1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Cirebon merupakan salah satu wilayah perairan Indonesia yang menjadi basis kegiatan perikanan tangkap bagi nelayan. Kegiatan perikanan tangkap ini
merupakan sumber pemasukan yang besar bagi pemerintah daerah setempat terutama perikanan udang. Luas wilayah Kota Cirebon adalah 37,36 km
2
dan luas wilayah laut Kota Cirebon adalah 51,86 km
2
Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Cirebon, 2005. Meskipun perairan laut lebih luas dibandingkan dengan luas daratannya, namun
potensi laut Kota Cirebon yang dikenal dengan sebutan ”Kota udang” ini belum dimanfaatkan secara optimal.
Udang merupakan salah satu sumberdaya hayati laut dari kelas Crustacea yang sangat laku di pasaran baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk tujuan
ekspor. Spesies ini digemari sehingga mempunyai nilai ekonomis tinggi. Adapun alat tangkap yang digunakan untuk menangkap udang dari sekian banyak alat tangkap
yang dioperasikan di perairan Kota Cirebon seperti payang, dogol, pukat pantai, jaring insang hanyut, jaring lingkar, jaring insang tetap, bagan tancap dan bubu
wadong atau bubu lipat adalah trammel net dan jaring arad. Jaring arad merupakan salah satu alat penangkap yang ditujukan untuk
menangkap udang. Jaring arad adalah alat tangkap yang dioperasikan secara aktif dengan cara ditarik oleh perahu. Hasil tangkapan alat tangkap jaring arad dapat
dikategorikan ke dalam hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama merupakan hasil tangkapan yang menjadi tujuan utama nelayan,
sedangkan hasil tangkap sampingan merupakan tangkapan yang tidak sengaja tertangkap sewaktu alat tangkap jaring arad dioperasikan. Hasil tangkapan utama
dari jaring arad ini adalah udang dan hasil tangkap sampingan berupa ikan-ikan demersal yang berukuran kecil seperti pepetek Leiognathus sp, gulamah
Argyrosomus sp, beloso Saurida tumbil, tigawaja Pennahia argentata, pari
Himantura gerrardi dan lain-lain.
Mengacu pada Tatalaksana Perikanan yang Bertanggung Jawab Code of Conduct for Responsible Fisheries
FAO, 1995, permasalahan utama pada perikanan jaring arad adalah ketidakselektifan alat tangkap ini terhadap hasil
tangkapan sehingga hasil tangkap sampingan HTS yang tertangkap jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan udang sebagai target spesies. Hasil tangkap
sampingan dari jaring arad ada yang dimanfaatkan dan ada juga yang dibuang ke laut baik dalam keadaan hidup atau mati. Proses pembuangan hasil tangkap sampingan
dapat menyebabkan berkurangnya stock spesies target dan spesies non target yang memiliki nilai ekonomis serta dapat mengganggu proses ekologi di dasar perairan
Saila, 1983 diacu dalam Hall, 1999. Sejumlah peneliti, seperti Rakhman 2002, Fauzi 2004 dan Chalimi 2005
telah mengangkat jaring arad sebagai objek dari penelitiannya, namun mereka tidak meneliti besarnya proporsi hasil tangkap sampingan jaring arad baik yang
dimanfaatkan maupun yang dibuang ke laut serta tidak mengestimasi analisis usaha untuk melihat proporsi hasil tangkap sampingan tersebut terhadap total penerimaan.
Untuk itu maka penelitian tentang proporsi hasil tangkap sampingan jaring arad yang berbasis di Pesisir Utara, Kota Cirebon dilakukan.
1.2 Tujuan Penelitian