Pengaruh konflik antarkelompok terhadap prestasi belajar siswa di SMK Bnitang Nusantara Pondok Aren Tangerang Selatan

(1)

BELAJAR SISWA DI SMK BINTANG NUSANTARA PONDOK AREN

TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

RAGA WIRANATA

107015001013

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIFHIDATULLAH

JAKARTA

2011


(2)

(3)

(4)

Terhadap Prestasi Belajar Siswa Di SMK Bintang Nusantara Pondok Aren Tangerang Selatan. Skripsi. Jakarta : Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. 2011.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah pengaruh konflik antarkelompok terhadap prestasi belajar siswa di SMK Bintang Nusantara (BINUSA) Pondok Aren Tangerang Selatan. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan membuktikan ada atau tidaknya pengaruh konflik antarkelompok terhadap prestasi belajar siswa.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu menggambarkan apa adanya, yang ditunjang oleh data – data yang diperoleh melalui penelitian lapangan. Metode ini digunakan untuk menelaah pengaruh konflik antarkelompok terhadap prestasi belajar siswa. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas X TKJ SMK Bintang Nusantara Pondok Aren. Kelas ini terdiri dari 28 siswa, namun peneliti hanya mengambil 20 siswa laki-laki sebagai sampel penelitian. Instrumen yang dipakai adalah angket, pedoman wawancara, dan pedoman observasi. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis secara kualitatif yang dinamakan deskriptif analisis yaitu menggambarkan apa adanya, dengan membuat tabel frekuensi kemudian dilengkapi dengan presentase.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Terdapat pengaruh konflik antarkelompok terhadap prestasi belajar siswa, melalui hasil wawancara dan juga angket yang disebarkan kepada 20 siswa yang menjadi responden menunjukkan pengaruh konflik antarkelompok dalam hal ini aksi tawuran terhadap prestasi belajar siswa membuat prestasi siswa menurun. Hal ini disebabkan karena siswa yang melakukan aksi tawuran sering membolos sekolah, sehingga mereka tertinggal dalam mata pelajaran di sekolah. 2) Berdasarkan hasil wawancara penulis dapatkan bahwa siswa yang melakukan aksi tawuran pada umumnya adalah siswa yang pemalas, sering melanggar tata tertib sekolah, dan melawan kepada Guru, hal ini tentu saja membuat prestasi belajar mereka tidak baik dan cenderung menurun. 3) Siswa yang melakukan aksi tawuran akan dikenai sanksi berupa skorsing selama beberapa minggu, hal ini juga menjadi salah satu indikator menurunya prestasi belajar siswa di sekolah. 4) Pihak sekolah dan para orang tua bekerja sama untuk mengatasi masalah tawuran ini agar tidak terulang kembali.


(5)

RAGA WIRANATA. NIM 107015001013. The conflict effects between groups toward the student achievement in studying in SMK Bintang Nusantara Pondok Aren, South Tangerang. Final paper. Jakarta. Social Science Education Department, Faculty of Tarbiyah Science and Public Islam University Syarif Hidayatullah. 2011.

The problem in this research is the conflict effects between groups toward the student achievement in studying in SMK Bintang Nusantara (BINUSA) Pondok Aren, South Tangerang. The purpose of the research are the researcher wants to know and prove the existent of the conflict effects between groups toward the student achievement in studying.

The method that is used in the research is the descriptive analysis method. It is a method that is supported by several data that have been collected through in the field research. The method is used to research the conflict effects between toward the student achievement in studying. In the research, the writer uses student grade X TKJ SMK Bintang Nusantara Pondok Aren as a subject of research. The class consists of 28 student, but the researcher only takes 20 student as a sample of research. The instrument that is used in the research are questioners, interview and observation data. The data analysis technique uses analysis technique style qualitative that is called descriptive analysis, which explains a truly problem that is happened, with table of data and presentase?

The result of the research shows that there are some conflict effects between groups toward the student achievement in studying. The first, the result of interviews and questioners that is delivered to 20 student as a respondent show the conflict effects, the fighting between groups of student in this case, toward the student achievement in studying makes the student achievement decrease. It is caused because these student do not often go to school. So that, they often leave many subjects in the class. The second, based on the result of interviews the writer finds, the student that usually are involved the fighting between groups of student, generally are the lazy student, often against the roles of the school and the teachers. These habits can make the student achievement bad and even decrease. The third, the student that is involved the fighting between groups will be given a punishment. They do not need to go to school for some weeks as a punishment. The forth, the school and parents together solve the problem. So, It will not happen in the future.


(6)

i

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, penulis persembahkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat teriring salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia menuju jalan kebenaran.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini selesai berkat adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Nurochim, MM, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, MA, sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, pengarahan, ilmu serta motivasinya kepada penulis, semoga kebaikan beliau dibalas oleh Allah SWT.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, tanpa mengurangi rasa hormat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah sabar dan ikhlas mendidik penulis, semoga ilmu yang diberikan dapat bertambah dan bermanfaat.

5. Kedua orang tua tercinta Bapak Asmawi dan Ibu Sauni yang tiada hentinya memberikan doa, kasih sayang, dan motivasi kepada penulis dalam kehidupan. 6. Kakakku tercinta, Maritul Kiftiah, Rini Asmawati, Ratna Dewi Sartika dan adik tercinta M. Rinza Ashari dan M. Ramzi Ashari yang selama ini selalu memberikan motivasi, do’a dan kasih sayang untuk bisa menyelesaikan skripsi secepatnya.


(7)

ii

Nurlela, Siti Ngaisah, Reyita Mardati Sakinah, Nurlita Marya, Ismi Lutfiah, Wahyu Adhi Prasetyo, Dede Kurniawan dan Ade Komarudin yang selalu memberikan bantuan dan selalu menghibur penulis disaat penulis tidak mampu menyelesaikan tugas. Semoga kenangan kita selama menjadi mahasiswa di jurusan Pendidikan IPS tidak terlupakan.

8. Drs. Sadiyanto, selaku kepala sekolah SMK Bintang Nusantara Pondok Aren serta guru wali kelas X TKJ yaitu Bapak Nurhadi, S.Pd.I, yang mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian. Serta Ibu Nita Erlypranawaty, S.Psi, yang telah bersedia diwawancarai oleh penulis, sehingga penulis mendapatkan informasi yang diinginkan.

Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, Agustus 2011


(8)

iii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Hipotesis ... 9

F. Tujuan dan Signifikansi ... 10

BAB II DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Pengertian Pengaruh ... 11

B. Konsep Konflik Sosial ... 11

1. Pengertian Konflik ... 11

2. Pengertian Konflik Menurut Para Ahli ... 13

3. Sebab - sebab Terjadinya Konflik ... 14

4. Macam – macam Konflik Sosial ... 15

5. Dampak – dampak Konflik ... 17

6. Cara Mengatasi Konflik ... 22

C. Konsep Teori Konflik ... 24

1. Teori Konflik Karl Marx ... 25

2. Toeri Konflik Ralf Dahrendorf ... 26

3. Toeri Konflik Jonathan Turner ... 28

D. Konsep Prestasi Belajar ... 29

1. Pengertian Prestasi ... 29

2. Pengertian Belajar ... 29

3. Pengertian Prestasi Belajar ... 33

4. Hakikat Belajar ... 34

5. Ciri – ciri Belajar ... 34

6. Prinsip – prinsip Belajar ... 35

7. Toeri – teori Belajar ... 35

8. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar 37 9. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 38


(9)

iv

C.Metode Penelitian ... 43

D.Teknik Pengumpulan Data ... 43

E. Teknik Pengolahan Data ... 44

F. Teknik Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN A.Gambaran Umum SMK Bintang Nusantara Pondok Aren Tangerang Selatan ... 46

1. Sejarah Berdirinya SMK Bintang Nusantara ... 46

2. Visi dan Misi Sekolah ... 46

3. Keadaan Guru, Siswa, dan Karyawan ... 47

4. Keadaan Sarana dan Prasarana... 48

5. Struktur Organisasi SMK Bintang Nusantara Pondok Aren 50 6. Kegiatan ekstrakurikuler ... 51

B.Pendapat Guru tentang konflik antarkelompok dalam bentuk tawuran yang terjadi di SMK Bintang Nusantara Pondok Aren Tangerang Selatan ... 51

C.Dampak – dampak yang ditimbulkan dalam aksi tawuran bagi Siswa, Guru, dan Sekolah di SMK Bintang Nusantara Pondok Aren Tangerang Selatan ... 52

D.Upaya–upaya Guru dalam mengatasi aksi tawuran siswa di SMK Bintang Nusantara Pondok Aren Tangerang Selatan ... 54

E.Hasil pengaruh yang terlihat ... 55

F. Deskripsi Data ... 58

G.Analisis dan Interpretasi Data ... 59

H.Ketepatan Hipotesis ... 75

I. Analisis Teoritis dan Temuan Lapangan ... 77

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 81

B.Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN


(10)

v

TABEL 1 Kerangka konseptual tentang pengaruh konflik antarkelompok . 39

TABEL 2 Kriteria Perhitungan ... 45

TABEL 3 Keadaan tenaga pengajar dan karyawan SMK Bintang Nusantara ... 47

TABEL 4 Keadaan siswa SMK Bintang Nusantara ... 48

TABEL 5 Keadaan jumlah ruang SMK Bintang Nusantara ... 49

TABEL 6 Sarana dan Prasarana SMK Bintang Nusantara ... 49

TABEL 7 Struktur Organisasi Sekolah ... 50

TABEL 8 Daftar Hadir Responden ... 56

TABEL 9 Prestasi Hasil Belajar ... 57

TABEL 10 Pernah melakukan konflik ... 59

TABEL 11 Salah satu jenis konflik sosial adalah konflik antarkelompok, misalnya tawuran. Anda ikut dalam aksi tawuran... 59

TABEL 12 Seberapa sering ikut dalam aksi tawuran ... 60

TABEL 13 Salah satu penyebab aksi tawuran berawal dari saling “ejek” .... 60

TABEL 14 Selain karena aksi saling “ejek”, penyebab aksi tawuran karena ada perbedaan kepentingan diantara kalian ... 61

TABEL 15 Ikut dalam aksi tawuran atas kemauan sendiri ... 62

TABEL 16 Ikut dalam aksi tawuran karena paksaan teman ... 62

TABEL 17 Membawa benda-benda tajam seperti pisau belatih, stick golf, gir motor, dan samurai saat melakukan aksi tawuran ... 63

TABEL 18 Waktu melakukkan aksi tawuran setelah jam pulang sekolah .... 63

TABEL 19 Lokasi-lokasi yang digunakan sebagai tempat melakukan aksi tawuran seperti di jalan raya, lapangan, atau area tempat tinggal warga ... 64


(11)

vi

TABEL 22 Akibat sering melakukan aksi tawuran sikap anda berubah

menjadi pribadi yang keras, kasar, dan susah diatur ... 65

TABEL 23 Mendapat hukuman atau sanksi dari pihak sekolah ... 66

TABEL 24 Mendapat hukuman atau sanksi dari orang tua ... 66

TABEL 25 Rajin masuk sekolah... 67

TABEL 26 Mengerjakan semua tugas-tugas yang diberikan oleh guru ... 68

TABEL 27 Rajin membaca buku pelajaran di sekolah dan di rumah ... 68

TABEL 28 Mematuhi semua tata tertib sekolah ... 69

TABEL 29 Mendapatkan nilai yang baik disekolah ... 69

TABEL 30 Berprestasi di sekolah... 70

TABEL 31 Memperhatikan semua mata pelajaran yang diterangkan oleh Guru ... 70

TABEL 32 Mendengarkan nasehat yang baik dari Guru anda ... 71

TABEL 33 Guru anda memberikan contoh sikap yang baik dalam berperilaku ... 71

TABEL 34 Guru anda membimbing anda untuk berakhlak terpuji ... 72

TABEL 35 Orang tua memperhatikan perkembangan anda di sekolah ... 72

TABEL 36 Orang tua memantau semua kegiatan anda disekolah dan diluar sekolah ... 73

TABEL 37 Menceritakan masalah yang anda alami kepada orang tua anda . 73 TABEL 38 Orang tua memberikan nasehat agar anda menjadi siswa yang berprestasi... 74

TABEL 39 Orang tua anda memberikan semua kebutuhan untuk menunjang perestasi anda... 74


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup berdiri sendiri, artinya manusia yang satu akan saling membutuhkan dengan manusia yang lainnya. Hal ini berarti bahwa individu satu dengan individu yang lainnya harus selalu menjaga hubungan sosialnya dengan baik. Hubungan yang terjalin antara seorang individu dengan individu lainnya dinamakan interaksi sosial, yaitu hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang - perorang, antara kelompok - kelompok manusia, maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia.1

Interaksi sosial yang terjalin harus berdasarkan pada ketentuan nilai dan norma yang berlaku dimasyarakat. Menurut Horton dan Hunt dalam buku Sosiologi teks pengantar dan terapan, mengemukakan bahwa nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti atau tidak berarti.2 Nilai dalam suatu masyarakat yang akan menentukan sikap seorang individu untuk berprilaku dalam masyarakat. Nilai sosial dalam masyarakat akan berbeda dengan masyarakat yang lainnya, tergantung pada kesepakatan bersama antara seorang pemimpin dengan masyarakat setempat. Namun secara umum nilai yang berlaku didalam masyarakat biasanya terkait dengan

1

Soerjono soekanto, Sosiologi suatu pengantar, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 55.

2

J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, Sosiologi teks pengantar & terapan, (Jakarta : Kencana, 2007), h. 55


(13)

nilai kebaikan, etika, dan nilai keagamaan sedangkan nilai yang khas pada masyarakat, keberlakuannya terbatas pada masyarakat pendukungnya saja.

Sedangkan norma merupakan wujud konkrit dari nilai, yaitu seperangkat aturan yang dibuat untuk membatasi segala tingkahlaku anggota masyarakat. Norma memiliki sanksi bagi pelanggarnya, sanksi yang diberikan dapat berupa hukum pidana atau perdata dan hukum adat. Hukum pidana dan perdata biasanya dijatuhkan oleh lembaga hukum yang berwenang untuk memberikan hukuman bagi pelanggarnya, sedangkan hukum adat dijatuhkan oleh pemangku adat setempat. Berdasarkan ketentuan di atas bahwa nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat akan menciptakan suatu keteraturan sosial dalam masyarakat.

Nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat merupakan keharusan yang mutlak bagi seluruh anggota masyarakat untuk menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma sosial yang telah disepakati bersama. Jika seorang individu atau kelompok sosial yang tidak mematuhi ketentuan-ketentuan yang ada dalam nilai dan norma sosial, maka individu atau kelompok sosial tersebut telah melakukan suatu penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial merupakan perilaku dari para warga masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan atau norma sosial yang berlaku.3

Penyimpangan sosial yang terjadi dapat dilakukan oleh seorang individu ataupun oleh kelompok masyarakat. Misalnya penyimpangan sosial yang dilakukan oleh seorang individu seperti membunuh, mencuri, merampok, minum-minuman keras, penggunaan NAPZA, dan lain sebagainnya. Sedangkan penyimpangan yang dilakukan oleh kelompok sosial bisa berupa bentrok antarwarga, tawuran antarpelajar, tindakan anarkis, kumpul kebo (seorang laki-laki dan perempuan yang tinggal atau hidup bersama tanpa adanya ikatan perkawinan), dan lain sebagainya.

Mengapa orang melakukan penyimpangan? Teori-teori biologis mengasumsikan bahwa perilaku menyimpang diakibatkan oleh adanya

3


(14)

kelemahan tertentu pada fisik seseorang.4 Bahwa seseorang yang melakukan suatu penyimpangan sosial dapat dilihat dari karateristik atau fisik tertentu misalnya bentuk kepala, lengan, tubuh, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut teori-teori psikologis umumnya mengkaitkan penyimpangan dengan kepribadian, motivasi, frustasi, perasaan bersalah, stress, atau kondisi-kondisi kejiwaan lainnya.5 Menurut teori psikologis seseorang melakukan penyimpangan didasarkan pada masalah-masalah kejiwaan seperti yang disebutkan di atas, misalnya ketika seseorang memiliki tingkat frustasi yang tinggi maka dirinya akan sangat agresif pada orang lain.

Penyimpangan sosial dapat pula terjadi di lingkungan sekolah, kalangan pelajarlah yang menjadi pelaku utama dalam hal ini. Bentuk-bentuk penyimpangan sosial yang terjadi bisa berupa membolos, melanggar tata tertib sekolah, melakukan tawuran, merusak fasilitas sekolah, dan lain sebagainya. Kalangan pelajar umumnya masuk kedalam kategori usia remaja, dimana pada usia ini merupakan proses pencarian jati diri mereka agar dianggap perannya oleh masyarakat.

Penyimpangan-penyimpangan yang mereka lakukan dapat dikatakan juga sebagai suatu bentuk kenakalan remaja atau dalam bahasa Latin disebut sebagai Juvenile Delinqeuncy, yaitu “Juvenile delinquency ialah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah-laku yang menyimpang.”6 Hal ini berarti bahwa alasan mereka melakukan penyimpangan khususnya untuk mendapatkan pengakuan lebih terhadap egonya yang merasa tersisih atau terlupakan dan tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat luas.

Tingkah laku delinkuen itu pada umumnya merupakan kegagalan sistem kontrol diri terhadap impuls-impuls yang kuat dan dorongan-dorongan instinktif. Impuls-impuls kuat, dorongan primitif dan

4

Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Ciputat:Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), Cet. 1, h. 206.

5

Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar..., h.206.

6


(15)

sentimen hebat itu kemudian disalurkan lewat perbuatan kejahatan, kekerasan, dan agresi keras, yang dianggap mengandung nilai lebih oleh anak-anak remaja tadi. Karena itu mereka merasa perlu memamerkan energi dan semangat hidupnya dalam wujud aksi bersama atau perkelahian massal.7

Berdasarkan pada penjelasan di atas, bentuk penyimpangan yang dimaksud adalah tawuran antarpelajar. Tawuran dapat diklasifikasikan sebagai salah satu dari bentuk konflik antarkelompok. Konflik dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang kacau atau tidak teratur yang diakibatkan karena adanya perbedaan-perbedaan yang mencolok. Banyak hal yang diakibatkan dengan terjadinya konflik, diantaranya dapat terjadi perpecahan antarkelompok, kekerasan fisik, kerugian secara materil, hingga pada mengakibatkan kematian, dan lain sebagainya.

Seperti pendapat Sosiolog Indonesia “Soerjono Soekanto dalam buku Andreas Soeroso, Sosiologi 2 yang mendefinisikan konflik sebagai proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.”8

Konflik yang disertai dengan ancaman dan kekerasan tentu meresahkan siapa saja yang terlibat didalamnya. Baik bagi mereka yang menjadi pelaku tawuran tersebut, maupun lingkungan sekitar dan warga yang berada di sekitar aksi tawuran tersebut.

Secara umum, para ilmuan sosiologi konflik lahir dari konteks masyarakat yang mengalami pergeseran-pergeseran nilai dan struktural, dan dinamika kekuasaan dalam negara. Konteks sosiohistoris inilah yang membentuk pemikiran dalam sosiologi konflik. Istilah sosiologi konflik pertama kali digunakan oleh Goerge Simmel, sehingga ia dijuluki sebagai Bapak dari sosiologi konflik.9

Dalam konteks sosio historisnya teori konflik yang muncul pada abad 18 dan 19 dapat dimengerti sebagai respons dari lahirnya dual revolution yaitu demokratisasi dan industrialisasi. Sehingga

7

Kartini Kartono, Patologi Sosial 2..., h. 105. 8

Andreas Soeroso, Sosiologi 2, (Jakarta: Quadra, 2008), h. 37

9

Novri Susan, Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Kontemporer, (Jakarta : Kencana, 2009), h. 27


(16)

kemunculan konflik sosiologi modern merupakan akibat realitas konflik dalam masyarakat industrial. Selain itu, dalam konteks akademis teori sosiologi konflik kontemporer adalah refleksi dari ketidakpuasaan terhadap fungsionalisme stuktural Talcot Parsons dan Robert K. Merton, yang berlebihan dalam menilai masyarakat dengan paham konsensus dan integralistiknya.10

Dalam konteks kekinian, “sosiologi konflik masih megikuti peta tiga mazhab besar ilmu-ilmu sosial dan teori sosiologi konflik klasik. Aliran positivisme, humanisme, dan kritik dalam ilmu sosial sampai saat ini masih menjadi perspektif yang sering dimanfaatkan dalam study konflik.”11

Konflik yang bisa muncul pada skala yang berbeda seperti konflik antarindividu, konflik antarkelompok, konflik antarkelompok dengan negara, dan konflik antarnegara. Setiap skala memiliki latar belakang dan arah perkembangannya. Masyarakat manusia di dunia pada dasarnya memiliki sejarah konflik dalam skala antarperorangan sampai antarnegara.

Seperti aksi tawuran yang terjadi dikalangan pelajar dapat diklasifikasikan sebagai konflik antarkelompok, juga diartikan sebagai bentuk solidaritas mereka sebagai teman satu sekolah. Sudah jelas bahwa bentuk solidaritas yang mereka lakukan adalah salah, karena solidaritas tersebut mengarah pada hal-hal yang bersifat negatif dan bersifat menghancur (destruktif). Aksi sedemikian ini khususnya bertujuan untuk mendapatkan prestige individual dan menjunjung tinggi nama kelompok (dengan dalih menjunjung tinggi nama sekolah). Bukankah hal itu merupakan pencitraan yang salah untuk mereka? Seharusnya jika mereka ingin mendapatkan prestige atau penghormatan dari sekolah-sekolah lain, mereka harus mendapatkannya dengan menoreh prestasi-prestasi yang baik dalam bidang akademik ataupun non akademik.

Tawuran yang terjadi dikalangan pelajar juga dapat mengakibatkan dampak-dampak negatif bagi siswa yang melakukan aksi dan Guru serta nama baik sekolah. Secara lahir akibat yang mereka dapatkan dari tawuran ini bisa

10

Novri Susan, Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer..., h. 47.

11


(17)

berupa luka fisik karena benda-benda tumpul, yang bisa menyebabkan mereka terluka parah. Sedangkan secara batiniah akibat dari aksi tawuran ini berdampak pada perubahan sikap dan perilaku serta tabiat mereka menjadi negatif. Hal ini bisa menjadikan mereka sebagai pribadi yang anarki, keras, dan susah diatur. Jika dalam usia sekolah sudah seperti ini, bagaimana jika mereka menjadi bagian dari masyarakat yang lebih kompleks.

Hal lain yang juga bisa diakibatkan oleh tawuran antarpelajar ini adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa, yang menyebabkan mereka tidak naik kelas ataupun tidak bisa dinyatakan lulus. Memang kebanyakan dari mereka yang melakukan aksi tawuran prestasi belajarnya cenderung akan turun, namun bisa saja mereka yang melakukan aksi tawuran ini adalah mereka yang berprestasi di sekolahnya, karena mereka ikut dalam aksi ini untuk membantu teman-temannya. Hal lain yang juga telah disebutkan di atas, bahwa dampak negatif dari aksi tawuran ini adalah terjadinya perubahan sikap anak, anak akan cenderung bersifat keras, anarki, dan susah diatur. Hal ini juga dapat mempengaruhi perkembangan psikologi anak.

Lalu mengapa aksi tawurn ini mereka lakukan? Padahal sangat jelas dampak negatif yang ditimbulkan. Bukankah seharusnya sebagai seorang pelajar tugas mereka adalah belajar dan menuntut ilmu? Apa yang menyebabkan mereka melakukan aksi ini? Mungkin perbedaan kepentingan diantara mereka juga bisa menjadi biang keladi mereka melakukan aksi tawuran ini, misalnya ketika seorang pelajar pria tertarik pada seorang wanita yang bersekolah di tempat lain sedangkan ada seorang pria juga yang tertarik kepada wanita yang bersekolah di tempat yang sama, ketika mereka mengunggulkan kepentingannya masing-masing untuk mendapatkan wanita tersebut, maka terjadilah konflik diantara mereka. Kemudian, masalah ini juga bisa melebar menjadi konflik antarkelompok, ketika kedua belah pihak yang berkonflik melapor kepada teman-teman di sekolahnya masing-masing.


(18)

Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyelesaikan masalah ini. Sekolah sebagai sarana mereka untuk menuntut ilmu sering juga dikatakan sebagai agen perubahan, yang akan merubah nasib seseorang menjadi lebih baik.

Keberhasilan study yang dimiliki seseorang adalah modal yang sangat berharga dalam mewujudkan cita-cita. Pedidikan akhlak (budi pekerti) hakikatnya menjadi sebuah komitmen mengenai langkah-langkah apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang pendidik untuk mengarahkan generasi muda kepada pemahaman dan internalisasi (values) dan kebajikan (virtues) yang akan membentuknya menjadi manusia yang baik (good poeple).12

Sekolah sebagai tempat para siswa belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang luas serta dapat menjunjung tinggi akhlak dan budi pekerti yang baik, haruslah diimbangi dengan tenaga pengajar atau Guru yang baik dan berkompeten dalam mengajar dan membimbing siswanya.

Secara umum tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan. Adapun tujuan pendidikan di Indonesia berlandaskan pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bahwa dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan adalah sebagai berikut :

Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 13 Begitu juga peran orang tua dalam mendidik anak-anak mereka di rumah. Karena pendidikan pertama yang mereka dapatkan adalah pendidikan yang diberikan oleh para orang tua di rumah. Bagaimana anak tergantung pada

12

Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 8.

13

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, tentang SISDIKNAS,


(19)

orang tua yang mendidiknya. Perhatian khusus dan kasih sayang yang cukup akan mempengaruhi perkembangan para siswa untuk menjadi manusia yang baik. Jika hal ini sering diabaikan oleh para orang tua dan Guru, maka besar kemungkinan seorang anak akan melakukan penyimpangan-penyimpangan baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan sosialnya.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa konflik antarkelompok atau dalam hal ini adalah tawuran antarpelajar mungkin saja berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa di sekolahnya, apakah prestasi belajar mereka menurun atau mungkin saja tidak. Oleh karena itu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan konflik antarkelompok dalam hal ini aksi tawuran antarpelajar dengan judul penelitian yaitu “Pengaruh Konflik Antarkelompok Terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMK Bintang Nusantara Pondok Aren Tangerang Selatan”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Terjadinya konflik antarkelompok dalam hal ini adalah aksi tawuran yang dilakukan oleh para siswa sekolah.

2. Dampak-dampak yang ditimbulkan dalam konflik ini sangat merugikan mereka yang berkonflik, baik itu kerugian secara materi, fisik, maupun psikis.

3. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari konflik antarkelompok yang dilakukan dikalangan pelajar adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa.

4. Peran dan perhatian Guru sebagai pendidik sekaligus pembimbing mereka di sekolah untuk menjadi siswa yang berakhlak mulia dirasa kurang optimal.

5. Peran dan serta perhatian Orang tua siswa yang kurang terhadap anak mereka dalam hal memantau seluruh kegiatan di dalam ataupun di luar


(20)

sekolah, sehingga siswa merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang mereka inginkan.

C. Pembatasan Masalah

Untuk lebih terarah dalam penulisan laporan ini, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada pengaruh konflik antarkelompok terhadap prestasi belajar siswa di SMK Bintang Nusantara Pondok Aren Tangerang Selatan.

D. Perumusan Masalah

Setelah diidentifikasi dan ditentukan pembatasan masalahnya, maka perlu adanya perumusan masalah dalam penelitian ini. Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Apakah ada pengaruh konflik antarkelompok terhadap prestasi belajar siswa di SMK Bintang Nusantara Pondok Aren Tangerang Selatan?”

E. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban yang masih bersifat sementara dan bersifat teoritis.14 Berdasarkan pada latar belakang masalah, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:

1. Terjadinya konflik antarkelompok dalam hal ini adalah tawuran diduga karena berawal dari aksi saling ejek atau menjelek-jelekan satu sama lain. 2. Konflik antarkelompok mempengaruhi prestasi belajar mereka menjadi

menurun.

3. Pergaulan yang rusak di masyarakat membuat siswa mempunyai perangai yang tidak baik.

14


(21)

F. Tujuan dan signifikansi

Tujuan dan signifikansi dari penelitian ini dapat penulis sebutkan sebagai berikut :

1. Tujuan

a. Tujuan akademis adalah untuk menemukan paradigma konsep, teori dan beberapa faktor yang berhubungan dengan pengaruh konflik antarkelompok terhadap prestasi belajar siswa.

b. Tujuan terapan adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh konflik antarkelompok terhadap prestasi belajar siswa.

2. Signifikansi

a. Signifikansi secara akademis adalah sebagai memberikan sumber informasi dan sumber referensi untuk bahan bacaan yang bermanfaat bagi teman Mahasiswa serta dapat digunakan sebagai rujukan untuk penelitian yang akan datang. Untuk memberikan hasil dan informasi yang bermanfaat bagi para instansi pendidikan khususnya bagi SMK Bintang Nusantara Pondok Aren Tangerang Selatan.

b. Signifikansi secara terapan adalah untuk memberikan hasil dan informasi yang bermanfaat bagi para instansi pendidikan khususnya bagi SMK Bintang Nusantara Pondok Aren Tangerang selatan. Sebagai kontribusi untuk menyelesaikan masalah tawuran di sekolah-sekolah terutama di SMK Bintang Nusantara Pondok Aren Tangerang selatan.


(22)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A. Pengertian pengaruh

Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu. Orang, benda, dan sebagainya.15

B. Pengertian Konflik Sosial, Penyebab Konflik, Macam-macam Konflik, Dampak-dampak Konflik, dan Cara Mengatasi Konflik

1. Pengertian Konflik

Manusia sebagai bagian dalam suatu masyarakat yang terintegrasi tentunya akan melakukan interaksi sosial antara individu ataupun kelompok. Dalam melakukan interaksi sosial pastilah tidak hanya berjalan lurus-lurus saja, namun permasalahan-permasalahan yang mungkin muncul diantara individu kerap terjadi. Permasalahan-permasalahan yang timbul merupakan suatu keadaan yang wajar dalam hidup kehidupan bermasyarakat. Karena antara individu dengan individu lainnya pasti memiliki pemikiran yang berbeda-beda mengenai suatu permasalahan sosial.

Manusia adalah mahluk konfliktis (homo conflictus), yaitu mahluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan persaingan baik sukarela maupun terpaksa. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang disusun oleh Poerwadarminta, konflik berarti pertentangan atau percekcokan. Pertentangan sendiri bisa muncul ke dalam bentuk pertentangan ide maupun fisik antara dua belah pihak bersebrangan. Francis menambahkan unsur persinggungan dan pergerakan sebagai aspek

15

Desy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa IndonesiaTerbaru, (Surabaya: Amelia), h. 318


(23)

tindakan sosialnya. Sehingga secara sederhana konflik adalah pertentangan yang ditandai oleh pergerakan dari beberapa pihak sehingga terjadi persinggungan.16

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.17 Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik sosial yang terjadi banyak diakibatkan oleh berbagai macam sebab. Misalnya karena adanya perbedaan cara berpikir dan bertindak seseorang dengan orang lain, yang memunculkan ketegangan dari masing-masing pihak. Konflik juga bisa disebabkan karena perbedaan kepentingan masing-masing pihak. Ketika kepentingan seseorang atau suatu kelompom orang untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu terusik oleh orang lain, maka ia akan tetap berusaha untuk memperthankan kepentingan kelompoknya meskipun harus berkonflik dengan orang lain. Selain kedua hal tersebut yang bisa menyebabkan konflik sosial adalah perbedaan kebudayaan dan perubahan sosial juga dapat menyebabkan timbulnya konflik sosial.

Dalam hal kebudayaan misalnya berkembang paham etnosentris, yaitu paham yang menganggap bahwa kebudayaan mereka lebih baik daripada kebudayaan yang lain. Paham seperti inilah yang dapat memunculkan konflik sosial dalam hal ini adalah konflik antaretnis. Selain itu hal lain yang juga dapat menyebabkan timbulkan konflik sosial yaitu adanya perubahan sosial. Perubahan sosial yang tidak disertai dengan kesiapan mental untuk menghadapi perubahan-perubahan yang mengikuti perkembangan zaman, akan menyebabkan konflik diantara mereka yang pro terhadap perubahan dengan mereka yang kontra dengan adanya perubahan.

16

Novri Susan, Sosiologi Konflik dan isu-isu Kontemporer..., h. 4.

17


(24)

2. Pengertian konflik menurut para ahli

a. Menurut Soerjono Soekanto, dalam buku Andreas Soeroso, Sosiologi 2 menyatakan bahwa pertentangan atau konflik adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.18 Kelompok yang berhasil menaklukan lawannya, maka dia berhak mengambil sebesar-besarnya keuntungan dari pihak yang kalah.

b. Menurut Watkins, dalam buku Robby I. Chandra, konflik dalam kehidupan sehari-hari, mengemukakan bahwa konflik terjadi bila terdapat dua hal. Pertama, konflik bisa terjadi bila sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yang secara potensial dan praktis/operasional dapat saling menghambat. Secara potensial artinya mereka memiliki kemampuan untuk menghambat. Secara praktis/operasional, artinya kemampuan tadi bisa diwujudkan dan ada didalam keadaan yang memungkinkan perwujudannya secara mudah. Artinya bila kedua pihak tidak dapat menghambat atau tidak melihat pihak lain sebagai hambatan, maka konflik tidak akan terjadi. Kedua, konflik dapat terjadi bila ada suatu sasaran yang sama-sama dikejar oleh kedua pihak namun hanya salah satu pihak yang mungkin akan mencapainya. Contoh: jika Joni dan Tono sama-sama ingin memperistri Ayuda. Karena Ayuda tidak mungkin memenuhi keinginan keduanya sekaligus, maka kedua pria tersebut secara potensial dapat terlibat dalam situasi konflik.19

c. Menurut Pruit dan Rubin dengan mengutip Webster, dalam buku Novri Susan, Sosiologi konflik dan isu-isu kontemporer mengemukakan bahwa konflik berarti persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dicapai secara simultan.20

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu proses sosial yang diakibatkan karena adanya perbedaan kepentingan yang melibatkan seorang individu dengan individu lain atau kelompok masyarakat, dimana antara individu atau kelompok masyarakat tersebut

18

Andreas Soeroso, Sosiologi 2 ..., h. 37

19

Robby I. Chandra, Konflik dalam hidup sehari-hari, (Yogyakarta:Kanisius, 1992), cet. 6, h. 20

20


(25)

melakukan benturan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan seerta menentang pihak lawan, untuk mencapai tujuan – tujuan yang ingin dicapai.

3. Sebab-Sebab Terjadinya Konflik

Konflik sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat dapat diakibatkan oleh berbagai macam perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat. Diantaranya perbedaan individu, perbedaan kebudayaan, perbedaan kepentingan, dan perubahan nilai sosial.21 Berikut penjelasan mengenai sebab-sebab terjadinya konflik.

a. Perbedaan pendapat antarindividu yang meliputi pendirian dan perasaan. Salah satu penyebab terjadinya konflik sosial adalah adanya perbedaan pendapat antarindividu. Perbedaan pendapat ini merupakan hal yang wajar dalam setiap kehidupan, dalam suatu permasalahan pasti saja akan ditemukan yang pro dan yang kontra. Misalnya ketika seseorang berpendapat mengenai rokok, ada sebagian orang yang pro mengenai rokok ada juga yang kontra karena rokok dapat merusak kesehatan kita. Contoh: Anita dan Andi adalah sepasang kekasih, Andi adalah seorang perokok aktif yang selalu menghabiskan beberapa bungkus rokok. Anita sang kekasih merasa tidak nyaman dengan kebiasaan pacarnya tersebut, maka Anita pun meminta Andi untuk berhenti merokok. Namun Andi menolak permintaan Anita karena pendiriannya untuk tetap merokok, maka lambat laun terjadilah konflik diantara mereka sehingga mengakibatkan kandasnya hubungan mereka.

b. Perbedaan Kebudayaan

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman budaya dari masing-masing etnis. Kebudayaan yang satu sudah sewajarnya menghormati kebudayaan lainnya. Namun jika salah satu kebudayaan menganut paham Etnosentris yaitu paham yang menganggap bahwa kebudayaan sendiri lebih baik dari kebudayaan lainnya. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya konflik sosial.

21


(26)

Misalnya konflik agama yang terjadi di Poso, Jika agama adalah unsur uinersal dari kebudayaan, maka konflik antaragama yang terjadi merupakan perwujudan dari konflik yang bersumber pada perbedaan kebudayaan yang ada.

c. Perbedaan Kepentingan

Perbedaan kepentingan jelas merupakan faktor penyebab terjadinya konflik. Perbedaan kepentingan menginginkan kesuksesan yang sebesar-besarnya bagi kelompok yang menang. Misalnya dalam pemilihan ketua OSIS di sekolah, masing-masing calon kandidat ketua OSIS berkompetisi untuk memenangkan suara dalam pemungutan suara. Karena memiliki kepentingan masing-masing dalam mewujudkan visi dan misi mereka, maka para calon kandidat inipun melakukan kecurangan-kecurangan. Jika salah satu calon terpilih, maka calon ketua OSIS yang kalah akan mengajukan protes kepada panitia sehingga terjadilah konflik diantara keduanya.

d. Perubahan Nilai Sosial

Perubahan nilai sosial yang terjadi dalam masyarakat seringkali tidak diikuti dengan kesiapan mental masyarakatnya untuk menghadapi perubahan. Misalkan ketika di zaman sekarang hubungan antara laki-laki dan wanita sudah sangat bebas sekali, tidak seperti pada zaman dahulu dimana hubugan antara laki-laki dan wanita dibatasi. Hal ini dapat menimbulkan kecemasan bagi para orang tua terhadap pergaulan anak-anaknya. Perubahan sosial semacam ini bisa mengakibatkan konflik antara golongan tua dengan golongan muda perihal pergaulan muda-mudi masa kini.

4. Macam-macam Konflik Sosial

Konflik sosial atau pertentangan yang terjadi di masyarakat memiliki berbagi macam bentuknya. Karena konflik merupakan permasalahan sosial yang sangat dekat dengan kehidupan manusia. Macam-macam bentuk konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat adalah konflik antarpribadi/antarindividu, konflik antarkelompok, konflik


(27)

antaretnis, konflik antaragama, dan konflik antarnegara.22 Berikut penjelasan masing-masing bentuk konflik:

a. Konflik antarpribadi/antarindividu adalah konflik sosial yang melibatkan seorang individu dengan individu lainnya mengenai permasalahan-permasalahan sosial. Misalnya konflik pribadi antara sepasang suami-istri yang tengah diambang perceraian.

b. Konflik antarkelompok adalah konflik sosial yang terajdi antara kelompok sosial yang satu dengan kelompok sosial yang lain. Misalnya bentrok yang terajdi antarwarga, tawuran antarpelajar, demonstrasi yang bersifat anarki, dan lain sebagainya.

c. Konflik antaretnis adalah Etnis atau suku bangsa, biasanya memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu dengan lainnya. Sesuatu yang dianggap baik atau sacral dari suku tertentu mungkin tidak demikian halnya bagi suku lain. Perbedaan etnis tersebut dapat menimbulkan terjadinya konflik antaretnis. Misalnya, konflik etnis di Kalimantan antara suku Dayak dan suku Madura pendatang. Bagi suku Madura pendatang, bekerja adalah suatu tuntutan bagi pemenuhan hidup di perantauan. Pekerjaan mereka adalah menebang kayu di hutan, sementara hutan tersebut adalah tempat yang disakralkan oleh suku Dayak. Kesalapahaman ini menyebabkan terjadinya konflik antaretnis Dayak dan Madura yang menelan banyak korban diantara kedua suku yang berkonflik tersebut.

d. Konflik antaragama adalah konflik yang terjadi karena masalah-masalah yang dtimbulkan dalam masyarakat beragama. Agama merupakan suatu yang mutlak kebenarannya dan merupakan suatu wahyu yang langsung diturunkan oleh Tuhan kepada seluruh umatnya di muka bumi ini. Sifat agama yang demikian sering menimbulkan berbagai konflik, baik antarumat dalam satu agama, umat antaragama, maupun umat beragama dengan pemerintah. Oleh karena adanya potensi konflik yang berkaitan dengan agama tersebut, maka

22


(28)

pemerintah mencangangkan tiga kerukunan, yaitu kerukunan antarumat beragama, kerukunan antaragama, dan kerukunan antarumat beragama dengan pemerintah.

e. Konflik antarnegara adalah konflik sosial yang terjadi diantara negara-negara yang berkonflik. Masalah-masalah yang timbul dapat berupa masalah ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Misalnya saat negara kita berkonflik dengan negara tetangga yaitu Malaysia ketika salah satu unsur kebudayaan kita diakui oleh mereka, kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia tidak diam saja bukan.

5. Dampak-dampak Konflik

Konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat mengakibatkan dampak-dampak bagi para pelaku konflik. Dampak konflik yang dtimbulkan tidak hanya selalu bersifat negatif, namun dampak konflikpun ada yang bersifat positif.

Pemikiran awal tentang fungsi konflik sosial berasal dari Goerge Simmel, tetapi diperluas oleh Coser yang menyatakan bahwa konflik dapat membantu mengeratkan ikatan kelompok yang terstruktur secara longgar. Masyarakat yang mengalami disintegrasi, atau berkonflik dengan masyarakat lain, dapat memperbaiki kepaduan integrasi.23

Dampak-dampak positif yang ditimbulkan dalam berkonflik yaitu “tambahnya solidaritas in-group atau kelompok, apabila suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, solidaritas antara warga – warga kelompok biasanya akan bertambah erat. Mereka bahkan bersedia berkorban demi keutuhan kelompoknya.”24

Sedangkan dampak-dampak negatif yang ditimbulkan akibat konflik yaitu dapat mengakibatkan goyah, permusuhan, balas dendam, kekerasan, perubahan kepribadian, jatuhnya korban manusia, serta dominasi yang kuat atas yang lemah.

23

Goerge Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta : Kencana, 2004), h. 159

24


(29)

a. Goyah dan retaknya persatuan kelompok25

Akibat negatif dari konflik adalah terjadinya perpecahan atau retaknya persatuan kelompok dalam banyak hal dan peristiwa. Misalnya, mengambil contoh konflik yang terjadi pada keluarga akibat pembagian warisan. Warisan adalah segala harta benda dan kekayaan dari orang tua yang akan dibagikan kepada anaknya jika kedua orang tuanya telah meninggal. Konflik yang terjadi karena tersebut warisan ini dapat menyebabkan terjadinya perpecahan dalam keluarga. Keluarga yang sebelumnya rukun, tentram, dan damai dapat menjadi berantakan dan cerai-berai karena berebut warisan yang ada. Apabila terjadi konflik keluarga ketika pembagian warisan, ada kemungkinan hubungan keluarga yang terjalin akan putus dan tidak bisa disambung lagi (putus arang). Konflik keluarga akibat warisan ini terjadi manakala terdapat ketidakadilan dalam pembagian warisan. Jika keadilan terjadi dan kesepakatan seluruh ahli waris tercapai, maka konflik keluarga akan dapat dihindari dan perpecahan bisa dicegah.

b. Permusuhan

Permusuhan dapat muncul jika konflik tidak diselesaikan dengan baik. Dendam yang selama ini ada akan tetap tersimpan, dan dendam tersebut sebagai biang keladi (penyebab utama) bagi terjadinya permusuhan. Ungkapan hutang darah dibayar darah, hutang nyawa dibayar nyawa adalah ungkapan permusuhan yang ditimbulkan oleh konflik yang tidak terselesaikan dengan baik.

Konflik dapat terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok. Dengan demikian halnya permusuhan, dapat terjadi, antara individu satu dengan individu yang lain. Misalnya berebut gadis, antara kedua remaja laki-laki, dapat berakhir dengan perkelahian dan bahkan sampai terjadi pembunuhan diantara mereka. Permusuhan bisa terjadi antara individu dengan kelompok, mislanya kepala desa yang telah dipilih melakukan tindakan asusila atau

25


(30)

korupsi, dia akan dimusuhi oleh rakyat yang memilihnya, bahkan dari pihak calon kepala desa yang kalah. Demo akan digelar akibat tindakan yang dilakukan oleh kepala desa yang tidak terpuji.

Permusuhan juga dapat terjadi antarkelompok yang ada, misalnya perebutan batas desa atau wilayah tempat tinggal mereka, konflik antarkeluarga mengenai batas pekarangan atau sawah, dan sebagainya. Ungkapan Jawa “Sedumuk bathuk senyari bumi” (kurang lebih berarti sejengkal tanah akan dibela sampai mati) adalah wujud permusuhan yang diakibatkan oleh konflik tersebut.

c. Balas Dendam

Dendam merupakan gejala yang banyak kita dapatkan dari konflik yang terjadi, mereka berharap suatu saat dapat membalas kekalahan yang dialaminya. Balas dendam biasanya menuggu kesempatan dimana lawan konflik dalam keadaan lengah atau tidak berdaya, atau sebaliknya yang merasa dikalahkan telah memiliki kemampuan dan merasa kuat untuk melakukan balas dendam.

Di beberapa masyarakat, balas dendam sering merupakan kewajiban bagi keturunannya dan bahkan dianggap sebagai keharusan dalam menghormati orang tua atau leluhurnya, manakala keluarga atau kelompoknya pernah dipermalukan atau ada anggota keluarga yang dibunuh. Sirik, misalnya, di masyarakat Bugis adalah suatu kewajiban balas dendam yang harus dilakukan sebagai kewajiban manakala anggota keluarga atau kelompoknya ada yang dibunuh atau dipermalukan dihadapan umum. Jika balas dendam belum dilakukan sekarang, maka wajib bagi generasi penerus untuk membalaskan dendam keluarganya.

Cerita-cerita film silat yang ada, biasanya jika ayahnya dibunuh oleh pendekar lain, maka anak diberikan tugas dan kewajiban untuk membalaskan dendam keluarganya dengan cara mengalahkan dan membunuh pendekar yang membunuh orang tuanya.

d. Kekerasan


(31)

orang lain yang lebih lemah keberadaannya. Mereka yang lebih kuat dan lebih berkuasa melakukan tindakan kekerasan pada pihak lain yang lebih lemah atau yang berada dibawah kekuasaannya. Kekerasan fisik dapat berupa pemukulan, penyekapan, penganiayaan, pemerkosaan, pelecehan seksual, dan pemerasan. Kekerasan nonfisik dapat berupa ancaman atau intimidasi, umpatan atau makian, teror dan lain sebagainya.

Kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti kekerasan dalam rumah tangga atau keluarga, kekerasan dalam tempat kerja, maupun di lembaga pendidikan semi militer dan militer. Premanisme merupakan salah satu bentuk kekerasan yang dapat terjadi di mana pun dan kapan pun.

e. Perubahan Kepribadian26

Perubahan dimungkinkan terjadi akibat konflik yang ada, hal ini terkait dengan keseimbangan psikologis dan sosiologis dari yang bersangkutan. Secara psikologis dapat dilihat dari ada atau tidaknya kekecewaan, tekanan batin, dan stres, ataupun perasaan bersalah yang berkepanjangan. Sementara itu, secara sosiologis dapat dilihat dari terganggu atau tidaknya hubungan sosial di antara mereka dan ada atau tidaknya orang yang dapat dijadikan perlindungan ataupun mencurahkan isi hati mereka.

Misalnya, perceraian dalam keluarga yang menyebabkan berpisahnya Ayah dan Ibu dari anak-anaknya. Anak akan menjadi korban dari kehancuran keluarga. Mereka akan kehilangan figur seorang Ibu bagi yang tinggal sama Ayahnya dan kehilangan figur seorang Ayah bagi yang tinggal dengan Ibunya. Figur ini penting bagi tumbuh kembang kepribadian seorang anak. Figur bapak yang tidak ada dalam keluarga menyebabkan figur ibu lebih dominan, sehingga anak laki-laki yang mengikuti Ibu akan didominasi oleh perilaku yang cenderung mengikuti Ibu. Sebaliknya anak perempuan yang mengikuti bapak akan didominasi oleh perilaku yang cenderung mengikuti perilaku bapaknya sehingga anak perempuan tersebut perilakunya seperti laki-laki.

Kepribadian bagi seorang Ibu yang menyandang predikat janda, ataupun kepribadian Bapak yang menyandang predikat duda akan berubah dan

26


(32)

berbeda dengan kepribadian mereka pada waktu mereka masih menjadi suami-istri. Misalnya, seorang ibu menjadi lebih genit atau lebih seksi dalam berdandan, seorang bapak sangat mungkin yang tadinya tidak merokok kemudian merokok untuk mengisi kekosongan hatinya, dan lain sebagainya.

f. Jatuhnya Korban Manusia27

Jatuhnya korban dapat dimungkinkan sebagai akibat dari konflik yang ada. Misalnya, anak-anak menjadi korban perceraian ayah ibunya, banyak orang yang meninggal dunia karena terkena senjata tajam pada waktu konflik terbuka antarsuku terjadi, dan sebagainya.

Jatuhnya korban tidak selamanya berupa nyawa saja, tetapi juga dapat berupa barang, kekayaan harta benda, dan berbagai sarana dan prasarana yang menjadi sasaran tindak pengerusakan ketika konflik terjadi. Kekerasan dan tindakan brutal tersebut dapat terjadi manakala kerumunan masyarakat telah terbentuk. Kecendrungan yang terjadi adalah tindakan anarkis, destruktif, dan tidak bertanggung jawab. Kerumunan ini sukar dikendalikan karena tidak ada pemimpinnya dan cenderung terjadi di daerah perkotaan, karena mereka tidak mengenal satu dengan lainnya secara akrab.

g. Dominasi yang Kuat Atas yang Lemah

Hasil dari konflik yang ada adalah kemenangan atau kekalahan bagi salah satu pihak yang berkonflik. Kenyataan demikian membuat kelompok yang menang akan menguasai kelompok yang kalah dan kelompok yang kalah akan berada di bawah kekuasaan atau pengaruh kelompok yang menang. Misalnya, apabila terjadi konflik antarpreman pasar, maka seluruh anggota kelompok preman yang kalah akan tunduk kepada kelompok preman yang menang.

Contoh lain, perang antarnegara yang berakhir dengan kekalahan salah satu negara, maka yang kalah dipaksa membayar kerugian akibat perang oleh pihak yang menang dan negara yang menang akan mendominasi dalam banyak hal pada negara yang dikalahkan.

27


(33)

6. Cara Mengatasi Konflik

Cara yang sering digunakan dalam penyelasain konflik adalah melalui cara akomodasi. Akomodasi adalah upaya yang dilakukan untuk mempertemukan pihak-pihak yang berkonflik guna menyelesaikan permasalahan yang ada. Ada beberapa metode dalam akomodasi yang sering digunakan dalam penyelesaian konflik yaitu coercion, compromise, arbitration, mediation, conciliation, toleration, adjudication.28

a. Paksaan/Coercion adalah upaya penyelesaian konflik dengan menggunakan kekuatan atau kekuasaan dan pengaruh, terutama terhadap mereka yang lebih lemah kedudukannya. Pembersihan pedagang kaki lima di kota-kota besar biasanya diselesaikan dengan kekerasan atau paksaan. Mereka biasanya diperingatkan lebih dahulu untuk tidak berjualan dan diperintahkan untuk membongkar tenda dan lapak yang digunakan untuk berjualan. Pada hari yang sudah ditentukan apabila mereka tidak mengindahkan peringatan tersebut, maka Polisi Pamong Praja akan membongkar dengan paksa tenda dan lapak mereka. Biasanya mereka melakukan perlawanan seadanya dan berakhir dengan sia-sia karena mereka berada pada pihak yang salah dan lemah.

b. Kompromi/Compromise adalah upaya penyelesaian konflik dengan melakukan tawar – menawar terhadap bentuk penyelesaian dari konflik tersebut. Kesepakatan mereka adalah hasil dari kompromi antara kedua belah pihak yang bersengketa. Misalnya, sengketa atas tanah dan rumah tinggal. Dengan membayar ganti rugi sejumlah uang kepada pihak lain yang bersengketa, dan ganti rugi tersebut diterima dengan senang hati, maka hal tersebut adalah bentuk kompromi yang dilakukan guna menyelesaikan konflik yang ada.

c. Arbitrasi/Arbitration adalah cara penyelesaian konflik jika kedua belah pihak yang berkonflik tidak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri dan membutuhkan bantuan pihak ketiga, pihak ketiga mencoba

28


(34)

untuk mencarikan penyelesaian dari keduanya. Jika mencapai kata sepakat, maka pihak ketiga berhasil dalam menyelesaikan konflik yang terjadi. Arbitrasi bisa dilakukan oleh perwakilan dari kedua belah pihak yang berkonflik, ataupun oleh perseorangan yang memiliki kapasitas sebagai juru damai. Diplomasi yang dilakukan oleh negara lain untuk mencegah terjadinya perang antara dua negara dapat digolongkan dalam arbitrasi tersebut.

d. Mediasi/Mediation adalah upaya penyelesaian konflik dengan mendatangkan orang lain yang dapat memberikan nasihat pada keduanya agar tercapai kata sepakat. Orang tersebut disebut mediator. Mediator tidak berpihak pada salah satu dari mereka yang berkonflik, tetapi berdiri netral diantara keduanya dan memberikan beberapa alternatif jalan keluar dari konflik yang ada. Mediator dapat berasal dari suatu lembaga yang berkepentingan dengan hal itu maupun orang yang biasanya memiliki pengaruh atas mereka yang berkonflik.

e. Konsiliasi/Conciliation merupakan salah satu cara penyelesaian konflik agar tidak terjadi kerugian pada kedua belah pihak yang berkonflik. Misalnya, konflik antara karyawan perusahaan dengan perusahaan (direksi). Konsiliasi dilakukan agar perusahaan tidak dirugikan dan buruh tidak dirumahkan. Perselisihan yang ada misalnya menuntut kenaikan upah, sambil menunggu penyelesaian dari perusahaan, mereka tetap bekerja dan perusahaan tetap memberikan gaji sesuai dengan gaji sebelumnya. Karyawan melakukan tuntutan dan perusahaan memikirkan karyawannya, sehingga konflik yang terjadi diantara keduanya dapat diselesaikan tanpa menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak.

f. Toleransi/Toleration adalah upaya penyelesaian konflik yang didasarkan pada pemahaman perbedaan yang terdapat pada mereka yang bermasalah. Kesadaran diri ini sebagai perwujudan dari perbedaan yang ada pada pihak lain. Misalnya, seorang perokok menghentikan kebiasaan merokoknya ketika berada disebuah bus.


(35)

Alasanya bukan karena tidak mempunyai rokok, melainkan menyadari bahwa asap rokok akan menganggu seluruh penumpang bus tersebut. Kesadaran untuk tidak merokok di dalam bus tersebut adalah bentuk toleransi kepada orang yang tidak merokok, dan perokok tersebut menghargai perbedaan dengan orang yang tidak merokok.

g. Penyelesaian di pengadilan/Adjudication jika berbagai macam konflik tidak dapat diselesaikan melalui metode-metode di atas, maka cara terakhir adalah membawa masalah tersebut ke pengadilan. Penyelesaian konflik akan dilakukan oleh lembaga pengadilan berdasarkan fakta dan bukti-bukti penyidikan yang ada. Keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat mereka yang berkonflik, sehingga kedua belah pihak harus menerima dan menjalankan sesuai dengan keputusan pengadilan yang ada. Jika pada tingkat Pengadilan Negeri yang ada mereka belum puas atas putusan pengadilan, maka mereka berhak mengajukan banding ke tingkat yang lebih tinggi lagi.

C. Teori Konflik Sosial

Konflik merupakan suatu kedaan atau permasalahan sosial yang sering terjadi dan kita lihat sehari-hari dilingkungan sekitar kita, karena konflik sosial tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Tidak akan muncul konflik sosial tanpa adanya manusia dan kelompok manusia. Karena konflik itu muncul dari persepsi-persepsi yang berbeda pandangan dan pemikiran mengenai suatu hal. Untuk memahami apa itu konflik, maka kita harus mengkaji terlebih dahulu apa itu teori konflik. “Teori konflik muncul sebagai reaksi atas teori fungsionalisme struktural yang kurang memperhatikan fenomena konflik di dalam masyarakat.”29

Teori konflik adalah satu perspektif di dalam Sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari

29

Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Ciputat:Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), Cet. 1, h.40


(36)

bagian atau komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha untuk menaklukan komponen yang lain guna memenuhi kepentingannya atau memperoleh kepentingan sebesar-besarnya.30

Teori konflik sebagian berkembang sebagai reaksi terhadap fungsionalisme sturktural dan akibat berbagai kriktik yang ada. Teori konflik ini berasal dari berbagai sumber lain seperti teori Marxian dan pemikiran konflik sosial dari Simmel. Pada 1950-an dan 1960-an, teori konflik menyediakan alternatif terhadap fungsionalisme sturktural, tetapi dalam beberapa tahun terakhir telah digantikan oleh berbagai macam teori neo-Marxian. Salah satu kontribusi utama teori konflik adalah meletakan landasan untuk teori-teori yang lebih memanfaatkan pemikiran Marx. Masalah mendasar dalam teori konflik adalah teori itu tak pernah berhasil memisahkan dirinya dari akar sturktural fungsionalnya. Teori ini lebih merupakan sejenis fungsionalisme struktural yang angkuh ketimbang teori yang benar-benar berpandangan kritis terhadap masyarakatnya.31

Dari pengertian teori konflik di atas, bahwa konflik terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan-perbedaan kepentingan antara komponen masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, dengan jalan mengalahkan pihak lawan agar memperoleh kepentingan-kepentingan kelompoknya sebesar-besarnya. Selain karena adanya perbedaan kepentingan, konflik juga bisa terjadi karena adanya perbedaan pendapat, perbedaan pandangan, perbedaan kebudayaan, akibat perubahan sosial dan lain sebagainya. “Konflik lebih banyak dipahami sebagai keadaan tidak berfungsinya, komponen-komponen masyarakat sebagaimana mestinya atau gejala penyakit dalam masyarakat yang terintegrasi secara tidak sempurna.”32 1. Teori Konflik Karl Marx

Menurut Karl Marx, hakekat kenyataan sosial adalah konflik. Konflik adalah satu kenyataan sosial yang bisa ditemukan dimana-mana.33 Marx menekankan dasar ekonomi untuk kelas sosial.

30

Bernard Raho, Teori sosiologi Modern, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), Cet. 1, h. 71.

31

Goerge Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern..., h. 153

32

Wardi Bachtiar, Sosiologi Klasik, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. 1, h. 107.

33


(37)

Marx mengajukan konsepsi penting tentang konflik, yaitu tentang masyarakat kelas dan perjuangan kelas. Marx menyatakan “.... of all instruments of production the greatest force of production is the

revolutionary class itself” (.... dari semua instrumen-insturmen priduksi yang paling besar kekuatan produksi itu adalah kelas revolusioner itu sendiri) dikutipp oleh Dahrendorf. Pernyataan Marx melalui artikelnya The Clasess tersebut memberi penekanan bahwa perubahan sosial dalam sejarah masyarakat manusia adalah akibat perjuangan revolusioner kelas. Kelas revolusioner yang dimaksudkan oleh Marx adalah kelas proletariat. Kelas, menurut Marx adalah entitas dari perubahan-perubahan sosial. Kelas dan perjuangan kelas kemudian, dalam konteks masyarakat kapitalis Marx, berada dalam kontradiksi sistem ekonomi kapitalis. Bryan Turner merangkum efek dari proses kontradiksi sistem ekonomi kapitalis: (1) polarisasi radikal dari sistem kelas kedalam dua kelas bermusuhan, yaitu borjuis dan kapitalis; (2) proses segregasi sistem kelas, yaitu kelas pemilik modal (kaum borjuis) yang kikir dan pemiskinan kelas pekerja; dan (3) radikalisasi kelas pekerja yang ditransformasikan melalui perjuangan polistis. 34

Dalam teori ini Marx membagi dua kelompok masyarakat yaitu masyarakat Borjuis dan masyarakat Proletar.35 Masyarakat Borjuis adalah masyarakat golongan kaya raya yang menguasai seluruh alat-alat produksi, untuk mendapatkan keuntungan (capital) yang sebesar-besarnya. Sedangkan masyarakat Proletar yaitu masyarakat miskin yang bekerja sebagai buruh pada alat-alat produksi tersebut. Dalam pelaksanaannya kaum Borjuis menindas kaum Proletar dengan cara mempekerjakan tenaga mereka dengan mendapatkan upah, tanpa mendapatkan hasil dari alat-alat produksi. “Sehingga kaum kapitalis dan kaum proletar terlibat dalam konflik yang tak terelakkan lagi. Alasannya ialah karena guna mendapat keuntungan sebesar-besarnya, para kapitalis berusaha menekan upah buruh serendah-rendahnya.”36

2. Teori Konflik Ralf Dahrendorf

Dalam karya Dahrendorf, berpendirian pada teori konflik dan teori fungsional disejajarkan. Menurut para fungsionalis, masyarakat adalah

34

Novri Susan, Sosiologi Konflik dan isu-isu Kontemporer..., h. 32.

35

Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Ciputat:Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), Cet. 1, h.40

36


(38)

statis atau masyarakat berada dalam keadaan berubah secara seimbang. Tetapi menurut Dahrendorf, dan teoritis konflik lainnya, setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan.

Fungsionalis cenderung melihat masyarakat secara informal diikat oleh norma, nilai dan moral. Teoritis konflik melihat apa pun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas. Fungsionalis memusatkan perhatian pada kohesi yang diciptakan oleh nilai bersama masyarakat.37

Teori konflik yang dikemukakan oleh Ralf dahrendorf sering kali disebut teori konflik dialektik. Bagi dahrendorf, masyarakat mempunyai dua wajah, yakni konflik dan konsensus. Kita tidak mungkin mengalami konflik kalau sebelumnya tidak ada konsensus. Misalnya, si A dan si B dalam kelas ini tidak mungkin terlibat dalam konflik karena mereka tidak pernah mengenal satu sama lain dan hidup bersama. Demikianpun sebaliknya, konflik bisa menghantar orang kepada konsensus. Kerjasama yang sangat erat antara Jepang dan Amerika Serikat pada saat ini terjadi sesudah mereka terlibat dalam konflik yang sangat hebat pada waktu perang dunia II.38

Dahrendorf mengakui bahwa masyarakat takkan ada tanpa adanya konsensus dan konflik yang menjadi persyaratan satu sama lain. Jadi tidak akan ada konflik kecuali ada konsensus sebelumnya.39 Contoh : Nyonya Prancis sangat tak mungkin berkonflik dengan pemain catur Chili karena tak ada kontak antara mereka, tak ada integrasi sebelumnya yang menyediakan basis untuk konflik. Sebaliknya, konflik dapat menimbulkan konsensus dan integrasi.

Dari kedua teori konflik di atas dapat disimpulkan bahwa menurut teori konflik Marx, konflik bisa terjadi pada cara-cara produksi yang dilakukan oleh kaum Borjuis terhadap kaum Proletar. Dimana dalam mengerjakan alat-alat produksi kaum Borjuis menindas kaum Proletar dengan memperkerjakan mereka sekeras-kerasnya untuk mendapatkan

37

Goerge Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern..., h. 153

38

Bernard Raho, Teori sosiologi Modern..., h.77-78.

39


(39)

hasil yang sebesar-besarnya. Dalam hal ini para kaum Proletar berharap mendapatkan upah yang setinggi-tingginya, namun kaum Borjuis melakukan kecurangan dengan cara menekan upah buruh serendah-rendahnya. Sehingga dengan adanya hal ini konflik antara dua kelompok ini pun dapat terjadi.

Sedangkan menurut teori konflik Ralf dahrendorf, masyarakat memiliki dua wajah yaitu konflik dan konsensus. Konsensus merupakan satu kesatuan (integrasi) individu-individu dalam masyarakat yang saling kenal-mengenal satu sama lain. Konflik adalah permasalahan-permasalahan sosial yang timbul karena adanya konsensus. Jadi konflik tidak akan muncul tanpa adanya konsensus sebelumnya.

3. Teori Konflik Jonathan Turner

Turner memusatkan perhatiannya pada “konflik sebagai suatu proses dari peristiwa-peristiwa yang mengarah kepada interaksi yang disertai kekerasan antara dua pihak atau lebih.”40 Jadi, menurut teori konflik yang dikemukakan oleh Turner bahwa konflik tidak akan terjadi sebelum adanya interaksi yang terjalin, baik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok ataupun kelompok dengan klompok. Dengan adanya interaksi kemudian memunculkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sosial mereka, sehingga akan menyebabkan konflik diantara mereka.

Turner juga menjelaskan sembilan tahapan menuju konflik terbuka. Secara garis besar dalam ke-sembilan tahapan tersebut Turner mengungkapkan, bahwa konflik terbuka bisa terjadi diantara kelompok-kelompok sosial yang memiliki kekuasaan atas sumber-sumber penghasilan dengan kelompok-kelompok sosial yang tidak berkuasa. Mereka yang tidak berkuasa atas sumber-sumber penghasilan mulai mempertanyakan legitimasi sistem tersebut. “Kemudian legitimasi tersebut

40


(40)

membawa mereka kepada kesadaran bahwa mereka harus mengubah sistem alokasi kekuasaan atau sumber-sumber penghasilan demi kepentingan mereka.”41

Dengan demikian kesadaran tersebut akhirnya memancing kemarahan mereka dan menyebabkan mereka semakin tegang, dan pada akhrinya mereka mencari jalan untuk mengorganisir diri guna melawan kelompok yang berkuasa.

“Pada akhirnya konflik yang terbuka antara kelompok-kelompok yang bertikai sangat bergantung kepada kemampuan masing-masing pihak untuk mendefinisikan kepentingan mereka secara obyektif dan untuk menangani, mengatur, dan mengontrol kelompok itu.” 42

D. Pengertian Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi

Prestasi adalah hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan.43 Menurut kamus besar bahasa Indonesia, “prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya.”44

Bila diartikan secara bahasa, “kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha.”45

2. Pengertian Belajar

Belajar menurut bahasa adalah “usaha (berlatih) dan sebagai upaya mendapatkan kepandaian”.46

Sedangkan menurut istilah yang dipaparkan oleh beberapa ahli, diantaranya oleh Ahmad Fauzi yang mengemukakan belajar adalah “Suatu proses dimana suatu tingkah laku ditimbulkan atau

41

Bernard Raho, Teori sosiologi Modern..., h. 81.

42

Bernard Raho, Teori sosiologi Modern..., h. 82.

43

http://WWW.scrbd.com/doc/pengertian prestasi belajar, waktu akses hari selasa, 26 April 2011

44

Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Karya Abdi tama, 2001)., cet. 1, h. 330.

45

Zaenal Arifin, Evaluasi Hasil Instruksional, Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1990), h. 2.

46

W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 1976), h.965.


(41)

dilakukan melalui serentetan reaksi atas situasi (rangsang) yang terjadi”.47 Suatu proses belajar dapat dinyatakan berjalan dengan baik apabila ada perubahan, baik perubahan tingkah laku, kematangan berpikir, maupun perubahan pengetahuan.

Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur, yaitu jiwa dan raga. Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Gerak raga yang ditunjukan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan.48 Belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi.49 Belajar adalah suatu kegiatan yang melibatkan individu secara keseluruhan, baik fisik maupun psikis, untuk mencapai perubahan dalam tingkah laku.50

Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, masing-masing orang mempunyai pendapat yang tidak sama. Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Dan juga banyak orang yang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu atau menuntut ilmu.

Ada beberapa pendapat tentang belajar, yang pertama pengertian belajar menurut Zikri Neni Iska:

Pengertian umum belajar atau yang disebut juga dengan learning, adalah perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari pengalaman. Belajar merupakan salah satu bentuk perilaku yang amat penting bagi kelangsungan hidup

47

Ahmad fauzi, Psikologi Umum ,(Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), cet.ke-2, h. 44 48

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka cipta, 2000), h.13

49

Slameto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:Bumi Aksara, 2003), h. 2.

50

Max Darsono, Belajar dan Pembelajaran, (Semarang: IKIP Semarang Press 2001), h. 23


(42)

manusia. Belajar membantu manusia menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungan. Dengan adanya proses belajar inilah manusia dapat bertahan hidup (survived).51

Selanjutnya menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, ”belajar adalah suatu proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan.” 52

sedangkan menurut Oemar Hamalik, ”belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami.”53

Menurut Zurinal Z. dan Wahdi Sayuti ”belajar dapat dimaknai dengan suatu proses bagi seseorang untuk memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap. Dalam perspektif psikologi pendidikan, belajar didefinisikan sebagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman.”54

Menurut S. Nasution ”belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan.”55

Menurut Sarlito Wirawan Sarwono ”belajar adalah suatu proses di mana suatu tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi (rangsang) yang terjadi.”56

Menurut Alisuf Sabri ” belajar merupakan faktor penentu proses perkembangan, manusia memperoleh hasil perkembangan berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, nilai, reaksi, keyakinan dan lain-lain

51

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri Dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), cet. 1, h.76

52

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), cet. 3, h. 10.

53

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), cet. 2, h. 27.

54

Zurinal Z. dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan (Pengantar dan Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan), (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), cet. 1, h. 117

55

S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Ed. 2, Cet. 1, h. 35

56

Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi , ( Jakarta: PT Bulan Bintang, 2000), cet. 8, h.45


(43)

tingkah laku yang dimiliki manusia adalah diperoleh melalui belajar.”57

Pengertian belajar menurut Wasty Soemanto yaitu:

Belajar merupakan proses dasar daripada perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar. Kitapun hidup menurut hidup dan bekerja menurut apa yang telah kita pelajari. Belajar adalah suatu proses, dan bukan suatu hasil. Oleh karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.58

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Serta belajar juga dapat disimpulkan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang untuk memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh dari pengalaman dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Selanjutnya Nana Sudjana mengatakan bahwa “belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu”.59 Belajar disebut juga proses aksi reaksi serta interaksi atau hubungan antara seseorang dengan seseorang lainnya. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas siswa berinteraksi dengan guru, serta siswa berinteraksi dengan siswa yang kemudian akan menimbulkan pengalamn baru, baik bagi siswa maupun bagi gurunya.

57

M.Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan (Berdasarkan Kurikulum Nasional IAIN Fakultas Tarbiyah), ( Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. 2, h. 54

58

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan), (Malang: PT Rineka Cipta, 1990), cet. 3, h. 99.

59

Nana Sudjana, Dasar – dasar Proses Belajar mengajar, (Bandung: Balai Pustaka, 1987), h.28


(44)

Dari beberapa pengertian belajar yang telah dikemuakakan oleh para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku individu dari hasil pengalaman dan latihan. Perubahan tingkahlaku tersebut, baik dalam aspek pengetahuannya (kognitif), keterampilannya (psikomotor), maupun sikapnya (afektif). 3. Pengertian Prestasi Belajar

Dibawah ini akan diuraikan beberapa pengertian tentang prestasi belajar yaitu :

Menurut Nana Sudjana, “prestasi belajar diartikan sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai angka yang diberikan oleh Guru.”60

Prestasi siswa tidak bisa diukur hanya dengan melihat hasil dari ujian semester, karena prestasi juga ditentukan oleh faktor lain. Menurut Zikri Neni Iska, “prestasi adalah tolok ukur belajar yang problematik.”61

Dari beberapa pengertian prestasi belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil evaluasi belajar yang diperoleh atau dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam kurun waktu tertentu. Bentuk konkrit dan prestasi belajar adalah dalam bentuk skor akhir dari evaluasi yang dimasukkan dalam nilai raport. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa dilakukan evaluasi. Prestasi belajar merupakan wujud yang menggambarkan usaha belajar yang melibatkan interaksi antara guru dan siswa, ataupun orang lain dan lingkungannya. Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa setelah melalui proses belajar yang ditunjukkan dalam bentuk angka, huruf ataupun tindakkan yang mencerminkan prestasi anak dalam periode tertentu.

60

Nana Sudjana, Penilaian Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), cet. 4, h. 22.

61

Zikri Neni Iska, Psikologi Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brothers, 2006), cet. 1, h. 85.


(1)

(2)

(3)

UJI REFERENSI

Nama : Raga Wiranata

NIM : 107015001013

Prodi/Semester : Pendidikan IPS/VIII

Judul Skripsi : “Pengaruh Konflik Antarkelompok terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMK Bintang Nusantara Pondok Aren Tangerang Selatan”.

No. Referensi Paraf Pembimbing

BAB I

1. Soerjono soekanto, Sosiologi suatu pengantar, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 55

2. J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, Sosiologi teks pengantar & terapan, ( Jakarta : Kencana, 2007), h. 55.

3. J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, Sosiologi teks pengantar & terapan..., h. 98

4. Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar,

(Ciputat:Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), Cet. 1, h. 206. 5. Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar..., h.206.

6. Kartini Kartono, Patologi Sosial 2, (Jakarta:Rajawali Pers, 2010), h. 6.

7. Andreas Soeroso, Sosiologi 2, (Jakarta: Quadra, 2008)

8. Novri Susan, Sosiologi Konflik dan isu-isu Kontemporer, (Jakarta : Kencana, 2009), h. 27

9. Novri Susan, Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer..., h. 47.

10. Novri Susan, Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer..., h. 47.


(4)

Pelajar, 2008), h. 8.

12. Ketetapan MPR RI nomor II/MPR/1983, Tentang GBHN, (Jakarta :BP. Dharma).

13. Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara), h. 41

BAB II

14. Desy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa IndonesiaTerbaru, (Surabaya: Amelia), h. 318

15. Novri Susan, Sosiologi Konflik dan isu-isu Kontemporer..., h. 4.

16. http://id.wikipedia.org/wiki/konflik, akses pada hari selasa, 26

April 2011.

17. Andreas Soeroso, Sosiologi 2 ,(Jakarta: Quadra, 2008)

18. Robby I. Chandra, Konflik dalam hidup sehari-hari, (Yogyakarta:Kanisius, 1992)cet. 6, h. 20

19. Novri Susan, Sosiologi Konflik dan isu-isu Kontemporer..., h. 5

20.

http://andrie07.wordpress.com/2009/11/25/faktor-penyebab-konflik-dan-strategi-penyelesaian-konflik/ senin, 18 Juli 2011, Pkl. 11.47 WIB.

21. Andreas Soeroso, Sosiologi 2, (Jakarta: Quadra, 2008)

22. Goerge Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta : Kencana, 2004), h. 159

23. Andreas Soeroso, Sosiologi 2 ,(Jakarta: Quadra, 2008), h. 35 24. Andreas Soeroso, Sosiologi 2..., h.37

25. Andreas Soeroso, Sosiologi 2, (Jakarta: Quadra, 2008), h. 45 26. Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar,

(Ciputat:Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), Cet. 1, h.40 27. Bernard Raho, Teori sosiologi Modern, (Jakarta: Prestasi

Pustaka, 2007), Cet. 1, h. 71.

28. Goerge Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern..., h. 153


(5)

Rosdakarya, 2006), Cet. 1, h. 107.

30. Bernard Raho, Teori sosiologi Modern, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), Cet. 1, h.73

31. Novri Susan, Sosiologi Konflik dan isu-isu Kontemporer..., h. 32 32. Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar,

(Ciputat:Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), Cet. 1, h.40 33. Bernard Raho, Teori sosiologi Modern, (Jakarta: Prestasi

Pustaka, 2007), Cet. 1, h. 74

34. Goerge Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern..., h. 153

35. Bernard Raho, Teori sosiologi Modern..., h.77-78

36. George Ritzer dan Goodman, Teori Sosiologi Modern..., h. 154 37. Bernard Raho, Teori sosiologi Modern..., h. 81.

38. Bernard Raho, Teori sosiologi Modern..., h. 82. 39. Bernard Raho, Teori sosiologi Modern..., h. 82.

40. http://WWW.scrbd.com/doc/pengertian prestasi belajar, waktu

akses hari selasa, 26 April 2011

41. W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 1976), h.965.

42. Ahmad fauzi, Psikologi Umum ,(Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), cet.ke-2, h. 44

43. Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka cipta, 2000), h.13

44. Slameto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:Bumi Aksara, 2003), h. 2.

45. Max Darsono, Belajar dan Pembelajaran, (Semarang: IKIP Semarang Press 2001), h. 23

46. Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri Dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), cet. 1, h.76

47. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), cet. 3, h. 10.

48. Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), cet. 2, h. 27.

49. Zurinal Z. dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan (Pengantar dan Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan), (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), cet. 1, h. 117


(6)

Aksara, 1995), Ed. 2, Cet. 1, h. 35

51. Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi , ( Jakarta: PT Bulan Bintang, 2000), cet. 8, h.45

52. M.Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan (Berdasarkan Kurikulum Nasional IAIN Fakultas Tarbiyah), ( Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. 2, h. 54

53. Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan), (Malang: PT Rineka Cipta, 1990), cet. 3, h. 99.

54. Nana Sudjana, Dasar – dasar Proses Belajar mengajar, (Bandung: Balai Pustaka, 1987), h.28

55. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2008), h. 15

56. Kunandar, Guru Profesional…, h. 302

57. Trianto, Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik , (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), cet. 1, h. 26

58. Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar..., h.81

59. http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-hasil.html, diakses pada tanggal 10 Maret 2011. 60. Soerjono soekanto, Sosiologi suatu pengantar,...h. 55

61. J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, Sosiologi teks pengantar dan terapan,...h. 57.

BAB III

62. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,...h. 97

63. Sutrisno Hadi, Statistik 2, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), h. 97. 64. Imam Suprayogo & Tobroni, Metodologi Penelitian

Sosial-Agama, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 172

65. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:PT. Rineka Cipta, 1998), cet.11, h. 117.

Mengetahui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, MA 194701141965101001