C. Anatomi Hati Tikus
Tikus memiliki hati yang terdiri dari empat lobus utama yang saling berhubungan di sebelah belakang. Lobus tengah dibagi menjadi kanan dan kiri
oleh bifurcatio yang dalam. Lobus sebelah kiri tidak terbagi sedangkan lobus sebelah kanan terbagi secara horizontal menjadi bagian anterior dan posterior.
Lobus belakang terdiri dari dua lobus berbentuk daun yang berada di sebelah dorsal dan ventral dari oesophagus sebuah kurvatura dari lambung. Lobus hati
tikus dibagi menjadi tiga zona yang terdiri dari zona 1, zona 2, dan zona 3 yang sama dengan area periportal, midzona, dan centrilobular. Tikus tidak mempunyai
kantung empedu. Struktur dan komponen hati tikus mirip dengan struktur hati manusia Hebel, 1989.
D. Jenis Kerusakan Hati
Ada beberapa jenis kerusakan hati yang dapat terjadi sebagai akibat dari efek toksik yang dihasilkan oleh toksikan, antara lain :
1. Steatosis
Steatosis merupakan suatu keadaan di mana hati mengandung lipid dengan berat lebih dari 5. Lesi yang terbentuk biasanya dapat bersifat akut,
seperti yang ditimbulkan oleh etionin, fosfor, atau tetrasiklin Lu, 1995.
2. Nekrosis
Nekrosis merupakan suatu keadaan hati yang ditandai dengan kematian dari hepatosit yang termasuk dalam kerusakan akut. Karbon tetraklorida adalah
salah satu toksikan yang sering menyebabkan nekrosis pada hati Lu, 1995.
3. Kolestasis
Kolestasis adalah salah satu jenis kerusakan hati yang bersifat akut dan jarang ditemukan Lu, 1995. Kolestasis ditandai dengan adanya penekanan atau
penghentian aliran empedu yang disebabkan oleh faktor dalam atau pun luar hati Hodgson, 2010.
4. Sirosis
Sirosis merupakan hepatotoksisitas yang ditandai dengan adanya kolagen di seluruh hati yang mengakibatkan terbentuknya jaringan parut. Penyebab utama
terjadinya sirosis hati adalah konsumsi kronis dari minuman beralkohol Lu, 1995.
E. Hepatotoksin
Klasifikasi hepatotoksisitas secara primer didasarkan pada pola kejadian dan morfologi histopatologi. Hepatoksisitas intrinsik merupakan hepatotoksisitas
yang umum terjadi, bergantung pada dosis, dan dapat dilihat pada manusia serta hewan uji. Hepatotoksisitas idiosinkratik ditunjukkan pada perubahan
metabolisme yang ditemukan pada gen pemetabolisme Hodgson, 2010. Pada hepatotoksik intrinsik bergantung pada dosis sublethal Roth dan Ganey, 2010.
Hepatotoksisitas idiosinkratik dibagi menjadi dua yaitu alergi dan non alergi. Reaksi idiosinkratik alergi melibatkan partisipasi sistem imun adaptif,
sedangkan reaksi idiosinkratik non alergi dibedakan berdasarkan ada tidaknya hipersensitivitas. Hepatotoksik idiosinkratik hanya dapat terjadi pada sebagian
kecil individu yang terpapar suatu obat, faktor lingkungan dan genetik sangat mempengaruhi Kaplowitz, 2005.
F. Alanin Aminotransferase ALT dan Aspartat Aminotransferase AST
Dua uji yang sering dilakukan untuk mengetahui penyakit hati adalah melihat peningkatan kadar ALT dan AST. Ketika sel hati mati, maka ALT dan
AST akan dilepaskan ke dalam aliran darah. Kadar ALT dan AST orang sehat adalah dibawah 30 Montanarelli, 2007.
Enzim ALT dan AST merupakan enzim pada serum yang dapat menjadi indikator untuk kerusakan hati, perubahan fungsi hati atau adanya toksisitas pada
hati Edem dan Akpanabiatu, 2006. AST menjadi perantara reaksi antara asam aspartat dan asam alfaketoglutamat sedangkan ALT memindahkan satu gugus
amino antara alanin dan asam ketoglutamat Sacher dan McPherson, 2004. Enzim ALT lebih spesifik untuk organ hati karena proporsinya paling banyak
berada pada organ ini dibanding organ tubuh lainnya Edem dan Akpanabiatu, 2006. Hastuti 2008 menyebutkan bahwa rentang nilai ALT tikus berada pada
kisara 29,8-77,0 UL.
G. Karbon Tetraklorida