Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah Dalam Transaksi Perbankan Pada Bank (Studi Pada PT BNI Kantor Cabang USU Medan)

(1)

PELAKSANAAN PRINSIP MENGENAL NASABAH DALAM TRANSAKSI PERBANKAN PADA BANK (STUDI PADA PT BNI

KANTOR CABANG USU MEDAN)

SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH

ISABELLA BANGUN NIM : 070200204

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PELAKSANAAN PRINSIP MENGENAL NASABAH DALAM TRANSAKSI PERBANKAN PADA BANK (STUDI PADA PT BNI

KANTOR CABANG USU MEDAN) SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH

ISABELLA BANGUN NIM : 070200204

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA BW Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Perdata

Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum. NIP. 196603031985081001

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. Tan Kamello, S.H., MS Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum NIP.196204211988031004 NIP.196801281994032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus serta Bunda Maria atas Kasih Karunia dan bimbingan-Nya, Penulis mampu untuk menjalani perkuliahan sampai pada tahap penyelesaian skripsi pada Departemen Hukum Perdata BW di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini. Karena tanpa pertolongan-Nya Penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini, tetapi oleh karena rahmat yang diberikan-Nya akhirnya Penulis dapat menyelesaikan semuanya dengan baik.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini adalah “PELAKSANAAN PRINSIP MENGENAL NASABAH DALAM TRANSAKSI PERBANKAN PADA BANK (STUDI PADA PT BNI KANTOR CABANG USU MEDAN)”. Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, Penulis akan sangat berterima kasih jika ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini kedepan dan terlebih-lebih kepada Penulis sendiri.

Dalam proses penulisan skripsi ini, Penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, Penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

2. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. H. Tan Kamello, S.H., MS sebagai Dosen Pembimbing I Penulis yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum sebagai Dosen Pembimbing II Penulis yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Nazaruddin, S.H., MA selaku Dosen Penasihat Akademik Penulis dari Semester I hingga Semester terakhir di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH. MH. DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak M. Husni, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Orangtua Penulis yaitu Ayahanda Ir. Sastra Bangun, M.AP dan Ibunda Kasta Bukit, S.Pd serta kakak-kakak Penulis yaitu dr. Mery Susanna Bangun, drg. Natalia Bangun dan drg. Donna Sari Bangun.

10. Pimpinan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan yang telah memberikan izin kepada Penulis untuk melakukan riset pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan.


(5)

11. Bapak Muhammad Yusuf selaku pegawai PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan yang telah membantu dan membimbing Penulis dalam melakukan riset pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan serta seluruh pegawai PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu.

12. Teman-teman Penulis yaitu Elysanta M Sembiring, Rebecka Endang Aritonang, Only Intan Sari Samosir yang telah menjadi teman baik Penulis selama mengikuti masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta seluruh Stambuk ’07 yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu.

Akhir kata, Penulis ucapkan terimakasih atas semua partisipasi dari berbagai pihak lain, dan Penulis juga minta maaf apabila masih ada pihak yang mendukung Penulis tetapi belum sempat dimuat namanya. Dan untuk itu semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 2011

Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan Kepustakaan ... 8

E. Metode Penelitian ... 11

F. Sistematikan Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN UMUM PERBANKAN DI INDONESIA ... 15

A. Pengertian dan Fungsi Perbankan ... 15

B. Jenis-Jenis Bank di Indonesia ... 16

C. Pelayanan Jasa Perbankan ... 18

D. Peranan Bank Indonesia ... 34

E. Pengawasan Kepemilikan Bank ... 42

F. Rahasia Bank ... 48

BAB III TINJAUAN UMUM PRINSIP MENGENAL NASABAH ... 62

A. Pengertian Prinsip Mengenal Nasabah ... 62

B. Prinsip Mengenal Nasabah Sebagai Suatu Keharusan ... 63


(7)

D. Data yang Diperlukan Dalam Rangka Mengenal Nasabah ... 65

E. Elemen-Elemen Dalam Prinsip Mengenal Nasabah ... 70

BAB IV PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH PADA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK KANTOR CABANG USU MEDAN………...…… 80

A. Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah ... 80

B. Masalah yang Dihadapi Bank Dalam Menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah ... 84

C. Dampak yang Ditimbulkan Dari Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah tersebut... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 91

A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(8)

Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., MS *) Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum**)

Isabella Bangun***)

ABSTRAKSI

Untuk mengantisipasi terjadinya kejahatan pencucian uang maka Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) sebagai salah satu usaha untuk mengenal nasabahnya, bukan hanya sebatas mengenal identitas pemilik rekening dari suatu bank. Tujuan utama penerapan Prinsip Mengenal Nasabah di dunia perbankan adalah agar bank dapat mendeteksi secara dini adanya indikasi kegiatan transaksi yang melanggar hukum (ilegal) dari nasabahnya, sehingga bank dapat dilindungi dari sasaran kejahatan kerah putih termasuk kegiatan pencucian uang.

Dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan penelitian dengan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penulis melakukan penelitian kepustakaan dengan menggunakan data yang diperoleh dari literatur-literatur seperti buku, serta media elektronik menyajikan data yang diperlukan dalam bentuk artikel dan peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam penelitian lapangan, Penulis melakukan pengumpulan data dan melakukan wawancara dengan seorang pegawai PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan yang berkompeten dalam bidang KYC atau mengenai Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer).

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan melaksanakan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sesuai dengan peraturan dari Bank Indonesia mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan juga mempunyai formulir Prinsip Mengenal Nasabah yang di dalamnya tercantum identitas-identitas nasabah yang harus diisi oleh calon nasabah yang ingin membuat rekening. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan tidak mendapat kendala yang serius dalam menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah ini. Calon nasabah hanya takut atau ragu untuk mencantumkan sumber dana dan tujuan penggunaan dana dalam formulir Prinsip Mengenal Nasabah karena hal tersebut bersifat pribadi. Namun PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan dapat meyakinkan calon nasabah karena penerapan prinsip Mengenal Nasabah membawa dampak positif yang sangat besar baik bagi calon nasabah maupun bagi bank itu sendiri.

Kata kunci : Prinsip Mengenal Nasabah, Transaksi Perbankan, PT BNI Cabang USU Medan

*) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II


(9)

Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., MS *) Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum**)

Isabella Bangun***)

ABSTRAKSI

Untuk mengantisipasi terjadinya kejahatan pencucian uang maka Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) sebagai salah satu usaha untuk mengenal nasabahnya, bukan hanya sebatas mengenal identitas pemilik rekening dari suatu bank. Tujuan utama penerapan Prinsip Mengenal Nasabah di dunia perbankan adalah agar bank dapat mendeteksi secara dini adanya indikasi kegiatan transaksi yang melanggar hukum (ilegal) dari nasabahnya, sehingga bank dapat dilindungi dari sasaran kejahatan kerah putih termasuk kegiatan pencucian uang.

Dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan penelitian dengan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penulis melakukan penelitian kepustakaan dengan menggunakan data yang diperoleh dari literatur-literatur seperti buku, serta media elektronik menyajikan data yang diperlukan dalam bentuk artikel dan peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam penelitian lapangan, Penulis melakukan pengumpulan data dan melakukan wawancara dengan seorang pegawai PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan yang berkompeten dalam bidang KYC atau mengenai Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer).

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan melaksanakan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sesuai dengan peraturan dari Bank Indonesia mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan juga mempunyai formulir Prinsip Mengenal Nasabah yang di dalamnya tercantum identitas-identitas nasabah yang harus diisi oleh calon nasabah yang ingin membuat rekening. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan tidak mendapat kendala yang serius dalam menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah ini. Calon nasabah hanya takut atau ragu untuk mencantumkan sumber dana dan tujuan penggunaan dana dalam formulir Prinsip Mengenal Nasabah karena hal tersebut bersifat pribadi. Namun PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan dapat meyakinkan calon nasabah karena penerapan prinsip Mengenal Nasabah membawa dampak positif yang sangat besar baik bagi calon nasabah maupun bagi bank itu sendiri.

Kata kunci : Prinsip Mengenal Nasabah, Transaksi Perbankan, PT BNI Cabang USU Medan

*) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Gelombang penegakan hukum terus bergerak. Semangat menempatkan hukum sebagai instrumen untuk mencegah terjadinya kekacauan di masyarakat merupakan usaha yang patut didukung. Terlebih lagi, ada prinsip dasar yang nyaris hilang dalam kehidupan negara, yakni ambruknya hukum akan memberikan ancaman serius terhadap hilangnya peradaban manusia.1

Kesadaran akan perlunya suatu sistem pengaturan ini menjadi perhatian Komite Peraturan Perbankan dan Pengawas/Komite Basel (Committee on Banking

Regulations and Supervisory Practices/ Basel Committee) yang keanggotaannya

terdiri dari para gubernur bank sentral. Komite Basel (Basel Committee) merekomendasikan agar negara pesertanya mengadopsi dan menerapkan prinsip kehati-hatian (Prudential Regulation) dan pengawasan perbankan. Rekomendasi itu dituangkan dalam Basel Accord I dan disempurnakan dalam Basel Accord II. Dewasa ini perkembangan perekonomian dunia yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Tidak terkecuali bagi lembaga perbankan yang kegiatannya berkaitan dengan kepentingan orang banyak. Pertumbuhan transaksi dan banyaknya produk yang ditawarkan oleh dunia perbankan telah memperbesar risiko terhadap bank itu sendiri. Oleh karena itu, lembaga perbankan membutuhkan pengaturan teknis secara rinci dan sistematis untuk menekan potensi risiko yang akan timbul.

1


(11)

Bank Indonesia menuangkan prinsip kehati-hatian (Prudential Regulation) dan pengawasan berdasarkan rekomendasi Komite Basel (Basel Committee) tersebut dalam berbagai peraturan.

Demikian juga Indonesia mengalami perkembangan perekonomian seiring dengan berkembangnya globalisasi perdagangan dunia sebagai akibat semakin meningkatnya kebutuhan akan barang dan jasa serta terbukanya komunikasi internasional yang didukung dengan teknologi modern. Perkembangan tersebut mendorong munculnya beraneka ragam kegiatan bisnis terutama di bidang perbankan dan dari kegiatan tersebut dapat mengakibatkan adanya kejahatan dalam perbankan. Salah satunya adalah kegiatan pencucian uang (Money

Laundering) yang merupakan suatu “kejahatan kerah putih” (white collar crime)

di bidang perbankan. Kemajuan di bidang pengetahuan dan teknologi yang ditunjang dengan kemajuan di bidang komunikasi dan informasi dalam era globalisasi ini telah menyebarkan dampak positif dan negatif ke segala penjuru dunia. Hal ini dapat dilihat dengan semakin berkembangnya dimensi baru dari kejahatan (the new dimensions of crime), yang merupakan kejahatan yang dilakukan dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pelaku para profesional.2

Untuk mengantisipasinya maka Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your

Customer) sebagai salah satu usaha untuk mengenal nasabahnya, bukan hanya

sebatas mengenal identitas pemilik rekening dari suatu bank. Prinsip Mengenal

2

Heru Kustriyadi Wibawa, Verifikasi Dokumen dan Tandatangan Pencegahan dan

Penindakan Kejahatan Perbankan dan Keuangan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002,


(12)

Nasabah juga dapat memonitor kegiatan ke dalam (incoming) dan keluar

(outgoing) dalam setiap kegiatan transaksi nasabahnya. Tujuan utama penerapan

Prinsip Mengenal Nasabah di dunia perbankan adalah agar bank dapat mendeteksi secara dini adanya indikasi kegiatan transaksi yang melanggar hukum (ilegal) dari nasabahnya, sehingga bank dapat dilindungi dari sasaran kejahatan kerah putih termasuk kegiatan pencucian uang.

Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dalam transaksi perbankan merupakan faktor yang penting dalam melindungi tingkat kesehatan bank. Hal ini dikarenakan dengan adanya prinsip ini berarti bank telah menerapkan prinsip kehat-hatian (Prudential Banking), dengan demikian bank akan terhindar dari berbagai risiko yang dapat mengganggu tingkat kesehatan bank itu sendiri. Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas bank. Sesuai dengan tanggung jawabnya, masing-masing pihak tersebut perlu mengikatkan diri dan secara bersama-sama berupaya mewujudkan bank yang sehat. Oleh karena itu, adanya ketentuan mengenai tingkat kesehatan bank adalah dimaksudkan sebagai :

1. tolak ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan sejalan dengan asas-asas perbankan yang sehat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku


(13)

2. tolak ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, baik secara individual maupun perbankan secara keseluruhan.3

Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) merupakan hal yang relatif baru untuk industri jasa keuangan di Indonesia. Sebagai konsekuensinya tentu di dalam pelaksanaannya akan terdapat berbagai tanggapan baik yang bersifat pro maupun yang kontra. Ada kekhawatiran penerapan Prinsip Mengenal Nasabah ini akan berdampak kepada nasabah dan volume bisnis pada industri jasa keuangan yang bersangkutan. Kalau dilihat dari undang-undang yang ada, khususnya Undang-Undang NO 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Prinsip Mengenal Nasabah sebenarnya bertentangan dengan prinsip kerahasiaan bank yang terdapat dalam Pasal 40 yang berbunyi:

(1) “Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A”.

(2) “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi”.

Cakupan rahasia bank sesuai dengan UU NO 10 Tahun 1998 terbatas pada nasabah yang mempunyai simpanan dalam bentuk giro, deposito, atau tabungan, yakni sisi pasiva bank. Sesuai dengan penjelasan Pasal 40, yang wajib dirahasiakan oleh bank hanya kedudukan nasabah sebagai penyimpan dana. Rahasia bank adalah salah satu unsur yang harus dimiliki oleh setiap bank sebagai

3

Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hlm. 29.


(14)

lembaga kepercayaan masyarakat yang mengelola dana masyarakat, tetapi tidak seluruh aspek harus dirahasiakan. Hal tersebut berbeda dari definisi rahasia bank menurut UU NO 7 Tahun 1992 yang menyebutkan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Dalam Pasal 40 ayat (1) UU NO 7 Tahun 1992 dijelaskan, menurut kelaziman yang wajib dirahasiakan oleh bank adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya. Dengan demikian, definisi rahasia bank menurut UU NO 7 Tahun 1992 lebih luas karena mencakup seluruh data mengenai keuangan nasabah.

Kerahasiaan merupakan jiwa dunia perbankan yang sudah ada sejak dulu. Namun dalam praktik, kerahasiaan bank sering menimbulkan benturan antara privasi seseorang dengan kepentingan umum. Jika hal ini terjadi, maka yang harus dikesampingkan adalah kepentingan privasi. Masalahnya, sejauh mana makna kepentingan umum itu ditafsirkan. Di samping itu, adanya ketentuan penerapan prinsip mengenal nasabah berarti akan memperlonggar ketentuan asas kerahasiaan bank (bank secrecy). Dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan akan berkurang, dimana masyarakat tidak mau lagi menanamkan dananya pada bank dan memindahkan dananya ke luar negeri. Hal ini tentu saja membuat lembaga perbankan ibarat memakan buah simalakama. Mengingat penerapan Prinsip Mengenal Nasabah adalah hal yang relatif baru untuk industri jasa keuangan yaitu perbankan, maka tinjauan hukum dan penelitian terhadap


(15)

efektivitas kebijakan yang sudah ada dan akan dikeluarkan pemerintah sedikit banyak akan memperkaya khasanah pengetahuan yang dapat berguna bagi masyarakat umum.

Bank Indonesia selaku institusi pengawasan perbankan di Indonesia telah menetapkan peraturan Bank Indonesia NO. 3/10/PBI/2001 diubah dengan PBI NO. 3/23/PBI/2001 dan perubahan kedua yakni PBI NO. 5/21/PBI/2003 mengenai penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer

Principles) sebagai bagian upaya hukum yang ditempuh oleh pemerintah

Indonesia dalam mencegah digunakannya perbankan nasional sebagai media kegiatan pencucian uang. Peraturan ini sejalan dengan rekomendasi internasional seperti Komite Basel untuk pengawasan perbankan (The Basel Committee on

Banking Supervision) dan FATF (Financial Action Task Force on Money Laundering) suatu badan khusus yang dibentuk oleh kelompok tujuh negara (G7)

untuk memerangi kejahatan pencucian uang.4

B.Perumusan Masalah

Dalam penelitian hukum ini, obyek penelitian adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan. Dari adanya latar belakang masalah tersebut diatas dapat ditemui permasalahan-permasalahan berikut :

4

Yunus Husein, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah oleh Bank Dalam Rangka

Penanggulangan Kejahatan Pencucian Uang, dalam Jurnal Hukum Bisnis Vol. 16 (November


(16)

1. Upaya-upaya apakah yang dilakukan oleh Bank dalam melaksanakan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) pada transaksi perbankan?

2. Hambatan-hambatan apakah yang dihadapi oleh Bank dalam melaksanakan Prinsip Mengenal Nasabah pada transaksi perbankan? 3. Apakah dampak yang ditimbulkan dari penerapan Prinsip Mengenal

Nasabah tersebut?

C.Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini mencakup beberapa hal yaitu:

1. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh Bank dalam melaksanakan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer

Principles) pada transaksi perbankan.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Bank dalam melaksanakan Prinsip Mengenal Nasabah pada transaksi perbankan.

3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari penerapan Prinsip Mengenal Nasabah tersebut.

Manfaat dari penelitian ini yaitu: 1. Manfaat Teoritis

Menambahkan pengetahuan dan wawasan bagi penulis mengenai dunia perbankan dalam tinjauan yuridis khususnya, tentang tinjauan yuridis Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles)


(17)

dalam transaksi perbankan serta melatih keterampilan dalam melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah.

2. Manfaat Praktis

Membantu memperkuat sektor perbankan Indonesia sehingga menjadi bank yang sehat, kokoh dan tangguh, khususnya dalam penanganan tindak pidana pencucian uang.

D.Tinjauan Kepustakaan

Dampak krisis moneter terhadap perbankan Indonesia yaitu memperburuk kinerja perbankan nasional. Hal demikian semakin menjadi-jadi karena kondisi perbankan nasional yang dijalankan dengan tidak memegang prinsip kehati-hatian.5 Prinsip kehati-hatian atau lebih dikenal dengan prudential principle merupakan salah satu dari kebijakan Bank Indonesia yang terdapat dalam paket kebijakan Januari tahun 2005. Paket kebijakan Bank Indonesia terdiri dari delapan kebijakan, mengenai berbagai transaksi perbankan, perbaikan dan peningkatan prinsip kehati-hatian, dan penerapan praktek perbankan yang sehat.6

Prinsip kehati-hatian (Prudential Principle) sangat penting dalam menjaga tingkat kesehatan bank. Prinsip ini harus diterapkan pada setiap kegiatan usaha bank, baik itu berupa penghimpun dana maupun dalam masalah perkreditan. Salah satu bentuk dari prinsip kehati-hatian (Prudential Principle) yang diterapkan oleh dunia perbankan baru-baru ini adalah adanya ketentuan Prinsip Mengenal

5

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, PT Citra Aditya, Bandung, 2000, hal.117.

6


(18)

Nasabah. Prinsip Mengenal Nasabah atau yang lebih dikenal dengan Know Your

Customer Principles merupakan prinsip yang direkomendasikan oleh Komite

Basel (Basel Committee).

Pada tahun 1988, Komite Peraturan Perbankan dan Pengawas/Komite Basel (Committee on Banking Regulations and Supevisory Practise/Basel

Committee) yang keanggotaannya terdiri dari para gubernur bank sentral

mengeluarkan kode etik perbankan. Komite Basel (Basel Committee) merekomendasikan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) sebagai salah satu bentuk peraturan kehati-hatian (prudential regulation) di lingkungan industri perbankan.7

1. Bank harus mengetahui identitas nasabah yang akan atau sedang menggunakan jasa perbankan sesuai dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles);

Prinsip Mengenal Nasabah membantu melindungi reputasi dan integritas sistem perbankan dengan mencegah perbankan digunakan sebagai alat kejahatan keuangan. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

(Know Your Customer Principles) ini didasari pertimbangan bahwa prinsip ini

penting dalam rangka kehati-hatian perbankan (prudential banking) untuk melindungi bank dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah.

Untuk melindungi kepentingan perbankan dan dalam hal penegakan sistem kehati-hatian (prudential system), maka bank harus melakukan berbagai upaya antara lain:

7

Menteri Keuangan RI, Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank,


(19)

2. Manajemen bank harus menjamin bahwa transaksi yang dilakukan telah sesuai dengan kode etik dan peraturan atau ketentuan yang berkaitan dengan transaksi tersebut dalam UU NO 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan;

3. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan ketentuan rahasia bank, bank harus bekerjasama dengan aparat penegak hukum sesuai ketentuan yang berlaku.8

Pada tanggal 18 Juni 2001 Bank Indonesia mengeluarkan peraturan mengenai pentingnya diterapkan oleh bank-bank tentang penerapan mengenal nasabah. Peraturan mengenai penerapan prinsip tersebut tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia NO 3/10/PBI/2001 Lembaran Negara 2001 NO 78, Tambahan Lembaran Negara NO 4107. Peraturan Bank Indonesia, selanjutnya disebut PBI ini mengatur tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer

Principles). Peraturan ini kemudian diubah dengan Peraturan Bank Indonesia NO

3/23/PBI/2001 tertanggal 13 Desember 2001 (Lembaran Negara 2001 NO 151, Tambahan Lembaran Negara No 4160) serta perubahan kedua yakni PBI NO 5/21/PBI/2003 tertanggal 17 Oktober 2003.

Implementasi dari Peraturan Bank Indonesia di atas telah disusun sebuah pedoman yang disebut Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Pedoman ini dikeluarkan berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) tanggal 13 Desember 2001 NO 3/29/DPNP, yang dapat dipergunakan bank-bank sebagai acuan standar minimum yang wajib dipenuhi oleh bank-bank dalam

8

Pradjoto, Mencegah Kebangkrutan Bangsa, Masyarakat Transparansi Indonesia, Jakarta, 2003, hal.93


(20)

menyusun Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip mengenal Nasabah. Pedoman ini memperinci hal-hal penting mengenai kebijakan umum, prosedur penerimaan dan identifikasi (procedures for customer acceptance and identification), pemantauan dan laporan (monitoring and reporting) dan pelatihan pegawai

(employee training).

Dengan menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah berarti Bank dapat mengenal nasabah dengan baik, memahami pola dan karakteristik nasabah. Oleh karena itu untuk melindungi Bank dari berbagai risiko maka Bank harus menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah secara efektif dan wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatannya.

E.Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan penelitian dengan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan;

a. Penelitian Kepustakaan.

Dalam hal ini penulis menggunakan data yang diperoleh dari literatur-literatur seperti buku, serta media elektronik menyajikan data yang diperlukan dalam bentuk artikel dan peraturan perundang-undangan.

b. Penelitian Lapangan.

Dalam hal ini Penulis melakukan pengumpulan data dan melakukan wawancara dengan seorang pegawai PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan.


(21)

2. Jenis data

a. Bahan hukum primer, yang terdiri dari : i. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

ii. Undang-Undang NO. 7 Tahun 1992 jo UU NO 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

iii. Peraturan Bank Indonesia NO. 3/10/PBI/2001 jo PBI NO 3/23/PBI/2001 jo PBI NO 5/21/PBI/2003 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. b. Bahan hukum sekunder, yaitu memberikan penjelasan pada bahan hukum primer yang meliputi buku ilmu hukum dan berbagai artikel yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

c. Bahan hukum tertier, yang terdiri dari buku yang digunakan sebagai pedoman penelitian dan buku acuan lainnya.

Kemudian untuk penelitian lapangan yaitu melakukan penelitian pada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan, karena Bank tersebut mempunyai skala usaha yang luas dan kemungkinan memiliki kendala yang kompleks dalam menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah. Penulis dalam penelitian lapangan menggunakan data primer dengan mewawancarai narasumber yang berkompeten dalam bidang Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your

Customer Principles).

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam lima bab. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:


(22)

BAB I: PENDAHULUAN

Pada Bab yang pertama ini akan diuraikan tentang : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, serta Sistematika Penulisan.

BAB II: TINJAUAN UMUM PERBANKAN DI INDONESIA

Bab ini memberikan penjelasan mengenai tinjauan umum perbankan di Indonesia, antara lain mencakup: Pengertian dan Fungsi Perbankan, Jenis-jenis Bank di Indonesia, Pelayanan Jasa Perbankan, Peranan Bank Indonesia, Pengawasan Kepemilikan Bank, dan Rahasia Bank.

BAB III: TINJAUAN UMUM MENGENAI PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLES)

Bab ini memberikan gambaran mengenai Prinsip Mengenal Nasabah

(Know Your Customer Principles) yang mencakup: Pengertian Prinsip

Mengenal Nasabah, Prinsip Mengenal Nasabah Sebagai Suatu Keharusan, Tujuan Prinsip Mengenal Nasabah, Data yang Diperlukan Dalam Rangka Mengenal Nasabah, Elemen-elemen Dalam Prinsip Mengenal Nasabah.

BAB IV: PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH PADA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK KANTOR CABANG USU MEDAN

Bab ini berisikan mengenai: Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah, Masalah yang Dihadapi Bank Dalam Menerapkan Prinsip Mengenal


(23)

Nasabah (Know Your Customer Principles) serta Dampak yang Ditimbulkan Dari Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Pada akhir penulisan skripsi ini, akan diberikan kesimpulan dan saran yang kiranya akan dapat berguna.


(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM PERBANKAN DI INDONESIA

A.Pengertian Dan Fungsi Perbankan

Kata perbankan dalam bahasa Inggris disebut banking. Dalam Black’s Law

Dictionary dirumuskan bahwa banking adalah

The business of banking, as defined by law and customs, consist in the issue of notes payable on demand intended to circulate as money, when the banks are banks issue, in receiving deposits payable on demand, in discounting commercial paper, making loans of money and collateral security, buying and selling bills of exchange, negotiating loans, and dealing in negotiable securities issued by the government, state and national, and municipal and other corporation.9

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa sistem perbankan adalah suatu sistem yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara, dan proses melaksanakan kegiatan usahanya secara keseluruhan. Mengenai bagaimana sistem perbankan di Indonesia dapat dilihat Perbankan adalah suatu kegiatan perbankan, seperti yang didefenisikan oleh hukum dan kebiasaan, yang termasuk dalam penerbit wesel bayar atas pemintaan untuk mengedarkan uang, ketika bank bertindak sebagai bank penerbit, juga menerima deposit terhutang atas permintaan, pelelangan surat berharga, member pinjaman uang dan jaminan, pembelian dan penjualan bill of exchange, negosiasi pinjaman, dan transaksi efek yang dinegosiasikan yang dikeluarkan oleh Negara, pemerintah dan perusahaan-perusahaan lainnya.

9

Henry Champbell Black, Black’s Law Dictionary, St Paul Minn, West Publicing Co, 1979


(25)

dalam Undang-Undang NO 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang NO 10 Tahun 1998.

Mengenai fungsi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Perbankan yang menyatakan bahwa,

“Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”.10

B.Jenis-Jenis Bank Di Indonesia

Dari ketentuan ini maka tercermin fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak-pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lacks of funds).

Mengenai jenis-jenis bank yang dikenal di Indonesia dapat dilihat dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU NO 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang membagi bank dalam dua jenis yaitu:

1. Bank Umum

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum merupakan bank pencipta uang giral. Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Kegiatan tertentu tersebut antara lain melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk pengembangan koperasi, pengembangan

10


(26)

pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas, dan pengembangan pembangunan perumahan.

2. Bank Perkreditan Rakyat

Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat bukan bank pencipta uang giral, sebab Bank Perkreditan Rakyat tidak ikut memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

UU NO 14 Tahun 1967 tentang Perbankan membedakan jenis bank berdasarkan pada fungsinya, yaitu:

a. Bank Sentral

Bank Sentral adalah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tugas pokok Bank Indonesia ialah membantu Pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup rakyat dalam:

1. Mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah

2. Mendorong melancarkan produksi dan pembangunan dan memperluas kesempatan kerja.11

b. Bank Umum

Bank Umum adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka panjang.

11

Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan Di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1975, Hlm. 72.


(27)

c. Bank Tabungan

Bank Tabungan adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk tabungan dan dalam usahanya terutama memperbungakan dananya dalam surat berharga.

d. Bank Pembangunan

Bank Pembangunan adalah bank yang dalam pengumpulan dananya, terutama menerima simpanan dalam bentuk deposito dan/atau mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan panjang dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka menengah dan jangka panjang di bidang pembangunan.

e. Bank lainnya

Bank lainnya yang akan ditetapkan dengan undang-undang menurut kebutuhan dan perkembangan ekonomi.

C.Pelayanan Jasa Perbankan 1. Transfer (Pengiriman Uang)

Transfer (pengiriman uang) adalah salah satu pelayanan bank kepada masyarakat dengan bersedia melaksanakan amanat nasabah untuk mengirimkan sejumlah uang, baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang ditujukan kepada pihak lain (perusahaan, lembaga, atau perorangan) di tempat lain baik di dalam maupun di luar negeri. Dengan kata lain transfer merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh bank untuk mengirim sejumlah uang yang ditujukan kepada pihak tertentu dan di tempat tertentu.


(28)

Menurut Muhammad Djumhana, dalam bukunya Hukum Perbankan di Indonesia, cara transfer tersebut dapat dilakukan dengan surat bukti transfer melalui:

a. Surat atau pos (Mail Transfer/ MT) b. Telegram (Telegrafic Transfer / TT)

c. Cara memberikan wesel tunjuk di antara sesama kantornya, tetapi dapat pula dengan penarikan atas saldo kredit yang ada pada bank koresponden secara telegram, wesel tunjuk, atau dengan cek

d. Melalui sarana elektronik lainnya (electronic funds transfer system) seperti melalui ATM.12

2. Inkaso

Inkaso adalah pemberian kuasa pada bank oleh perusahaan atau perorangan untuk menagihkan, atau memintakan persetujuan pembayaran (akseptasi) atau menyerahkan begitu saja kepada pihak yang bersangkutan (tertarik) di tempat lain (dalam atau luar negeri) atas surat-surat berharga, dalam rupiah atau valuta asing seperti wesel, cek, kuitansi, surat aksep (promissory

notes), dan lain-lain.

Inkaso dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu:

a. Inkaso berdokumen, yaitu apabila surat-surat berharga yang diinkasokan itu disertai (dilampiri) dengan dokumen-dokumen lain yang mewakili

12

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Modern, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal 383.


(29)

barang dagangan, seperti konosemen (bill of leading), faktur, polis asuransi, dan lain-lain.

b. Inkaso tak berdokumen, yaitu apabila surat-surat berharga yang diinkasokan itu tidak disertai dokumen-dokumen yang mewakili barang. Manfaat inkaso bagi nasabah yaitu:

a. Nasabah pengirim tidak perlu menagih sendiri atau mendatangi sendiri pihak yang ditagih, yang berada ditempat lain, cukup dengan menyerahkan surat tagihan tersebut kepada bank.

b. Nasabah dapat menghemat tenaga dan biaya serta keamanan pun terjadi. Objek inkaso antara lain:

a. Wesel b. Cek

c. Surat undian

d. Pengambilan uang (Money order) e. Kupon dan deviden

f. Surat aksep g. Kuitansi

h. Nota-nota tagihan lainnya.

3. Kliring

Menurut kamus perbankan yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus Perbankan Indonesia 1980, kliring adalah perhitungan utang piutang antara para peserta secara terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan surat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat


(30)

diperhitungkan.13

a. Berkewajiban untuk melaksanakan penyelenggaraan kliring sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam pengertian lain, kliring diartikan sebagai sarana perhitungan warkat antara bank yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia guna memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral. Tujuan pokok diadakannya kliring adalah untuk memperlancar lalu lintas pembayaran giral dan merupakan pelayanan kepada masyarakat yang menjadi nasabah bank.

Kliring diselenggarakan oleh Bank Indonesia antara bank-bank di suatu wilayah kliring yang disebut kliring lokal. Untuk wilayah-wilayah yang tidak terdapat Kantor Bank Indonesia, maka penyelenggaraan kliring diserahkan kepada bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dan harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: kemampuan administrasi, tenaga pimpinan dan pelaksana, ruangan kantor, peralatan komunikasi, dan lain-lain.

Menurut Thomas Suyatno dalam buku Lembaga Perbankan, ketentuan khusus bagi bank penyelenggara kliring, yaitu:

b. Menyampaikan laporan-laporan tentang data-data kliring setiap minggu bersama-sama dengan laporan likuiditas mingguan kepada Bank Indonesia yang membawahi wilayah kliring yang bersangkutan.

c. Untuk mempermudah bank penyelenggara kliring dalam penyediaan uang kartal, maka ditentukan bahwa hasil kliring hari itu dapat diperhitungkan pada rekening bank pada Bank Indonesia.14

13

Tim Penyusun Kamus Perbankan Indonesia, Kamus Perbankan, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1980

14


(31)

Persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia bagi suatu bank untuk dapat ikut serta dalam kliring yaitu:

a. Bank-bank yang telah mendapat izin dari Menteri Keuangan dan mendapat persetujuan dari Bank Indonesia terlebih dahulu.

b. Bank tersebut telah menjalankan usahanya minimal 3 bulan atas izin Menteri Keuangan.

c. Bank tersebut telah memenuhi penilaian sebagai bank yang sehat baik ditinjau di bidang administrasi, pimpinan maupun keuangan.

d. Simpanan masyarakat dalam bentuk giro dan kelonggaran tarik kredit yang diberikan oleh kantor tersebut mencapai sekurang-kurangnya 20% dari syarat modal disetor minimum bagi pendirian bank baru di wilayahnya.

e. Bank peserta kliring wajib membuka rekening Koran di Bank Indonesia.

f. Bank yang tidak tercatat sebagai peserta dapat ikut serta secara tidak langsung melalui pengikutsertaannya dengan bank lain (peserta)

g. Menyetor jaminan kliring sebesar 50% rata-rata kewajiban 20 hari terakhir dikurangi 40% rata-rata tagihan harian 20 hari terakhir. Kewajiban tersebut hanya berlaku bagi kantor bank yang baru menjadi peserta kliring atau yang baru direhabilitasi. Kewajiban menyetor jaminan kliring ini tidak berlaku bagi peserta tidak langsung atau peserta yang pindah wilayah kliring.


(32)

h. Bank peserta menentukan anggotanya sebagai wakil tetap pada lembaga kliring dan memberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia.

4. Bank Garansi

Bank garansi adalah jaminan yang diberikan oleh bank, dalam arti bank menyatakan suatu pengakuan tertulis yang isinya menyetujui mengikatkan diri kepada penerima jaminan dalam jangka waktu tertentu dan syarat-syarat tertentu apabila di kemudian hari ternyata si terjamin tidak memenuhi kewajibannya kepada si penerima jaminan. Bank menjamin nasabah untuk memenuhi suatu kewajiban apabila nasabah yang bersangkutan di kemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajibannya kepada pihak lain sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama. Bank garansi diberikan oleh bank kepada nasabah dengan tujuan membantu nasabah yang akan melakukan suatu transaksi tertentu yang tidak membutuhkan kredit dari bank.

Dalam suatu pemberian bank garansi terdapat 3 pihak yang terkait yaitu: a. Penjamin, yaitu bank sebagai pihak yang memberikan jaminan

b. Terjamin, yaitu pihak yang diberikan jaminan oleh bank

c. Penerima jaminan, yaitu pihak yang menerima jaminan dari bank

Menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia NO.23/88/KEP/DIR tentang Pemberian Garansi Bank tanggal 18 Maret 1991, bank garansi berbentuk:

a. Garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap yang menerima garansi apabila pihak yang dijamin cedera janji (wanprestasi).


(33)

b. Garansi dalam bentuk penandatanganan kedua dan seterusnya atas surat berharga seperti aval dan endosemen dengan hak regres yang dapat menimbulkan kewajiban membayar bagi bank apabila yang dijamin cedera janji (wanprestasi).

c. Garansi lainnya yang terjadi karena perjanjian bersyarat sehingga dapat menimbulkan kewajiban finansial bagi bank.15

Menurut Thomas Suyatno, bahwa tujuan dari pemberian bank garansi: 1. Untuk melaksanakan pembangunan proyek diadakan perjanjian antara

pemborong dan pemberi pekerjaan pembangunan proyek. Pihak pemberi pekerjaan menginginkan adanya bank garansi untuk menutupi pekerjaan pembangunan proyek. Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya risiko, yang terjadi akibat pemborong melakukan wanprestasi sebelum pembangunan proyek diselesaikan.

2. Untuk pembelian barang.

3. Untuk mendapatkan Keterangan Pemasukan Pabean (KPP) atas barang-barang yang L/C-nya belum dibayar penuh oleh importir.16

Berkaitan dengan penerbitan bank garansi tersebut, bank dapat memberikannya baik dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing. Dalam kegiatan pelayanan jasa berupa penerbitan bank garansi, maka bank penerbit akan menerima imbalan jasa dari si terjamin berupa provisi. Di samping pembebanan

15

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.23/88/KEP/DIR tentang Pemberian Garansi Bank tanggal 18 Maret 1991

16


(34)

provisi, semua biaya yang timbul akibat pemberian bank garansi menjadi beban pihak yang diberi jaminan.

5. Kotak Pengaman Simpanan (Safe Deposit Box)

Kotak pengaman simpanan atau safe deposit box adalah salah satu sistem pelayanan bank kepada masyarakat, dalam bentuk menyewakan kotak (box) dengan ukuran tertentu untuk menyimpan barang-barang berharga dengan jangka waktu tertentu dan nasabah menyimpan sendiri kunci kotak (box) pengaman tersebut. Kotak pengaman simpanan atau safe deposit box merupakan simpanan dalam bentuk tertutup, dalam arti, pejabat bank tidak boleh memeriksa/menyaksikan wujud/bentuk barang yang disimpan.

Barang-barang yang diizinkan untuk disimpan dalam kotak pengaman adalah terbatas yaitu :

a. Mata uang, barang-barang berharga, logam mulia.

b. Kertas-kertas berharga, sertifikat, atau dokumen-dokumen penting lainnya. c. Barang-barang lain yang disetujui oleh bank secara tertulis.

Atas jasa yang diberikan oleh bank tersebut, maka pihak penyewa kotak pengaman simpanan (safe deposit box) diwajibkan membayar uang sewa dan uang jaminan atas anak kunci yang berupa kunci cadangan yang disimpan oleh bank dan kunci yang disimpan oleh penyewa. Namun tidak setiap bank memiliki kotak pengaman simpanan (safe deposit box) karena biaya pembangunannya (pemasangan pintu besinya khusus dan penjagaan keamanan yang ketat) sangatlah mahal. Harga sewa dan uang jaminan kuncinya juga sangat mahal sehingga hanya nasabah tertentu saja yang berminat untuk menyewanya. Hanya dalam jangka


(35)

waktu yang lama bank dapat mengembalikan biaya investasi yang telah dikeluarkan untuk membiayai aktiva tersebut.17

6. Kartu Kredit (Credit Card)

Kartu kredit (credit card) adalah alat pembayaran pengganti uang tunai atau cek. Menurut Suryohadibroto dan Prakoso, kartu kredit adalah alat pembayaran sebagai pengganti uang tunai yang sewaktu-waktu dapat digunakan konsumen untuk ditukarkan dengan produk barang dan jasa yang diinginkannya pada tempat-tempat yang menerima kartu kredit atau bias digunakan konsumen untuk menguangkan kepada bank penerbit atau jaringannya (cash advance).18

17

Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 2003, hal 124.

18

Hermansyah, Op.cit. Hlm. 90

Pihak-pihak yang terkait dalam penggunaan kartu kredit adalah pemegang kartu kredit (card holder), penerima pembayaran dengan kartu kredit (merchant), dan penerbit kartu kredit (issuer). Pemegang karu kredit adalah pihak yang telah memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan oleh penerbit sehingga berhak memegang dan menggunakan kartu kredit tersebut. Penerima pembayaran kartu kredit biasanya pemilik tempat perbelanjaan dan hiburan, seperti swalayan, hotel, restoran, dan perusahaan jasa lainnya. Sedangkan pihak penerbit kartu kredit adalah bank.

Menurut Muhammad Djumhana, berdasarkan cara pembayarannya, jenis kartu kredit terdiri dari:


(36)

a. Charge card atau Kartu Tagihan, yaitu kartu yang dapat digunakan

sebagai alat pembayaran yang pelunasan tagihannya dilakukan secara keseluruhan saat tagihan itu datang. Pemegang kartu diberi keleluasaan untuk memakainya tidak terbatas (no limit), tetapi ia dibatasi dalam pelunasan tagihannya dengan jangka waktu tertentu sejak ia menggunakannya sampai tagihan datang. Bila pemegang kartu kredit tidak dapat melunasi seluruh tagihan, atas sisa tagihan akan dikenakan denda (penalty), tetapi ia masih tetap diharuskan untuk melunasinya pada jangka waktu tertentu, dan apabila belum dibayar juga, maka kartu akan dibatalkan, dan pemegangnya dicantumkan dalam daftar hitam.

b. Credit card atau Kartu Kredit, yaitu kartu yang dapat digunakan sebagai

alat pembayaran yang pelunasan tagihannya dapat dilakukan secara bertahap atau dicicil, dan kepada pemegang kartu diberikan kredit yang jumlahnya dibatasi. Batas kredit (credit limit) biasanya bervariasi tergantung kepada kemampuan finansial pemegang kartu, dan kepercayaan pihak penerbit. Saat tagihan datang, pemegang kartu diwajibkan membayar jumlah tertentu (minimum payment), dan sisanya akan dikenakan bunga yang besarnya telah ditentukan oleh penerbit. Kartu kredit ini daya lakunya ada yang bersifat internasional, dan ada juga yang hanya bersifat lokal, dalam arti daya lakunya atau penggunaannya terbatas di Negara di mana kartu tersebut diterbitkan.

Selain kedua jenis kartu di atas, sekarang juga berkembang yang disebut


(37)

yang praktis sebagai pengganti uang tunai, yang dapat dibelanjakan sebatas kredit yang diberikan, di mana setiap transaksi memotong secara otomatis rekening pemegang kartu. Contohnya yaitu kartu debit dari BCA dan kartu dari Mandiri, di mana pemegang kartu tersebut mempunyai rekening misalnya berupa tabungan.19

7. Perdagangan Valuta Asing (Valas)

Pada dasarnya, terjadinya perdagangan valuta asing disebabkan adanya permintaan dan penawaran. Permintaan dan penawaran tersebut terjadi sebagai akibat adanya transaksi bisnis internasional. Kegiatan ekspor dan impor yang dilakukan oleh para pihak yang mempunyai kewarganegaraan yang berbeda akan menimbulkan jual-beli valuta asing.

Menurut Thomas Suyatno, transaksi dalam perdagangan valuta asing terdiri dari:

1. Transaksi Tunai (Spot), yaitu transaksi jual beli valuta asing yang penyerahan masing-masing valuta yang diperjualbelikan tersebut umumnya dilaksanakan setelah dua hari kerja berikutnya dari saat transaksi terjadi.

2. Transaksi Tunggak (Forward), adalah transaksi yang dilakukan antara suatu mata uang terhadap mata uang terhadap mata uang lainnya dengan penyerahan batas waktu (maturity date)-nya dilaksanakan pada suatu waktu yang akan datang.

19


(38)

3. Transaksi Barter (Swap), adalah kombinasi dari membeli dan menjual dua mata uang secara tunai yang diikuti dengan membeli dan menjual kembali mata uang yang sama secara tunai dan tunggak, yaitu pembelian dan penjualan suatu mata uang terhadap mata uang lainnya yang dilakukan secara bersamaan/simultan dengan batas waktu yang berbeda.20

8. Kustodian

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 8 UU NO 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan kostodian adalah:

“Pihak yang memberikan jasa penitipan efek atau harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabah”.21

Dari ketentuan di atas, menunjukkan bahwa sebagai lembaga penunjang pasar modal yang dinamakan kustodian tersebut dalam kegiatannya adalah mewakili pemegang rekening atau penanaman modal yang menjadi nasabahnya dalam kegiatan pasar modal yang bekerja berdasarkan perintah dari nasabahnya Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) UU NO 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tersebut bahwa

“Apa yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai custodian adalah Lembaga Penyimpana dan Penyelesaian, Perusahaan Efek, atau Bank Umum yang telah mendapat persetujuan Bapepam”.

20

Hermansyah. Op.cit. Hlm. 92 21


(39)

tersebut. Berkaitan dengan itu, sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang bahwa bank umum dapat juga menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai kustodian setelah mendapat persetujuan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Selanjutnya Bank Umum yang telah mendapat persetujuan dari Bapepam disebut Bank Kustodian.

9. Letter Of Credit

Letter of Credit adalah suatu kontrak, dengan mana suatu bank bertindak

atas permintaan dan perintah dari seorang nasabah (pemohon L/C) yang biasanya berkedudukan sebagai importir untuk melakukan pembayaran kepada pihak pengekspor (eksportir) atau pihak ketiga (beneficiary) atau membayar atau mengaksep wesel-wesel yang ditarik oleh pihak ketiga, atau memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran, atau untuk mengaksep atau mengambil alih wesel-wesel tersebut, atas dasar penyerahan dokumen tertentu yang sebelumnya telah ditentukan, asalkan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

Menurut Sentosa Sembiring, Letter of Credit (L/C) adalah merupakan suatu perintah dari importir (pembeli) kepada banknya (opening bank) agar melakukan pembayaran kepada penjual (eksportir), dengan ketentuan pihak eksportir harus melengkapi syarat-syarat yang telah disepakati, sebagaimana yang tertuang dalam kontrak penjualan (sales contract).22

22

Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm 57. Sedangkan menurut Amir M.S dalam bukunya Letter of Credit dalam Bisnis Ekspor-Impor, mengatakan


(40)

bahwa Letter of Credit adalah suatu instrumen pembayaran perbankan yang sangat penting (terutama dalam perdagangan ekspor-impor) yang digunakan sebagai sarana untuk memudahkan penyelesaian utang piutang.23

a. Nomor dan tanggal

Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa pada dasarnya Letter of

Credit adalah suatu instrumen perbankan yang berbentuk suatu surat (kontrak

antara importir dan eksportir) yang dikeluarkan oleh bank devisa atas permintaan importir nasabah bank devisa tersebut dan ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi dari importir tersebut.

Secara umum menurut Amir M.S, suatu Letter of Credit memuat hal-hal pokok sebagai berikut:

b. Jenis dan sifat Letter of Credit yang dibuka

c. Nama dan alamat eksportir (penerima Letter of Credit) yang biasa disebut sebagai pihak ketiga (beneficiary)

d. Jumlah dana yang tersedia

e. Uraian mengenai barang dan jumlahnya

f. Perincian dokumen pengapalan yang dipersyaratkan g. Batas waktu pengapalan terakhir

h. Batas waktu berlakunya Letter of Credit i. Syarat pengapalan

j. Ketentuan negosiasi dokumen pengalaman24

23

Hermansyah. Op.cit. Hlm. 94 24


(41)

Lebih lanjut mengenai proses pembukaan dari Letter of Credit dengan mengacu kepada pendapat Huala Adolf dalam bukunya Hukum Perdagangan Internasional adalah sebagai berikut.

1. Aplikasi (Application)

Setelah penjual dan pembeli menandatangani kontrak jual beli, yang mana dalam kontrak itu memuat kesepakatan bahwa transaksi antara mereka akan diselesaikan dengan Letter of Credit, maka pembeli (importir) akan meminta kepada banknya untuk membuka Letter of Credit.

Adapun mengenai data-data yang harus dicantumkan dalam formulir aplikasi Letter of Credit adalah sebagai berikut:

a. Nama dan alamat eksportir atau pihak ketiga (beneficiary) b. Nama dan alamat pembeli/pemohon (importir)

c. Nilai Letter of Credit yang dibuka dengan pengiriman (shipping terms) yang telah disetujui

d. Jenis Letter of Credit e. Syarat pembayaran f. Uraian barang

g. Dokumen-dokumen yang diperlukan, baik jenis maupun jumlahnya h. Masa berlakunya Letter of Credit dengan menetapkan tanggal berakhirnya i. Tanggal pengapalan terakhir

j. Pelabuhan bongkar muat


(42)

l. Ketentuan-ketentuan khusus yang diperlukan (misalnya: boleh tidaknya penggantian kapal, atau boleh tidaknya pengapalan sebagian)

m. Cara menyampaikan Letter of Credit lewat surat atau teleks, dan sebagainya

2. Pembukaan/Penerbitan Letter of Credit

Atas dasar aplikasi pembukaan Letter of Credit sebagaimana diuraikan di atas yang telah disetujui oleh para pihak, bank penerbit (issuing bank) membuka dan menerbitkan Letter of Credit yang ditujukan kepada penerima (eksportir), yang isinya sesuai benar dengan apa yang tercantum dalam formulir aplikasi.

Ketentuan-ketentuan yang ditambahkan oleh bank penerbit (issuing bank) pada umumnya adalah:

a. Syarat pengapalan, seperti larangan terhadap penggunaan kapal-kapal berbendera Negara tertentu

b. Jangka waktu penyerahan dokumen

c. Ketentuan-ketentuan tentang endosement terhadap dokumen-dokumen yang dinegosiasikan (negotiable), seperti bill of leading, konsep (draft), dan sebagainya

d. Reimbursement instruction (perintah) kepada negosiasi (negotiating) bank

untuk penagihan terhadapnya

e. Ketentuan pengiriman dokumen, ke mana dan berapa kali pengiriman.25

25

Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, Hlm. 142


(43)

Dalam transaksi perdagangan baik di dalam maupun luar negeri, terjadi hubungan jual beli antara penjual (eksportir) dan pembeli (importir). Untuk kelancaran transaksi perdagangan tersebut diperlukan adanya suatu kerja sama yang baik dan saling menguntungkan dengan tetap mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Letter of Credit atau L/C dalam negeri maupun luar negeri merupakan salah satu bentuk jasa bank yang bertujuan untuk memperlancar transaksi perdagangan atau jual beli barang dari satu tempat ke tempat lainnya, baik yang bersifat lokal maupun internasional.

D.Peranan Bank Indonesia

Secara umum, peranan Bank Sentral sangat penting dan strategis dalam upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Perlu diwujudkannya sistem perbankan yang sehat dan efisien itu, karena dunia perbankan adalah salah satu pilar utama dalam pembangunan ekonomi suatu Negara. Sedangkan secara khusus, Bank Sentral mempunyai peranan penting dalam mencegah timbulnya risiko-risiko kerugian yang diderita oleh bank itu sendiri, masyarakat penyimpan dana, dan merugikan serta membahayakan kehidupan perekonomian. Oleh karena itu, terwujudnya suatu sistem perbankan yang sehat perlu terus dilakukan secara berkesinambungan. Lembaga yang bertanggung jawab dalam mewujudkan sistem perbankan yang sehat itu adalah Bank Sentral.

Kewenangan Bank Sentral dalam melakukan pengaturan dan pengawasan bank adalah sebagai alat atau sarana untuk mewujudkan sistem perbankan yang


(44)

sehat, yang menjamin dan memastikan dilaksanakannya segala peraturan perundang-undangan yang terkait dalam penyelenggaraan usaha bank oleh bank yang bersangkutan. Dengan demikian, bila ternyata dalam tugas mengatur dan mengawasi bank tersebut Bank Sentral menemukan suatu penyimpangan yang dilakukan oleh bank, akan dapat segera dilakukan tindakan.

1. Tugas Pengaturan dan Pengawasan Bank Menurut UU NO 23 Tahun 1999 jo UU NO 3 Tahun 2004 jo UU NO 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia Serta UU NO 7 Tahun 1992 jo UU NO 10 Tahun 1998

Pada pokoknya Bank Indonesia sebagai Bank Sentral mempunyai 3 bidang tugas yaitu:

a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran c. Mengatur dan mengawasi bank

Bahwa dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank, menurut ketentuan Pasal 24 UU NO 23 Tahun 1999 jo UU NO 3 Tahun 2004 jo UU NO 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, bahwa Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pengawasan terhadap bank oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dapat bersifat pengawasan langsung atau pengawasan tidak langsung. Menurut penjelasan ketentuan Pasal 27 UU NO 23 Tahun 1999 jo UU NO 3 Tahun 2004 jo UU NO 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, bahwa yang dimaksud dengan pengawasan langsung adalah dalam


(45)

bentuk pemeriksaan yang disertai dengan tindakan-tindakan perbaikan. Yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, evaluasi laporan bank.

Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai:

a. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana

b. Pelaksanaan kebijakan moneter

c. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian internasional.26

2. Wewenang Bank Indonesia

Berkaitan dengan tugas mengatur dan mengawasi bank, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral berwenang:

a. Menetapkan peraturan perbankan termasuk ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian

b. Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, termasuk memberikan dan mencabut izin usaha bank, memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank,

26

Ferry N Idroes, Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Basel Dan


(46)

memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu c. Melaksanakan pengawasan bank secara langsung dan tidak langsung

melalui penyampaian laporan, keterangan oleh bank serta hasil pemeriksaan terhadap bank, secara berkala ataupun setiap waktu jika diperlukan

d. Menugaskan kepada pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia dalam melaksanakan pemeriksaan. Pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh

e. Memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindakan pidana di bidang perbankan

f. Melakukan tindakan tertentu sebagai akibat dari penilaian Bank Indonesia terhadap suatu bank atas kegiatan yang dapat membahayakan usaha bank tersebut dan/atau sistem perbankan secara keseluruhan

g. Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sector jasa keuangan yang independent, dan dibentuk dengan undang-undang h. Mengatur dan mengembangkan sistem informasi antarbank. Sistem

informasi dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan/atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia

i. Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan


(47)

Di Indonesia, berdasarkan UU NO 23 Tahun 1999 jo UU NO 3 Tahun 2004 jo UU NO 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, ditentukan bahwa Bank Indonesia sebagai otoritas pembina dan pengawas perbankan di Indonesia mempunyai wewenang melakukan pembinaan dan pengawasan bank. Barkaitan dengan itu, menurut Marulak Pardede, bahwa untuk menciptakan perbankan yang efisien, maka Bank Indonesia perlu mendorong terciptanya sarana yang dapat menunjang kelancaran dalam pemberian jasa perbankan kepada masyarakat. Sarana tersebut berupa sarana penunjang kegiatan operasional bank, yaitu:

a. Lembaga kliring, yang memungkinkan bank melayani transaksi pembayaran nasabahnya dengan mudah, cepat dan aman

b. Pasar uang antarbank dan pengembangan surat-surat berharga pasar uang, yang memungkinkan bank memperoleh pinjaman jangka pendek secara mudah, efisien, dan aman dalam rangka pengelolaan likuiditas yang lebih baik

c. Fasilitas discount window atau kemudahan yang memungkinkan bank mendapatkan dana sementara untuk keperluan likuiditasnya dalam keadaan, di mana bank tersebut sudah tidak mampu memperolehnya dari pasar

d. Sistem informasi kredit, yang memungkinkan bank memperoleh dan saling menukar informasi tentang keadaan debiturnya.27

27

Marulak Pardede. Efektivitas Pengawasan Perbankan (Basle Committee on Banking

Supervision) Dalam Perbankan Nasional Indonesia. Jurnal Hukum Bisnis. Volume 15. September


(48)

Sejalan dengan UU NO 23 Tahun 1999 jo UU NO 3 Tahun 2004 jo UU NO 6 Tahun 2009, maka UU NO 10 Tahun 1998 memberikan wewenang dan kewajiban bagi Bank Indonesia untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat pencegahan atau preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk dan nasihat, bimbingan dan pengarahan, maupun secara perbaikan atau represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan, sehingga pada akhirnya Bank Indonesia dapat menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, baik secara individual maupun secara keseluruhan. Bank Indonesia diberi kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat pencegahan maupun perbaikan atau preventif maupun represif.

Dalam bagian penjelasan dari ketentuan Pasal 29 ayat (5) UU NO 10 Tahun 1998, dikemukakan bahwa pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:

a. Ruang lingkup pembinaan dan pengawasan b. Kriteria penilaian tingkat kesehatan

c. Prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan d. Pedoman pemberian informasi kepada nasabah

Kewajiban penyampaian keterangan dan penjelasan yang berkaitan dengan kegiatan usaha bank kepada Bank Indonesia diperlukan mengingat keterangan tersebut dibutuhkan untuk memantau keadaan suatu bank. Pemantauan keadaan bank perlu dilakukan dalam rangka melindungi dana masyarakat dan menjaga


(49)

keberadaan lembaga perbankan. Dalam rangka memperoleh kebenaran atas laporan yang disampaikan oleh bank, Bank Indonesia diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada pada bank. Menurut ketentuan Pasal 8 UU NO 23 Tahun 1999 jo UU NO 3 Tahun 2004 jo UU NO 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, tugas bank Indonesia adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank.

Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 8 tersebut di atas mempunyai keterkaitan dalam mencapai kestabilan nilai rupiah. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dilakukan Bank Indonesia, antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga. Efektivitas pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal yang merupakan sasaran dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal tersebut memerlukan sistem perbankan yang sehat, yang merupakan sasaran tugas mengatur, dan mengawasi bank. Selanjutnya, sistem perbankan yang sehat akan mendukung pengendalian moneter mengingat pelaksanaan kebijakan moneter terutama dilakukan melalui sistem perbankan. Dalam ketentuan Pasal 8 tersebut juga terkandung arti bahwa Bank Indonesia sebagai Bank Sentral diberi tugas untuk memajukan dan mengembangkan sistem perbankan yang sehat serta menjaga kepentingan masyarakat yang mempercayakan dana atau uangnya kepada bank.


(50)

Berdasarkan pada apa yang diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut perlu ditopang dengan tiga pilar utama, yaitu kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat, tepat dan handal, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat.

Menurut ketentuan Pasal 24 UU NO 23 Tahun 1999 jo UU NO 3 Tahun 2004 jo UU NO 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, bahwa dalam rangka malaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Berkaitan dengan itu, dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian (prudential banking). Ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan, guna mewujudkan sistem perbankan yang sehat. Mengingat pentingnya tujuan mewujudkan sistem perbankan yang sehat, maka peraturan-peraturan di bidang perbankan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia harus didukung dengan sanksi-sanksi yang adil. Pengaturan bank berdasarkan prinsip kehati-hatian tersebut disesuiakan pula dengan standar yang berlaku secara internasional.

Berkaitan dengan itu, pokok-pokok berbagai ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia, antara lain memuat:


(51)

a. Perizinan

b. Kelembagaan bank, termasuk kepengurusan dan kepemilikan c. Kegiatan usaha bank pada umumnya

d. Kegiatan usaha bank berdasarkan Prinsip Syariah e. Merger, konsolidasi, dan akuisisi bank

f. Sistem informasi antarbank g. Tata cara pengawasan bank

h. Sistem pelaporan bank kepada Bank Indonesia i. Penyehatan bank

j. Pencabutan izin usaha, likuidasi, dan pembubaran bentuk hokum bank k. Lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan

E.Pengawasan Kepemilikan Bank

Fungsi “pembinaan” dan “pengawasan” bank oleh Bank Indonesia terdapat dalam UU NO 10 Tahun 1998. Penjelasan Pasal 29 memberikan pengertian fungsi pembinaan dan pengawasan bank tersebut, sebagai berikut:

1. Pembinaan adalah upaya-upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek-aspek:

a. Kelembagaan bank b. Kepemilikan bank c. Kepengurusan bank d. Kegiatan usaha bank e. Pelaporan bank


(52)

f. Lainnya yang berhubungan dengan kegiatan operasional bank

2. Pengawasan meliputi pengawasan tidak langsung, yang terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian analisis dan evaluasi laporan bank dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.

Jadi, UU NO 10 Tahun 1998 membedakan secara jelas yang dimaksud dengan fungsi pembinaan dan fungsi pengawasan dari bank tersebut. Fungsi pembinaan menitikberatkan pada atau diartikan dengan “regulation” atau peraturan, sedangkan fungsi pengawasan menitikberatkan pada atau diartikan dengan “supervision” atau pengawasan.

Selanjutnya, pada penjelasan Pasal 29 tersebut, dijelaskan pula tujuan dari pembinaan dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia tersebut, yaitu:

1. Kedua fungsi ini harus dilakukan oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral, mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang dismpan pada bank atas dasar kepercayaan, karenanya keadaan suatu bank perlu dipantau oleh Bank Indonesia

2. Tujuannya agar kesehatan bank tetap terjaga dan kepercayaan masyarakat terhadap bank tetap terpelihara, sebab kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan hanya dapat ditumbuhkan apabila lembaga perbankan dalam kegiatan usahanya selalu berada dalam keadaan sehat

3. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia diberi kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat


(53)

pencegahan atau preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk-petunjuk, nasihat-nasihat, bimbingan dan pengarahan maupun secara perbaikan atau represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan

4. Di pihak lain, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan internal dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

Pada intinya tujuan pembinaan dan pengawasan bank adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien, sehingga kesehatannya tetap terjaga dan kepercayaan masyarakat terhadapnya juga terpelihara.

1. Tingkat Kesehatan Bank

Penilaian tingkat kesehatan bank tidak hanya dilakukan di Indonesia, tetapi juga di berbagai Negara lain. Tentu saja, meskipun prinsip-prinsip yang digunakan oleh Bank Sentral atau lembaga pengawas dan Pembina perbankan (monetary authority) pada pokoknya sama, cara-cara dan teknik penilaian yang dipergunakan dapat saja berbeda di tiap Negara. Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia sebagai Pembina dan pengawas bank. Sesuai dengan tanggung jawabnya, masing-masing pihak tersebut perlu mengingatkan diri dan secara bersama-sama berupaya mewujudkan bank yang sehat. Oleh karena itu, adanya ketentuan mengenai tingkat kesehatan bank adalah dimaksudkan sebagai:


(54)

a. Tolok ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan sejalan dengan asas-asas perbankan yang sehat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku

b. Tolok ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, baik secara individual maupun perbankan secara keseluruhan

Pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan dengan cara mengkuantifikasikan dua aspek yaitu:

a. Aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank dengan pendekatan kualitatif

b. Pelaksanaan ketentuan tertentu yang sanksinya dikaitkan dengan penilaian tingkat kesehatan bank

2. Kewajiban-kewajiban Bank

Secara umum dalam menjalankan tugas dan kegiatannya, bank wajib berpedoman pada prinsip-prinsip perbankan yang sehat dan mematuhi ketentuan yang berlaku serta harus menghindari praktik atau kegiatan yang dapat membahayakan kelangsungan hidup bank atau merugikan kepentingan masyarakat.

Kewajiban-kewajiban bank antara lain:

a. Bank berkewajiban untuk menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya (Pasal 29 ayat (3) UU NO 10 Tahun 1998)


(55)

b. Bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank untuk kepentingan nasabah (Pasal 29 ayat (4) UU NO 10 Tahun 1998)

c. Bank wajib untuk menyampaikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan Pasal 30 UU NO 10 Tahun 1998

d. Bank wajib untuk menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca perhitungan laba/rugi tahunan serta penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal 34 UU NO 10 Tahun 1998

e. Bank wajib menetapkan untuk mengumumkan neraca dan perhitungan laba/rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 35 UU NO 10 Tahun 1998)

3. Pemeriksaan Bank

Dalam rangka melakukan tugas pengawasan berdasarkan Pasal 31 dan Pasal 33 UU NO 10 Tahun 1998, Bank Indonesia berwenang melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Pada dasarnya pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilaksanakan secara berkala sekurang-kurangnya satu tahun sekali untuk setiap bank. Di samping itu, pemeriksaan dilakukan setiap waktu jika dipandang perlu untuk meyakinkan hasil pengawasan tidak langsung dan apabila terdapat indikasi adanya penyimpangan dari praktik perbankan yang sehat. Terhadap keuangan


(56)

Negara yang dikelola oleh suatu bank, Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan pada bank yang bersangkutan. Adapun tujuan pemeriksaan terhadap bank tersebut adalah untuk memperoleh kebenaran atas informasi kegiatan usaha bank yang disampaikannya kepada Bank Indonesia dan untuk mengetahui kepatuhan bank yang bersangkutan terhadap ketentuan yang telah berlaku.

Pelaksanaan pemeriksaan bank oleh Bank Indonesia meliputi antara lain buku-buku, berkas-berkas, catatan, dokumen dan data elektronis, termasuk salinan-salinannya. Bank wajib memberikan kepada pemeriksa:

a. Keterangan dan data yang diminta, termasuk data elektronis dan penjelasan yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan

b. Kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya

c. Hal-hal yang diperlukan, antara lain adalah penyediaan ruang kerja dan salinan dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan28

Menurut Pasal 31A UU NO 10 Tahun 1998,

“Bank Indonesia dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap bank, dapat menugaskan Akuntan Publik untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan.”29

Pemeriksaan oleh Akuntan Publik tersebut dapat dilakukan sendiri atau bersama-sama dengan pemeriksa dari Bank Indonesia. Akuntan Publik yang melaksanakan pemeriksaan terhadap bank, berkewajiban merahasiakan

28

Rachmadi Usman. Op.cit. Hlm. 138 29


(57)

keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan. Segala laporan pemeriksaan terhadap bank, baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia sendiri maupun pihak lain dan atas nama Bank Indonesia, bersifat rahasia.

Persyaratan dan tata cara pemeriksaan terhadap bank tersebut lebih lanjut diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/1/BPPP masing-masing tanggal 3 Agustus 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank.

F. Rahasia Bank

Konsep rahasia bank bermula timbul dari tujuan untuk melindungi nasabah bank yang bersangkutan. Hal ini nyata terlihat ketika Pengadilan dari Appeal atau Court of Appeal Inggris secara bulat memutuskan pendirian dalam kasus Tournier vs National Provicial and Union Bank of England tahun 192430, suatu putusan pengadilan yang kemudian menjadi pedoman dalam menangani kasus-kasus hukum (leading case law) yang menyangkut ketentuan rahasia bank di Inggris dan kemudian menjadi pedoman pengadilan Negara yang menganut

common law system. Bahkan 60 tahun sebelum putusan Tournier tersebut, yaitu

dalam perkara Fuster v. The Bank of London tahun 186231

30

Tournier vs National Provincial and Union Bank of England (1924) IKB 461. Lihat pula Putusan tahun 1989. Lipkin Gorman v. Karpnale Ltd. (1989) I WLR.

31

Fuster vs Bank of London (1862) 3 F & F 213. Lihat Dennis Campbell (General ED.).

Internasional Bank Secrecy. (London: Sweat & Maxwell, 1992),hlm. 243.

, juri telah berpendapat bahwa terdapat kewajiban bagi bank yang bersangkutan kepada pihak lain. Namun pada waktu itu, pendirian tersebut belum memperoleh afirmasi dari putusan-putusan pengadilan berikutnya.


(58)

Permasalahan rahasia bank sering kali menjadi topik atau tema yang menarik untuk diperbincangkan oleh berbagai kalangan, baik di kalangan akademisi dan praktisi, bahkan para politisi. Menariknya masalah tersebut pada dasarnya disebabkan adanya keingintahuan dari masyarakat, terutama pihak-pihak yang berkepentingan, mengenai keadaan keuangan seorang nasabah debitur yang berada di suatu bank tertentu, sehat atau tidak, bermasalah atau tidak. Tetapi di lain pihak, bank tidak mungkin dapat memberikan keterangan tersebut karena terbentur dengan ketentuan yang mengatur rahasia bank.

Adanya ketentuan mengenai rahasia bank itu kemudian menimbulkan kesan bagi masyarakat, bahwa bank sengaja untuk menyembunyikan keadaan keuangan yang tidak sehat dari nasabah debitur, baik orang perseorangan, atau perusahaan yang sedang menjadi sorotan masyarakat. Dengan kata lain, selama ini timbul kesan bahwa dunia perbankan bersembunyi di balik ketentuan rahasia bank untuk melindungi kepentingan nasabahnya yang belum tentu benar. Tetapi apabila bank sungguh-sungguh melindungi kepentingan nasabahnya yang jujur dan bersih, maka hal itu merupakan suatu keharusan dan kepatutan.

Asas kerahasiaan dalam bidang keuangan termasuk rahasia bank ini sudah sejak lama dikenal dalam sejarah keuangan dan financial. Bahkan sejak zaman pertengahan, masalah rahasia di bidang keuangan ini sudah diatur dalam KUHPerdata Negara Jerman dan di kota-kota di Negara Italia bagian utara.32

32

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 110.


(59)

pemberlakuan prinsip rahasia bank ini juga semakin meluas. Bahkan, menjelang pertengahan abad ke-19, hampir semua bank di Eropa Barat telah menerapkan doktrin rahasia bank ini dengan berbagai variasinya.

Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi nasabah penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan dari bank itu sendiri, sebab apabila nasabah penyimpan ini tidak mempercayai bank di mana ia menyimpan simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya. Oleh karena itu, sebagai suatu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia bank tersebut secara konsisten dan bertanggungjawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melindungi kepentingan nasabahnya.

1. Teori Rahasia Bank

a. Teori rahasia bank yang bersifat mutlak (absolutely theory)

Menurut teori ini bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia atau keterangan-keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apapun juga, dalam keadaan biasa atau dalam keadaan luar biasa. Teori ini sangat menonjolkan kepentingan individu, sehingga kepentingan Negara dan masyarakat sering terabaikan.

b. Teori rahasia bank yang bersifat relatif

Menurut teori ini bank diperbolehkan membuka rahasia atau member keterangan mengenai nasabahnya, apabila untuk kepentingan yang mendesak, misalnya untuk kepentingan Negara atau kepentingan hukum. Teori ini banyak


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Upaya yang dilakukan oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan dalam penerapan Prinsip Mengenal Nasabah terdiri dari kebijakan dan prosedur penerimaan dan identifikasi nasabah, melakukan wawancara kepada calon nasabah saat akan melakukan pembukaan rekening, melakukan penelitian terhadap dokumen-dokumen dari nasabah tersebut, pemantauan rekening nasabah, pemantauan transaksi nasabah serta kebijakan dan prosedur manajemen risiko. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan juga menyediakan formulir Prinsip Mengenal Nasabah yang terdiri dari informasi mengenai data nasabah perorangan individual ataupun nasabah bukan perorangan, sumber pendanaan nasabah, dan tujuan pembukaan rekening.

2. Hambatan yang dialami PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan dalam penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yaitu nasabah takut atau ragu untuk mencantumkan sumber dana dan tujuan penggunaan dana dalam formulir Prinsip Mengenal Nasabah karena hal tersebut bersifat pribadi. Namum PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan dapat meyakinkan nasabah bahwa pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah ini bertujuan untukmeminimalkan


(2)

risiko-risiko yang diterima oleh bank, risiko ini meliputi tindak kejahatan berupa tindak pidana pencucian uang (money laundry) serta penggunaan rekening PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan yang berhubungan dengan tindak kejahatan dan juga untuk melindungi nasabah maupun calon nasabah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan sehingga nasabah tidak perlu cemas dan takut apabila memang memiliki sumber dana dan tujuan penggunaan dana yang sah dan jelas.

3. Dampak yang ditimbulkan dari penerapan Prinsip Mengenal Nasabah tersebut pada umumnya standar Prinsip Mengenal Nasabah yang ketat yang dilakukan oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan memberikan rasa protektif dan aman terhadap dana dan aset yang dimiliki oleh nasabah maupun calon nasabah yang telah ataupun akan memberikan kepercayaan kepada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan untuk mengelolanya baik itu nasabah perorangan ataupun nasabah bukan perorangan. Selain itu penerapan Prinsip Mengenal Nasabah juga bermanfaat untuk melindungi bank dari ancaman eksternal yaitu digunakan sebagai sarana pencucian uang atau sarana kejahatan.

B. Saran


(3)

ataupun karena adanya Peraturan dari Bank Indonesia yang mewajibkan seluruh bank untuk melaksanakan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Seluruh bank di Indonesia diharapkan dapat melakukan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dengan baik dan ketat serta sesuai dengan prosedur yang tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia NO 3/10/PBI/2001 Lembaran Negara 2001 NO 78, Tambahan Lembaran Negara NO 4107 yang mengatur tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles). Peraturan ini kemudian diubah dengan Peraturan Bank Indonesia NO 3/23/PBI/2001 tertanggal 13 Desember 2001 (Lembaran Negara 2001 NO 151, Tambahan Lembaran Negara NO 4160). Karena dengan pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah dengan baik dan tepat maka akan dapat meminimalkan tindak pidana pencucian uang (money laundry) dan juga dapat melindungi bank dari berbagai ancaman untuk dijadikan sebagai sarana lalu lintas pencucian uang yang dapat merusak reputasi atau nama baik dari bank tersebut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Adolf, Huala. 2006. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Black, Henry Champbell. 1979. Black’s Law Dictionary. ST Paul Minn: West Publicing CO.

Chorley, Lord and Smart PE. 1973. Leading Cases In The Law Of Banking. London: Pitman Publishing.

Djumhana, Muhammad. 1993. Hukum Perbankan Di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

___________________. 2000. Hukum Perbankan Di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

___________________. 2006. Hukum Perbankan Modern. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Fuady, Munir. 2003. Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Hay, Marhainis Abdul. 1975. Hukum Perbankan Di Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita.

Hermansyah. 2008. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana. Idroes, Ferry N. 2006. Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks

Kesepakatan Basel Dan Peraturan Bank Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Pradjoto. 2003. Mencegah Kebangkrutan Bangsa. Jakarta: Masyarakat Transparansi Indonesia.

Sembiring, Sentosa. 2000. Hukum Perbankan. Bandung: CV Mandar Maju.

Sjahdeni, Sutan Remy. 2004. Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Pembiayaan Terorisme. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.


(5)

Sutedi, Adrian. 2008. Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, Dan Kepailitan. Jakarta: PT Sinar Grafika.

Tim Penyusun Kamus Perbankan Indonesia. 1980. Kamus Perbankan. Jakarta: Institut Bankir Indonesia.

Usman, Rachmadi. 2001. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wibawa, Heru Kustriyadi. 2002. Verifikasi Dokumen Dan Tandatangan Pencegahan Dan Penindakan Kejahatan Perbankan Dan Keuangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Widiyono, Try. 2006. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.

Widjanarto. 2003. Hukum Dan Ketentuan Perbankan Di Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.

II. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Peraturan Bank Indonesia No: 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 No.182

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, tentang Bank Indonesia. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No.7

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/88/KEP/DIR tentang Pemberian

Garansi Bank tanggal 18 Maret 1991.

Surat Bank Indonesia No 4/17/SASP perihal Tata Usaha Penarikan Cek Bilyet Giro Kosong.

III. INTERNET


(6)

Menteri Keuangan RI. Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank,

IV. ARTIKEL

Husein, Yunus. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Oleh Bank Dalam Rangka Penanggulangan Kejahatan Pencucian Uang. Jurnal Hukum Bisnis vol. 16 (November 2001): hlm 30.

Pardede, Marulak. Efektivitas Pengawasan Perbankan (Basle Committee On Banking Supervision) Dalam Perbankan Nasional indonesia. Jurnal Hukum Bisnis volume 15 (September 2001).

Sjahdeni, Sutan Remy. Rahasia Bank: Berbagai Masalah Dan Sekitarnya. Jurnal Hukum Bisnis Volume 8 (Tahun 1999): hlm 51-52.

Swadarma, Gema. Mari Mengenal Nasabah. Edisi No. 028/III (September 2001): hlm 10.