PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD N SABDODADI KEYONGAN.

(1)

i

PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD N SABDODADI KEYONGAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Marfianingsih NIM12105241012

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND

LEARNING(CTL) UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS

PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD N SABDODADI KEYONGAN”yang

disusun oleh Marfianingsih, NIM 12105241012 ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.

Yogyakarta, 1 November 2016 Pembimbing Skripsi,

Isniatun Munawaroh, M.Pd. NIP 198208112005012002


(3)

iii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 1 November 2016 Yang Menyatakan,

Marfianingsih NIM. 12105241012


(4)

iv

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING

AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS

PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD N SABDODADI KEYONGAN” yang

telah disusun oleh Marfianingsih, NIM. 12105241012 ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal September 2016 dan dinyatakan lulus.

DEWAN PENGUJI

Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal

Isniatun Munawaroh M.Pd Ketua Penguji ... ... Sekretaris Penguji ... ... Dr. Pratiwi Puji Astuti Penguji Utama ... ...

Yogyakarta,

Fakultas Ilmu Pendidikan Dekan,

Dr. Haryanto, M.Pd


(5)

v MOTTO

“Tidak ada sukses tanpa berusaha” (Penulis)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

“Almamater Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di sini”


(7)

vii

PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD N SABDODADI KEYONGAN

Oleh Marfianingsih NIM 12105241012

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran IPA kelas IV SDN Sabdodadi Keyongan.Perbaikan proses pembelajaran meliputi aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dengan menggunakan model Kemmis dan Taggart. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah lembar observasi dan tes. Data berupa hasil observasi diolah dengan analisis kualitatif, sedangkan data berupa hasil tes diolah dengan analisis kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkanbahwa penggunaan pendekatan CTLdapat meningkatkan aktivitas siswa dan memperbaiki proses pembelajaran. Siswa mulai berani untuk berpendapat, bertanya, dan memberi saran dengan bimbingan guru.

Siswa mampu mengkonstruksi pengalaman sehari-harinya dan

menghubungkannya dengan materi terkait. Siswa mudah memahami materi IPA dengan mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang didapatnya dari hasil percobaan kemudian dibimbing guru untuk mengaitkan dengan materi terkait. Guru sudah membimbing siswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuannya, membantu menemukan dan membimbing siswa dalam mencari jawaban percobaan, dan mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan barunya. Hal ini terbukti dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa dari 6,92 pra tindakan menjadi 7,25 setelah siklus I dan 8,14 pada siklus II. Persentase jumlah siswa yang mencapai KKM juga mengalami kenaikan dari 28,57% pra tindakan menjadi 42,86% pada siklus I dan 71,42 % pada siklus II.

Kata kunci: pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning, kualitas pembelajaran


(8)

viii

KATAPENGANTAR

Sesungguhnya, segala puji hanya milik Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, dan memohon ampunan-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari keburukan jiwa-jiwa kami dan kejahatan amal perbuatan kami. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Pujisyukur atas karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala,yang dengannya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penerapan CTL untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA Kelas IV SDN Sabdodadi Keyongan”.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan rekomendasi permohonan ijin penelitian.

2. Ketua jurusan Teknologi Pendidikan yang telah memberikan rekomendasi permohonan ijin penelitian.

3. Ibu Isniatun Munawaroh, M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah mengajarkan kepada saya sebuah karya.

4. Ibu Siti Nurjanah, S.Pd. selaku kepala sekolah SD Negeri Sabdodadi Bantul yang telah memberi ijin dan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian.

5. Ibu Yuli Fadmawati, S.Pd selaku guru kelas yang telah memberikan kesempatan penelitian di kelas beliau.


(9)

6. Siswa kelas IV Sabdodadi Keyongan penelitian.

7. Orang tuaku yang aku cintai karena Allah. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam

Penulis menyadari bahwa skrips

kesalahan. Maka kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

ix

Sabdodadi Keyongan yang telah membantu pelaksanaan kegiatan

Orang tuaku yang aku cintai karena Allah.

Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan dan Maka kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 01 November Penulis

Marfianingsih

yang telah membantu pelaksanaan kegiatan

menyelesaikan tugas akhirini.

i ini masih terdapat kekurangan dan Maka kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua


(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah ... 1

B. IdentifikasiMasalah... 6

C. BatasanMasalah ... 7

D. RumusanMasalah ... 7

E. TujuanPenelitian ... 8

F. ManfaatPenelitian ... 8

1. ManfaatTeoritis ... 8


(11)

xi BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. KajiantentangProses Belajar ... 10

1. Hakikat Belajar... 10

2. Hakikat Pembelajaran ... 12

3. Kualitas Pembelajaran ... 13

a. Keterampilan Guru ... 15

b. Aktivitas Siswa ... 20

c. Hasil Belajar ... 22

B. Hakikat IPA ... 24

C. Pembelajaran IPA di SD Kelas IV ... 25

D. Karakteristik Peserta Didik SD ... 27

E. Contextual Teaching andLearning (CTL)... 30

1. PengertianCTL... 30

2. Komponen CTL ... 31

3. Karakteristik CTL ... 36

4. Prinsip Pembelajaran CTL ... 37

5. Kelebihan Pembelajaran CTL ... 39

6. Langkah Penerapan CTL ... 40

F. KerangkaBerpikir ... 42

G. Penelitian yang Relevan ... 43

H. Hipotesis Tindakan ... 45

I. Definisi Operasional ... 45

BAB III METODE PENELITIAN... 47

A. JenisPenelitian ... 47

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 47

1. Tempat Penelitian ... 47

2. Waktu Penelitian ... 48

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 48

1. Subyek Penelitian ... 48


(12)

xii

D. Desain Penelitian ... 48

E. TeknikPengumpulan Data ... 52

F. Instrumen Pengumpulan Data ... 53

G. Teknik Analisis Data ... 60

H. Kriteria Keberhasilan Tindakan ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 64

1. Deskripsi Kondisi Awal Siswa ... 64

2. Deskripsi Penelitian Siklus I ... 65

3. Deskripsi Penelitian Siklus II ... 84

B. Pembahasan ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 112


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Dimensi dan Indikator Kualitas Pembelajaran ... 14

Tabel2. Kisi-kisi Instrumen Aktivitas Siswa ... 54

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Guru... 55

Tabel 4. Kisi-kisiSoal Tes Siklus I ... 57

Tabel5. Kisi-kisiSoal Tes Siklus II ... 58

Tabel 6. Nilai Siswa Pra Tindakan ... 65

Tabel 7. Refleksi Siklus I dan Rencana Perbaikan Siklus II ... 81

Tabel 8. Nilai Siswa Siklus I... 82

Tabel 9. Perbedaan Siklus I dan II ... 102

Tabel 10. Hasil Tes Siswa Siklus II ... 103


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. BaganKerangkaBerpikir ... 42

Gambar 2. Desain Penelitian ... 49

Gambar 3. Diagram Batang Hasil Tes Siklus I ... 83


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 115

Lampiran 2. Instrumen Penilaian Kompetensi Pengetahuan ... 138

Lampiran 3. Data Hasil Observasi ... 152

Lampiran 4. Data Hasil Nilai Siswa ... 176

Lampiran 5. Catatan Lapangan ... 178

Lampiran 6. Dokumentasi Pembelajaran ... 194


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru kelas IV di SD Sabdodadi Keyongan mengaku mengalami kesulitan di dalam memilih dan menerapkan pendekatan pembelajaran yang digunakan, sehingga memilih lebih sering menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Beliau mengungkapkan keresahannya terhadap metode yang selama ini digunakan dalam pembelajaran, karena secara tidak langsung berdampak pada hasil belajar siswa. Disadari pula oleh guru kelas IV tersebut, bahwa metode pembelajaran yang digunakannya kurang efektif, sehingga menyebabkan siswa lebih cenderung pasif. Siswa lebih sering mendengarkan penjelasan dari guru. Diduga hal ini merupakan penyebab rendahnya kualitas pembelajaran IPA, dilihat dari sisi keterampilan guru mengajar, aktivitas siswa, dan berdampak pada hasil belajar siswa.

Guru mengungkapkan cara mengajarnya yang monoton, menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas pada siswa. Guru juga mengaku meresahkan nilai siswanya yang masih banyak di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Pada saat pembelajaran berlangsung, tidak ada yang mau mengemukakan pendapat ataupun bertanya mengenai materi pelajaran yang baru saja dibahas, sehingga guru mengira siswa telah paham terhadap materi tersebut. Ketika guru memberikan Pekerjaan Rumah (PR) kepada siswa, lima siswa yang tidak


(17)

2

mengerjakan, dan beberapa siswa mengerjakan tetapi kurang tepat jawabannya. Sebagai bentuk penilaian kompetensi pengetahuan, guru memberikan soal pada akhir pembelajaran, namun siswa yang mencapai nilai KKM hanya 4 dari 14 siswa.

Ditinjau dari kondisi guru dalam proses pembelajaran pada saat observasi, peran guru di dalam kelas masih sebagai satu-satunya sumber belajar, sehingga guru lebih sering mentransfer ilmu kepada siswa. Pada saat proses pembelajaran, lebih sering terjadi komunikasi satu arah, yaitu penyampaian materi pelajaran dari guru kepada siswa dengan menggunakan buku paket. Guru tidak merangsang siswa untuk mengemukakan pendapat mengenai materi yang disampaikannya, dan tidak merangsang siswa untuk aktif di dalam kelas. Dilihat dari aspek keterampilan guru dalam menutup pelajaran, guru tidak merangkum materi inti pelajaran di akhir Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Dilihat dari aspek guru lainnya, guru tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan barunya dan tidak memberikan kesempatan untuk menemukan pengetahuan tersebut sesuai dengan pengalamannya atau lingkungan sekitarnya, sehingga siswa cenderung pasif karena lebih sering ditransfer ilmu.

Proses pembelajaran yang demikian, berdampak pada aktivitas belajar siswa di SD kelas IV Sabdodadi Keyongan. Pembelajaran menjadi membosankan, siswa terlihat jenuh, sehingga lebih memilih bermain, berbicara dengan teman sebangkunya, dan tidak fokus untuk menerima


(18)

3

materi pelajaran. Ketika observer melakukan observasi saat pembelajaran berlangsung, terlihat siswa tidak aktif di dalam kelas. Ketika diberi kesempatan bertanya, tidak ada siswa yang bertanya. Guru juga meminta salah satu siswa untuk mengungkapkan materi yang telah dipelajari, namun tidak ada siswa yang mengungkapkan pendapatnya. Hal ini menunjukkan belum ada keberanian siswa dalam mengungkapkan pendapatnya ataupun dalam bertanya. Selain tidak ada keberanian dalam berbicara, siswa juga tidak memahami materi yang disampaikan guru.

Berdasarkan kondisi pembelajaran tersebut, maka berdampak pada hasil belajar siswa. Ketika melakukan wawancara dengan guru yang bersangkutan, masih banyak nilai siswa yang dibawah KKM. Sehingga perlu diadakan remidi agar dapat mencapai KKM. Sebanyak 14 siswa, hanya 4 siswa yang mencapai KKM. Rata-rata nilai siswa 6,92 dengan nilai terendah 5 dan nilai tertinggi 10. Oleh karena itu, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, maka guru perlu menggunakan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa SD dan karakteristik materi yang diajarkan.

Menurut Wina Sanjaya (2009: 130) pemilihan metode pembelajaran hendaknya memperhatikan tiga aspek yaitu tujuan yang hendak dicapai, materi pelajaran dan karakteristik peserta didik. Pemilihan metode pembelajaran yang memperhatikan ketiga aspek tersebut akan dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan pembelajaran dan membantu memudahkan peserta didik dalam belajar. Sesuai dengan hal tersebut, IPA


(19)

4

adalah mata pelajaran yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga akan sangat mudah dipelajari apabila dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa.

Menurut Abdul Majid (2014: 10) kecenderungan anak belajar SD memiliki tiga ciri yaitu, konkret, integratif, dan hierarkis. Kecenderungan anak SD akan lebih mudah dalam belajar apabila bersifat konkret atau berdasarkan pengalamannya. Sehingga pembelajaran IPA di SD hendaknya dilakukan dengan pengalaman nyata siswa. IPA adalah ilmu pengetahuan yang lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari, misalkan seperti anggota tubuh manusia, hewan, dan tumbuhan, sehingga akan mudah ketika belajar melalui konteks kehidupan nyata mereka. Menurut Abdul Majid ( 2014: 40), pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat, sehingga bisa membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Anak SD menurut Piaget, pada tahap usia operasional konkret, sehingga diperlukan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakter mereka. Permasalahan ini perlu dipecahkan dengan pendekatan pembelajaran yang tepat. Salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan karakteristik materi adalah pendekatan


(20)

5

159) CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. CTL

memiliki tujuh komponen, yaitu: konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian nyata (Wina Sanjaya, 2009: 264-268). Komponen yang ada dalam CTL akan membuat siswa lebih aktif, melatih siswa mengkonstruksi pengetahuan yang didapatkannya dalam kehidupan sehari-hari, melatih mengemukakan pendapat dan bertanya. Kaitannya komponen CTL dengan karakteristik anak Sekolah Dasar (SD) adalah, pada usia ini mereka masih pada tahap operasional konkrit sehingga akan sesuai apabila pembelajaran diaksanakan dengan siswa mengalami langsung seperti yang terdapat dalam salah satu komponen CTL yaitu adanya pemodelan alam belajar.

Penerapan CTL sudah banyak dilakukan sebagai pendekatan untuk memecahkan permasalahan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan penerapan CTL dalam pembelajaran IPA dapat memperbaiki permasalahan dalam proses pembelajaran. Hasil penelitian Yulia Dwi Ernawati (2014) “Peningkatan Prestasi Belajar IPA dengan Menggunakan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Siswa V A SD Model Kabupaten Sleman” menunjukkan penerapan CTL oleh guru dapat dapat meningkatkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Siswa sudah tidak malu bertanya atau menjawab pertanyaan guru, siswa


(21)

6

sudah bisa melakukan kegiatan inkuiri, kerja kelompok, dan presentasi dengan baik. Siswa lebih mudah memahami materi IPA karena mampu mengaitkan materi dengan pengalaman sehari-hari. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya nilai rata-rata kelas pada siklus I mencapai 75,71 meningkat menjadi 85,71 pada siklus II.

Berdasarkan permasalahan dalam pembelajaran dan penelitian yang relevan di atas maka peneliti hendak melakukan penelitian “ Penerapan Metode CTL untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA Kelas IV SD N Sabdodadi Keyongan”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Keresahan guru mengenai pendekatan pembelajaran yang digunakannya selama ini, karena siswa menjadi pasif selama proses pembelajaran.

2. Penyampaian materi guru masih berpedoman pada buku teks, dan tidak memanfaatkan sumber belajar lainnya.

3. Guru sebagai satu-satunya pusat sumber belajar (teacher centered) selama pelajaran IPA berlangsung.

4. Guru lebih sering menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas.


(22)

7

5. Pembelajaran IPA yang kurang bermakna bagi siswa karena belum melibatkan siswa selama KBM berlangsung.

6. Siswa masih kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan, karena guru belum mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari siswa.

7. Tidak adanya keberanian siswa dalam mengungkapkan pendapat. 8. Tidak adanya keberanian siswa dalam bertanya mengenai materi yang

belum jelas.

9. Siswa tidak memperhatikan penjelasan guru saat pelajaran IPA berlangsung.

10. Nilai siswa yang masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

C. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah meneliti penerapan CTL

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA kelas IV SDN Sabdodadi Keyongan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah dikemukakan, maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana pelaksanaan CTL meliputi aktivitas guru dan siswa dalam

pembelajaran IPA kelas IV SD N Sabdodadi Keyongan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran?


(23)

8

2. Bagaimana hasil belajar IPA kelas IV SD Sabdodadi Keyongan setelah diterapkannya pendekatan CTL dalam pembelajaran?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui pelaksanaan CTL meliputi aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran IPA kelas IV SD N Sabdodadi Keyongan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

2. Mengetahui hasil belajar IPA kelas IV SD Sabdodadi Keyongan setelah diterapkannya pendekatan CTL dalam pembelajaran.

F. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan mengenai pelaksanaan CTL untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA.

2. Secara Praktis a. Bagi Siswa

1) Membantu siswa aktif di dalam kelas dan berani mengungkapkan pertanyaan dan pendapatnya ketika pembelajaran IPA berlangsung.


(24)

9

b. Bagi Guru

1) Untuk memperbaiki proses belajar mengajar IPA.

2) Untuk membantu pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

c. Bagi Sekolah

Sebagai bahan masukan untuk sekolah untuk selalu meningkatkan kualitas pembelajaran dalam proses belajar mengajar.

d. Bagi Peneliti

Memberikan pengetahuan dan pengalaman dalam meneliti pendekatan CTL untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA.


(25)

10 BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian tentang Proses Belajar

1. Hakikat Belajar

Menurut Asep Jihad dan Abdul Haris (2008: 1) belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Terdapat beberapa tahapan dalam belajar, salah satu tahapannya adalah yang dikemukakan oleh Witting yaitu:

a. Tahap acquisition, yaitu tahapan perolehan informasi, b. Tahap storage, yaitu tahapan penyimpanan informasi,

c. Tahap retrieval, yaitu tahapan pendekatan kembali informasi (Syah: 2003)

Proses pembelajaran yang terjadi pada umumnya, mulai dari peserta didik memperoleh informasi dari pendidik maupun belajar secara mandiri. Setelah memperoleh informasi, informasi tersebut kemudian di simpan, kemudian tahapan terakhir adalah kemampuan peserta didik dalam memunculkan informasi tersebut ketika dibutuhkan.

Menurut Daryanto (2010: 2), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk


(26)

11

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Sependapat dengan Sudjana (Asep Jihad dan Abdul Haris, 2008:2), belajar adalah suatu proses yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar.

Sedangkan Slameto (Asep Jihad dan Abdul Haris, 2008: 2) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara garis besar, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri seseorang akibat dari adanya proses belajar. Lebih jauh Slameto memberikan ciri-ciri tentang perubahan tingkah laku yang terjadi dalam belajar, antara lain: a) terjadi secara sadar, b) bersifat kontinyu dan fungsional, c) bersifatl positif dan aktif, d) bukan bersifat sementara, e) bertujuan dan terarah, dan f) mencangkup seluruh aspek tingkah laku.


(27)

12

2. Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu konsep dari dua dimensi kegiatan (belajar dan mengajar) yang harus direncanakan dan diaktualisasikan serta diarahkan pada pencapaian tujuan atau penguasaan sejumlah kompetensi dan indikatornya sebagai gambaran hasil belajar. Menurut

Association for Educational Communication and Technology (AECT)

dalam Abdul Majid (2013: 5) pembelajaran (instructional) merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdiri dari komponen-komponen sistem instruksional, yaitu komponen pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan lingkungan. Sependapat menurut Oemar Hamalik (2011: 57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.

Pada dasarnya dapat ditarik kesimpulan, pembelajaran merupakan suatu sistem yang memiliki unsur-unsur sumber belajar, yang mengkondisikan atau merangsang seseorang agar dapat belajar dengan baik sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran terdapat dua kegiatan pokok, yaitu: pertama, bagaimana guru melakukan tindakan perubahan tingkah laku melalui kegiatan belajar. Kedua, bagaimana guru menyampaikan tindakan ilmu pengetahuan melalui kegiatan belajar. Dengan demikian makna pembelajaran merupakan kondisi eksternal yang dilakukan guru dalam mengkondisikan seseorang untuk belajar.


(28)

13

Menurut Oemar Hamalik (2011: 65) terdapat tiga ciri khas dalam sistem pembelajaran, yaitu:

a. Rencana, yaitu penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.

b. Kesaling tergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Setiap unsur bersifat esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.

c. Tujuan, sistem pembelajaran memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan sistem menuntun proses merancang sistem. Tujuan sistem pembelajaran adalah agar siswa belajar.

Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang baik akan dapat membantu siswa dalam belajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pembelajaran yang direncanakan dengan melihat berbagai faktor yang ada akan dapat menghasilkan kualitas pembelajaran yang baik.

3. Kualitas Pembelajaran

Kualitas pembelajaran artinya mempersoalkan bagaimana kegiatan pembelajaran yang dilakukan selama ini berjalan dengan baik serta menghasilkan luaran yang baik pula (Hamzah Uno: 2012: 153). Sedangkan menurut Daryanto (2011: 54) kualitas pembelajaran adalah tingkat pencapaian tujuan pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran


(29)

14

seni. Dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran adalah tingkat pencapaian tujuan pembelajaran untuk menghasilkan luaran yang baik. Dimensi dan indikator kualitas pembelajaran menurut Hamzah Uno (2012: 158) adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Dimensi dan Indikator Kualitas Pembelajaran

Dimensi perbaikan

kualitas pembelajaran Indikator pembelajaran perbaikan kualitas

Strategi pengorganisasian

pembelajaran - Menata bahan ajar yang akan diberikan selama satu semester - Menata bahan ajar yang akan

diberikan setiap kali pertemuan - Memberikan pokok-pokok materi

kepada siswa yang akan diajarkan - Membuatkan rangkuman atas

materi yang diajarkan setiap kali pertemuan

- Menetapkan materi-materi yang akan dibahas secara bersama - Memberikan tugas kepada siswa

terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri

- Membuatkan format penilaian atas penguasaan setiap materi

Strategi penyampaian

pembelajaran - Menggunakan berbagai metode dalam penyampaian pembelajaran - Menggunakan berbagai media

dalam pembelajaran

- Menggunakan berbagai teknik dalam pembelajaran

Strategi pengelolaan

pembelajaran - Memberikan motivasi atau menarik perhatian - Menjelaskan tujuan pembelajaran

kepada siswa

- Mengingatkan kompotensi

prasyarat

- Memberikan stimulus

- Memberikan petunjuk belajar - Menimbulkan penampilan siswa - Memberikan umpan balik - Menilai penampilan - Menyimpulkan


(30)

15

Kualitas pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini ditinjau dari beberapa segi, antara lain:

a. Keterampilan Guru

Guru merupakan pelaku otonomi kelas yang memiliki peran untuk melakukan reformasi kelas, dalam rangka melakukan perubahan perilaku peserta didik melalui proses pembelajaran. Ada beberapa keterampilan guru dalam mengajar. Adapun keterampilan yang harus dimiliki seorang guru menurut Marno dan Idris (2012: 83) adalah sebagai berikut:

a) Keterampilan membuka dan menutup pelajaran

Keterampilan membuka dan menutup pelajaran merupakan keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai dan dilatih bagi guru. Keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam membuka dan menutup pelajaran mulai dari awal hingga akhir pelajaran. Keterampilan membuka pelajaran merupakan upaya guru dalam memberikan pengantar/pengarahan mengenai materi yang akan dipelajari siswa sehingga siswa siap mental dan tertarik mengikutinya. Sedangkan keterampilan menutup pelajaran merupakan keterampilan merangkum inti pelajaran pada akhir setiap kegiatan. Keterampilan ini sangat penting dalam membantu siswa menemukan konsep, prinsip, dalil, hukum, atau prosedur dari pokok bahasan yang telah dipelajari.


(31)

16

Menurut Marno dan Idris (2012:83), terdapat komponen-komponen dalam membuka pelajaran antara lain:

(1) Membangkitkan perhatian/minat siswa (2) Menimbulkan motivasi

(3) Memberi acuan atau struktur (4) Menunjukkan kaitan

Sedangkan menurut Marno dan Idris (2012: 91) cara-cara yang dilakukan guru dalam menutup pelajaran, antara lain:

(1) Meninjau kembali (2) Mengevaluasi

(3) Memberi dorongan psikologi atau sosial b) Keterampilan menjelaskan

Kegiatan menjelaskan merupakan aktivitas mengajar yang tidak dapat dihindari oleh guru. Untuk menyampaikan bahan pelajaran yang berkaitan dengan hubungan antar konsep, guru perlu menjelaskan secara runtut. Oleh karena itu keterampilan mengajar harus dikuasai oleh guru. Menjelaskan pada dasarnya adalah menuturkan secara lisan mengenai suatu bahan pelajaran yang disampaikan secara sistematis dan terencana sehingga memudahkan siswa untuk memahami suatu materi pelajaran. Menurut Marno dan Idris (2012: 105) unsur-unsur atau komponen-komponen keterampilan menjelaskan sebagai berikut:

(1) Orientasi/ pengarahan (2) Bahasa yang sederhana


(32)

17

(3) Contoh yang baik dan sesuai

(4) Struktur yang jelas, dengan penekanan pada pokok bahasan (5) Variasi dalam penyajian

(6) Latihan dan umpan balik c) Keterampilan bertanya

Keterampilan bertanya adalah suatu pengajaran itu sendiri, sebab pada umumnya guru dalam pengajarannya menggunakan tanya jawab. Keterampilan bertanya merupakan keterampilan yang digunakan untuk mendapatkan jawaban/ balikan dari orang lain. Dalam proses belajar mengajar, bertanya memegang peranan penting, sebab pertanyaan yang tersusun baik dengan teknik pengungkapan yang tepat akan:

(1) Meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar. (2) Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu

masalah yang sedang dibicarakan.

(3) Mengembangkan pola pikir dan cara belajar aktif dari siswa, sebab berpikir itu sendiri sesungguhnya adalah bertanya.

(4) Menuntun proses berpikir siswa, sebab pertanyaan yang baik akan membantu murid dalam menentukan jawaban yang baik.

(5) Memusatkan perhatian murid terhadap masalah yang sedang dibahas. d) Keterampilan memberikan penguatan

Menurut Moh Uzer Usman (2006:80) penguatan adalah segala bentuk respons, apakah bersifat verbal atau nonverbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang


(33)

18

bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik (feedback) bagi penerima (siswa) atas perbuatannya sebagai suatu tindak dorongan atau koreksi. Tujuan pemberian penguatan antara lain:

(1) Meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran (2) Merangsang dan meningkatkan motivasi belajar

(3) Meningkatkan kegiatan belajar dan membina tingkah laku siswa yang produktif

e) Keterampilan mengadakan variasi

Variasi menurut Moh Uzer Usman (2006:84) adalah suatu kegiatan guru dalam proses interaksi belajar mengajar yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan murid, sehingga dalam situasi belajar mengajar murid senantiasa menunjukkan ketekunan, antusiasme, serta penuh partisipasi. Tujuan dan manfaat pengadaan variasi, diantaranya:

(1) Untuk menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa

(2) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperoleh cara menerima pelajaran yang disenanginya.

f) Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil

Menurut Moh Uzer Usman (2006:94) diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan, atau pemecahan masalah.


(34)

19

Menurut Moh Uzer Usman (2006:97) pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.

h) Keterampilan mengelola kelompok kecil

Secara fisik bentuk pengajaran ini ialah bila jumlah siswa yang dihadapi oleh guru terbatas, yaitu berkisar anatara 3-8 orang untuk kelompok kecil. Guru tidak hanya menghadapi satu kelompok saja selama pembelajaran. Guru mengahadapi banyak siswa yang terdiri dari beberapa kelompok,dengan bertatap muka, baik secara perseorangan maupun secara kelompok. Hakikat pengajaran ini adalah:

(1) Terjadinya hubungan interpersonal antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.

(2) Siswa belajar sesuai dengan kecepatannya dan kemampuannya masing-masing.

(3) Siswa mendapat bantuan dari guru sesuai dengan kebutuhannya. Dalam Depdiknas (2010: 8) disebutkan bahwa indikator kualitas pembelajaran pendidik (guru) sebagai berikut:

a. Membangun persepsi dan sikap positif siswa terhadap belajar. b. Menguasai disiplin ilmu.

c. Memahami keunikan setiap siswa dengan setiap kelebihan, kekurangan, dan kebutuhannya.


(35)

20

d. Menguasai pengelolaan pembelajaran yang tercermin dalam kegiatan merencanakan, melaksanakan, serta mengevaluasi dan memanfaatkan hasil evaluasi pembelajaran.

b. Aktivitas Siswa

Dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat aktivitas siswa. Aktivitas siswa tidak hanya mendengarkan dan mencatat, menurut Paul B. Dierech dalam Sardiman (2012:101) membagi aktivitas belajar sebagai berikut:

(1) Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya membaca, memerhatikan gambar demonstrasi, dan percobaan.

(2) Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi.

(3) Listening activities, seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, dan pidato.

(4) Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, dan angket.

(5) Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram.

(6) Motor activities, seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, dan berkebun.


(36)

21

(7) Mental activities, contohnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, dan melihat keputusan.

(8) Emotional activities, contohnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, dan berani.

Dalam proses pembelajaran hendaknya terdapat beberapa aktivitas siswa dalam belajar, sehingga siswa akan lebih aktif di dalam kelas. Siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan atau hanya menerima transfer ilmu dari guru, tetapi juga diimbangi dengan aktivitas lainnya seperti oral activities, writing activities, motor activities, dan aktivitas siswa lainnya.

Menurut Depdiknas (2010: 8) disebutkan bahwa indikator perilaku siswa antara lain:

a. Memiliki persepsi dan sikap positif terhadap belajar.

b. Mau dan mampu mendapatkan dan mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta membangun sikapnya.

c. Mau dan mampu menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya secara bermakna.

d. Mau dan mampu memperluas serta memperdalam pengetahuan dan keterampilan serta memantapkan sikapnya.

e. Mau dan mampu membangun kebiasaan berpikir, bersikap, dan bekerja produktif.


(37)

22

f. Mampu menguasai materi ajar mata pelajaran dalam kurikulum sekolah.

c. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada peserta didik yang mengikuti proses belajar mengajar dan bentuk realisasi tercapainya tujuan pendidikan. Menurut Nawawi (Ahmad Susanto, 2013:5) menyatakan hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Sedangkan menurut Nasution (2012: 61) hasil belajar dirumuskan sebagai tujuan instruksional umum (TIU) yang dinyatakan dalam bentuk yang lebih spesifik dan merupakan komponen dari tujuan umum mata kuliah atau bidang studi. Hasil belajar menyatakan apa yang akan dilakukan atau dikuasai siswa sebagai hasil pelajaran itu.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat diketahui bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan baik dilihat dari aspek kognitif, psikomotorik, maupun afektif akibat dari adanya proses belajar. Hasil belajar, dapat digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran,sehingga dapat dijadikan evaluasi dalam pembelajaran.


(38)

23

Hasil belajar peserta didik pada hakikatnya merupakan perubahan tingkah laku setelah melalui proses belajar mengajar. Karena tidak semua perubahan yang terjadi, termasuk dari hasil proses belajar. Hasil belajar, hanya didapatkan dari proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencangkup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penilaian dan pengukuran hasil belajar dilakukan dengan menggunakan tes hasil belajar, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Hasil belajar inilah yang nantinya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai.

Penilaian hasil belajar didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) diperlukan agar guru mengetahui kompetensi yang sudah dan belum dikuasai secara tuntas. Guru mengetahui sedini mungkin kesulitan peserta didik, sehingga pencapaian kompetensi yang kurang optimal dapat segera diperbaiki. KKM adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) dengan pencapaian nilai minimal tertentu yang ditentukan oleh satuan pendidikan melalui guru mata pelajaran, tuntas tidak tuntasnya suatu penilaian hasil belajar ditentukan oleh standar ukuran pencapaian nilai minimal yang harus dicapai oleh siswa. Dengan adanya KKM yang sudah ditentukan pada masing-masing mata pelajaran, akan


(39)

24

membantu mengetahui sejauh manakah hasil belajar yang sudah dapat dicapai peserta didik.

B. Hakikat IPA

Menurut Ahmad Susanto (2013: 167) sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Menurut Savierrna Rizema Putra (2013:21), sains adalah pengetahuan yang mempelajari, menjelaskan serta menginvetigasi fenomena alam dengan segala aspeknya yang bersifat empiris. Berdasarkan pemaparan tersebut sains dapat disimpulkan sebagai pengetahuan yang mempelajari mengenai alam semesta dan fenomena yang ada didalamnya, dengan segala aspeknya yang bersifat empiris.

Menurut Ahmad Susanto (2013: 87) tujuan pembelajaran IPA di SD dalam Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP, 2006), antara lain:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, keteraturan alam ciptaan-Nya. b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep

IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.


(40)

25

c. Mengembangkan rasa ingin tahu dan sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

Salah satu tujuan IPA adalah untuk pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dalam hal ini diperlukan pendekatan pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-harinya.

C. Pembelajaran IPA di SD Kelas IV

IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang harus ditempuh pada jenjang SD. IPA SD kelas IV mempelajari tentang fungsi alat tubuh manusia, bagian-bagian tumbuhan dan fungsinya, hewan dan jenis makanannya, daur hidup makhluk hidup, makhluk hidup dan


(41)

26

lingkungannya, benda dan sifatnya, gaya, energi panas dan energi bunyi, perubahan kenampakan pada bumi, sumber daya alam. Materi yang dipelajari peserta didik dalam mata pelajaran IPA ini lebih condong dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka. Karena lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka, maka akan lebih baik apabila menggunakan metode pembelajaran yang berdasarkan pengalaman konkrit mereka.

Ruang lingkup IPA kelas IV ini dibagi menjadi dua garis besar, yaitu IPA yang dipelajari pada semester satu dan IPA yang dipelajari pada semester dua. Pada semester satu ini materi yang dipelajari mencangkup fungsi dan alat tubuh manusia, bagian tumbuhan dan fungsinya, hewan dan jenis makanannya, daur hidup makhluk hidup, makhluk hidup dan lingkungannya, benda dan sifatnya.

Menurut Carin & Sund dalam Sitiatava Rizema Putra (2013: 61), mengungkapkan karakteristik pembelajaran berbasis sains sebagai berikut:

1. Siswa perlu dilibatkan secara aktif dalam aktivitas belajar, dan mengarahkan siswa pada discovery atau inkuiri terbimbing.

2. Siswa perlu didorong melakukan aktivitas yang melibatkan pencarian jawaban bagi masalah dalam masyarakat ilmiah dan teknologi.

3. Siswa perlu dilatih learning by doing (belajar dengan berbuat sesuatu), kemudian merefleksikannya. Siswa harus secara aktif


(42)

27

mengkonstruksi konsep, prinsip, dan generalisasi melalui proses ilmiah.

4. Guru perlu menggunakan berbagai pendekatan/ metode pembelajaran yang bervariasi dalam pembelajaran IPA. Siswa juga perlu diarahkan pada pemahaman produk dan materi ajar melalui aktivitas membaca, menulis, dan mengunjungi tempat tertentu.

Berdasarkan karakteristik yang telah disebutkan di atas, sains memiliki karakteristik yang melibatkan siswa aktif dalam belajar dan mengarahkan pada inkuiri terbimbing. Hal tersebut sesuai dengan beberapa komponen yang terdapat dalam CTL yaitu bertanya, inkuiri, dan konstruktivisme. Ketiga komponen dalam CTL tersebut akan membantu siswa lebih aktif, mampu menemukan sendiri (inkuiri) dalam pembelajaran, dan mampu mengkonstruksi pengetahuan yang didapat dengan menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari.

D. Karakteristik Peserta Didik SD

Setiap jenjang pendidikan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga guru perlu mengetahui secara spesifik karakteristik peserta didiknya. Peserta didik SD mempunyai karakteristik yang khusus, seperti yang diungkapkan beberapa pendapat ahli berikut.

Karakteristik peseta didik SD menurut Nazarudin (2007: 46-48), antara lain:


(43)

28

a. Perkembangan Aspek Kognitif

Kemampuan kognititf berkaitan dengan kemampuan berfikir, mencangkup kemampuan intelektual, mulai dari kemampuan mengingat sampai dengan kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan kognitif dapat dikelompokkan menjadi enam, yaitu pengetahuan/ pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Sifat khas anak usia SD atau masa akhir kanak-kanak sangat realistik, ingin tahu, ingin belajar. Sebagian besar anak pada masa ini belum mampu memahami konsep-konsep abstrak.

b. Perkembangan Aspek Afektif

Kemampuan afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai dan sikap hati yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Kemampuan afektif ini terdiri dari yang paling sederhana, yaitu memperhatikan suatu fenomena atau yang kompleks yang merupakan faktor internal individu. Kemampuan ini dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu pengenalan/penerimaan, pemberian respon, penghargaan terhadap nilai, pengorganisasian dan pengalaman.

c. Perkembangan Aspek Psikomotor

Kemampuan psikomotor berkaitan dengan keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otak. Kemampuan ini terdiri dari lima kelompok yaitu meniru, memanipulasi, akurasi gerak, artikulasi, dan naturalisasi/otonomisasi.


(44)

29

Menurut Abdul Majid (2014: 10) kecenderungan anak belajar SD memiliki tiga ciri yaitu:

a. Konkret

Konkret mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret yakni dapat dilihat, didengar, diraba dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya.

b. Integratif

Pada tahap usia SD anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu. Hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.

c. Hierarkis

Pada tahapan usia SD cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi dan cakupan keluasan serta kedalaman materi.

Berdasarkan beberapa pemaparan para ahli di atas, secara umum anak SD memiliki ciri khusus, yaitu berpikir operasional konkrit. Pada tahap berpikir operasional konkrit ini, anak berpikir berdasarkan pengalaman nyata mereka.


(45)

30

Sebagian besar anak pada masa ini belum mampu memahami konsep-konsep abstrak. Usia SD atau masa akhir kanak-kanak juga memiliki sifat sangat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar.

E. Kajian tentang Contextual Teaching and Learning (CTL)

1. Pengertian CTL

Menurut Yatim Riyanto (2010: 159) CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Sependapat dengan Yatim Riyanto, Wina Sanjaya (2009: 255) mengungkapkan CTL

adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa CTL adalah pendekatan pembelajaran yang membantu siswa untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata mereka, sehingga membantu siswa aktif di dalam kelas dan mendorong mereka untuk menerapkan ilmu tersebut dalam kehidupannya.

CTL merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa didorong beraktivitas


(46)

31

mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang dipelajarinya. Pembelajaran dengan pendekatan CTL tidak hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Belajar melalui CTL diharapkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang dipelajarinya.

2. Komponen-komponen dalam CTL

Komponen-komponen yang terdapat dalam CTL, yaitu: a. Konstruktivisme (Constructivism)

Menurut Wina Sanjaya (2009: 264) konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme pengetahuan itu berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi dalam diri seseorang. Pengetahuan terbentuk dari dua faktor penting, yaitu obyek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subyek untuk menginterpretasi obyek tersebut.

Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman. Pengetahuan yang sifatnya hanya ditransfer oleh guru tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Atas dasar itulah pembelajaran melalui CTL


(47)

32

melalui pengalaman nyata. Tugas guru dalam memfasilitasi hal tersebut adalah sebagai berikut:

1) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.

2) Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri.

3) Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

b. Menemukan (Inquiry)

Inkuiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta dari hasil mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Langkah-langkah kegiatan menemukan (inquiry):

1) Merumuskan masalah

2) Mengamati atau melakukan observasi

3) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar laporan, bagan, tabel, atau karya lainnya.

4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiensi yang lain. c. Bertanya (Questioning)

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran


(48)

33

yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

Dalam suatu pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:

1) Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.

2) Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar. 3) Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.

4) Membimbing siswa untuk menemukan atau

menyimpulkan sesuatu.

5) Untuk mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa. d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam

CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil


(49)

34

belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar teman, dan antar kelompok.

Dalam kelas CTL, penerapan komponen masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Dalam kelompok mereka saling membelajarkan, siswa yang cepat belajar didorong untuk membantu siswa yang lambat belajar. Setiap siswa terlibat dalam pembelajaran, saling membelajarkan, bertukar informasi, dan bertukar pengalaman.

e. Pemodelan (Modeling)

Komponen modeling, proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tidak terbatas pada guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa. Modeling merupakan asas yang paling penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui

modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak.

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya


(50)

35

akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pendekatan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Realisasinya dapat berupa:

1) Pernyataan langsung siswa tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu.

2) Catatan di buku siswa

3) Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu. 4) Diskusi

5) Hasil karya

g. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan pembelajaran siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Penilaian yang autentik dilakukan dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, tekanannya diarahkan pada proses belajar bukan kepada hasil belajar.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa CTL


(51)

36

bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian nyata. Dari ke tujuh komponen tersebut, membantu siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran.

3. Karakteristik CTL

Karakteristik CTL menurut Nanang Hafiah dan Cucu Suhana (2012:69) adalah sebagai berikut:

a. Kerjasama antara peserta didik dan guru (cooperative). b. Saling membantu antara peserta didik dan guru (assist). c. Belajar dengan bergairah (enjoyful learning).

d. Pembelajaran terintegrasi secara kontekstual. e. Menggunakan multimedia dan sumber belajar. f. Cara belajar siswa aktif (student active learning). g. Sharing bersama teman (take and give).

h. Siswa kritis dan guru kreatif.

i. Dinding kelas dan lorong kelas penuh dengan karya siswa.

j. Laporan siswa bukan hanya buku rapor, tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan sebagainya. Dari beberapa karakteristik CTL yang disebutkan di atas sesuai dengan karakteristik IPA dan karakteristik siswa SD yaitu adanya sifat kontekstual ketika pembelajaran.


(52)

37

4. Prinsip pembelajaran CTL

Prinsip pembelajaran CTL menurut Nanang Hafiah dan Cucu Suhana (2012:69) adalah sebagai berikut:

a. Kesaling-bergantungan

Prinsip ini membuat hubungan yang bermakna (making meaningful communication) antara proses pembelajaran dan konteks kehidupan nyata. Prinsip ini mengajak guru untuk mengenali keterkaitan mereka dengan lingkungannya.

Bekerjasama (collaborating) membantu peserta didik belajar secara efektif dalam kelompok, membantu peserta didik untuk berinteraksi dengan orang lain, saling mengemukakan gagasan, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, mengumpulkan data, mengolah data, dan menemukan alternatif pemecahan masalah.

b. Perbedaan

Prinsip perbedaan adalah mendorong peserta didik menghasilkan keberagaman, perbedaan, dan keunikan. Terciptanya kemandirian dalam belajar yang dapat mengkontruksi minat peserta didik untuk belajar mandiri dalam konteks tim dengan mengkorelasikan bahan ajar dengan kehidupan nyata, dalam rangka untuk mencapai tujuan secara penuh makna.


(53)

38

Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa proses pembelajaran diatur, dipertahankan, dan disadari oleh peserta didik sendiri dalam rangka merealisasikan seluruh potensinya. Peserta didik secara sadar harus menerima tanggungjawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan kritis menilai bukti.

Melalui interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru, sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan menemukan sisi keterbatasan diri.

d. Penilaian autentik

Penilaian autentik yaitu menantang peserta didik agar dapat mengaplikasikan berbagai informasi akademis baru dan keterampilannya dalam situasi kontekstual.

Beberapa prinsip pembelajaran CTL di atas sesuai dengan karakteristik IPA, sehingga akan dapat memperbaiki proses pembelajaran. Materi IPA yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa sesuai dengan karakteristik CTL kesaling-bergantungan. Dalam hal ini akan mempermudah siswa untuk mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari siswa.


(54)

39

5. Kelebihan Pembelajaran CTL

Menurut Hosnan (2014: 179) kelebihan pembelajaran CTL

diantaranya:

a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan ril

Artinya peserta didik dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata akan membantu siswa untuk memberikan penguatan, sehingga materi yang pernah didapatnya tidak mudah lupa.

b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu memberikan penguatan konsep

Pembelajaran dengan CTL siswa akan lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep. Karena pembelajaran

CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntut untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal.

Dapat disimpulkan bahwa kelebihan yang terdapat dalam CTL dapat mendukung proses berlangsungnya pembelajaran IPA. Hal ini dikarenakan sesuai dengan karakteristik IPA dan karakteristik siswa SD yaitu adanya konsep kontekstual dalam pembelajaran.


(55)

40

6. Langkah Penerapan CTL

Langkah pembelajaran CTL, menurut Rusman (2014: 199) adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukankegiatan belajar lebih bermakna, dapat dengan bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya.

2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik yang diajarkan.

3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.

4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.

5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.

6. Membiasakan anak untuk melakukan kegiatan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

7. Melakukan penilaian secara obyektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.

Sedangkan langkah-langkah pembelajaran CTL menurut Sitiatava Rizema Putra (2013: 257) antara lain sebagai berikut:


(56)

41

1. Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri serta mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4. Ciptakan masyarakat belajar.

5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6. Lakukan refleksi diakhir pertemuan.

7. Lakukan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) dengan berbagai cara.

Dari beberapa pendapat di atas, maka langkah-langkah penerapan CTL dalam proses pembelajaran di SD kelas IV Sabdodadi Keyongan antara lain sebagai berikut:

a. Menyiapkan sumber belajar terkait untuk melatih siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan yang didapatnya (konstruktivisme) b. Membimbing siswa untuk melakukan pengamatan (inkuiri) c. Melakukan kegiatan tanya jawab (bertanya)

d. Mengelompokkan siswa dan membimbing dalam diskusi (masyarakat belajar)

e. Membimbing siswa melakukan pemodelan (pemodelan) dan mempresentasikan hasil diskusi.

f. Melakukan refleksi di akhir pembelajaran (refleksi)


(57)

42

F. Kerangka Berpikir

Berdasarkan latar belakang dan kajian teori di atas, digambarkan alur berikir sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan kerangka berpikir KONDISI

AWAL

KONDISI AKHIR TINDAKAN

1. Guru: keresahan guru mengenai pendekatan

pembelajaran yang digunakannya selama ini, masih dominan menggunakan metode ceramah dalam materi apapun, tidak mendorong siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan baru, tidak ada pemodelan dalam belajar, tidak ada refleksi setelah pembelajaran

2. Siswa: lebih banyak mendengarkan penjelasan

guru, tidak aktif di dalam kelas, tidak ada keberanian dalam mengungkapkan pendapat ataupun pertanyaan

3. Hasil belajar: sebanyak 10 dari 14 siswa

belum mencapai KKM.

Guru menerapkan pembelajaran berbasis CTL: 1. Mendorong untuk mengembangkan pemikiran

siswa (konstruktivistik)

2. Membimbing siswa melakukan kegiatan pengamatan (inkuiri)

3. Melakukan kegiatan tanya jawab (bertanya) 4. Mengelompokkan dan membimbing siswa

dalam diskusi (masyarakat belajar)

5. Membimbing siswa melakukan pemodelan dan mempresentasikan hasil diskusi (pemodelan) 6. Melakukan refleksi pembelajaran (refleksi) 7. Memberikan penilaian proses dan hasil (

penilaian autentik)

Kualitas pembelajaran IPA mengalami peningkatan (dilihat dari keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar)


(58)

43

Pada kondisi awal pembelajaran di kelas, guru lebih dominan menggunakan metode ceramah dalam segala situasi. Guru lebih sering mentrasfer ilmu kepada siswa dan tidak merangsang siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Selain itu guru tidak merangsang siswa untuk berani mengungkapkan pendapat ataupun pertanyaan, dan tidak melakukan refleksi pada akhir pembelajaran.

Kondisi pembelajaran tersebut berdampak pada siswa. Siswa menjadi pasif ketika di dalam kelas, karena lebih sering menerima ilmu pengetahuan. Hal tersebut juga berdampak pada ketidakmampuan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan barunya dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-harinya. Siswa juga tidak berani bertanya, padahal tidak memahami materi yang disampaikan guru. Kondisi belajar siswa tersebut berdampak pada hasil belajar siswa yang masih banyak dibawah KKM.

Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti menerapkan pendekatan CTL untuk memecahkan permasalahan pembelajaran IPA. Pendekatan CTL ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA yang meliputi keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar yang ditunjukkan dengan 70% siswa mencapai nilai KKM.

G. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian Yulia Dwi Ernawati (2014) tentang “Peningkatan Prestasi Belajar IPA dengan Menggunakan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Siswa V A SD Model Kabupaten


(59)

44

Sleman” menunjukkan penerapan CTL oleh guru dapat dapat meningkatkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Siswa sudah tidak malu bertanya atau menjawab pertanyaan guru, siswa sudah bisa melakukan kegiatan inkuiri, kerja kelompok, dan presentasi dengan baik. Siswa lebih mudah memahami materi IPA karena mampu mengaitkan materi dengan pengalaman sehari-hari. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya nilai rata-rata kelas pada siklus I mencapai 75,71 meningkat menjadi 85,71 pada siklus II.

2. Penelitian Anisa Huril Ain (2013) tentang “ Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA melalui Penerapan Pendekatan CTL pada Siswa Kelas VC SDN Purwoyoso 03 Semarang”. Skripsi Universitas Negeri Semarang menunjukkan penerapan CTL oleh guru dapat dilakukan dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan keterampilan guru pada siklus I memperoleh skor 32 kategori cukup, siklus II skor 41 kategori baik, siklus III skor 47 kategori sangat baik. Aktivitas siswa mengalami peningkatan dengan perolehan skor pada siklus I sebesar 29,2 kategori cukup, siklus II skor 37,7 kategori baik, siklus III skor 42,3 kategori sangat baik. Hasil belajar IPA juga mengalami peningkatan dengan persentase ketuntasan belajar siklus I sebesar 61%, siklus II sebesar 69%, siklus III menjadi 81%.


(60)

45

H. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir tersebut dapat diambil hipotesis tindakan, penerapan CTL dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, meliputi keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar.

I. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini, meliputi:

1. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara pengalaman belajar siswa dengan kehidupan nyata, sehingga membantu untuk memudahkan siswa dalam memahami pengetahuan yang didapatnya. Komponen CTL terdiri dari konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, peniaian sebenarnya.

2. Kualitas pembelajaran IPA

Kualitas pembelajaran IPA adalah pencapaian mutu dalam kegiatan proses belajar mengajar sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan, dalam pembelajaran IPA kelas IV Sabdodadi Keyongan. Peningkatan kualitas pembelajaran IPA yang dimaksudkan di sini, meliputi:

a. Keterampilan guru

Keterampilan guru adalah kemampuan guru dalam mengajar dan mengelola kelas, sehingga akan memudahkan siswa dalam belajar. Beberapa keterampilan guru yang dimaksudkan dalam penelitian


(61)

46

ini meliputi, keterampilan guru dalam bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengajar kelompok kecil, dan mengelola kelas.

b. Aktivitas siswa

Aktivitas siswa adalah kegiatan yang dilakukan siswa selama pembelajaran. Aktivitas siswa yang dimaksud di sini meliputi, aktivitas visual, lisan, mendengarkan, menulis, motorik, dan aktivitas mental.

c. Hasil belajar

Hasil belajar adalah pencapaian hasil yang diperoleh siswa dengan mengerjakan soal pada akhir pembelajaran. Hasil belajar dinyatakan dalam bentuk nilai, yang digunakan untuk mengetahui pencapaian KKM. Aspek kognitif yang diukur antara lain aspek pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4).


(62)

47 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi kondisi awal siswa

Siswa kelas IV B Sabdodadi Keyongan berjumlah 14 siswa, yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan. Pengamatan proses pembelajaran IPA kelas IV B Sabdodadi Keyongan sebelum dilakukannya tindakan terlihat siswa tidak aktif dalam pembelajaran, hanya mendengarkan penjelasan guru dan tidak terlihat semangat dalam mengikuti pembelajaran. Selama proses pembelajaran guru tidak mengaitkan materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru tidak memberikan kesempatan siswa untuk praktek langsung mengenai materi yang mereka pelajari.

Hasil belajar siswa pada ranah kognitif mata pelajaran IPA kelas IV Sabdodadi Keyongan masih dibawah nilai rata-rata. Hal ini terlihat dari nilai ulangan harian siswa pra tindakan dengan rata-rata 6,92 dan nilai terendah 3. Siswa yang mencapai KKM sebanyak 4 siswa atau 28,57%. Sedangkan siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 10 siswa atau 71,42%. Nilai KKM untuk mata pelajaran IPA adalah 75. Selama proses pembelajaran IPA, guru merasa kesulitan untuk menggunakan pendekatan pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk belajar, sehingga pembelajaran siswa di dalam kelas lebih pasif. Berikut tabel nilai siswa kelas IV pra tindakan.


(63)

48

Tabel6. Nilai siswa pra tindakan

Rata-rata 6,92

Nilai tertinggi 10

Nilai terendah 3

Jumlah siswa tidak lulus 10 (71,42%)

Jumlah siswa lulus 4 (28,57%)

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa hasil belajar IPA pada pra tindakan masih rendah. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu tindakan untuk meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IVA SD Negeri Sabdodadi Keyongan.

2. Deskripsi Penelitian Siklus I

Tindakan siklus I dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan satu kali dalam seminggu. Setiap pertemuan terdiri dari 2 X 35 menit.

a. Perencanaan Tindakan

Tahap perencanaan tindakan merupakan rancangan kegiatan pembelajaran sesuai dengan pendekatan CTL. Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah sebagai berikut:

1) Menentukan jadwal penelitian

2) Memberikan penjelasan kepada guru kelas mengenai pendekatan CTL yang akan diterapkan dalam pembelajaran. 3) Meyiapkan sumber belajar dan merancang RPP

4) Mempersiapkan dan menyusun instrumen penelitian b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I

Pelaksanaan tindakan penelitian dillakukan oleh guru kelas IV B Sabdodadi Keyongan sesuai dengan RPP. Selama pembelajaran


(64)

49

IPA berlangsung, guru kelas mengajar dengan menggunakan pendekatan CTL. Tahap pelaksanaan tindakan siklus I terdiri dari 2 kali pertemuan.

1) Pertemuan I

Pelaksanakan tindakan penelitian pertemuan pertama dilakukan pada hari Kamis, 11 Agustus 2016. Pertemuan pertama dengan tema “ Indahnya Kebersamaan” dengan sub tema “ Kebersamaan dalam Keberagaman”. Materi yang disampaikan pada pertemuan pertama ini adalah indra pendengar dan indra pencium. Ada lima indikator yang diharapkan dapat dicapai siswa setelah mengikuti pembelajaran, diantaranya: siswa mampu menyebutkan bagian-bagian telinga, menyebutkan minimal dua penyakit telinga, menjelaskan proses mendengar, menjelaskan cara memelihara telinga, dan menyebutkan bagian-bagian hidung. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan CTL adalah sebagai berikut: a) Kegiatan Awal

(1) Sebelum memulai pelajaran guru menanyakan kabar siswa. Apakah ada siswa yang tidak masuk. Apakah siswa siap belajar hari ini. Kemudian guru menunjuk satu siswa untuk memimpin berdoa.

(2) Guru melakukan apersepsi terhadap siswa, dengan mengajak siswa untuk bertanya jawab. Guru


(65)

50

menanyakan kepada siswa, “Siapa yang tadi pagi salat subuhnya tidak terlambat?” hanya satu siswa yang mengangkat tangannya. Kemudian guru menanyakan, “Apa yang kalian dengar tadi pagi sebelum melakukan salat subuh?”. Ada siswa yang menjawab, “ayam berkokok, dan dua siswa menjawab adzan subuh”. Kemudian guru membenarkan jawaban mereka dan menanyakan, “Kenapa kita bisa mendengar? Ada satu siswa yang menjawab dengan suara pelan, “Karena kita memiliki telinga”. Kemudian guru membenarkan jawabannya, dan menyuruh mengulanginya agar teman-temannya yang lain juga mendengar.

(3) Guru memberitahu siswa materi yang akan dipelajari hari ini dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru menanyakan, “Siap belajar hari ini?”. Beberapa siswa menjawab, “siap bu”. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberitahu siswa bahwa mereka akan belajar secara berkelompok nanti.

b) Kegiatan Inti

Guru melakukan proses pembelajaran dengan berpedoman RPP yang telah dirancang, yaitu dengan pendekatan CTL. (1) Konstruktivisme. Kegiatan ini dimulai guru dengan


(66)

51

perjalanan menuju sekolah tadi mendengar suara peluit bapak polisi yang sedang mengatur lalu lintas di jalan. Guru kemudian mengkaitkan materi indra pendengar dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru menanyakan, “Tadi pagi siapa yang mendengarkan adzan subuh?” Hanya ada satu siswa yang mengangkat tangannya, sedangnya sebagian siswa tampak diam. Kemudian guru menanyakan, “Kenapa kita bisa mendengar? Kenapa kita bisa tahu itu suara adzan? Bagaimana proses suara sampai ke telinga kita?” Tidak ada anak yang menjawab, semuanya diam. Guru berusaha membantu, dan memotivasi siswa agar berani mengungkapkan jawabannya. Tetapi tetap tidak ada siswa yang berpendapat. Guru memerintahkan siswa untuk memegang daun telinga mereka masing-masing. Guru menanyakan, “Semua punya daun telinga?”. Siswa menjawab, “Punya”. Guru mengatakan, “Dari situlah bunyi ditangkap oleh daun telinga kita, kemudian disalurkan ke bagian dalam telinga kita. Guru menanyakan, “Semua yang ada di sini sudah sarapan?” Ada siswa yang menjawab sudah dan ada siswa yang menjawab belum. Guru melanjutkan bertanya, “ Tadi ada yang membantu ibu memasak tidak? Ayo anak putri


(67)

52

ini terutama?”. Semua siswa kelihatan diam. Guru melanjutkan, “Tidak ada yang membantu ibu ya?” Kalau begitu ibu guru mau bertanya, “Ada yang pernah mencium bau bawang merah, bawang putih, atau bau masakan yang dimasak ibu dirumah? Dua siswa mengangkat tangan. Guru melanjutkan nah hari ini kita belajar indra pendengar dan penciuman, nanti kalian akan belajar secara berkelompok dan melakukan percobaan bersama terkait kedua indra tersebut.

Konstruktivistik yang seharusnya dibangun sebagai pengetahuan awal siswa kurang maksimal dilakukan karena, guru lebih banyak bercerita dibandingkan siswa yang aktif bercerita mengenai pengalamannya. Guru terlalu singkat dalam memberi motivasi kepada siswa, sehingga belum ada siswa yang termotivasi untuk menceritakan pengalamannya.

(2) Masyarakat belajar. Guru membimbing siswa untuk membentuk kelompok belajar. siswa dibagi menjadi 4 kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari 4 dan 3 anak. Setiap kelompok terdiri dari beberapa siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang heterogen. Kelompok dibagi oleh guru, karena guru mengetahui karakteristik setiap siswanya.


(68)

53

Pada pertemuan pertama, masyarakat belajar belum terlaksana secara maksimal. Setiap kelompok hanya terdapat satu siswa yang bekerja dengan sungguh-sungguh sehingga siswa yang lain tampak bermain sendiri dan berbicara dengan teman yang lainnya. Guru belum memantau secara merata terhadap setiap kelompok, sehingga ada satu kelompok yang kurang mendapat bimbingan guru saat percobaan dan penyimpulan.

(3) Pemodelan. Setelah pembagian kelompok, peneliti kemudian membagikan alat praktek yang mereka gunakan dalam percobaan. Dalam pemodelan ini siswa melakukan pemodelan mengenai indra penciuman. Guru menganjurkan siswa untuk membaca buku teks dan mencermati langkah percobaannya. Kemudian, guru memberi model contoh kepada siswa bagaimana langkah kerja dalam percobaan.

Ketika guru memberikan contoh pemodelan, tidak semua siswa dalam kelompok memperhatikan. Ada beberapa siswa yang berbicara dengan teman yang lainnya, ada satu siswa yang membaca buku bacaan di luar materi, dan ada beberapa siswa yang tampak bermain.


(69)

54

(4) Inkuiri.Guru membimbing agar setiap anggota kelompok melakukan kegiatan sesuai petunjuk yang ada pada lembar kegiatan percobaan. Siswa melakukan percobaan dengan menutup mata kemudian menebak bau apa yang mereka cium. Guru menyuruh agar setiap anggota kelompok bekerja sama di dalam mengerjakan tugas yang ada pada lembar kerja. Guru mengatakan bahwa siswa akan belajar melalui percobaan yang mereka lakukan secara berkelompok. Guru memantau setiap kelompok, dan memberikan bimbingan apabila ada kelompok yang kesulitan dalam kerja kelompok.

Setiap anggota kelompok melakukan percobaan kepekaan terhadap indra pendengar dan indra penciuman. Ada dua kelompok yang yang melakukan percobaan tidak sesuai dengan langkah kerja yang tertulis, sehingga guru menegur dan menyuruh untuk mengulanginya. Dalam kegiatan inkuiri ini nampaknya sebagian besar siswa masih kelihatan kebingungan didalam menyimpulkan hasil percobaan yang mereka lakukan. Siswa belum dapat mengkaitkan antara kegiatan percobaan yang mereka lakukan dengan materi yang mereka pelajari.


(70)

55

(5) Bertanya. Guru bertanya kepada siswa, “Ada yang sudah selesai melakukan percobaan? Apa yang kamu dapatkan dari percobaan tersebut?”. Tidak ada siswa yang menjawab pertanyaan guru tersebut. Setelah semua siswa selesai melakukan percobaan, guru memfasilitasi siswa untuk bertanya jawab mengenai hasil kesimpulan yang mereka dapatkan setelah melakukan percobaan tersebut. Guru membimbing siswa untuk perwakilan kelompok mempresentasikan hasil kesimpulan dari percobaan mereka.

Kegiatan tanya jawab tidak berjalan sesuai rencana, guru hanya menanyakan, “apakah ada yang ingin mengungkapkan pendapatnya?” Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan refleksi, sehingga siswa tidak ada kesempatan bertanya jawab mengenai hasil kesimpulan dari percobaan tersebut.

(6) Refleksi. Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan materi yang mereka pelajari hari ini, namun siswa masih nampak kesulitan untuk mengungkapkan pendapatnya mengenai materi yang dipelajari hari ini. Guru kemudian menyimpulkan sendiri materi yang dipelajari hari ini dan siswa mendengarkan.


(71)

56

(7) Penilaian autentik. Saat presentasi, guru memberikan penilaian dan memberi skor pada setiap anggota kelompok. Anggota kelompok yang mendapat skor tertinggi diberi penghargaan, sedangkan anggota kelompok yang skornya masih rendah diberi motivasi dan semangat untuk belajar lebih giat lagi. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya mengenai pembelajaran pada hari ini. Namun belum ada siswa yang mau mengungkapkan pendapatnya.

Kegiatan dalam penilaian autentik ini, seharusnya setiap kelompok siswa memberikan komentar terhadap hasil kesimpulan percobaan kelompok siswa yang lainnya. Tetapi dalam pelaksanaannya hanya guru yang melakukan penilaian terhadap kinerja kelompok, karena keterbatasan waktu.

c) Kegiatan Akhir

Pada akhir pembelajaran, guru memberikan penguatan pada siswa mengenai materi yang mereka pelajari bersama secara singkat kemudian menutup pelajaran. Pada akhir pembelajaran ini seharusnya guru memberikan kesempatan pada siswa secara bersama-sama untuk menyimpulkan hasil diskusi mereka dan materi yang mereka pelajari pada hari


(72)

57

itu. Tetapi pada pelaksanaannya, guru menyimpulkan materi sendiri dan siswa mendengarkan.

2) Pertemuan 2

Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 16 Agustus 2016. Pertemuan kedua dengan tema “ Indahnya Kebersamaan” dengan sub tema “ Kebersamaan dalam Keberagaman”. Materi yang disampaikan pada pertemuan kedua ini masih berkaitan dengan panca indra, yaitu indra pengecap dan indra penglihatan. Ada dua indikator yang diharapkan dapat dicapai siswa setelah mengikuti pembelajaran, diantaranya: siswa mampu menyebutkan bagian-bagian lidah dan bagian-bagian-bagian-bagian mata. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan CTL adalah sebagai berikut:

a) Kegiatan Awal

(1) Ketika memasuki kelas, guru menanyakan apakah sudah berdoa. Kemudian siswa menjawab sudah.

(2) Guru melanjutkan dengan menyampaikan materi yang dipelajari hari ini dan indikator yang harus siswa capai setelah mengikuti pembelajaran ini.

(3) Guru mengulang materi yang disampaikan kemarin secara global mengenai panca indra, sebagai bentuk penguatan.


(73)

58

b) Kegiatan Inti

(1) Konstruktivistik. Guru menanyakan, “Siapa yang hari ini sarapan?” Hampir semua siswa mengangkat tangannya. Guru kemudian menunjuk satu siswa, “Wafi tadi sarapan pakai lauk apa?” Wafi menjawab, “Tempe buk”. Rasanya bagaimana?. “Enak bu” , jawab Wafi. Guru kemudian menanyakan lagi, “Maksud ibu, rasanya manis, pedas, pahit, atau gurih?”. Wafi menjawab, “Gurih bu”. Minumnya tadi apa Wifi, guru melanjutkan pertanyaan. Wafi menjawab, “Teh bu”. Rasanya bagaimana? Wifi menjawab, “Manis bu”. Nah anak-anak kita hari ini belajar menganai indra pengecap, kita akan mempelajari bagian-bagian lidah yang dapat merasakan rasa manis, pahit, asam, dan asin.

Sebelum kita masuk ke materi, coba kalian tutup matanya! Semua siswa kemudian menutup matanya. Guru bertanya, “Apa yang kalian lihat? Semua siswa menjawab, “Ya tidak kelihatan bu”. Iya pintar anak-anak, tidak kelihatan, kan ditutup. Guru kemudian memerintahkan membuka kembali matanya. Hari ini kita akan melakukan pecobaan yang berkaitan dengan dua indra tersebut. Kalian senang? Siswa menjawab, “Iya bu”.


(74)

59

(2) Masyarakat belajar. Guru membimbing siswa untuk membentuk kelompok belajar berdasarkan kelompok yang dibentuk sebelumnya. Setiap kelompok kemudian mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam percobaan. Guru membimbing pembagian tugas dalam kelompok, agar semua siswa dalam kelompok ikut bekerja sama dan belajar dalam kegiatan kelompok. Pembagian tugas dilakukan agar semua siswa dapat belajar, dan sebagai bentuk perbaikan dari pelaksanaan tindakan siklus 1 pertemuan satu.

(3) Pemodelan. Guru memberikan contoh pemodelan mengenai percobaan yang mereka lakukan. Dalam pemodelan ini siswa melakukan pemodelan mengenai indra pengecap. Guru meminta satu siswa setiap kelompok sebagai perwakilan maju ke depan untuk melakukan pemodelan.

(4) Inkuiri. Setelah setiap siswa sebagai perwakilan kelompok melakukan pemodelan dengan dibimbing guru, kemudian kembali ke kelompoknya masing-masing. Setiap siswa dalam kelompok membaca panduan percobaan, agar semua siswa paham. Kemudian melakukan percobaan secara bersama-sama. Siswa melakukan percobaan dengan merasakan


(1)

176

Lampiran 6. Dokumentasi Pembelajaran

LAMPIRAN DOKUMENTASI PENELITIAN

Konstruktivistik: salah satu siswa maju di depan kelas membunyikan seruling peluit


(2)

177 Siswa melakukan salah satu percobaan yang dapat membuktikan bahwa suara dapat merambat melalui benda padat.

Guru membimbing dalammasyarakat belajar

Siswa bekerjasama dalam masyarakat belajar kesimpulan percobaan.

Siswa melakukan presentasi mengenai hasil


(3)

178 Guru melakukan tanya jawab dan diskusi bersama siswa

Siswa mengerjakan soal latihan sebagaibentuk penilaian kognitif


(4)

Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian

LAMPIRAN SURAT IJIN PENELITIAN PIHAK SEKOLAH DASAR

179

Surat Ijin Penelitian

LAMPIRAN SURAT IJIN PENELITIAN PIHAK SEKOLAH DASAR

LAMPIRAN SURAT IJIN PENELITIAN PIHAK SEKOLAH DASAR


(5)

LAMPIRAN SURAT IJIN PENELITIAN BAPPEDA

180


(6)

LAMPIRAN SURAT IJIN DARI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

181

LAMPIRAN SURAT IJIN DARI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

LAMPIRAN SURAT IJIN DARI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


Dokumen yang terkait

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Sumber Energi Gerak melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ( Penelitian Tindakan Kelas di MI Muhammadiyah 2 Kukusan Depok)

0 14 135

Penggunaan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Energi dan Usaha

0 5 223

Contextual Teaching and Learning(CTL)

0 6 14

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) BERBASIS METODE PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN PKn SISWA KELAS IV SD N SEKARAN 01

0 9 263

Penerapan pendekatan pembelajaran contextual teaching and learnig/CTL untuk meningkatkan hasil belajar PKN pada siswa kelas IV MI Miftahussa’adah Kota Tangerang

0 10 158

“Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika di Kelas IV MIN Parung

0 7 169

Upaya meningkatkan hasil belajar IPA pada konsep perkembangbiakan tumbuhan melalui pendekatan kontekstual: penelitian tindakan kelas di MI Hidayatul Athfal Gunungsindur

0 19 141

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) Meningkatkan Keterampilan Berbicara Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SD

0 4 15

PENERAPAN METODE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATERI DALAM Penerapan Metode Contextual Teaching And Learning (Ctl) Untuk Meningkatkan Pemahaman Materi Dalam Pembelajaran Ipa Kelas V Di Sdn Pakis Kecamatan Tambakromo.

0 0 17

Penerapan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Negeri 139 Pekanbaru

0 0 12