Rahasia Bank Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah Dalam Transaksi Perbankan Pada Bank (Studi Pada PT BNI Kantor Cabang USU Medan)

keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan. Segala laporan pemeriksaan terhadap bank, baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia sendiri maupun pihak lain dan atas nama Bank Indonesia, bersifat rahasia. Persyaratan dan tata cara pemeriksaan terhadap bank tersebut lebih lanjut diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 2752KEPDIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 211BPPP masing-masing tanggal 3 Agustus 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank.

F. Rahasia Bank

Konsep rahasia bank bermula timbul dari tujuan untuk melindungi nasabah bank yang bersangkutan. Hal ini nyata terlihat ketika Pengadilan dari Appeal atau Court of Appeal Inggris secara bulat memutuskan pendirian dalam kasus Tournier vs National Provicial and Union Bank of England tahun 1924 30 , suatu putusan pengadilan yang kemudian menjadi pedoman dalam menangani kasus-kasus hukum leading case law yang menyangkut ketentuan rahasia bank di Inggris dan kemudian menjadi pedoman pengadilan Negara yang menganut common law system. Bahkan 60 tahun sebelum putusan Tournier tersebut, yaitu dalam perkara Fuster v. The Bank of London tahun 1862 31 30 Tournier vs National Provincial and Union Bank of England 1924 IKB 461. Lihat pula Putusan tahun 1989. Lipkin Gorman v. Karpnale Ltd. 1989 I WLR. 31 Fuster vs Bank of London 1862 3 F F 213. Lihat Dennis Campbell General ED.. Internasional Bank Secrecy. London: Sweat Maxwell, 1992,hlm. 243. , juri telah berpendapat bahwa terdapat kewajiban bagi bank yang bersangkutan kepada pihak lain. Namun pada waktu itu, pendirian tersebut belum memperoleh afirmasi dari putusan-putusan pengadilan berikutnya. Universitas Sumatera Utara Permasalahan rahasia bank sering kali menjadi topik atau tema yang menarik untuk diperbincangkan oleh berbagai kalangan, baik di kalangan akademisi dan praktisi, bahkan para politisi. Menariknya masalah tersebut pada dasarnya disebabkan adanya keingintahuan dari masyarakat, terutama pihak-pihak yang berkepentingan, mengenai keadaan keuangan seorang nasabah debitur yang berada di suatu bank tertentu, sehat atau tidak, bermasalah atau tidak. Tetapi di lain pihak, bank tidak mungkin dapat memberikan keterangan tersebut karena terbentur dengan ketentuan yang mengatur rahasia bank. Adanya ketentuan mengenai rahasia bank itu kemudian menimbulkan kesan bagi masyarakat, bahwa bank sengaja untuk menyembunyikan keadaan keuangan yang tidak sehat dari nasabah debitur, baik orang perseorangan, atau perusahaan yang sedang menjadi sorotan masyarakat. Dengan kata lain, selama ini timbul kesan bahwa dunia perbankan bersembunyi di balik ketentuan rahasia bank untuk melindungi kepentingan nasabahnya yang belum tentu benar. Tetapi apabila bank sungguh-sungguh melindungi kepentingan nasabahnya yang jujur dan bersih, maka hal itu merupakan suatu keharusan dan kepatutan. Asas kerahasiaan dalam bidang keuangan termasuk rahasia bank ini sudah sejak lama dikenal dalam sejarah keuangan dan financial. Bahkan sejak zaman pertengahan, masalah rahasia di bidang keuangan ini sudah diatur dalam KUHPerdata Negara Jerman dan di kota-kota di Negara Italia bagian utara. 32 32 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 110. Seirama dengan perlindungan kepada hak-hak individu, maka perkembangan Universitas Sumatera Utara pemberlakuan prinsip rahasia bank ini juga semakin meluas. Bahkan, menjelang pertengahan abad ke-19, hampir semua bank di Eropa Barat telah menerapkan doktrin rahasia bank ini dengan berbagai variasinya. Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi nasabah penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan dari bank itu sendiri, sebab apabila nasabah penyimpan ini tidak mempercayai bank di mana ia menyimpan simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya. Oleh karena itu, sebagai suatu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia bank tersebut secara konsisten dan bertanggungjawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melindungi kepentingan nasabahnya. 1. Teori Rahasia Bank a. Teori rahasia bank yang bersifat mutlak absolutely theory Menurut teori ini bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia atau keterangan-keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apapun juga, dalam keadaan biasa atau dalam keadaan luar biasa. Teori ini sangat menonjolkan kepentingan individu, sehingga kepentingan Negara dan masyarakat sering terabaikan. b. Teori rahasia bank yang bersifat relatif Menurut teori ini bank diperbolehkan membuka rahasia atau member keterangan mengenai nasabahnya, apabila untuk kepentingan yang mendesak, misalnya untuk kepentingan Negara atau kepentingan hukum. Teori ini banyak Universitas Sumatera Utara dianut oleh bank-bank di banyak Negara di dunia, termasuk Indonesia. Adanya pengecualian dalam ketentuan rahasia bank memungkinkan untuk kepentingan tertentu suatu badan atau instansi diperbolehkan meminta keterangan atau data tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Muhammad Djumhana, dalam bukunya Hukum Perbankan di Indonesia, terdapat 2 teori mengenai rahasia bank yaitu: a. Teori rahasia bank yang bersifat mutlak, yaitu bank ini mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia nasabah yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apa pun, biasa atau dalam keadaan luar biasa b. Teori bank bersifat nisbi, yaitu bahwa bank diperbolehkan membuka rahasia nasabahnya, bila untuk kepentingan yang mendesak, misalnya untuk kepentingan Negara. 33 2. Pengertian dan Ruang Lingkup Rahasia Bank Menurut Pasal 1 angka 28 UU NO 10 Tahun 1998, yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Dalam Pasal 40 ayat 1 UU NO 10 Tahun 1998, yang mengemukakan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan 33 Ibid. hlm 172. Universitas Sumatera Utara simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44 A. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 16 UU NO 7 Tahun 1992, yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Berkaitan dengan itu, ketentuan Pasal 40 ayat 1 menentukan bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang dicatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44. Berdasarkan ketentuan menurut UU NO 7 Tahun 1992 tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa makna yang terkandung dalam pengertian rahasia bank adalah larangan-larangan bagi perbankan untuk memberi keterangan atau informasi kepada siapa pun juga mengenai keadaan keuangan dan hal-hal lain yang patut dirahasiakan dari nasabahnya, untuk kepentingan nasabah maupun untuk kepentingan dari bank itu sendiri. Berdasarkan ketentuan dari UU NO 10 Tahun 1998 dan UU NO 7 Tahun 1992 tersebut, menunjukkan bahwa pengertian dan ruang lingkup mengenai bank yang diatur dalam UU NO 7 Tahun 1992 berbeda dengan UU NO 10 Tahun 1998. Dalam UU NO 7 Tahun 1992 ketentuan rahasia bank tersebut lebih luas, karena berlaku bagi setiap nasabah dengan tidak membedakan antara nasabah penyimpan dan nasabah peminjam. Ketentuan rahasia bank yang ditentukan dalam UU NO 10 Tahun 1998 lebih sempit, karena hanya berlaku bagi nasabah penyimpan dan Universitas Sumatera Utara simpanannya saja. Dan untuk pengertian tersebut, BI pernah mengeluarkan SEBI NO. 2337UUPBPbB tanggal 11 September 1969 perihal penafsiran pengertian Rahasia Bank, yang antara lain menguraikan: 1. Keadaan keuangan nasabah yang tercatat padanya adalah keadaan mengenai keuangan yang tercatat pada bank yang meliputi segala simpanannya yang tercantum dalam semua pos-pos passiva dan segala pos-pos aktiva yang merupakan pemberian kredit dalam pelbagai macam bentuk kepada yang bersaangkutan. 2. Hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan adalah segala keterangan tentang orang dan badan usaha yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UU NO 14 Tahun 1967. 34 Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat diketahui bahwa ruang lingkup rahasia bank dipersempit atau dibatasi, yaitu menyangkut: a. Keterangan nasabah penyimpan dan simpanannya. Ini tidak termasuk keterangan mengenai nasabah debitor dan pinjamannya b. Kewajiban pihak bank dan pihak terafiliasi untuk merahasiakan keterangan tersebut, kecuali hal itu tidak dilarang oleh undang-undang c. Situasi tertentu dalam mana informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanan boleh saja diberitahukan oleh pihak yang terkena larangan jika informasi tersebut tergolong pada informasi yang dikecualikan atau 34 Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, PT Pustaka Utama Grafiti., Jakarta, 2003, Hlm. 117 Universitas Sumatera Utara informasi nasabah penyimpan dan simpanan yang tidak termasuk dalam kualifikasi rahasia bank. 3. Pengecualian Terhadap Rahasia Bank Pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank dalam UU NO 7 Tahun 1992 jo UU NO 10 Tahun 1998 adalah mengacu kepada ketentuan Pasal 40 ayat 1 UU NO 10 Tahun 1998 yang menentukan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A. Dalam UU NO 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah diatur mengenai pengecualian rahasia bank yang tercantum dalam Pasal 42 hingga Pasal 49. Berdasarkan ketentuan Pasal 40 ayat 1 UU NO 10 Tahun 1998 tersebut maka pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank adalah: a. Untuk kepentingan perpajakan Mengenai pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan ini diatur dalam ketentuan Pasal 41 ayat 1 yang menentukan bahwa, Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. b. Untuk kepentingan penyelesaian piutang bank yang telah diserahkan kepada BUPLNPUPN Ketentuan Pasal 41 A ayat 1 adalah landasan hukum untuk pembukaan rahasia bank untuk kepentingan piutang bank yang telah diserahkan kepada Badan Universitas Sumatera Utara Urusan Piutang dan Lelang Negara BUPLN atau Panitia Urusan Piutang Negara. Pasal 41 A ayat 1 menentukan bahwa: Untuk penyelesaian piutang bank yang telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitor. c. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana Pembukaan atau penerobosan terhadap ketentuan rahasia bank juga dapat dilakukan dengan alasan untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana sebagaimana ditentukan oleh Pasal 42 ayat 1 UU NO 10 Tahun 1998. “Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank”. d. Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabah Menurut ketentuan Pasal 43 UU NO 10 Tahun 1998: “Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan member keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut”. Ketentuan ini merupakan landasan hukum dan alasan dapat dibukanya atau diterobosnya ketentuan rahasia bank untuk kepentingan penyelesaian perkara perdata antara bank dan nasabahnya di pengadilan. Untuk itu direksi dari bank yang bersangkutan dapat memberikan keterangan mengenai keadaan keuangan dari nasabah tersebut. Universitas Sumatera Utara e. Dalam tukar-menukar informasi antarbank Menurut ketentuan Pasal 44 ayat 1 UU NO 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa: “Dalam rangka tukar-menukar informasi antarbank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain”. Ketentuan di atas tentu dapat dilakukan apabila ada suatu kepentingan dari bank yang bersangkutan yang berkaitan dengan nasabah tersebut, dan tidak menimbulkan kerugian bagi nasabah. Oleh sebab itu, pelaksanaan dari ketentuan ini lebih lanjut diatur oleh Bank Indonesia sebagaimana ditentukan oleh Pasal 44 ayat 2 UU NO 10 Tahun 1998. f. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan atau ahli warisnya UU NO 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juga mengatur mengenai pembukaan atau penerobosan ketentuan rahasia bank atas dasar kepentingan dari nasabah penyimpan sebagaimana diatur dalam Pasal 44 A. “Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut”. Dalam ketentuan Pasal 44 A ayat 2 diatur bahwa: “Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut”. Universitas Sumatera Utara Dari ketentuan Pasal 44 A ayat 1 dan ayat 2 di atas, menunjukkan bahwa bank berkewajiban untuk memberikan keterangan mengenai simpanan dari nasabah penyimpan kepada pihak yang diberi kuasa atau ditunjuk oleh nasabah penyimpan dan member keterangan simpanan dari nasabah penyimpan kepada ahli warisnya apabila ia meninggal dunia. Selain pengecualian-pengecualian di atas, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK juga diberikan kewenangan dalam membuka rahasia bank. Kewenangan tersebut didasarkan pada Surat Mahkamah Agung NO. KMA694R.45XII2004 perihal pertimbangan hukum atas pelaksanaan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK terkait dengan ketentuan rahasia bank yang ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 2 Desember 2004. Dalam Surat Keputusan tersebut memuat penegasan hukum, bahwa ketentuan Pasal 12 UU NO 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan ketentuan khusus lex specialis yang memberikan kewenangan kepada KPK dalam melaksanakan tugas pentelidikan, penyidikan dan penuntutan. Dengan berdasarkan ketentuan tersebut, maka prosedur izin membuka rahasia bank sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat 2 dan ayat 3 UU NO 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 42 UU NO 10 Tahun 1998 tidak berlaku bagi KPK. Pemberian kewenangan untuk menerobos rahasia bank kepada KPK adalah suatu terobosan hukum yang tepat dalam upaya mencegah dan menindak tindak pidana di bidang perbankan. Selain itu, sebagaimana yang diputuskan oleh Pengadilan Court of Appeal Inggris dalam perkara Tournier vs National Provincial and Union Bank of Universitas Sumatera Utara England 1924 IKB 46, perlu ditegaskan bahwa persetujuan nasabah merupakan salah satu bentuk pengecualian bagi berlakunya ketentuan rahasia bank. Menurut putusan perkara Tournier tersebut, kewajiban rahasia bank dikecualikan dalam hal-hal sebagai berikut: a. Pengungkapan disclosure diharuskan oleh perundang-undangan yang berlaku b. Ada kewajiban duty kepada public untuk membuka rahasia tersebut c. Kepentingan bank menginginkan dibukanya informasi tersebut d. Pengungkapan disclosure dilakukan dengan persetujuan dengan tegas tersirat dari pihak nasabahnya. 35 4. Sanksi atas Pelanggaran Ketentuan Rahasia Bank Ketentuan rahasia bank sebagaimana telah dikemukakan di atas merupakan suatu ketentuan yang menempatkan bank sebagai pihak yang berkewajiban untuk menjaga segala keterangan yang berhubungan dengan nasabah penyimpan dan simpanannya. Pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank tersebut telah diatur dalam UU NO 10 Tahun 1998 yang berupa ancaman pidana dan denda secara akumulatif. Sanksi pidana atas bank ini bervariasi. Menurut Munir Fuady, ada ciri khas dari sanksi pidana terhadap pelanggaran rahasia bank, yaitu: a. Terdapat ancaman hukuman minimal di samping ancaman maksimal 35 Lord Chorley and Smart PE, Leading Cases in the Law of Banking, London: Pitman Publishing, 1973, hlm. 9. Universitas Sumatera Utara b. Antara ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda bersifat kumulatif, bukan alternatif c. Tidak ada korelasi antara berat ringannya ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda. 36 Menurut ketentuan Pasal 47 ayat 1 bahwa: Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 4 empat tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000 sepuluh miliar rupiah dan paling banyak Rp200.000.000.000 dua ratus miliar rupiah. Pasal 47 ayat 2 menentukan bahwa: Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang- kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 4 empat tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000 empat miliar rupiah dan paling banyak Rp800.000.000.000 delapan ratus miliar rupiah. Selain itu, dari segi perdata pelaku dapat dituntut ganti rugi atas alas an perbuatan melawan hukum karena telah melanggar Pasal 40. Atas pelanggarannya, pelaku dapat diancam dengan tuntutan ganti rugi sesuai Pasal 1365 BW. Walaupun atas pelanggaran Pasal 40 tersebut pelaku telah dijatuhi hukuman pidana, itu tidak mengurangi hak pihak yang menjadi korban untuk menuntut ganti rugi perdata. Pembukaan rahasia bank seseorang selain melanggar undang-undang juga melanggar hak nasabah yang dapat mendatangkan kerugian 36 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern. Buku Kesatu, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm 95. Universitas Sumatera Utara kepada nasabah. Penerapannya dapat disetujui sepanjang pelanggaran dilakukan terhadap kepentingan nasabah atau debitur yang beritikad baik. Menurut Remy Sjahdeni, karena tindak pidana yang ditentukan dalam Pasal 47 ayat 1 itu merupakan tindak pidana formal, maka pihak yang memaksa tersebut dapat saja dituntut dan dikenai pidana sekalipun tidak sampai berhasil membuat pihak bank atau pihak terafiliasi memberikan keterangan yang diminta itu. Selanjutnya, menurutnya hal tersebut mengandung permasalahan sebagai berikut: a. Apakah mereka yang memperoleh keterangan dari bank mengenai keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank tersebut berdasarkan surat perintah atau izin Pimpinan Bank Indonesia boleh lebih lanjut memberikan keterangan itu kepada pihak lain. b. Apakah mereka yang memperoleh keterangan dari bank yang dilakukan oleh bank tidak dalam rangka pengecualian yang ditentukan oleh Pasal 41, 41 A, 42, 43, dan 44 A menggunakan bocoran rahasia bank dapat dipidana. 37 Pasal 45 UU NO 10 Tahun 1998 menetapkan bahwa pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,42,43 dan 44 berhak mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan. Apabila permintaan pembetulan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat keterangan yang 37 Sutan Remy Sjahdeni. “Rahasia Bank: Berbagai Masalah dan Sekitarnya”. Jurnal Hukum Bisnis. Volume 8, Tahun 1999, hlm. 51-52. Universitas Sumatera Utara diberikan oleh bank tidak dipenuhi oleh bank yang bersangkutan, maka masalah tersebut dapat diajukan oleh pihak yang bersangkutan ke pengadilan yang berwenang. Adapun masalah berlakunya ketentuan rahasia bank, meskipun bersifat universal, namun setiap Negara memiliki dasar hukum yang berbeda-beda. Negara yang mengatur berlakunya ketentuan pelanggaran rahasia bank dengan “hubungan kontraktual” adalah Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Belanda, Belgia, The Bahamas, The Cayman Island dan beberapa Negara lainnya. Di Negara tersebut jenis pelanggarannya adalah pelanggaran perdata civil violation. Penyimpangan hubungan kontraktual terjadi apabila kepentingan umum menghendaki dan apabila secara tegas dikecualikan oleh ketentuan undang- undang tertentu. Adapun kelompok kedua menentukan pelanggaran rahasia bank sebagai pelanggaran public atau pidana criminal violation, misalnya Swiss, Austria, Korea Selatan, Prancis, Luxemburg, dan Indonesia sendiri, serta beberapa Negara lainnya. 38 38 Ibid. hlm. 4. Universitas Sumatera Utara BAB III TINJAUAN UMUM PRINSIP MENGENAL NASABAH

A. Pengertian Prinsip Mengenal Nasabah