pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
Adapun kelemahan pendekatan CTL adalah sebagai berikut: 1.
Guru lebih intensif dalam membimbing. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan
ketrampilan yang baru bagi siswa. Solusi dari kelemahan ini adalah guru berupaya untuk terampil dan intensif membimbing siswa dan mengelola kelas
dengan sikap yang hangat dan bersahabat.
2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide –ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan
dengan sadar menggunakan strategi –strategi mereka sendiri untuk belajar.
Untuk itu, peran guru cukup berat yaitu memfasilitasi, memotifasi, dan memediasi siswa. Solusi dari kelemahan ini adalah guru berupaya untuk
memberikan variasi media yang menarik agar memotivasi dan menambah rasa ingin tahu siswa. Selain itu guru memberikan variasi gestur dan mimik yang
bersahabat, ceria, dan hangat agar siswa tidak segan dalam mengungkapkan
gagasnanya. diadaptasi dari Sheva: 2011 2.1.5 Metode Permainan
Bermain merupakan media sekaligus cara terbaik anak untuk belajar. Dari bermain itulah, anak belajar melalui proses berbuat dan menyentuh langsung
objek-objek nyata Hamdani, 2011: 100. Sementara Musfiroh 2008: 98 menegaskan bahwa, ketika anak bermain, ia akan memelajari dan menyerap
segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Belajar dengan bermain
memberi kesempatan pada siswa untuk memperluas dan mendapatkan bermacam- macam konsep serta pengertian yang tak terhitung batasnya.
Permainan sebagai metode adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran melalui berbagai bentuk permainan. Metode ini dapat digunakan untuk
memberikan pengalaman menarik bagi siswa dalam memahami suatu konsep, menguatkan konsep yang dipahami, atau memecahkan suatu masalah Hamdani
2011: 281. Metode permainan mempunyai banyak manfaat, sesuai dengan yang dijabarkan oleh Solehuddin dalam Hamdani 2011: 154 antara lain: 1
pengalaman belajar dirasakan dan dipersepsikan secara alami oleh siswa yang bersangkutan sehingga menjadi bermakna baginya. 2 siswa memiliki
kesempatan untuk membangun dunianya berinteraksi dengan orang lain. Terkait dengan adanya pandangan bahwa bermain menyamarkan
penanaman konsep atau materi pelajaran karena hanya cenderung untuk kesenangan saja, Musfiroh 2008: 56 mengemukanan fungsi bermain untuk
pengembangan kognitif anak yaitu: 1
bermain membantu anak membangun konsep dan pengetahuan. Artinya anak-anak tidak membangun konsep atau pengetahuan dalam kondisi yang
terisolasi, melainkan melalui interaksi dengan orang lain. 2
bermain membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, dimana roses ini terjadi ketika anak bermain peran dan bermain pura-pura.
Fokus perkembangan intelektual dapat dilihat melalui bahasa dan litensi, serta berpikir logiko-matematis.
3 bermain mendorong anak untuk berpikir kreatif. Melalui serangkaian
aktivitas baik individu maupun kelompok, daya kreativitas anak dalam menyelesaikan permainan akan terpacu.
Berdasarkan uraian singkat tentang metode permainan di atas, dapat dipahami bahwa metode permainan adalah cara yang tepat digunakan dalam
pembelajaran di SD sesuai dengan tingkat perkembangan anak, yang tidak hanya melibatkan aktivitas yang menyenangkan, namun juga mendukung kemampuan
kognitif siswa. Sama halnya dengan pendekatan CTL, metode permainan juga memberikan makna pada siswa. Selain itu, menerapkan metode permainan
menuntut daya kreativitas guru dalam merancang permainan yang kreatif dan menarik minat siswa.
Subagyo 2010 merumuskan tahapan-tahapan dalam metode permainan sebagai berikut: 1 Guru menjelaskan maksud, tujuan, dan proses pembelajaran,
2 Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, 3 Guru membagi atau memasang alat dan bahan permainan, 4 Siswa melakukan permainan, 5 Siswa berdiskusi
tentang materi yang sedang dipelajari, 6 Siswa melaporkan hasil diskusi.
2.1.6 Pendekatan CTL berbasis Metode Permainan