Pengujian Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Sesuai Dengan

4.3. Analisis dan Uji Hipotesis

4.3.1. Pengujian Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Sesuai Dengan

Asumsi BLUE Best Linier Unbiased Estimator Sebelum kita uji persamaan regresi berganda sesuai dengan pengujian secara simultan maupun parsial, maka kita lihat terlebih dahulu apakah persamaan Y = β + β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + β 4 X 4 yang diasumsikan tidak terjadi pengaruh antara variable bebas atau regresi bersifat BLUE, artinya koefisien regresi pada persamaan tersebut betul – betul linier tidak bias.

1. Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi antara data observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu data time series atau data yang diambil pada waktu tertentu data cross- sectional” Gujarati, 1991:201. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada tabel Durbin Watson. Kaidah keputusan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Jika d lebih kecil daripada d L atau lebih besar daripada 4-d L , maka hipotesis nol ditolak yang berarti terdapat autokorelasi. 2. Jika d terletak antara d U dan 4-d U , maka hipotesis nol diterima yang berarti tidak ada autokorelasi. 3. Jika nilai d terletak antara d L dan d U atau antara 4-d L dan 4- d U maka uji Durbin-Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti, untuk nilai-nilai ini tidak dapat disimpulkan ada tidaknya autokorelasi di antara faktor-faktor penganggu. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model penelitian maka perlu dilihat nilai DW tabel. Diketahui jumlah variabel bebas adalah 4 k=4 dan banyaknya data adalah n=15 sehingga diperoleh nilai DW tabel adalah sebesar d L = 0,688 dan d U = 1,977. Gambar 4.1 Kurva Statistik Durbin Watson Sumber : Lampiran 2 dan 6 Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai DW tes sebesar 3,147 berada pada daerah antara 4-d U dan 4-d L yang berarti berada dalam daerah keragu-raguan. Maka dalam model regresi ini dianggap tidak terjadi gejala autokorelasi.

2. Multikolinieritas

Multikolinieritas berarti ada hubungan linier yang “sempurna” atau pasti di antara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi. Dari dugaan adanya multikolinieritas tersebut maka perlu adanya pembuktian secara statistik ada atau tidaknya gejala multikolinier dengan cara menghitung Variance Inflation Factor VIF. VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” varians. Apabila VIF lebih besar dari 10, hal ini berarti terdapat multikolinier pada persamaan regresi linier. Adapun hasil yang diperoleh setelah diadakan pengujian analisis regresi linier berganda diketahui bahwa dari keempat variabel yang dianalisis diperoleh VIF untuk X 1 sebesar 1,634 ; VIF untuk X 2 sebesar 3,258 ; VIF untuk X 3 sebesar 7,816 dan VIF untuk X 4 sebesar 4,226 yang berarti lebih kecil dari 10 sehingga dalam model regresi ini tidak terjadi multikolinier Lampiran 2 pada tabel Coefficients.

3. Heterokedastisitas

Pada regresi linier nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel bebas X. Hal ini bisa diidentifikasikan dengan menghitung korelasi rank spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas. Pembuktian adanya heterokedastisitas dilihat pada tabel dibawah : Tabel 4.6 Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman Korelasi Variabel Taraf α signifikansi dari korelasi Rank Spearman | Taraf α Uji InflasiX 1 0,723 0,05 Kurs Valas X 2 0,899 0,05 PDRB X 3 0,820 0,05 Espor X 4 0,869 0,05 Sumber : Lampiran 4. Berdasarkan tabel diatas, diperoleh tingkat signifikansi koefisien korelasi rank spearman untuk variabel bebas X 1 sebesar 0,723 ; X 2 sebesar 0,899 ; X 3 sebesar 0.820 dan X 4 sebesar 0,869 terhadap residual lebih besar dari 0,05 sehingga tidak mempunyai korelasi yang berarti antara nilai residual dengan variabel yang menjelaskan. Jadi dapat disimpulkan persamaan tersebut tidak terjadi heterokedastisitas. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan diatas dapat disimpulkan bahwa pada model penelitian ini tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik yang berarti tidak bias.

4.3.2. Analisis Hasil Perhitungan Koefisien Regresi