak dengan tingkat pendidikan SLTA yaitu 57,81 dan yang paling sedikit adalah dengan tingkat pendidikan tidak sekolah tidak tamat SD yaitu 0,42. Hal ini tidak berarti bahwa jenjang pendidikan mempengaruhi kasus skizofrenia. Tingginya kasus skizofrenia dengan jenjang pendidikan SLTA karena 0,42 8,02 15,61 18,14 57,81 ,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 Tidak Sekolah Tidak Tamat SD SD SMP Akademik PT SMA 52 penderita skizofrenia yang berkunjung ke Rumah Sakit Mahoni pada tahun 2009 lebih banyak dengan pendidikan SLTA. Sejalan dengan penelitian Kardina, P di Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 20024004 yang terbayak adalah dengan jenjang pendidikan SLTA yaitu 46,3.

6.1.4. Berdasarkan Suku

Proporsi Penderita Skizofrenia Berdasarkan suku yang dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan tahun 2009 dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar 6.4. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Skizofrenia Berdasarkan Suku Yang Di Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita skizofrenia yang terbanyak adalah suku Batak yaitu 59,07. Hal ini bukan berarti menjelaskan bahwa ada keterkaitan faktor suku dengan terjadinya penyakit skizofrenia, dan terdapat juga etnis Tionghoa dengan proporsi 14,35. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Statistik Propinsi Sumatera Utara tahun 2002 bahwa proporsi penduduk 6,33 14,35 20,25 59,07 ,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 Aceh Tionghoa Jawa Batak 53 Sumatera Utara berdasarkan suku, lebih banyak adalah suku Batak yaitu 47,75. Berarti kemungkinan penderita skizofrenia bersuku Batak akan lebih banyak berobat dibandingkan dengan suku lain. Sejalan dengan penelitian Kardina, P di Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 20022004 yang terbanyak adalah suku batak yaitu 123 orang 64,1.

6.1.5. Berdasarkan Pekerjaan

Proporsi Penderita Skizofrenia Berdasarkan pekerjaan yang dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan tahun 2009 dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar 6.5. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Skizofrenia Berdasarkan Pekerjaan Yang Di Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita skizofrenia yang terbanyak adalah tidak bekerja yaitu 37,13 . Menurut Wicaksana 2000 salah satu ciri pokok Skizofrenia adalah kegagalan fungsi peran dan pekerjaan. Penderita skizofrenia yang sebelumnya 0,84 8,44 8,86 14,35 30,38 37,13 ,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 Pensiunan Pegawai Swasta Pegawai Negeri Sipil petani Wiraswasta Tidak bekerja 54 bekerja karena penyakitnya menurun kemampuan bekerjanya, tidak mampu bekerja lagi, atau penderita skizofrenia yang belum bekerja setelah pengobatan tidak mampu memperoleh pekerjaan. 33 Dalam masyarakat modern kebutuhan, persaingan makin meningkat dan makin ketat untuk meningkatkan ekonomi hasil – hasil teknologi modern. Memacu untuk bekerja keras agar dapat memilikinya. Jumlah orang yang ingin bekerja lebih besar dari kebutuhan sehingga pengangguran meningkat, demikian pula urbanisasi, mengakibatkan upah menjadi rendah. Faktor faktor gaji yang rendah, perumahan yang buruk, waktu istirahat dan berkumpul dengan keluarga sangat terbatas dan sebagainya merupakan sebagian mengakinatkan perkembangan kepribadian yang abnormal. 9

6.1.6. Daerah Tempat Tinggal

Proporsi Penderita Skizofrenia Berdasarkan daerah temapat tinggal yang dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan tahun 2009 dapat dilihat pada gambar dibawah ini: 55 Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Skizofrenia Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal Yang Di Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita skizofrenia yang datang berobat ke rumah Sakit Jiwa Mahoni terbanyak adalah berasal dari kota Medan yaitu 60,34 dan dari luar kota Medan sebanyak 39,66. Hal ini dikaitkan dengan lokasi RSJ. Mahoni Medan berada di kota Medan sehingga penderita yang datang berobat sebagian besar berasal dari kota Medan, selain itu juga penderita yang datang dari luar kota Medan menggunakan alamat keluarga yang tinggal di kota Medan. Hal ini sesuai dengan penelitan Kaplan 1997 yaitu insidensi skizofrenia pada anak – anak dari salah satu atau kedua orang tuanya skizofrenia adalah dua kali lebih tinggi di kota – kota dari pada di pedesaan, pengamatan tersebut menyatakan bahwa stesor psikososial di lingkungan perkotaan mempengaruhi perkembangan skizofrenia pada orang yang berada dalam resiko. 12 60,34 39,66 Medan Luar Medan 56

6.1.7. Status Perkawinan

Proporsi Penderita Skizofrenia Berdasarkan status perkawinan yang dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan tahun 2009 dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Skizofrenia Berdasarkan Status Perkawinan Yang Di Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita skizofrenia yang terbanyak adalah dengan status belum kawin yaitu 53,59, dan yang paling sedikit adalah yang berstatus janda duda yaitu 0,42. Gejala gangguan Skizofrenia beraneka ragam dari mulai gangguan pada alam pikiran misalnya penderita bicaranya kacau dengan isi pikiran yang tidak dapat diikuti dan tidak rasional, perasaan tidak menentu sebantar marah dan mengamuk, tertawa gembira atau sebaliknya sedih, menarik diri dalam kamar, tidak mau bicara. Gangguan jiwa Skizofrenia biasanya mulai muncul dalam masa remaja atau belum menikah. 32 53,59 45,99 0,42 Belum Kawin kawin Janda Duda 57

6.2. Faktor Pencetus

Proporsi Penderita Skizofrenia Berdasarkan faktor pencetus yang dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan tahun 2009 dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar 6.8. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Skizofrenia Berdasarkan Faktor Pencetus Yang Di Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita skizofrenia berdasarkan faktor pencetus yang paling banyak adalah tidak ada keterangan yaitu 67,09 dan yang paling sedikit adalah dengan problem orang tua yaitu 1,69. Hal ini menunjukkan bahwa masalah skizofrenia adalah suatu masalah yang sangat kompleks dan rumit untuk dipahami dan sulitnya untuk menarik keterangan dari penderita tersebut oleh petugas kesehatan jiwa. Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab dari Skizofrenia. Pada faktor pencetus, faktor keluarga yang dimaksud adalah dengan kondisi keluarga tidak utuh Broken home, seperti kematian salah satu atau kedua orangtua, 1,69 4,64 5,91 10,13 10,54 67,09 ,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 Problem Orang Tua Perkawinan Hubungan interpersonal Pekerjaan Faktor Keluarga Tidak Ada Keterangan 58 kedua orangtua berpisah atau bercerai, kehidupan perkawinan orang tua tidak baik yang menyebabkan hubungan antara orang tua dan anak tidak baik, suasana rumah tangga yang tanpa kehangatan, orang tua sibuk dan jarang dirumah, dan salah satu atau kedua orang tua mempunyai kelainan kepribadian atau gangguan kejiawaan.

6.3. Gambaran Klinis