Poligami dan Persepsi Khalayak (Studi eskriptif Tentang Berita Poligami di Tabloid Nova dan Persepsi Ibu-ibu Rumah Tangga di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang)

(1)

POLIGAMI DAN PERSEPSI KHALAYAK

(Studi Deskriptif Tentang Berita Poligami di Tabloid Nova dan

Persepsi Ibu-ibu Rumah Tangga di Kelurahan Asam Kumbang

Kecamatan Medan Selayang

)

Disusun oleh : REYNA DATIN

030904048

ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Poligami dan Persepsi Khalayak (Studi Deskriptif Tentang Pemberitaan Poligami di Tabloid Nova dan Persepsi Ibu-ibu Rumah Tangga di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan ibu-ibu rumah tangga di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang tentang fenomena poligami serta untuk mengetahui persepsi yang terbentuk di kalangan ibu-ibu tersebut terhadap penberitaan poligami di tabloid Nova.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Perancangan alat ukur adalah kuesioner, yaitu setiap responden diberikan angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang dijawab dengan cara memilih. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 3505 orang. Untuk menghitung jumlah sampel dari data populasi yang ada digunakan rumus Taro Yamane, sehingga jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 97 orang, dan teknik penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling dan accidental sampling.

Teknik pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan, dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari buku-buku serta sumber yang relevan dan mendukung. Serta penelitian lapangan untuk memperoleh data di lokasi penelitian melalui kuesioner. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan analisa tabel tunggal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pembaca yang dalam hal ini ibu-ibu rumah tangga Kelurahan Asam Kumbang memberikan tanggapan yang positif terhadap pemberitaan poligami yan mereka baca di tabloid Nova. Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh gambaran bahwa minat dan ketertarikan masyarakat dalam hal ini para responden terhadap pemberitaan poligami sangat tinggi. Pemberitaan ini memiliki efek menghibur, mengisi waktu luang dan menambah wawasan para responden. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa ada sebuah proses dari peranan media (tabloid Nova) dalam pembentukan persepsi wanita terhadap pemberitaan poligami.


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan : Nama : Reyna Datin

NIM : 030904048

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Poligami dan Persepsi Khalayak

(Studi Deskriptif Tentang Berita Poligami di Tabloid Nova dan Persepsi Ibu-ibu Rumah Tangga di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang)

Medan, September 2007

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Drs. Syafruddin Pohan, Msi Drs. Amir Purba, Msi

NIP. 050 058 861 NIP. 131 654 104

Dekan

Prof. Dr. H. M. Arif Nasution, MA NIP. 131 757 010


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, kemudahan serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa penulis panjatkan shalawat beriring salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan Departemen Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Sebagai rasa hormat dan bakti, penulis persembahkan karya ini untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta atas do’a dan restu serta dorongan moril dan sprituil yang telah diberikan kepada penulis selama ini. Tak lupa dengan segala kerendahan hati dan ungkapan terima kasih yang mendalam penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba Msi, selaku ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, serta selaku dosen wali penulis.

3. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, selaku dosen pembimbing penulis yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, pengetahuan, waktu serta masukan yang berarti bagi penulis selama pengerjaan skripsi ini.

4. Dosen-dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmunya selama masa perkuliahan.


(5)

5. Kak Ros, kak Icut, bang Udin, pak Madi, bang Topik dan pak Anwar serta seluruh staff pegawai dan tata usaha FISIP USU.

6. Keluarga dengan warna pelangi, tempat berbagi dan saling menghargai, Kak Fenny, bang Faisal, kak Fera, my “big” sister Adek, bang Ucok, kak Inun & bang Gem, makasih buat dukungan serta semangat yang diberikan kepada penulis.

7. My three little nephews abang A’i, dede Dian & Aulia (Ang), terimakasih buat kelucuan-kelucuan kalian yang bikin mami tambah semangat.

8. Buat tulang Endar dan nantulang Ros, terimakasih buat tumpangan tempat tinggalnya, juga buat sepupu-sepupu penulis, Afif, Fitri juga Adil (belajar yang rajin ya…)

9. Sahabat-sahabat penulis, Tina (Yang Panjenengan Kanjeng Ratu), makasih ya wak buat keceriaan-keceriaannya selama ini, buat Derith (Acem kabar abg kita fren?), Lala (makasih Buat kursus kilatnya, gk tau deh jadi apa kalo gk da loe..!!!), dan yang terakhir buat Wenny (Sobat aq yang paling gokil, ntar cariin kerja ya neng..!!!), makasih buat semua kenangan yang pernah kita ukir bersama.

10.Teman-teman di Komunikasi, Ridho, Ivana, Ester, Yoyo, Lista, Rika, Atika, Rinaldi, Agnes, Raja, Reza, Imel, Azruly, dan Ratih.

11.Teman-teman Gg. Mulia, bang Doni, Utha, Gebong, oppung Dede, dan Dedi, makasih banget buat motivasi-motivasinya, u’r the great problem solver for me.

12.Buat Bang AroeL, thanx ya bang buat telpon-telpon gelapnya selama ini yang selalu buat penulis semakin tambah semangat.


(6)

13.Buat bang Chandra (malaikat bersayap dengan tawa yang membawa genderang keceriaan), thanx 4Everything my SaVioR.

14.Buat bang ‘Da, PrinCeQ yang selalu menemani hari-hari ku selama ini, yang sampai saat ini dan sampai kapan pun masih dan akan terus penulis sayangi.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, penulis dengan besar hati menerima masukan dari para pembaca guna untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoa skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Agustus 2007


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN……….……….i

LEMBAR PENGESAHAN...ii

KATA PENGANTAR………...………...iii

DAFTAR ISI………...………...iv

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah……….……….…….1

I. 2. Perumusan Masalah……….……….7

I. 3. Pembatasan Masalah……….………...……….7

I. 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian I. 4.1. Tujuan Penelitian……….………...8

I. 4.2. Manfaaat Penelitian………...…8

I. 5. Kerangka Teori I. 5.1. Teori Agenda Setting………..……….…...…..9

I. 5.2. Media Massa………...…………....………..10

I. 5.3. Berita………..………...……..11

I. 5.4. Teori Persepsi………...………..…...…….14

I. 6. Kerangka Konsep………..………….19

I. 7. Variabel Operasional……….……..…...…23

I. 8. Definisi Variabel Operasional………..…………..………....24

I. 9. Metodologi Penelitan………..…………...……… …………...25

I. 9.1. Metode Penelitian……..……….……...26

I. 9.2. Lokasi Penelitian………..………...26

I. 9.2.1 Populasi…………..………..…………...…...26

I. 9.2.2 Sampel………..………..………...….27

I. 10. Teknik Penarikan Sampel……….………...30

I. 10.1. Purposive Sampling……….………..…....…30

I. 10.2. Accidental Sampling………..………....…...30

I.11. Teknik Pengumpulan Data………...…..…….30


(8)

I. 11.2 Penelitian Lapangan………...…...30

I. 12. Teknik Analisis Data I. 12.1 Analisis Tabel Tunggal………...31

I. 13. Sistematika Penulisan………..31

BAB II URAIAN TEORITIS II. 1. Komunikasi dan Komunikasi Massa II. 1.1. Komunikasi………...33

II. 1.1.1. Pengertian Komunikasi.……….………...…33

II. 1.2 Komunikasi Massa………..………..……...….35

II. 1.2.1 Definisi Komunikasi Massa………..…………...35

II. 1.2.2 Ruang Lingkup Komunikasi Massa………..……...38

II. 1.2.3 Ciri-ciri Komunikasi Massa…………..……...….…...…..39

II. 1.2.4 Fungsi Komunikasi Massa...……..………...…….46

II. 1.2.5 Elemen Komunikasi Massa………..……...…...54

II. 2. Media Massa II. 2.1 Pengertian Media Massa………..……...………...…..59

II. 2.2 Fungsi Media Massa………..………...…...………...60

II. 3. Berita………..………..…...61

II. 4. Teori Persepsi………..………..………..64

II. 4.1 Proses Persepsi………..…..……….……...….65

II. 5. Teori Agenda Setting………..…..……….……….67

BAB III DESKRIPSI OBJEK DAN LOKASI PENELITIAN III.1 Deskripsi Lokasi Penelitian III.1.1 Sejarah Singkat Daerah Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang…...72

III.1.2 Struktur Organisasi Kantor Lurah Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang………...…....75

III.2 Metode Penelitian……….……...……76 III.3 Populasi dan Sampel


(9)

III.3.1 Populasi………...76

III.3.2 Sampel………...………...77

III.4 Teknik Pengumpulan Data………...79

III.5 Definisi Operasional……….79

III.6 Teknik Analisis Data………80

III.7. Lokasi Penelitian……….80

III.8 Waktu Penelitian………..80

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis Tabel Tunggal………..……….82

IV.2 Pembahasan………..………..97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan……….………….…103

V.2 Saran………....104

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Poligami dan Persepsi Khalayak (Studi Deskriptif Tentang Pemberitaan Poligami di Tabloid Nova dan Persepsi Ibu-ibu Rumah Tangga di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan ibu-ibu rumah tangga di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang tentang fenomena poligami serta untuk mengetahui persepsi yang terbentuk di kalangan ibu-ibu tersebut terhadap penberitaan poligami di tabloid Nova.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Perancangan alat ukur adalah kuesioner, yaitu setiap responden diberikan angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang dijawab dengan cara memilih. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 3505 orang. Untuk menghitung jumlah sampel dari data populasi yang ada digunakan rumus Taro Yamane, sehingga jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 97 orang, dan teknik penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling dan accidental sampling.

Teknik pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan, dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari buku-buku serta sumber yang relevan dan mendukung. Serta penelitian lapangan untuk memperoleh data di lokasi penelitian melalui kuesioner. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan analisa tabel tunggal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pembaca yang dalam hal ini ibu-ibu rumah tangga Kelurahan Asam Kumbang memberikan tanggapan yang positif terhadap pemberitaan poligami yan mereka baca di tabloid Nova. Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh gambaran bahwa minat dan ketertarikan masyarakat dalam hal ini para responden terhadap pemberitaan poligami sangat tinggi. Pemberitaan ini memiliki efek menghibur, mengisi waktu luang dan menambah wawasan para responden. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa ada sebuah proses dari peranan media (tabloid Nova) dalam pembentukan persepsi wanita terhadap pemberitaan poligami.


(11)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

Di tengah sengitnya persaingan memperebutkan uang pengiklan dan perhatian publik, media telah mengembangkan dan berbagi sejumlah peran. Sebagai media informasi, radio dan televisi unggul dalam menyampaikan berita secara dini yang dilengkapi dengan ulasan penjelas. Kalau media siaran memberi perhatian pada suatu peristiwa, biasanya waktu dan perhatian untuk peristiwa lain berkurang. Celah inilah yang kemudian diisi oleh koran. Sering kali koran memberitakan banyak hal, sehingga kedalamannya pun terbatas. Celah ini lalu diisi oleh majalah dan tabloid. Majalah dan tabloid acapkali sengaja meliput i sesuatu yang diberitakan oleh media massa siaran secara lebih panjang lebar. Seseorang yang tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang sesuatu yang diberitakan di televisi akan mencarinya di majalah dan tabloid. Jika ia ingin lebih mendalaminya, ia akan mencari bukunya, atau film dokumenternya. Hal ini juga menandakan bahwa peran media sebagai penafsir informasi sama pentingnya dengan perannya sebagai penyampai informasi.

Kontrol sosial oleh media massa begitu ekstensif dan efektif, sehingga sebagian pengamat menganggap kekuatan utama media memang disitu (William, dkk, 2003:38-39). Sebagai contoh, Joseph Klapper melihat adanya kemampuan “rekayasa kesadaran” oleh media, dan ini dinyatakannya sebagai kekuatan terpenting media, yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan apapun. Rekayasa kesadaran sudah ada sejak lama, namun media-lah yang memungkinkan hal itu dilaksanakan secara cepat dan besar- besaran.


(12)

Tabloid adalah salah satu jenis industri persuratkabaran yang lebih mengarah kepada bentuk surat kabar yang lebih kecil tiap lembarnya ;surat kabar alternatif mingguan atau semi – mingguan yang berisikan berita – berita kepentingan daerah dan hiburan, sering dibagikan secara gratis (pada bentuk surat kabar ukuran tabloid, namun lebih kecil) atau surat kabar yang cenderung menekankan cerita – cerita kriminal atau kejahatan yang sensasional, kolom – kolom berita gosip yang selalu menceritakan secara tidak langsung skandal – skandal mengenai kehidupan pribadi para selebritis dan bintang – bintang olah raga dan lainnya, sehingga disebut juga sebagai berita – berita buangan (pada bentuk surat kabar berukuran tabloid, namun lebih kecil)

Tabloid merupakan refleksi dari masyarakat atau keadaan zamannya dimana pembacanya diharapkan akan mendapatkan gambaran utuh mengenai segala sesuatu.

Sebagai contoh, ahkir – akhir ini kita sering menyaksikan pemberitaan tentang poligami, baik itu lewat media elektronik (televisi dan radio) maupun media cetak (koran, majalah, tabloid, dll). Pernikahan kedua da’i kondang KH Abdullah Gymnastiar begitu menggemparkan masyarakat dan mencuatnya kembali pro dan kontra soal poligami, bahkan sampai melebar ke ranah politik. Sebelumnya bahkan sudah muncul orang – orang atau bahkan sampai tokoh terkemuka yang melakukan praktik poligami, seperti Wakil ketua DPR dari PBR Zaenal Ma’rif, KH Zainuddin MZ, H Komar, H Rhoma Irama, Kiwil, Parto Patrio, dan praktik poligami terakhir yang diberitakan di media massa dilakoni oleh Aman Jagau, seorang pengusaha yang disinyalir telah menikahi Angel Lelga


(13)

sebagai istri keempatnya. Kabar ini tentunya semakin menguatkan kembali kasus poligami.

Sebagian besar dari kasus poligami inilah yang kemudian dilahap tabloid -tabloid wanita- khususnya, untuk dijadikan berita – berita yang menarik untuk dibicarakan oleh masayarakat terutama kalangan ibu – ibu rumah tangga sebagai sesama kaum hawa dengan para korban poligami.

Dalam antropologi sosial poligami merupakan praktik pernikahan lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang yang bersangkutan) sekaligus pada suatu saat (berlawanan dengan monogami, dimana seseorang memiliki hanya satu suami atau istri pada suatu saat).

Terdapat tiga bentuk poligami yaitu poligini (seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan pernikahan kelompok (group marriage, yaitu kombinasi poligini dan poliandri). Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah namun bentuk poligini merupakan bentuk yang paling umum. Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian kalangan. Terutama kaum feminis menentang poligini, karena mereka menganggap poligini sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita.

Dari cara pandang budaya memang menjadi jelas bahwa poligami merupakan proses dehumanisasi perempuan. Mengambil pandangan ahli pendidikan Freire, dehumanisasi dalam konteks poligami terlihat manakala perempuan yang dipoligami mengalami self-defreciation. Mereka membenarkan, bahkan setuju dengan tindakan poligami meskipun mengalami penderitaan lahir batin luar biasa. Tak sedikit diantara mereka yang menganggap penderitaan itu


(14)

adalah pengorbanan yang sudah sepatutnya dijalani, atau poligami itu terjadi karena kesalahannya sendiri. Dalam kerangka demografi, para pelaku poligami kerap mengemukakan argumen statistik. Bahwa apa yang mereka lakukan hanyalah berja bakti untuk menutupi kesenjangan jumlah penduduk yang tidak seimbang antara lelaki dan perempuan. Tentu saja argumen ini malah menjadi bahan tertawaan. Sebab, statistik meskipun jumlah perempuan sedikit lebih tinggi, namun itu hanya terjadi pada usia diatas 62 tahun atau dibawah 20 tahun. Bahkan, di dalam kelompok umur 25-29 tahun, 30-34 tahun, 45-49 tahun, jumlah lelaki lebih tinggi (sensus DKI dan nasional tahun 2000).

Namun, jika argumen agama akan digunakan, maka sebagaimana prinsip yang dikandung dari teks – teks keagamaan itu, dasar poligami seharusnya dilihat sebagai jalan darurat. Dalam kaidah fikih, kedaruratan memang diperkenankan. Ini sama halnya dengan memakan bangkai; suatu tindakan yang dibenarkan manakala ada yang lain yang bisa dimakan kecuali bangkai.

Dalam praktik fikih Islam, sebenarnya pilihan monogami atau poligami dianggap persoalan parsial. Predikat hukumnya akan mengikuti ruang dan waktu. Karena itu pilihan monogami – poligami bukanlah sesuatu yang prinsip. Yang prinsip adalah keharusan untuk selalu merujuk pada prinsip – prinsip dasar syariah yaitu keadilan membawa kemaslahatan dan tidak mendatangkan mudarat atau kerusakan. Manakala diterapkan, maka untuk mengidentifikasi nilai – nilai prinsipal dalam kaitannya dengan praktik poligami ini, semestinya perempuan diletakkan sebagai subjek penentu keadilan. Ini pinsip karena merekalah yang secara langsung menerima akibat poligami. Dan, untuk pengujian nilai – nilai ini


(15)

haruslah dilakukan secara empiris, interdisipliner, dan objektif dengan melihat efek poligami dalam relitas sosial masyarakat.

Islam pada dasarnya memperbolehkan seorang pria beristri lebih dari satu (poligini). Islam memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat orang dengan syarat sang suami harus dapat berbuat adil terhadap seluruh istrinya (Surat an-Nisa ayat 34:3). Poligini dalam islam baik dalam hukum maupun praktiknya, diterapkan secara bervariasi di tiap – tiap negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam.

Pada masyarakat hindu baik poligami maupun poliandri dilakukan oleh sekalangan masyarakat pada zaman dulu. Hinduisme tidak melarang maupun menyarankan poligami. Pada hakekatnya dalam sejarah, hanya raja dan kasta tertentu yang melakukan poligami.

Kemudian pada kitab – kitab kuno agama Yahudi menandakan bahwa poligami diizinkan, tapi berbagai kalangan Yahudi kini melarang poligami. Gereja – gereja Kristen umumnya (Protestan, Katolik, Ortodoks, dan lain – lain) menentang praktik poligami. Namun beberapa gereja memperbolehkan poligami berdasarkan kitab- kitab kuno agama Yahudi. Gereja Katolik merevisi pandangannya sejak masa Paus Leo XIII pada tahun 1866 yakni dengan melarang poligami yang berlaku hingga sekarang. Penganut Mormonisme pimpinan Joseph Smith di Amerika Serikat sejak tahun 1840-an hingga sekarang mempraktekkan, bahkan hampir mewajibkan poligami. Tahun 1882 penganut Mormon memprotes keras undang – undang anti poligami yang dibuat pemerintah Amerika Serikat. Namun praktik ini resmi dihapuskan ketika Utah memilih untuk bergabung


(16)

dengan Amerika Serikat. Sejumlah gerakan sempalan Mormon sampai kini masih

mempraktekkan poligami

Pemerintah Indonesia berencana akan memperluas cakupan mengenai Peraturan Pemerintah (PP) tentang pernikahan. Rencana ini dikemukakan pemerintah setelah muncul kontroversi dalam kasus pernikahan kedua seorang pemuka agama terkenal Aa’ Gym. Pasal 3 UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, menyatakan bahwa “pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang istri”. Namun selama ini poligami bisa dilakukan apabila suami mendapatkan ijin dari pengadilan agama dan memenuhi syarat yang ditetapkan.

Menurut Pasal 4 dari UU Nomor 1 tahun 1974, ijin hanya diberikan kepada suami apabila istri “tidak dapat menjalankan kewajibannya, mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau tidak dapat melahirkan keturunan”, dan memenihi syarat “adanya persetujuan dari istri, kapastian bahwa suami mampu menjamin hidup istri dan anak – anaknya, dan jaminan bahwa suami akan berlaku adil”, seperti diatur pada Pasal 5 Undang – undang yang sama.

Isu dan persoalan perempuan selalu menarik untuk diamati, bahkan dewasa ini semakin banyak ilmuan atau peneliti lebih memfokuskan diri pada pengkajian perempuan secara khusus. Hal ini tentunya tidak terlepas dari kompleksitas permasalahan yang berhubungan dengan perempuan itu sendiri.

Dalam Kamus Basar Bahasa Indonesia (KBBI), perempuan berarti : ”wanita dewasa” dan berdasarkan “Old Japanese English Dictionary” kata perempuan berarti “yang diinginkan”. Dengan maksud bahwa perempuan adalah sesuatu yang diinginkan pria.


(17)

Berdasarkan latar belakang di atas penulis merasa tertarik untuk meneliti berbagai persepsi yang tersebar di kalangan ibu – ibu rumah tangga di kelurahan Asam Kumbang kecamatan Medan Selayang tentang berita poligami yang disajikan di tabloid Nova.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

“Bagaimana persepsi ibu-ibu rumah tangga di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang terhadap berita poligami di tabloid Nova?”.

I.3. Pembatasan Masalah

Suatu penelitian ilmiah agar tidak mengambang, perlu diberikan suatu batasan agar permasalahan yang diteliti menjadi jelas dan sistematis. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, adapun yang menjadi batasan/fokus penelitian ini adalah :

1. Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yang hanya menggambarkan suatu situasi atau peristiwa penelitian, tanpa mencari atau menjelaskan hubungan, serta tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.

2. Jenis berita yang menjadi objek penelitian hanya berita tentang poligami. 3. Penelitian ini hanya dilakukan pada tabloid Nova edisi 4 Desember 2006


(18)

4. Objek penelitian ini adalah ibu – ibu rumah tangga di kelurahan Asam Kumbang kecamatan Medan Selayang dengan usia 25-50 tahun.

5. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi ibu – ibu rumah tangga tentang berita poligami yang disajikan di tabloid Nova.

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan ibu – ibu rumah tangga di kelurahan Asam Kumbang kecamatan Medan Selayang tentang fenomena poligami.

2. Untuk mengetahui persepsi yang terbentuk di kalangan ibu – ibu rumah tangga di kelurahan Asam Kumbang kecamatan Medan Selayang terhadap berita poligami di tabloid Nova.

I.4.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara akademis, penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap keilmuan ilmu komunikasi.

2. Secara teoritis, penelitian berguna untuk memperkaya khasanah penelitian, dan dapat memperluas cakrawala pengetahuan peneliti serta mahasiswa ilmu komunikasi FISIP USU, mengenai poligami dan persepsi khalayak.


(19)

3. Secara praktis, melalui penelitian ini dapat diketahui bagaimana persepsi khalayak di kelurahan Asam Kumbang kecamatan Medan Selayang terhadap berita poligami yang disajikan di tabloid Nova. I.5. Kerangka Teori

Adapun teori – teori yang dianggap relevan dengan masalah penelitian ini adalah :

I.5.1. Teori Agenda Setting

Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw adalah orang yang pertama kali yang memperkenalkan teori agenda setting ini. Teori ini muncul sekitar tahun 1973 dengan publikasi pertamanya berjudul ‘The Agenda Setting Function of The Mass Media” Public Opinion Quarterly no. 37.

Secara singkat teori penyusunan agenda ini mengatakan media tidak selalu berhasil memberitahu apa yang kita pikir, tetapi media tersebut benar-benar berhasil memberitahu kita berpikir tentang apa. Media massa selalu berhasil mengarahkan pada kita apa yang harus kita lakukan. Media memberikan agenda-agenda lewat pemberitaannya, sedangkan masyarakat akan mengikutinya. Menurut asumsi teori ini media punya kemampuan untuk menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu. Media mengatakan pada kita apa yang penting dan apa yang tidak penting. Media pun mengatur apa yang harus kita lihat atau tokoh siapa yang harus kita dukung.

Coba Anda perhatikan hal-hal yang kita anggap penting untuk dibicarakan dalam pertemuan antar pribadi. Hal-hal itu pulalah yang juga menjadi pusat perhatian media. Memang, kita dapat mengatakan bahwa tidak ada peristiwa penting dapat terjadi tanpa liputan media. Jika memang media tidak meliputnya,


(20)

maka itu berarti tidak penting. Tetapi, apakah media memusatkan perhatian hanya pada suatu peristiwa karena itu memang benar-benar penting atau perhatian medialah yang membuat peristiwa itu penting? Sebenarnya, media mengarahkan kita untuk menusatkan perhatian pada subjek tertentu yang diberitakan media. Ini artinya, media menentukan agenda kita.

I.5.2. Media Massa

Berdasarkan fungsinya media massa dibagi ke dalam media cetak dan media elektronik. Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu instansi atau organisasi. Pesan yang disampaikan melalui media massa bersifat umum (public) karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Kemampuan media massa dapat menimbulkan keserempakan (stimultaneity) pada pihak – pihak khalayak dalam menerima pesan – pesan yang disebarkan.

Ada beberapa jenis media massa, yaitu media yang berorientasi pada aspek : (1) penglihatan (verbal visual), misalnya media cetak ; (2) pendengaran (audio) semata – mata (radio, tape recorder), verbal vokal ; dan (3) pada pendengaran dan penglihatan (televisi, film, video) yang bersifat verbal visual lokal (Liliweri, 2001:3007).

Jenis media yang secara tradisional termasuk ke dalam media massa adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Seiring dengan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah berkembang media – media lain yang kemudian dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan tabloid.


(21)

Marshall McLuhan mengembangkan model inovatif untuk membantu menjelaskan tentang media massa. Dalam pemikiran McLuhan, buku, majalah, tabloid dan surat kabar adalah media yang panas (hot media) karena membutuhkan tingkat berpikir yang tinggi untuk menggunakannya. Misalnya, untuk membaca sebuah buku seseorang harus membenamkan dirinya untuk memperoleh apa saja dari buku tersebut. Hubungan antara media dan pembaca sangat erat. Hal ini juga sama dengan tabloid dan surat kabar. McLuhan juga memikirkan bahwa film sebagai media yang panas karena melibatkan penonton secara menyeluruh. Layar yang besar menuntut perhatian penuh dari penonton , dan tertutup, karena ruangan penonton yang gelap menutup gangguan – gangguan yang timbul. Secara berbeda, McLuhan mengklasifikasikan media elektronik, khususnya televisi, sebagai media yang dingin (cool media) karena dapat digunakan dengan keterlibatan intelektual yang sedikit dan hampir tidak memerlukan usaha yang keras. Walaupun televisi memiliki banyak hal yang berhubungan dengan pancaindera dari film, termasuk penglihatan, gerakan, dan suara, tetapi tidak membuat penonton dibanjiri oleh hal itu selain mendorong kesadaran dengan segera. Ketika radio didengarkan, hanya sebagai suara latar belakang saja, tidak memerlukan keterlibatan pendengar sama sekali, dan McLuhan menyebutnya sebagai media yang dingin. Akan tetapi radio adalah media yang panas, ketika mengikutsertakan khayalan pendengar, seperti drama radio.

I.5.3. Berita

We cannot not communicate. Kita (manusia) tidak dapat tidak berkomunikasi. Demikian bunyi proposisi dasar dalam perspektif ilmu


(22)

komunikasi. Hukum dasar tersebut pada dasarnya menegaskan bahwa setiap tingkah laku manusia adalah mengandung pesan. Dari cara berpakaian hingga gerak tubuh kita, disadari atau tidak, adalah pesan yang hendak disampaikan kepada orang lain.

Bila dilihat dari tujuan penyampaiannya (penerima pesan), komunikasi dibedakan menjadi komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok dan komunikasi massa. Komunikasi yang terakhir pada lazimnya menggunakan media massa sebagai sarana (medium) untuk menyampaikan pesan. Salah satu bentuk komunikasi massa adalah berita.

Karena bersifat massal, maka berita sebagai bentuk komunikasi memiliki kekhasan berupa penerapan prinsip dan kode etik jurnalistik sebagai koridor penyampaian informasi sehingga tidak bias dari kepentingan khalayaknya.

Secara bahasa kata jurnalistik atau journalistic dalam Bahasa Inggris berasal dari kata du jour atau journal yang berasal dari Bahasa Perancis, yang artinya hari atau catatan harian. Secara istilah, jurnalistik adalah proses penulisan dan penyebaran informasi berupa berita, feature, dan opini melalui media massa.

Informasi berarti keterangan, pesan, gagasan, atau pemberitahuan tentang suatu masalah atau peristiwa. Dalam definisi jurnalistik yang dimaksud dengan informasi adalah news (berita), views (pandangan atau opini), dan karangan khas yang disebut feature (berisikan fakta dan opini).

Penulisan informasi adalah aktivitas penulisan atau penyusunan berita, opini, dan feature untuk dipublikasikan atau dimuat di media massa. Pelakunya adalah wartawan (journalist) dan penulis (writer).


(23)

Tidak ada definisi baku yang menjelaskan tentang definisi berita. Menurut Mitchel V. Charnley, berita adalah laporan tercepat dari suatu peristiwa atau kejadian yang faktual, penting, dan menarik bagi sebagian besar pembaca, serta menyangkut kepentingan mereka.

Berita (news) berasal dari bahasa Latin yaitu Novus (Noval) yang berarti baru (new). Artinya berita selalu merupakan kejadian yang bersifat baru, yaitu baru diketahui oleh penerima berita. Dikalangan wartawan ada yang mengartikan news sebagai singkatan dari :

- North - utara - East - timur - West - barat - South - selatan

Mereka mengartikan berita sebagai laporan dari keempat penjuru angin tersebut, laporan dari mana – mana, dari berbagai tempat di duni a ini (Effendy, 1993:130).

Berita adalah laporan tentang gagasan, kejadian atau konflik yang baru terjadi, yang menarik bagi konsumen berita dan menguntungkan bagi pembuat berita itu sendiri. Atau berita adalah segala sesuatu yang pada waktu tertentu menarik hati sejumlah orang, dan berita yang baik adalah yang paling menarik bagi banyak orang (pembaca atau pendengar).

William S. Maulsby mendefenisikan berita adalah suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut.


(24)

Prof. Mitchel V. Charnley dalam bukunya “Reporting”, mendefenisikan berita adalah laporan tercapat mengenai fakta dan opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau keduanya, bagi sejumlah besar penduduk (Effendy, 1993:131).

I.5.4. Teori Persepsi

Persepsi pada dasarnya merupakan suatu proses yang terjadi dalam pengamatan seseorang terhadap orang lain. Persepsi juga diartikan sebagai proses, pemahaman terhadap informasi yang disampaikan oleh orang lain yang saling berkomunikasi, berhubungan atau bekerjasama. Jadi setiap orang tidak terlepas dari proses persepsi.

Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikemukakan Le Boueuf (Effendy, 1992:48) yang mengatakan bahwa persepsi adalah pemahaman kita terhadap apa yang kita alami. Penafsiran kita terhadap apa yang kita lihat dan kita dengar yang dipengaruhi oleh kombinasi antar pengalaman masa lalu, keadaan serta psikologi yang benar – benar sama. Bagi setiap orang apa yang dipersepsikan itulah kenyataannya (Rakhmat, 2000:55).

Menurut Desiderato persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli) (Rakhmat, 2000:55) : sensasi adalah bagian dari persepsi, walaupun begitu menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori.

Menurut Kenneth E. Anderson, atensi atau perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat


(25)

stimuli lainnya melemah (Rakhmat, 2000:52). Terdapat dua faktor eksternal dan internal dalam menarik perhatian :

1. Faktor eksternal penarik perhatian yaitu :

 Gerakan

 Intensitas stimuli

Kebauran (Novelty)

 Perulangan

2. Faktor internal penarik perhatian yaitu :

 Faktor biologis

 Faktor sosiopsikologis (Rakhmat, 2000:53)

Sensasi berasal dari kata “sense”, artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. “Bila alat-alat indera mengubah informasi menjadi impuls-impuls saraf – dengan ‘bahasa’ yang dipahami oleh (‘komputer’) otak – maka terjadilah proses sensasi,” kata Dennis Coon. “Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan indera,” tulis Benyamin B. Wolman.

Apapun definisi sensasi, fungsi alat indera dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting. Melalui alat indera, manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih dari itu, melalui alat indralah manusia memperoleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunia. Tanpa alat indera manusia sama, bahkan mungkin lebih dari rumput-rumputan, karena rumput dapat juga mengindera cahaya dan humiditas (Rakhmat, 2000:49).


(26)

Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Demikian definisi yang diberikan oleh Kenneth E. Andersen. Perhatian terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada alah atu alat indera kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera yang lain.

Ekspektasi atau harapan adalah sesuatu hal yang diinginkan atau cita – citakan oleh seseorang atau kelompok orang agar dapat terwujud atau tercapai. Ekspektasi setiap individu bergantung kepada orientasi budaya yang dimilikinya. Orientasi budaya individu tersebut, nantinya akan sangat menentukan prilaku dan harapan yang akan memberi makna pada sejumlah nilai yang akan diperolehnya. Orientasi tersebut berkaitan dengan variabel sistem sosial, yang terdiri dari :

a. Faktor demografis, antara lain : jenis kelamin, usia dan lain-lain. b. Faktor etnografis, antara lain :suku bangsa, bahasa dan lain-lain.

c. Faktor status sosial dan ekonomi, antara lain : tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan.

d. Afiliansi kelompok formal dan informal, antara lain : organisasi profesi yang terdiri dari seni budaya, olah raga, organisasi kekeluargaan dan lain-lain.

Motivasi merupakan dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu untuk memenuhi keinginan atau kebutuhannya. Untuk mendapatkan apa yang menjadi harapan seseorang, tentu saja sangan diperlukan peranan motivasi dari diri seseorang. Adapun keberadaan dan motivasi seseorang dipenuhi oleh faktor – faktor :


(27)

 Suasana emosional (Rakhmat, 2000:56)

Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya.

Kita tidak menyadari pekerjaan memori pada dua tahap yang pertama. Kita hanya mengetahui memori pada tahap ketiga pemanggilan kembali. Pemanggilan diketahui dengan empat cara yaitu :

1. Pengingatan (Recall) adalah proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatin (kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas. 2. Pengenalan (Recognation). Agak sukar untuk mengingat kembali sejumlah

fakta, akan tetapi lebih mudah mengenalnya kembali.

3. Bekerja lagi (Relearting). Menguasai kembali pelajaran sudah pernah kita peroleh termasuk pekerjaan memori.

4. Redintegrasi (Redintegration) adalah merekonstruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk memori kecil (Rakhmat, 2000:62-63).

William James mengatakan bahwa persepsi terbentuk atas dasar data – data yang kita proses dari lingkungan yang diserap oleh indera serta sebagian lainnya diperoleh dari pengolahan ingatan (memori) kita dan kemudian diolah kembali didasarkan pengalaman yang kita miliki.

Sementara itu Philip Kotler mengidentifikasikan persepsi sebagai berikut : “Perception is the process by wich and individual selects, organizes

and interprets information inputs to create a meaningful pictures of the world”.


(28)

(Persepsi adalah proses dimana individu memilih, menyusun dan mengartikan informasi yang masuk untuk membuat gambaran berarti dari dunia).

Ada beberapa hal khusus yang dibawa Philif Kotler sebagai faktor tambahan dalam penyaringan yaitu :

1. Sifat fisik rangka/stimuli yang diterima

2. Pengaruh rangsangan/stimuli terhadap alat indera komunikasi 3. Suasana ketika induvidu menerima rangsangan tadi

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu hal penting yang dialami oleh setiap orang. Setiap orang akan menerima segala sesuatu berupa informasi ataupun segala rangsangan yang dating dari lingkungannya, dalam batas – batas kemampuannya. Segala rangsangan yang diterimanya tersebut diolah dan selanjutnya diproses.

Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja. Tentu saja ada faktor – faktor yang mempengaruhi. Faktor – faktor itulah yang menyebabkan dua orang yang melihat sesuatu mungkin memberi interpretasi yang berbeda tentang yang dilihatnya itu. Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat 3 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang yaitu :

1. Diri orang yang bersangkutan sendiri. Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberi interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapannya.

2. Sasaran persepsi tersebut. Sasaran itu mungkin berupa orang, benda atau peristiwa, sifat – sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi


(29)

orang yang melihatnya. Dengan kata lain, gerakan, suara, ukuran tindak tanduk, dan ciri – ciri lain dari sasaran persepsi itu turut menentukan cara pandang orang melihatnya.

3. Faktor situasi. Persepsi harus dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu pula mendapatkan perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam pertumbuhan persepsi seseorang.

I.6. Keranga Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkina hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada perumusan hipotesa (Nawawi, 1995:40).

Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu, yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:57).

Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya.

Tradisi poligami adalah tradisi yang sama tuanya dengan peradaban manusia. Tercatat dalam sejarah Israel Kuno bahwa Raja Solomo (Nabi Sulaiman) memiliki 700 istri dan 300 selir. Sementara Raja David (Nabi Daud) punya enam istri dan sejumlah selir. Dalam sejarah masyarakat Islam formatif tercatat beberapa tokoh yang juga memiliki banyak istri. Sejarah mencatat Mughirah Shuebah memiliki 80 istri sepanjang hidupnya. Muhammad Thayib (423 H)


(30)

pernah menikahi sejumlah 900 perempuan, bahkan salah seorang pemimpin besar kekhalifahan Abbasiyah yang membawa Islam ke zaman keemasan, Harun ar-Rasyid, membangun tempat besar khusus untuk lebih dari seribu selirnya. Demikian pula yang terjadi pada raja – raja Jawa terdahulu.

Kenyataan itu memberikan kesadaran kepada kita bahwa poligami sebenarnya menemukan kedekatannya dengan budaya. Sering terdapat kaitan antara poligami dengan akses kekuasaan dan ekonomi dibanding ajaran keagamaan.

Poligami saat ini begitu santer dibicarakan di masyarakat khususnya di kalangan perempuan. Hal ini mencuat ketika berita tentang menikahnya KH Abdullah Gymnastiar yang akrab dipanggil Aa Gym untuk yang kedua kalinya. Karena sosok Aa Gym di mata sebagian besar perempuan adalah seorang pemimpin keluarga yang ideal dan penuh keteladanan, disamping beliau sebagai ustadz terkenal yang wajahnya tidak asing lagi sering muncul di berbagai media massa. Keputusan Aa Gym menikah lagi menjadi pukulan tersendiri bagi kaum hawa yang selama ini mengidolakannya. Hampir sebagian besar perempuan berkomentar kecewa atas pernikahan Aa Gym itu, karena bagi mereka walaupun agama membolehkan berpoligami secara syar’i namun yang akan merasakan pahitnya adalah kaum hawa.

Poligami sebenarnya sudah lama menjadi polemik di kalangan umat Islam Indonesia maupun di kalangan non-Islam. Persoalannya adalah masih relavankah poligami untuk diterapkan saat di sebuah era dimana komitmen untuk mengakui kesamaan harkat dan martabat laki – laki dan perempuan sudah sedemikian kuat. Menurut pendapat mereka poligami menjadikan seorang wanita teraniaya,


(31)

tertindas, kehilangan harga dirinya. Apalagi cemoohan masyarakat sekitar yang memang sebagian besar memandang rendah pelaku poligami. Hal ini kemudian dijadikan jastifikasi (pembenar) oleh sebagian kalangan untuk menolak keabsahan poligami sebagai sebuah realita hukum Islam. Bahkan, tidak jarang kalangan Islam Liberal, termasuk feminisme memandang poligami sebagai salah satu bentuk penindasan atau tindakan diskriminatif atas perempuan.

Kaum feminis radikal memandang, bahwa kebolehan poligami merupakan deklarasi penindasan laki – laki atas perempuan yang tiada akhir. Mereka menuduh agama Islam – yang membolehkan poligami- telah bertindak bias gender. Pandangan seperti ini telah merasuk pikiran banyak aktivis perempuan dewasa ini dan sebagian besar masyarakat. Bahkan pandangan seperti ini seakan – akan memperoleh legitimasi dengan adanya praktik – praktik poligami di tengah masyarakat kita yang tidak sesuai dengan tuntutan Islam. Ditambah lagi dengan adanya sosialisasi yang sistematis dan berkesinambungan tentang pencitraburukan ibu tiri/istri muda, baik melalui film maupun cerita –

cerita rakyat

Khalayak biasa disebut dengan istilah penerima, sasaran, pembaca, pendengar, pemirsa, audience, decoder, atau komunikan. Khalayak adalah salah satu aktor dari proses komunikasi. Karena itu unsur khalayak tidak boleh diabaikan karena apabila komunikasi itu diboikot oleh khalayak sudah pasti komunikasi itu akan gagal mencapai tujuannya.

Khalayak bisa didefinisikan beberapa individu, keluarga dan masyarakat. Ada tiga aspek yang perlu diketahui oleh seorang komunikator menyangkut


(32)

khalayaknya, yakni aspek sisiodemografik, aspek profil psikologis dan aspek karakteristik perilaku khalayak (Cangara, 2000:151).

Tidak bisa dipungkiri, audience yang dimaksud dalam komunikasi massa ini sangat beragam, dari jutaan penonton televisi, ribuan pembaca buku atau ratusan pembaca jurnal ilmiah. Masing – masing audience ini berbeda satu sama lain. Mereka berbeda dalam cara berpakaian, berpikir, menanggapi pesan yang diterimanya, pengalaman dan orientasi hidupnya. Tetapi masing – masing individu ini juga saling mereaksi satu sama lain terhadap pesan yang diterimanya. Khalayak memiliki sifat – sifat sebagaimana yang ada pada konsep massa, namun lebih spesifik teragregat pada suatu media massa. Sifat dari audien massa umpamanya :

1. Terdiri dari jumlah yang besar. Pendengar radio, televisi, atau pembaca koran adalah massa dalam jumlah yang besar. Sulit memprediksi jumlah mereka. 2. Suatu pemberitaan media massa dapat ditangkap oleh masyarakat dari

berbagai tempat, sehingga sifat audien massa juga ada tersebar dimana-mana, terpencar, dan tidak mengelompok pada wilayah tertentu.

3. Pada mulanya audiensi massa tidak interaktif, artinya antara media massa dan pendengar atau pemirsanya tidak saling berhubungan, namun saat ini konsep ini mulai ditinggal, karena audien massa dan media massa dapat berinteraksi satu dengan lainnya melalui komunikasi telepon. Dengan demikian, maka audiensi massa memiliki pilihan berinteraksi atau tidak berinteraksi dengan media massa.

4. Terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang sangat heterogen. Audiensi massa tidak dapat dikategorikan terdiri dari segmentasi tertentu, kalaupun ada


(33)

seperti dalam acara – acara televisi dan radio maupun media cetak, maka heterogenitas dalam segmen tersebut tidak dapat dihindari.

5. Tidak terorganisir dan bergerak sendiri. Karena sifatnya yang besar, maka audiensi massa sulit diorganisir dan akhirnya bergerak sendiri – sendiri.

I.7. Variabel Operasional

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep di atas maka dibuat variabel operasional yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, yaitu sebagai berikut :

Tabel 1.1 Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Operasional Berita Poligami di Tabloid

Nova

1.Fakta 2.Opini 3.Menarik 4.Penting Persepsi Ibu – Ibu Rumah

Tangga

1.Sensasi 2.Atensi 3.Ekspektasi 4.Motivasi 5.Memori

Karakteristik Responden 1.Usia 2.Pendidikan 3.Suku bangsa 4.Agama


(34)

I.8. Definisi Variabel Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain definisi operasional adalah salah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995:46).

Definisi operasional dari variabel – variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Berita Poligami di tabloid Nova, terdiri dari :

a. Fakta : apakah berita yang disajikan dalam tabloid Nova merupakan fakta atau kenyataan dari realitas kehidupan yang sebenarnya.

b. Opini : apakah berita yang disajikan dalam tabloid Nova merupakan opini dan hanya sekedar pendapat sepihak dari realitas kehidupan. c. Menarik : seberapa besar berita tersebut dapat menarik perhatian

ibu-ibu rumah tangga.

d. Penting : seberapa besar berita tersebut dianggap penting oleh ibu-ibu rumah tangga di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang.

2. Persepsi ibu – ibu rumah tangga, terdiri dari :

a. Sensasi : pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan indera.

b. Atensi : seberapa besar perhatian ibu-ibu rumah tangga tersebut dalam membaca berita tentang poligami di tabloid Nova.


(35)

c. Ekspektasi : harapan atau tujuan apa yang mendorong ibu-ibu rumah tangga tersebut untuk membaca berita tentang poligami di tabloid Nova.

d. Motivasi : motivasi atau dasar apa yang mendorong ibu-ibu rumah tangga tersebut untuk membaca berita poligami di tabliod Nova.

e. Memori : sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan mengunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya.

3. Karakteristik Responden, terdiri dari :

a. Usia : umur responden saat mengisi kuesioner. Tingkatan umur responden yang akan dijadikan sampel yaitu 25-50 tahun.

b. Pendidikan : tingkat pendidikan terakhir dari responden yang kan dijadikan sampel

c. Suku Bangsa : suku bangsa dari responden d. Agama : agama yang dianut oleh responden I.9. Metodologi Penelitian

I.9.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode yang hanya memaparkan situasi dan peristiwa. Tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat prediksi. Metode deskriptif bertujuan untuk melukiskan secara sistematis karakteristik populasi atau bidang – bidang tertentu secara faktual dan cermat tanpa mencari atau menjelaskan suatu hubungan (Rakhmat, 2004:27).


(36)

I.9.2. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di kelurahan Asam Kumbang kecamatan Medan Selayang, mengingat lokasi tersebut terdiri dari beraneka ragam suku, religi, dan status sosial sehingga khalayaknya yang berbeda – beda dan layak untuk dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini.

I.9.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda, hewan, dan tumbuh – tumbuhan, gejala – gejala, nilai test, atau peristiwa – peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Nawawi, 1995:141).

Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh ibu- ibu rumah tangga di kelurahan Asam Kumbang kecamatan Medan selayang yang berusia antara 25-50 tahun. Adapun yang menjadi alasan bagi peneliti dalam memilih populasi tersebut karena berdasarkan pengamatan peneliti, ibu – ibu rumah tangga di kelurahan Asam Kumbang kecamatan Medan Selayang memiliki latar belakang yang beragam, misalnya dari tingkat pendidikannya, usia, agama dan suku bangsa, sehingga sangat mendukung penelitian. Sedangkan batasan usia dilakukan karena pada usia di atas termasuk usia yang produktif dan mampu untuk memberikan penilaian terhadap fenomena poligami.

Berdasarkan data yang diperoleh, penduduk di kelurahan Asam Kumbang kecamatam Medan Selayang adalah sebanyak 13250 jiwa dan yang layak untuk menjadi objek penelitian adalah sebanyak 3505 jiwa (kantor lurah kelurahan Asam Kumbang.


(37)

Tabel 1

Jumlah penduduk kelurahan Asam Kumbang Lingkungan Ibu – ibu Rumah

Tangga 25-50 tahun

Jumlah Jiwa

I 368 1840

II 376 1353

III 383 1480

IV 472 1525

V 209 736

VI 250 820

VII 320 1280

VIII 475 1210

IX 367 1723

X 275 1276

Jumlah 3505 13250

Sumber : Kantor Lurah Kelurahan Asam Kumbang

I.9.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil dengan menggunakan cara – cara tertentu (Nawawi, 1995:144).

Berdasarkan data populasi yang ada, maka untuk menghitung jumlah sampel digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90% (Kriyantono, 160:2006) yakni sebagai berikut :

1 ) ( 2 + =

d N

N


(38)

1 ) 1 , 0 ( 3505 3505 2 + = 1 05 , 35 3505 + = 05 , 36 3505 =

= 97 orang

Keterangan : N = Populasi n = Sampel

d = Presisi (yang digunakan adalah 10% atau 0,1)

Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 97 orang. Sedangkan untuk menentukan responden yang berhak dijadikan sampel digunakan Teknik Stratified Proporsional Random Sampling. Penggunaan teknik ini memungkinkan untuk memberi peluang kepada populasi yang lebih kecil untuk tetap dipilih sebagai sampel (Rakhmat, 2004:79) dengan rumus :

N nlxn

N =

Keterangan : nl : jumlah jiwa n : jumlah sampel N : populasi

Berdasarkan rumus di atas maka dapat dihitung sampel yang terpilih di setiap lingkungan adalah :


(39)

Tabel 2

Proporsional Random Sampling Lingkungan Populasi Penarikan

Sampel

Sampel

I 368

3505 97

368x 10

II 376

3505 97

376x 10

III 383

3505 97

383x 11

IV 472

3505 97

472x 13

V 209

3505 97

209x 6

VI 250

3505 97

250x 7

VII 320

3505 97

320x 9

VIII 475

3505 97

475x 13

IX 367

3505 97

367x 10

X 275

3505 97

275x 8


(40)

I.10. Teknik Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel pada penelitian ini adalah : I.10.1. Purposive Sampling

Pengambilan sampel dengan teknik ini disesuaikan dengan tujuan penelitian, dimana sampel yang digunakan sesuai denga kriteria – kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Kriteria sampelnya adalah masyarakat di kelurahan Asam Kumbang kecamatan Medan Selayang yang berusia 25-50 tahun.

I.10.2. Accidental Sampling

Pengambilan sampel yang dilakukan denagn cara mengambil sampel siapa saja yang secara kebetulan ditemukan di lapangan (lokasi penelitian). Setelah jumlahnya diperkirakan mencukupi maka pengumpulan data dihentikan (Nawawi, 1995:156).

I.11. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua teknk pengumpulan data, yaitu :

I.11.1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Yaitu dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian.

I.11.2 Penelitian Lapangan (Field Research)

Yaitu pengumpulan data yang meliputi kegiatan survei di lokasi penelitian, pengumpulan data dari responden melalui :

1. Kuesioner, yaitu alat pengumpul dalam bentuk sejumlah pertanyaan


(41)

1991:117). Dalam hal ini peneliti akan menyebar kuesioner kepada masyarakat di kelurahan Asam Kumbang kecamatan Medan Selayang yang terpilih menjadi sampel.

2. Pengamatan Langsung (observasi), yaitu pengamatan dan pencatatan

secara sistematis terhadap gejala – gejala yang tampak pada objek penelitian (Nawawi, 1998:100). Observasi terhadap media cetak (Tabloid) dilakukan dalam rangka mengamati gejala yang akan diteliti dari berita poligami di tabloid Nova.

I.12. Teknik Analisis Data I.12.1. Analisis Tabel Tunggal

Merupakan suatu analisa yang dilakukan dengan membagi – bagikan variabel penelitian ke dalam kategori – kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa data yang terdiri dari dua kolom yaitu kolom sejumlah frekuensi dan kolom presentase untuk setiap kategori (Singarimbun, 1995:266).

I.13. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari 5 bab, dimana tiap bab memiliki keterkaitan dan saling mendukung.

BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskna latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, kerangka konsep, operasional variabel, dan definisi operasional variabel.


(42)

BAB II URAIAN TEORITIS

Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup komunikasi, komunikasi massa, media massa, berita, teori persepsi dan teori agenda setting.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Menjelaskan mengenai deskripsi lokasi penelitian, metode penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI DATA

Bab ini berisikan hasil dan pembahasan terdiri dari tingkat reliabilitas, analisis tabel tunggal beserta pembahasannya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan hasil penelitian yang diperoleh peneliti, terdiri dari kesimpulan terhadap permasalahan yang diteliti beserta saran-saran terhadap pihak yang berkepentingan secara akademis dan praktis disertai dengan daftar pustaka dan lampiran.


(43)

BAB II

URAIAN TEORITIS II.1. Komunikasi dan Komunikasi Massa

II.1.1 Komunikasi

II.1.1.1 Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa Latin Communico yang artinya membagi.

Sebuah definisi singkat dibuat oleh Harold D. Lasswell bahwa cara yang tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya”.

Lainnya halnya dengan Steven, justru ia mengajukan sebuah definisi yang lebih luas, bahwa komunikasi terjadi kapan saja suatu organisme memberi reaksi terhadap suatu objek atau stimuli. Apakah ia berasal dari seseorang atau lingkungan sekitarnya.

Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi kmunkasi antar manusia (human communication) bahwa :

“Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengarur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antar sesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku


(44)

orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu”.

Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat defenisi bahwa :

“Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”

Definisi ini kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama D. Lawrence Kincaid (1981) sehingga melahirkan suatu definisi baru yang menyatakan bahwa :

“Komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam”.

Rogers mencoba mengspesifikkan hakikat suatu hubungan dengan adanya suatu pertukaran informasi (pesan), di mana ia menginginkan adanya perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.

Definisi-definisi yang dikemukakan di atas tentunya belum mewakili semua definisi komunikasi yang telah dibuat oleh banyak pakar, namun sedikit banyaknya kita telah dapat memperoleh gambaran seperti apa yang diungkapkan oleh Shannon dan Weaver (1949) bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau


(45)

tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi.

Karena itu jika kita berada dalam suatu situasi berkomunikasi, maka kita memiliki beberapa kesamaan dengan orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi.

II.1.2 Komunikasi Massa

II.1.2.1 Definisi Komunikasi Massa

Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan para ahli komunikasi. Banyak ragam dan titik tekan yang dikemukakannya. Tetapi, dari sekian banyak definisi itu ada benang merah kesamaan definisi satu sama lain. Pada dasarnya komunikasi adalah komunikasi massa melalui media massa (media cetak dan elektronik). Sebab, awal perkembangannya saja, komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa), yaitu media massa (atau saluran) yang dihasilkan oleh teknologi modern. Hal ini perlu ditekankan sebab ada media yang bukan media massa yakni media tradisional seperti kentongan , angklung, gamelan dan lain-lain. Jadi di sini jelas media massa menunjuk pada hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa.

Massa dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa. Dengan kata lain, massa dalam sikap dan perilakunya berkaitan dengan peran media massa. Oleh karena itu, massa di sini menunjuk kepada khalayak , audience, penonton, pemirsa atau pembaca. Beberapa istilah ini berkaitan dengan media massa.


(46)

Ada satu definisi komunikasi massa yang dikemukakan Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) akan semakin memperjelas apa itu komunikasi massa. Menurut mereka sesuatu bisa didefinisikan sebagai komunikasi massa jika mencakup ;

1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan perlatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media modern pula antara lain surat kabar, majalah, televisi, film atau gabungan diantara media tersebut.

2. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas audience dalam komunikasi massa inilah yang membedakan pula dengan jenis komunikasi yang lain. Bahkan pengirim dan penerima pesan tidak saling mengenal satu sama lain.

3. Pesan adalah publik. Artinya bahwa pesan ini bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang. Karena itu, diartikan milik publik.

4. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya tidak berasal dari seseorang, tetapi lembaga. Lembaga ini pun biasanya berorientasi pada keuntungan bukan organisasi suka rela atau nirlaba. 5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (pentapis informasi).

Artinya, pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dokontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media


(47)

massa. Ini berbeda dengan komunikasi antar pribadi, kelompok atau publik dimana yang mengkontrol tidak sejumlah individu. Beberapa individu dalam komunikasi massa itu ikut berperan dalam membatasi, memperluas pesan yang disiarkan. Contohnya adalah seorang reporter, editor film, penjaga rublik dan lembaga sensor lain dalam media itu bisa berfungsi sebagai gatekeeper.

6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Kalau dalam komunikasi jenis lain, umpan balik bisa bersifat langsung. Misalnya, dalam komunikasi antar persona. Dalam komunikasi ini umpan balik langsung dilakukan, tetapi komunikasi yang dilakukan lewat surat kabar tidak bisa langsung alias tertunda (delayed).

Dengan demikian, media massa adalah alat-alat dalam komunikasi massa yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas.

Alaxis S. Tan (1981) mencoba untuk memberikan sifat khusus yang dipunyai oleh komunikasi massa. Ia memberikan ciri komunikasi massa dengan membandingkannya dengan interpersonal communication. “Jika kita bisa membedakan komunikasi massa dengan interpersonal communication kita akan mengetahui apa itu komunikasi massa,” katanya.

Definisi lain pernah dikemukakan oleh Joseph A.Devito yakni, “ Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak komunikasi yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak


(48)

meliputi seluruh penduduk atau semua orang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak berartipula bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barang kali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya;televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku dan pita. II.1.2.2 Ruang Lingkup Komunikasi Massa

Ada beberapa bentuk atau pola komunikasi yang kita kenal antara lain, komunikasi dengan diri sendiri (intrapersonal communication), komunikasi anrat persona (interpersonal communication), komunikasi kelompok (small group communication) dan komunikasi massa (mass communication). Jadi komunikasi massa itu kedudukannya sejajar dengan pola komunikasi yang lain.

Secara ringkas, komunikasi itu melibatkan komunikator sebagai pengampai pesan dan komunikan sebagai penerimanya. Kemudian dua unsur itu dikembangkan lebih lanjut dengan melibatkan saluran (channel), umpan balik (feedback). Perbedaan unsur-unsur yang ada dalam komunikasi ini sangat tergantung pola komunikasi mana yang sedang dibahas.

Dalam komunikasi dengan diri sendiri misalnya, ia hanya membutuhkan unsur komunikator (dirinya sendiri), pesan (dari dirinya sendiri) dan komunikan (dirinya sendiri pula). Dalam komunikasi antar pesona lebih kompleks lagi, misalnya ada noise (kegaduhan), komunikator juga bertindak sebagai komunikan dan sebaliknya. Dalam komunikasi massa lebih kompleks lagi. Ia melibatkan banyak hal. Mulai dari komunikator, komunikan, medeia massa (dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing), unsur proses menafsirkan pesan


(49)

(decoder), feedback yang lebih kompleks karena melibatkan khalayak dalam jumlah besar.

Misalnya kita membayangkan televisi. Dalam televisi ada komunikator yakni televisi itu sendiri. Komunikator di sini tidak hanya satu orang sebab yang namanya televisi itu kumpulan dari banyak unsur. Kemudian ada pesan yang beragam yang dipengaruhi oleh beberapa pihak misalnya wartawan, editor kameraman dan lain-lain. Ketika pesan itu disebarkan ia juga akan sangat terkait dengan banyak hal pula. Apakah gambarnya jelas? Apakah stasiun televisinya tidak dalam keadaan rusak? Apakah suaranya juga jernih terdengar dan lain-lain. Semuanya ini akan sangat mempengaruhi proses penerimaan pesan seseorang. Antar satu orang dengan orang yang lain juga berbeda proses penangkapannya. Misalnya, mereka yang berpendidikan menengah dengan pendidikan tinggi, jelas akan mempunyai perbedaan yang signifikan. Sama-sama menikmati acara film kartun, apa yang ditangkap oleh orang tua dengan anak-anak berbeda. Artinya pesan yang direncanakan oleh komunikator (yakni televisi tersebut) tidak semudah ditangkap 100 persen oleh masing-masing penonton. Artinya, pesan yang disebarkan pada masing-masing pola komunikasi itu berbeda satu sama lain. II.1.2.3 Ciri-ciri Komunikasi Massa

A. Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga

Komunikator dalam komunikasi massa itu bukan satu orang, tetapi kumpulan orang-orang. Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Lembaga yang dimaksud di sini meyerupai sebuah sistem. Sebagaimana kita ketahui, sistem itu adalah “Sekelompok orang, pedoman dan media yang melakukan suatu kegiatan


(50)

mengolah, meyimpan, menuangkan ide, gagasan, simbol, lambang menjadi pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai satu kesepakatan dan saling pengertian satu sama lain dengan mengolah pesan itu menjadi sumber informasi”.

Di dalam sebuah sistem ada interdepedensi, artinya komponen-komponen itu saling berkaitan, berinteraksi dan berinterdepedensi secara keseluruhan. Tidak bekerjanya satu sama lain unsur akan mempengaruhi kinerja unsur-unsur yang lain. Eksistensi kesatuan (totalitas) itu dipengaruhi oleh komponen-komponenya, sebaliknya eksistensi masing-masing komponen itu dipengaruhi oleh kesatuannya. Dengan demikian – dalam sistem sebagai sebuah lembaga dalam komunikasi massa itu – ada beberapa unsur yang membuat sesuatu itu akhirnya disebut sebagai lembaga. Sedang antara unsur dalam lembaga itu ada kerjasama satu sama lain. Tidak bekerjanya satu unsur akan menyebabkan tidak bekerjanya unsur yang lain. Oleh karena itu, berbagai unsur itu saling melengkapi, bekerjasama satu sama lain sehingga sempurnalah sesuatu itu dikatajan sebagai lembaga.

Di dalam komunikasi massa, yang namanya komunikator itu media massa itu sendiri. Itu artinya, komunikatornya bukan orang per orang seperti seorang wartawan misalnya. Wartawan adalah salah satu bagian dari sebuah lembaga. Wartawan sendiri bukan seorang komunikator dalam komunikasi massa. Ia adalah seorang yang sudah terinstitusikan/dilembagakan (institutionalised person). Artinya, berbagai sikap dan perilaku wartawan sudah diatur dan harus tunduk pada sistem yang sudah diciptakan dalam saluran komunikasi massa tersebut.

Menurut Alexis S. Tan (1981) komunikator dalam komunikasi massa adalah organisasi sosial yang mampu memproduksi pesan dan mengirimkannya


(51)

secara serempak, ke sejumlah khalayak yang banyak dan terpisah. Komunikator dalam komunikasi massa biasanya adalah media massa (surat kabar, jaringan televisi, stasiun radio, majalah atau penerbit buku). Media massa ini bisa disebut organisasi sosial karena merupakan kumpulan beberapa individu yang bertanggung-jawab dalam proses komunikasi massa tersebut.

Komunikator dalam komunikasi massa itu lembaga disebabkan elemen utama komunikasi massa itu adalah media massa. Media massa hanya bisa muncul karena gabungan kerjasama dengan beberapa orang. Hal demikian berbeda dengan bentuk komunikasi yang lain. Misalnya komunikasi antar pribadi. Orang terlibat dalam komunikasi ini punya inisiatif sendiri ketika mengadakan komunikasi tanpa aturan tertentu seperti yang disyaratkan dalam komunikasi massa.

Dengan demikian, komunikator dalam komunikasi massa setidak-tidaknya punya ciri sebagai berikut; 1) kumpulan individu-individu, 2) dalam komunikasi individu-individu itu terbatasi perannya dengan sistem dalam media masa, 3) pesan yang disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan atas nama pribadi unsur-unsur yang terlibat, 4) apa yang dikemukakan oleh komunikator biasanya untuk mencapai keuntungan atau mendapatkan laba secara ekonomis.

B. Komunikan dalam Komunikasi Massa Bersifat Heterogen

Untuk memetakan secara jelas mengapa komunikan dalam komunikasi massa itu heterogen bisa dimulai dengan menjadi pertanyaan sebagai berikut; siapa penonton televisi, siapa pembaca surat kabar, siapa pendengar radio dan siapa pengguna internet?.


(52)

Herbert Blumer pernah memberikan ciri tentang karakteristik audience/komunikan sebagai berikut;

1. Audience dalam komunikasi massa sangatlah heterogen. Artinya, ia mempunyai heterogenitas komposisi atau susunan. Jika ditinjau dari asalnya, mereka berasal dari berbagai kelompok dalam masyarakat. 2. Berisi individu-individu yang tidak tahu atau mengenal satu sama lain.

Disamping itu, antar individu itu tidak berinteraksi satu sama lain secara langsung.

3. Mereka tidak mempunyai kepempimpinan atau organisasi formal.

Jadi semakin jelas sifat heterogen yang melekat pada diri komunikan. Dari karakteristik Blumer tersebut ada beberapa hal yang perlu dijelaskan. Misalnya kita bertanya, bagaimana mungkin antar keluarga yang berlainan kota, pada saat acara tertentu sama-sama melihat televisi tidak saling mengenal tidak saling mengenal? Tidak mengenal di sini tidak berarti diartikan khusus. Memang, satu atau dua kasus antar diri komunikan dalam komunikasi massa itu mengenal. Jadi karakteristik ini harus dipahami secara luas bukan sempit.

C. Pesannya Bersifat Umum

Pesan-pesan dalam komunikasi masa itu tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Dengan kata lain, pesan-pesannya ditujuka n pada khalayak yang plural. Oleh karena itu, pesan-pesan yang dikemukakannya pun tidak boleh bersifat khusus. Khusus di sini, artinya pesan itu memang tidak disengaja untuk golongan tertentu.

Kita bisa melihat televisi misalnya. Karena televisi itu ditujukan dan untuk dinikmati oleh orang banyak, maka pesannya harus bersifat umum.


(53)

Misalnya dalam pilihan kata-katanya, sebisa mungkin memakai kata-kata populer bukan kata-kata ilmiah. Sebab, kata ilmiah itu monopoli kelompok tertentu. D. Komunikasinya Berlangsung Satu Arah

Ketika Anda membaca koran maka komunikasi yang berlangsung hanya satu arah, yakni dari media massa (koran) ke Anda dan tidak sebaliknya. Ini sangat berbeda sekali ketika kita melakukan komunikasi tatap muka. Dalam diskusi tentang Aa’ Gym misalnya dengan teman sekelas, saat itu terjadi komunikasi dua arah, dari kita ke teman dan sebaliknya. Bahkan jika kita tidak suka atau tidak setuju dengan pendapat teman kita tadi kita langsung bisa membantahnya. Ini namanya komunikasi dua arah.

Dalam media cetak seperti koran, komunikasi hanya berjalan satu arah. Kita tidak bisa langsung memberikan respon kepada komunikatornya (media massa yang bersangkutan). Kalaupun bisa, sifatnya tertunda. Misalnya, kita mengirimkan ketidaksetujuan pada berita itu melalui rubluik surat pembaca. Jadi, komunikasi yang hanya berjalan satu arah itu akan memberi konsekuensi umpan balik (feedback) yang sifatnya tertunda atau tidak langsung (delayed feedback). E. Komunikasi Massa Menimbulkan Keserempakan

Dalam komunikasi massa itu ada keserempakan dalam proses penyebaran pesan-pesannya. Serempak di sini berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan. Tentunya bersamaan ini juga sifatnya relatif. Majalah atau media sebagai contohnya. Bisa jadi surat kabar bisa dibaca di tempat terbit jam 5 pagi, tetapi di luar kota baru jam 6 pagi. Ini masalah teknis semata. Tetapi, harapan komunikator dalam komunikasi massa, pesan itu tetap ingin dinikmati secara bersamaan oleh para pembacanya. Tak terkecuali bahwa pesan itu (lewat


(54)

surat kabar) disebar (didistribusikan) oleh media cetak tersebut secara bersamaan pula. Hanya karena wilayah jangkauannya saja yang berbeda memungkinkan perbedaan penerimaan. Tetapi, komunikator dalam media massa itu berupaya menyiarkan informasinya secara serentak.

Saat ini, kesulitan tersebut sudah bisa diatasi. Dengan memakai Sistem Cetak Jarak Jauh (SCJJ), kekurangan yang melekat pada media massa cetak itusudah bisa diatasi. Banyak media cetak di Indonesia yang cetaknya di luar kota. Sebut misalnya, Jawa Pos melakukan cetak jarak jauh di Solo, Jakarta dan di daerah Nganjuk. Kompas melakukan cetak jarak jauh untuk wilayah Jawa Tengah di Bawen dan untuk penyebaran di Jawa Timur di kota Surabaya.

F. Komunikasi Massa Mengandalkan Peralatan Teknis

Media massa sebagai alat utama dalam menyampaikan pesan kepada khalayaknya sangat membutuhkan bantuan peralatan teknis. Peralatan teknis yang dimaksud misalnya pemancar untuk media elektronik (mekanik atau elektronik). Televisi disebut media massa yang kita bayangkan saat ini tidak akan lepas dari pemancar. Apalagi dewasa ini sudah terjadi revolusi komunikasi massa dengan perantaraan satelit. Peran satelit akan memudahkan proses pemancaran pesan yang dilakukan media elektronika seperti televisi. Bahkan, saat sekarang sudah sering televisi melakukan siaran langsung(live), dan bukan siaran yang direkam (recorded).

Radio juga sangat membutuhkan stasiun pemancar atau relay. Pemancar ini adalah peralatan teknis yang dibutuhkan radio. Di dalam media surat kabar, dengan SCJJ, peran satelit juga tidak bisa dianggap enteng. SCJJ tidak akan terlaksana tanpa bantuan peralatan teknis seperti halnya satelit tersebut. Meskipun


(55)

ada peralatan teknis lain yang sifatnya lebih sederhana seperti mesin cetak. Untuk saat sekarang, peralatan teknis semakin kompleks seperti yang dipunyai oleh jaringan internet. Dalam jaringan internet disamping dibutuhkan data sebagai bahan dalam internet dibutuhkan perangkat komputer, telepon, modem dan jaringan satelit untuk memudahkan pengiriman pesan-pesannya. Peralatan teknis adalah sebuah keniscayaan yang sangat dibutuhkan media massa. Tak lain agar proses pemancaran atau penyebaran pesannya bisa lebih cepat dan serentak kepada khalayak yang tersebar.

G. Komunikasi Massa Dikontrol oleh Gatekeeper

Gatekeeper atau yang sering disebut pentapis informasi/palang pintu/penjaga gawang, adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Gatekeeper ini berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami.

Sebagaimana kita ketahui, bahan-bahan, peristiwa atau data yang menjadi bahan mentah pesan yang akan disiarkan media massa itu beragam dan sangat banyak. Tentu, tidak semua bahan-bahan tersebut bisa dimunculkan. Di sinilah perlu ada pemilahan, pemulihan dan penyesuaian dengan media yang bersangkutan. Misalnya, televisi sangat berkepentingan untuk melihat gerak isyarat dari para kandidat calaon presiden ketika melakukan kampanye. Maka televisi perlu mengambil gambar yang dianggap unik itu. Sementara pihak media cetak hanya bisa menceritakannya, atau didukung oleh foto, tetapi tidak semua bisa diambil. Media cetak perlu memilih mana gerak isyarat yang paling menarik. Perbedaan demikian, akan mempengaruhi pesan-pesan yang disebarkan.


(56)

Gatekeeper yang dimaksud antara lain reporter, editor film/surat kabar/buku, manajer pemberitaan, penjaga rublik, kameraman, sutradara dan lembaga sensor film yang semuanya mempengaruhi bahan-bahan yang akan dikemas dalam sebuah pesan-pesan dari media massa masing-masing.

Gatekeeper ini juga berfungsi untuk menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah data dan mengurangi pesan-pesannya. Intinya, adalah pihak yang ikut menentukan pengemasan sebuah pesan dari media massa. Semakin kompleks sistem media yang dipunyai semakin banyak pula gatekeeping (pemalangan ointu atau pentapisan informasi) yang dilakukan. Bahkan bisa dikatakan, gatekeeper sangat menentukan berkualitas tidaknya informasi yang akan disebarkan. Baik buruknya dampak pesan yang disebarkan pun tergantung pada fungsi pentapisan informasi atau pemalangan pintu ini.

Dalam pola komunikasi tatap muka atau komunikai kelompok jelas tidak harus dibutuhkan gatekeeper. Tetapi, dalam komunikasi massa, hal demikian tidak bisa dihindari. Gatekeeper keberadaannya sama pentingnya dengan peralatan mekanis yang harus dipunyai media dalam komunikasi massa. Oleh karena itu, gatekeeper menjadi keniscayaan keberadaannya dalam media massa dan menjadi salah satu cirinya.

II.1.2.4 Fungsi Komunikasi Massa

Fungsi-fungsi komunikasi massa menurut Jay Black dan Frederick C. Whitney (1988) antara lain; (1) to inform (menginformasikan), (2) to entertain (memberi hiburan), (3) to persuede (membujuk), dan (4) the transmission of culture (transmisi budaya). Sedangkan fungsi komunikasi menurut John Vivian dalam bukunya The Media of Mass Communication (1991) disebutkan; (1)


(57)

providing information, (2) providing entertainment, (3) helping to persuede, dan (4) contributing to social cohesion (mendorong kohesi sosial).

Ada pula fungsi komunikasi massa yang pernah dikemukakan oleh Harold D. Lasswell yakni, (1) surveilance of the environment (fungsi pengawasan), (2) correlation of the part of society in responding to the environment (fungsi korelasi), dan (3) transmission of the social heritage from one generation to the next (fungsi pewarisan sosial). Sama seperti pendapat Lasswell, Charles Robert Wright (1988) menambah fungsi entertainment (hiburan) dalam fungsi komunikasi massa.

Sedangkan menurut Alexis S. Tan fungsi-fungsi komunikasi bisa beroperasi dalam 4 (empat) hal. Meskipun secara eksplisit ia tidak mengatakan fungsi –fungsi komunikasi massa, tetapi ketika ia menyebut bahwa penerima pesan dalam komunikasi bisa kumpulan orang-orang (a group of person) atau ia menyebutnya mass audience, sedangkan pengirim pesan atau komunikatornya termasuk kelompok orang atau media massa, maka itu sudah bisa dijadikan bukti bahwa fungsi yang dimaksud adalah fungsi komunikasi massa. Paling tidak ia bisa dilihat dari ciri komunikator dan audience-nya.

Untuk memperjelas fungsi-fungsi yang disodorkannya, Alexix S. Tan menyederhanakan dalam tabel sebagai berikut :


(1)

Setelah melalui proses penelitian pun telah terbukti bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa berita poligami yang dimuat di tabloid Nova adalah merupakan fakta dari realitas kehidupan yang sebenarnya (51,5%), tidak ada unsur opini di dalamnya (36,0%). 44,3% responden menyatakan tertarik untuk membaca kembali berita poligami tersebut, sebab dirasa penting dan berguna. Kemudian yang terakhir mayoritas responden menyatakan tidak setuju dengan praktik poligami yang terjadi di kalangan masyarakat tententu (84,6%).

Data tersebut di atas merupakan data yang mewakili independent variable (variabel bebas) yang terdiri dari fakta, opini, penting dan menarik.

2. Persepsi

Persepsi adalah pemahaman kita terhadap apa yang kita alami. Penafsiran kita terhadap apa yang kita lihat dan kita dengar yang dipengaruhi oleh kombinasi antar pengalaman masa lalu, keadaan serta psikologi yang bebar-benar sama. Bagi setiap orang apa yang dipersepsikannya itulah kenyataannya, (Effendy, 1992 : 48).

Menurut Desiderato persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli) (Rakhmat, 1993 : 51). Sensasi adalah bagian dari persepsi, walaupun begitu menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi dan memori.

Adapun kaitan persepsi dengan berita poligami di tabloid Nova adalah bahwa dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui seberapa besar pengetahuan ibu-ibu rumah tangga sebagai responen peneliti tentang fenomena poligami yang


(2)

109

kerap terjadi di sekitar kita. Kemudian lebih jauh untuk mengetahui persepsi apa yang terbentuk di kalangan ibu-ibu rumah tangga tersebut setelah membaca berita poligami di tabloid Nova.

Adapun hasil yang diperoleh peneliti setelah melakukan penelitian, menggambarkan bahwa mayoritas responden menyatakan suka (50,5%) terhadap pemberitaan poligami di tabloid Nova sehingga mendorong mereka untuk selalu membaca (46,3%), karena dirasa sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan mereka (63,9%). Dari segi pemahaman isi 67,0% menyatakan paham terhadap isi berita poligami yang dibaca. Kemudian mayoritas responden menyatakan berita tentang poligami di tabloid Nova menarik perhatian (59,8%), karena mengandung sensasi/sensasional (54,7%). Bahasa penulisan dirasa jelas (60,9%) sehingga isi pesan yang ingin disampaikan dapat ditangkap/dipahami oleh responden. selanjutnya dalam hal mengingat kembali, 44,3% responden menyatakan ingat dengan berita poligami yang dibacanya.

Data di atas merupakan hasil yang mewakili dependent variable (variabel terikat), yang terdiri dari sensasi, atensi, motivasi, ekspektasi dan memori.

3. Teori Agenda Setting

Asumsi dasar teori agenda setting adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi, apa yang dianggap penting bagi media, maka penting juga bagi masyarakat. Oleh karena itu, apabila media massa memberi perhatian pada isi tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum.


(3)

Teori agenda setting mengganggap bahwa masyarakat akan belajar mengenai isu-isu apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya (Effendy dalam Bungin Burhan, 2000:287).

Persepsi masyarakat yang terbentuk adalah gambaran dari teori agenda setting, karena rangasangan yang diberikan oleh media, khususnya dalam penelitian ini adalah tabloid Nova terhadap ibu-ibu rumah tangga melalui pemberitaan yang terus-menerus, dapat menghasilkan respon yang tidak dapat diduga dari ibu-ibu rumah tangga, baik itu respon positif maupun respon negatif. Dari penjelasan tersebut persepsi mayoritas ibu-ibu rumah tangga yang terbentuk adalah menentang adanya praktik poligami.

Dari pembahasan tentang boleh atau tidaknya poligami dilakukan, telah digambarkan bahwa sebenarnya responden tidak memiliki pemikiran bahwa poligami boleh dilakukan atau tidak, karena apabila tidak ada pemberitaan kasus poligami yang diketahui responden dari tabloid Nova, maka tidak ada satu pun yang peduli tentang fenomena poligami.


(4)

111

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN V. 1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pada dasarnya responden yang dijadikan objek penelitian menyatakan bahwa pengetahuan mereka tentang fenomena poligami belum terlalu dalam, hal ini bisa dilihat dari belum tahunya responden akan hal-hal, syarat-syarat maupun hukum mengenai boleh atau tidak nya poligami dilakukan.

2. Umumnya responden menyatakan bahwa isi pemberitaan poligami di tabloid Nova bermanfaat, selain menambah pengetahuan tentang fenomena poligami mereka juga sebisa mungkin menghindari hal-hal yang memicu terjadinya praktik poligami dalam kehidupan pribadi/rumah tangga mereka.

3. Mayoritas responden menyatakan bahwa pengetahuan mereka tentang fenomena poligami sangat kurang, tapi setelah membaca pemberitaan tentang poligami di tabloid Nova pengetahuan responden bertambah sehingga sebahagian besar dari ibu-ibu runah tangga tersebut menentang praktik poligami karena menurut mereka dengan praktik poligami kaum wanita menjadi teraniaya, tersisihkan, tertindas dan tidak dihargai harkat dan martabatnya.


(5)

V.2. Saran

1. Diharapkan tabloid Nova dalam setiap pemberitaannya selain berimbang, juga lebih kritis dalam menghadirkan tokoh atau aktor yang terlibat, dengan demikian tidak ada suatu kelompok yang dirugikan dalam suatu pemberitaan. 2. Dengan membaca pemberitaan tentang poligami di tabloid Nova ibu-ibu

rumah tangga dapat menghindari hal-hal yang dapat memicu praktik poligami dalam kehidupan rumah tangganya, karena tidak ada wanita yang ingin dipoligami, dan agar mereka mampu mempertahankan hak-hak mereka yang telah ada untuk tidak direbut oleh orang lain.

3. Diharapkan tabloid Nova dapat memberikan jalan keluar bagaimana solusi agar kaum wanita dapat terhindar dari praktik poligami serta cara menghadapi poligami yang telah terjadi, sebab sedikit sekali (mungkin tidak ada) wanita yang telah menikah rela dipoligami.

4. Agar lebih menarik sebaiknya tabloid Nova meningkatkan mutu dan kualitasnya sebab khalayak bebas memilih media. Media yang tidak mampu bersaing akan ditinggalkan khalayaknya.


(6)

113

BIODATA

Nama : Reyna Datin

Tempat Tanggal Lahir : Medan, 11 September 1985

Agama : Islam

Alamat : Jln. Bunga Asoka no. 91 Medan Nama Orang Tua : Afri Sinaga

Nurhanisyah Harahap Pendidikan : SDN III, Gunung Tua. 1997

SLTP I, Gunung Tua. 2000

SMUN III Plus Ypmhb, Sipirok. 2003 Email : Reyna_imoeet@yahoo.co.id


Dokumen yang terkait

Terpaan “Reportase Investigasi” Dan Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga(StudiKorelasional Tentang Terpaan “Reportase Investigasi” Trans Tv Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga Di Lingkungan Iv Kelurahan Besar Kecamatan Medan Labuhan)

0 63 106

Perilaku Ibu Rumah Tangga Terhadap Penggunan Air Sungai Siak Sebagai Sumber Air Bersih Di Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2004

0 44 79

Pengaruh Sosial Ekonomi dan Budaya terhadap Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalam Pengelolan Sampah di Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar Tahun 2011

0 71 117

Terpaan Acara Infotainment di Televisi Dan Persepsi Ibu Rumah Tangga (Study Korelasional Mengenai Terpaan Acara Infotaiment di Televisi terhadap Persepsi Ibu Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang Fenomena Perceraian)

9 106 121

Persepsi Ibu Terhadap Metode Kontrasepsi Efektif Terpilih di Kelurahan Jati Karya Binjai 2008

0 34 46

PERSEPSI IBU RUMAH TANGGA TENTANG SINETRON LIONTIN 2 DI RCTI(Studi pada Ibu Rumah Tangga RT. 05 RW. 01 Kelurahan Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru Malang)

0 3 2

PERSEPSI IBU RUMAH TANGGA TENTANG PENAMPILAN MODEL IKLAN FRESTEA GREEN MY BODY ( Studi Persepsi Ibu-ibu Anggota PKK Kelurahan Merjosari Kota Malang )

0 17 2

OPINI IBU RUMAH TANGGA SURABAYA TERHADAP LELAKI TOLAK POLIGAMI (Studi Deskriptif Opini Ibu Rumah Tangga Surabaya Terhadap Lelaki Tolak Poligami Pasca Pemberitaan Di Harian Surya).

0 8 89

pandangan keristen tentang poligami stud

0 2 18

OPINI IBU RUMAH TANGGA SURABAYA TERHADAP LELAKI TOLAK POLIGAMI (Studi Deskriptif Opini Ibu Rumah Tangga Surabaya Terhadap Lelaki Tolak Poligami Pasca Pemberitaan Di Harian Surya)

0 0 25