Optimalisasi Proses Pengeringan Hasil dan Pembahasan a. Pengaruh Suhu
128
Mohamad Djaeni, dkk
Pada proses skala pilot ini digunakan bahan bakar sekam, yang dipanaskan dalam furnace. Hasil menunjukkan bahwa dengan bahan bakar sekam, suhu udara
yang masuk pengering dapat dijaga pada suhu 40 – 50
o
C Gambar 8.4. Pengontrolan suhu dilakukan secara manual dengan mengatur udara primer masuk
furnace, serta mengontrol laju udara, dan bahan bakar sekam diisikan secara periodik 2 kgjam. Dari Gambar 8.4, nampak bahwa suhu udara dapat dijaga sesuai
dengan kondisi operasi yang diinginkan. Untuk mencapai kondisi operasi tersebut diperlukan pemanasan awal minimal 0.5 jam, dan bahan bakar sekam dibakar
dahulu dengan pemantik minyak tanah. Kadar air total umbi dan daun dimonitor setiap 1 jam, sehingga didapatkan
grafik, seperti pada Gambar 8.5. Dari hasil tersebut nampak bahwa penurunan kadar air total masih lambat yaitu 1,2 per jam. Untuk penurunan kadar air umbi
lapis bagian luar, penurunan ini sangat cukup. Karena untuk mencapai kadar air umbi 85, atau umbi lapis luar 15, diperlukan waktu kurang lebih 12 jam hampir
sama dengan pengeringan matahari. Namun pada kondisi ini, daun bawang tidak dapat sepenuhnya kering. Sebagai contoh setelah 18 jam, kadar air dalam daun
bawang masih 60-70. Lambatnya kecepatan pengeringan ini disebabkan oleh kecilnya aliran udara dalam tray dryer, dimana pada kecepatan linear yang ada
hanya 0.7 meterdetik. Peningkatan yang cukup bagus ditunjukkan zeolite, sehingga proses pengeringan dapat lebih dipercepat dengan kecepatan 1.67jam. Pada
proses pengeringan dengan zeolite, untuk mencapai kadar air rata-rata dalam umbi 85 diperlukan waktu kurang lebih 12 jam Gambar 8.6. Adapun pengeringan daun
membutuhkan waktu yang lebih lama, karena kadar air yang dicapai 15 .
Aplikasi Sistem Pengering Adsorpsi Untuk Bahan Pangan dan Aditif
129
Gambar 8.5: Kadar air bawang selama pengeringan dengan bahan bakar sekam tanpa
zeolite
Gambar 8.6: Kadar air bawang selama pengeringan dengan bahan bakar sekam dengan
zeolite