5. Kemampuan Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk menilai suatu keadaan baikburuk, pantastidak pantas, dll dalam menerapkan
budidaya yang ditawarkan. Diharapkan dalam penelitian ini semakin responden berpikir kritis, maka semakin mampu menilai baik atau buruk,
pantas atau tidaknya paket teknologi budidaya yang ditawarkan untuk diterapkan dalam usahatani mereka. Dalam penelitian ini skor tertinggi
12 dan skor terendah 4 dan diklasifikasikan menjadi rendah 4 – 6,6,
sedang 6,7 – 9,3 dan tinggi 9,4 - 12. Sebaran kemampuan berpikir
kritis responden di Desa Bandar Agung dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Sebaran responden berdasarkan kemampuan berpikir kritis.
Kemampuan Berpikir Kritis
skor Klasifikasi
Jumlah orang Persentase
4,0 – 6,6
Rendah 1
2,08 6,7
– 9,3 Sedang
21 43,75
9,4 – 12
Tinggi 26
54,17 Jumlah
48 100
Modus 11 Tinggi Tabel 20 memperlihatkan 26 orang responden 54,17 memiliki skor
antara 9,4 sampai 12, dengan modus 11 klasifikasi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis responden terhadap
penerapan budidaya kakao cenderung menerima, yang artinya paket budidaya kakao yang disampaikan oleh BPTP dapat diterima dan
diterapkan oleh petani responden.
Kebiasaan untuk meniru dan mencoba tentang segala sesuatu yang dinilainya sebagai peluang yang baru dapat meningkatkan produksinya.
Kebiasaan seperti ini, sebenarnya mencerminkan sikap inovatif petani. Kebiasaan
– kebiasaan petani yang kurang mendukung petani untuk mengadopsi inovasi : 1 Tidak mudah percaya pada orang lain, terutama
orang luar yang belum dikenalnya. Hal ini karena sebagai petani mereka sudah memiliki pengalaman yang setidaknya telah teruji oleh waktu,
sehingga seringkali petani responden menjadi lambat dalam menerima sesuatu yang baru sebelum diyakini betul akan memberikan perubahan
atau manfaat seperti yang diinginkan, 2 Memegang teguh adat istiadat. Setiap inovasi yang ditawarkan kepadanya selalu dikajinya terlebih
dahulu, apakah memang tidak menyalahi kebiasaan – kebiasaannya yang
dinilai baik itu. Sebabnya, didalam kehidupan keluarga, melakukan sesuatu yang baru yang belum bisa dinilainya sebagai kesalahan
terhadap masyarakatnya. Alasan lainnya selain faktor kebiasaan adalah karena mereka juga dituntut untuk memenuhi kebutuhan pasar dengan
prasyarat mutu tertentu yang menyebabkan mereka melakukan penerapan teknologi budidaya kakao, disisi lain menurut petani
responden tidak ada dampak negatif dari teknologi budidaya kakao. Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
petani kakao memiliki kemampuan berpikir kritis dalam menerapkan paket teknologi budidaya kakao yang diberikan. Untuk itu diperlukan
pula kesadaran bagi petani dalam menerapkan paket teknologi budidaya
kakao dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka, serta memberikan usulan atau pendapat pada waktu melakukan diskusi.
6. Sifat Kosmopolit