membuat seseorang ingin mengetahui lebih banyak hal yang diperlukan dan lebih tanggap terhadap informasi serta peka melihat perubahan-perubahan yang terjadi.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Salfina 2003 dalam penelitiannya mengatakan bahwa 75,6 ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif
adalah ibu dengan pendidikan tamat SD. Karena dalam penelitian ini responden yang tidak memberikan ASI eksklusif justru paling banyak adalah responden dengan
pendidikan SMA, Diploma, S1S2 36 orang.
5.1.4. Pekerjaan Ibu
Berdasarkan hasil analisis uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan responden dengan pemberian ASI eksklusif. Hal ini ditunjukkan dari
nilai p=0,004 p0,05. Hasil analisis dengan uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel pekerjaan tidak mempunyai pengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif
p0,05. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Salfina 2003, bahwa
59,7 ibu yang bekerja hanya memberi ASI 4 kali dalam sehari, sementara jika pada waktu siang hari diberikan susu formula oleh keluarga atau pengasuhnya. Demikian
juga dengan penelitian Mardeyanti 2007, bahwa 60 ibu yang bekerja tidak patuh memberikan ASI eksklusif.
Hal ini sesuai dengan pendapat Roesli 2005 bahwa bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif. Pemberian ASI eksklusif merupakan
hal yang terbaik bagi bayi. Hal ini didukung oleh bukti secara alamiah bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif akan lebih sehat. Bayi yang tidak diberi ASI eksklusif akan
Universitas Sumatera Utara
3 kali lebih sering dirawat daripada bayi yang diberi ASI eksklusif. Ini berarti bayi yang diberi ASI eksklusif lebih jarang dibawa ke dokter sehingga ibu lebih jarang
meninggalkan perkerjaan. Fakta membuktikan, banyak ibu-ibu yang bekerja menghentikan pemberian
ASI eksklusif dengan alasan tidak memiliki banyak waktu. Padahal sebenarnya, bekerja bukanlah alasan untuk menghentikan pemberian ASI secara eksklusif selama
6 bulan. Dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, kelengkapan memompa ASI dan dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja dapat memberi ASI
secara eksklusif Elinofia, 2011. Hal ini sejalan dengan pendapat Roesli 2008, yang menyatakan sering kali
ibu bekerja mengalami dilema dalam memberikan ASI ekskluisf pada bayinya meskipun kelompok ini tahu manfaat dan keunggulan ASI, namun sulit untuk
mempraktekkannya. Alokasi waktu kerja sehari-hari yang banyak berada diluar rumah dan ditempat bekerja, banyak kantor atau institusi kerja tidak mendukung
program pemberian ASI. Tidak ada upaya penyiapan ruangan khusus untuk tempat menyusui atau memompa ASI ibu bekerja sehingga tidak bisa merawat bayi
sepenuhnya. Pemberian ASI yang tidak bisa dilakukan secara penuh biasanya akan didampingi dengan susu formula. Padahal sebenarnya ibu yang bekerja penuh
waktupun tetap dapat memberikan ASI eksklusif. Pada prinsipnya, pemberian ASI dapat diberikan secara langsung maupun tidak langsung. Pemberian secara langsung
sudah jelas dengan cara menyusui sedangkan pemberian ASI secara tidak langsung
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan cara memerah atau memompa ASI, menyimpannya di frizer untuk kemudian diberikan pada bayi pada saat dibutuhkan.
Asumsi peneliti terhadap penelitian ini adalah sebagian responden bekerja. Pekerjaan yang banyak dilakukan oleh responden adalah PNS dan pegawai swasta
sehingga ibu menggantikan ASI dengan susu formula.
5.1.5. Sikap Ibu