Indikator Kompetensi Pedagogik Kompetensi Guru dan Implementasinya Terhadap Pembelajaran

Identifikasi kebutuhan bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa memilikinya. 2 Identifikasi kompetensi Kompetensi merupakan sesuatu yang ingin dimiliki oleh peserta didik dan merupakan komponen utama yang harus dirumuskan dalam pembelajaran, yang memiliki peran penting dan menentukan arah pembelajaran. Kompetensi yang jelas akan memberi petunujuk yang jelas pula terhadap materi yang harus dipelajari, penetapan metode dan media pembelajaran, serta memberi petunjuk terhadap penilaian. 3 Penyusunan Program Pembelajaran Penyusunan program pembelajaran akan bermuara pada rencana pelaksanaan pembelajaran RPP, sebagai produk program pembelajaran jangka pendek, yang mencakup komponen program kegiatan belajar dan proses pelaksanaan program. Komponen program menyangkut kompetensi dasar, materi standar, metode dan tehnik, media dan sumber belajar, waktu belajar dan daya dukung lainnya. Pemahaman dan pemahaman terhadap peserta didik. Pemahaman terhadap peserta didik merupakan salah satu kompetensi pedagogic yang harus dimiliki guru. Pendidik harus memiliki kualifikasi dan kompetensi sebagai agen pembelajaran learning agen , yaitu „peran pendidik diantaranya: fasilitator, motivator, pemacu, pembagi inspirasi bagi peserta didik’ 31 . Sedikitnya terdapat empat hal yang harus dapat dipahami guru dari peserta didiknya, yaitu kecerdasan, kreativitas, cacat fisik dan perkembangan kognitif. 1 Tingkat kecerdasan Anak cerdas memiliki usia lebih tinggi dari usianya dan mampu mengerjakan tugas-tugas untuk anak yang usianya lebih tinggi. Misal anak usia lima tahun bisa mengerjakan tugas untuk anak usia delapan tahun, namun tidak bisa mengerjakan tugas lebih dari itu, maka usianya delapan tahun. 31 . BSNP, Op. Cit. h.87. 2 Kreativitas Kreativitas bisa dikembangkan dengan penciptaan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan kreativitasnya. Dibanding penelitian kecerdasan, jumlah penelitian tentang kreativitas masih amat sedikit, barangkali karena masih sulitnya mengukur kreatifitas. 3 Kondisi fisik Kondisi fisik antara lain berkaitan dengan penglihatan, pendengaran, kemampuan bicara, pincang kaki dan lumpuh karena kerusakan otak. Terhadap peserta didik yang memiliki kelainan fisik diperlukan sikap dan layanan yang berbeda dalam rangka membantu perkembangan pribadi mereka. Misalnya guru harus bersikap lebih sabar dan telaten, tetapi dilakukan secara wajar sehingga tidak menimbulkan kesan negative. 4 Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif Pertumbuhan dan perkembangan dapat diklasifikasikan atas kognitif, psikologis dan fisik. Pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi karakteristik manusia. Perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam kemajuan yang mantap dan merupakan suatu proses kematangan. Perubahan-perubahan ini tidak bersifat umum, melainkan merupakan hasil interaksi antara potensi bawaan dengan lingkungan. Pelaksanaan Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis. Pembelajaran yang mendidik dan dialogis merupakan respon terhadap praktek pendidikan anti realitas, yang menurut Freire 2003 dikutip oleh E. Mulyasa harus diarahkan pada proses hadap masalah. Titik tolak penyusunan program pendidikan atau politik harus beranjak dari kekinian, eksistensial dan konkrit yang mencerminkan aspirasi-aspirasi masyarakat . Pelaksanaan pembelajaran biasanya dimulai dengan pre tes, untuk menjajaki proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, pre tes memegang peranan yang cukup penting dalam proses pembelajaran, yang berfungsi antara lain sebagai berikut : a Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena dengan pre tes maka pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal yang harus mereka jawab. b Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan, dengan cara membandingkan hasil pre test dengan post tes. c Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai kompetensi dasar yang akan dijadikan topic dalam proses pembelajaran. d Untuk mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran dimulai, kompetensi dasar mana yang telah dimiliki peserta didik, dan tujuan- tujuan mana yang perlu mendapat penekanan dan perhatian khusus. Untuk mencapai fungsi yang ketiga dan keempat maka hasil pre test harus segera diperiksa, jangan sampai mengganggu suasana belajar, atau mengalihkan perhatian peserta didik. Asari berpendapat, „siswa yang dikuasai karakter buruk, maka proses pendidikan karakter harus menhadapinya, mengontrolnya dan secara perlahan menggantikannya dengan karakter yang diharapkan. 32 ’ Kualitas pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar 75 peserta didik secara aktif, baik fisik, mental, maupun social dalam proses pembelajaran, di samping menumbuhkan gairah belajar yang tinggi, napsu belajar yang besar, dan tumbuhnya rasa percaya diri. Berikutnya yaitu Post Test, Fungsi pos tes antara lain adalah: a Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok. b Untuk mengetahui kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang belum dikuasainya. 32 . H. Asari, The Educational Though of Al Ghazali: Theory and practice. Tesis. Institute of Islamic Studies. Mc Gill university, 1993, h.125. c Untuk mengetahui peserta didik yang ikut remedial, peserta didik yang ikut pengayaan, dan untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar. d Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik yang telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Evaluasi Hasil Belajar. Kesuksesan seorang gurusebagai pendidik professional tergantung pada pemahamannya terhadap penilaian pendidikan dan kemampuannya bekerja efektif dalam penilaian. „Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.’ 33 Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan perilaku dan pembentukan kompetensi peserta didik, yang dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, benchmarking, serta penilaian program adalah sebagai berikut: a. Penilaian Kelas Penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik, memperbaiki proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik, serta menentukan kenaikan kelas. b. Tes Kemampuan Dasar Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program pembelajaran program remedial. c. Penilaian Akhir Satuan Pendidikan dan Sertifikasi Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran diselenggarakan kegiatan penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu. Untuk keperluan sertifikasi, kinerja dan hasil belajar yang dicantumkan dalam Surat Tanda Tamat Belajar tidak semata-mata didasarkan atas hasil penilaian pada akhir jenjang sekolah. e. Penilaian Program 33 . BSNP, Op.Cit. h. 4. Penilaian program dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan secara kontinyu dan berkesinambungan. Penilaian program dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kurikulum dengan dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuainnya dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan kemajuan zaman.

d. Indikator Kompetensi Kepribadian

Berakhlak Mulia. „Pendidikan nasional yang bermutu diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.’ 34 Arahan pendidikan nasional ini hanya mungkin terwujud jika guru memiliki akhlak mulia, sebab murid adalah cermin dari gurunya. Sulit mencetak murid yang saleh jika gurunya tidak saleh. Selain guru, untuk melahirkan siswa yang saleh perlu dukungan: Pertama, komunitas sekolah yang saleh pimpinan dan staf. Kedua, budaya sekolah yang saleh, seperti disiplin, demokratis, adil, jujur, syukur dan amanah. Esensi pembelajaran adalah perubahan perilaku. Guru akan mampu mengubah perilaku peserta didik jika dirinya telah menjadi manusia yang baik. “Pribadi guru harus baik karena inti pendidikan adalah perubahan perilaku, sebagaimana makna pendidikan adalah proses pembebasan peserta diudik dari ketidakmampuan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, buruknya hati, akhlak dan keimanan”. 35 Tidak ada pengetahuan yang eksis hanya demi pengetahuan itu sendiri. Setiap pengetahuan harus memengaruhitindakan. Mantap, Stabil dan Dewasa. Menurut Husein dan Ashraf, “Jika disepakati bahwa pendidikan bukan hanya melatih manusia untuk hidup, maka karakter guru merupakan hal yang sangat penting.” 36 Sulitnya mengmengubah perilaku dan mengerjakan keterampilan harus dihayati benar tidak saja okeh guru dan kepala 34 . BSNP. 2006:74. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan., Jejen Musfah, Hakikat Kompetensi Guru. Jakarta: Kencana, 2011, Cet. 1, h. 43. 35 . Mulyasana, 2008:1, Jejen Musfah , Hakikat Kompetensi Guru. Jakarta: Kencana, 2011, Cet. 1, h. 43. 36 . S.S. Husain dan S. A. Ashraf 1979: 106, Jejen Musfah, Hakikat Kompetensi Guru. Jakarta: Kencana, 2011, Cet. 1, h. 45. sekolah, melainkan juga oleh para wali murid. Dengan demikian, diharapkan ada kesadaran untuk bekerjasama diantara mereka untuk sama-sama mengajar dan mendidik para murid. Paling sedikit ada tiga ciri kedewasaan antara lain: Pertama, orang yang telah dewasa memiliki tujuan dan pedoman hidup, yaitu sekumpulan nilai yang ia yakini kebenarannya, menjadi pegangan dan pedoman hidupnya. Kedua, orang dewasa adalah orang yang mampu melihat segala sesuatu dengan objektif, tidak banyak dipengaruhi oleh subyektifitas dirinya. Ketiga, orang yang telah bisa bertanggung jawab. Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki kemerdekaan, kebebasan, tapi disisi lain dari kebebasan adalah tanggung jawab. 37 Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian ini adalah rangsangan yang sering memancing emosinya. Kestabilan emosi amat diperlukan, namun tidak semua orang mampu menahan emosi terhadap rangsangan yang menyinggung perasaan dan memang diakui bahwa tiap orang mempunyai tempramen yang berbeda dengan orang lain. Arif dan Bijaksana. Dalam pendidikan, mendisiplinkan peserta didik harus dimulai dari pribadi guru yang disiplin, arif dan berwibawa. Kita tidak bisa berharap banyak akan terbentuknya peserta didik yang disiplin dari pribadi guru yang kurang disiplin, kurang arif, dan kurang berwibawa. Oleh karena itu, sekaranglah saatnya kita membina disiplin peserta didik dengan pribadi guru yang disiplin, arif, dan berwibawa. Dalam hal ini disiplin harus ditujukan untuk membantu peserta didik menemukan diri: mengatasi, mencegah timbylnya masalah disiplin dan berusaha menciptaka situasi yang menyenangkan bagi kegiatan pembelajaran, sehingga mereka mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan. Perilaku negative sebagian remaja, pelajar, dan peserta didik pada akhir-akhir ini telah melampaui batas kewajaran karena telah menjurus pada tindak melawan hukum, melanggar tata tertib, melanggar moral agama, kriminal dan telah membawa pada akibat yang sangat merugikan masyarakat. 38 37 . N. Sy, Sukmadinata 2005: 254, Jejen Musfah, Hakikat Kompetensi Guru. Jakarta: Kencana, 2011, Cetakan 1, h. 46. 38 . Enco Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009, Cet. K-4, h. 123. Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik. Kompetensi kepribadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan Sumber Daya Manusia SDM, serta mensejahterakan rakyat, kemajuan Negara dan bangsa pada umumnya. Dalam pendidikan, mendisiplinkan murid harus dengan guru yang disiplin, arif dan berwibawa. Kita tidak bisa berharap banyak akan terbentuknya peserta didik yang disiplin dari pribadi guru yang kurang disiplin, kurang arif dan kurang berwibawa. Oleh karena itu, sekaranglah saatnya kita membina disiplin peserta didik dengan pribadi guru yang disiplin, arif dan berwibawa. Dalam menanamkan disiplin, guru bertanggungjawab mengarahkan, dan berbuat baik, menjadi contoh, sabar dan pengertian.Mendisiplinkan peserta didik dengan kasih saying dapat dilakukan secara demokratis, yakni dari, oleh dan untuk peserta didik, sedangkan guru tut wuri handayani.Sebagai pembimbing, guru harus berupaya untuk membimbing dan mengarahkan perilaku peserta didik kearah yang positif dan menunjang pembelajaran. Sebagai contoh atau teladan, guru harus memperlihatkan perilaku disiplin yang baik terhadap peserta didik, karena bagaimana peserta didik akan berdisiplin kalau gurunya tidak menunjukkan sikap disiplin. Menjadi Teladan. Guru merupakan teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Keprihatinan, kerendahan, kemalasan dan rasa takut, secara terpisah ataupun bersama- sama bisa menyebabkan seseorang berfikir atau berkata, “Jika saya harus menjadi teladan atau dipertimbangkan untuk menjadi model, maka pembelajaran bukanlah pekerjaan yang tepat bagi saya. Saya tidak cukup baik untuk diteladani, di samping saya sendiri untuk bebas menjadi diri sendiri dan untuk selamanya tidak ingin menjadi teladan bagi orang lain. Jika peserta didik harus memiliki model, biarkanlah mereka menemukannya dimanapun. Alasan tersebut tidak dapat dimengerti, mungkin dalam hal tertentu dapat diterima tetapi mengabaikan atau menolak aspek fundamental dari sifat pembelajaran. 39 Beberapa aspek penting teladan dalam pendidikan yang ditulis Ajami adalah Pertama, manusia saling memengaruhi satu sama lain melalui ucapan, perbuatan, pemikiran dan keyakinan, Kedua, perbuatan lebih besar pengaruhnya disbanding ucapan, Ketiga, metode teladan tidak membutuhkan penjelasan. 40 Mengevaluasi Kinerja Sendiri. Pengalaman adalah guru terbaik, pengalaman mengajar merupakan modal besar untuk meningkatkan mengajar dikelas. Pengalaman di kelas memberikan wawasan bagi guru untuk memahami karakter anak-anak, merupakan cara terbaik untuk menghadapi keragaman tersebut. Guru jadi tahu metode apa yang terbaik bagi mata pelajaran apa, karena ia telah mencobanya berkali-kali. Pengalaman bisa berguna bagi guru jika ia senantiasa melakukan evaluasi pada setiap selesai pengajarannya, misalkan guru memberi sesi Tanya jawab diakhir pembelajaran. Tujuannya adalah untuk mempaerbaiki proses pembelajaran di masa mendatang. Guru dapat mengetahui mutu pengajarannya dari respon dan umpan balik yang diberikan pada para siswa saat pembelajaran berlangsung atau setelahnya, baik di kelas maupun di luar kelas. Gru dapat menggunakan metode ini untuk mengevaluasi kinerjanya. Guru harus siap menerima saran dari kepala sekolah, rekan sejawat, tenaga kependidikan, termasuk dari para siswa. Mengembangkan diri. Di antara sifat yang harus dimiliki guru ialah pembelajar yang baik atau mandiri, yaitu semangat yang besar untuk menuntut ilmu. Contoh sederhana, yaitu kegemarannya membaca dan berlatih keterampilan yang dapat menunjang profesinya sebagai pendidik. Berkembang dan bertumbuh hanya dapat terjadi jika guru mampu konsisten sebagai pembelajar mandiri, yang cerdas memanfaatkan fasilitas pendidikan yang ada disekolah dan lingkungannya. Husain dan Ashraf mengutip pendapat Hossein Nashr, Baloch, Aroosi dan badawi terkait dengan eksistensi dan peran guru, Yang pertama adalah poros utamavsistem pendidikan adalah guru, lalu yang kedua yaitu guru tidak hanya menjadi manusia pembelajar namun juga harus menjadi manusia bermoral tinggi, 39 . Enco Mulyasa, Op. Cit. h. 127. 40 . Al Ajami, 2006: 131, Jejen Mushaf, Hakikat Kompetensi Guru, Jakarta: Kencana, 2011, Cet. 1, h. 47.