tenaga karyawan untuk menyelesaiakan pekerjaan tertentu. Sebaliknya, karyawan memang membutuhkan perusahaan untuk memperoleh pekerjaan atau penghasilan.
Bila hal ini dapat dikembangkan dalam sebuah perusahaan tentunya karyawan bersedia bekerja tanpa perlu pengawasan yang ketat. Nasution , 2000
Pengawasan harus dilakukan secara obyektif dengan melepaskan kepentingan pribadi atau subyektivitas pelaksana pengawasan. Pengawasan seperti itu harus lepas
dari unsur – unsur hubungan pribadi antara pengawas dan karyawan yang diawasi, seperti hubungan kekeluargaan, hubungan persahabatan, pemberian upeti dan lain –
lain dari kedua belah pihak. Nawawi, 1990
2.3.2. Tujuan Pengawasan
Menurut Siswanto 2002 secara rinci tujuan pengawasan terhadap tenaga kerja , antara lain :
1. membantu tenaga kerja untuk lebih memahami tujuan yang ingin dicapai
perusahaan dan peran perusahaan dalam usaha mewujudkan tujuan tersebut. 2.
memperbesar kesadaran para tenaga kerja terhadap tata kerja yang kooperatif serta kesediaan untuk saling membantu sesama tenaga kerja.
3. memperbesar obsesi para tenaga kerja untuk meningkatkan kualitas kerjanya
secara maksimal dalam bidang keahliannya. 4.
membantu tenaga kerja untuk dapat lebih memanfaatkan pengalamannya. 5.
mengembangkan profesionalisme di antara tenaga kerja. 6.
melindungi tenaga kerja terhadap tuntutan – tuntutan serta kritik yang mungkin terjadi dari pihak lain.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Prinsip Pengawasan
Beberapa prinsip pengawasan yang perlu diperhatikan adalah : 1.
Pengawasan hendaknya lebih menekankan pada usaha-usaha yang bersifat preventif.
2. Pengawasan harus berlangsung secara terus – menerus bersamaan dengan
pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan. 3. Pengawasan tidak ditujukan untuk mencari siapa yang salah, tetapi kepada
hal-hal yang perlu disempurnakan dalam sistem kerja organisasi. 4. Pengawasan tidak menghambat pelaksanaan pekerjaan tetapi harus
menciptakan efisiensi hasil guna. 5. Jika terjadi penyimpangan , tindakan korektif yang dilakukan harus bersifat
edukatif corrective action. 6. Obyektivitas dalam melakukan pengawasan hanya dapat dipertahankan apabila
standar dan prosedur kerja jelas diketahui oleh pengawas. 7. Pengawasan yang bersifat edukatif dan obyektif tidak berarti bahwa tindakan
bawahan yang tidak disiplin tidak ditindak. Yuli, 2005
2.3.4. Prosedur Pengawasan
Pelaksanaan pengawasan bersifat teknis. Kejelasan prosedur pengawasan memang penting dan perlu ditempuh secara teliti dan dipahami oleh pihak yang akan
diawasi. Akan tetapi, hal yang lebih penting dari semuanya itu adalah pendekatan yang didasarkan pada hal yang bersifat psikologis mengingat bahwa pengawasan
pada hakikatnya berarti mengawasi manusia sebagai pelaksana berbagai kegiatan dalam organisasi. Manullang, 2002
Universitas Sumatera Utara
Dalam melaksanakan suatu tugas, selalu terdapat urutan – urutan pelaksanaannya walaupun pekerjaan itu sederhana. Demikian juga halnya dalam
pelaksanaan pengawasan dimana untuk mempermudah pelaksanaan dalam merealisasikan tujuan harus melalui beberapa urutan pelaksanaan. Manullang , 2002
Menurut Bangun 2008, Manullang 2002, Pophal 2008, serta Siagian 2007, pengawasan akan berjalan lancar apabila prosedur pengawasan diketahui dan
ditaati. Prosedur pengawasan tersebut meliputi : 1. Menetapkan standar – standar pengukuran kinerja
Tidak ada perusahaan yang dapat berjalan tanpa standar. Dalam banyak hal, hampir semua standar untuk menilai pekerjaan tertentu telah disiapkan
sebelumnya. Namun , t idak ada hal yang lebih membuat frustasi bagi karyawan selain ketidakjelasan bagaimana pentingnya standar yang harus mereka kerjakan
berkontribusi terhadap keseluruhan kerja perusahaan. Dharma,2003 Standar yang terbaik ditetapkan dengan menggunakan analisis secara sistematis
tentang hal apa saja yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan, misalnya penyediaan peralatan, ketiadaan gangguan, instruksi serta spesifikasi tugas yang
jelas. Bittel dan Newstrom,1994 Standar hasil kinerja merupakan hal yang sangat penting dilakukan karena
terhadap standar itulah hasil pekerjaan akan dihadapkan dan diuji. Standar hasil dapat bersifat fisik, misalnya target produksi yang harus dikerjakan, spesifikasi
tugas yang akan diberikan, kecepatan menyelesaikan pekerjaan hingga catatan kehadiran karyawan. Bangun,2007
Universitas Sumatera Utara
Setiap tipe standar tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk-bentuk hasil yang dapat dihitung. Ini memungkinkan pengawas untuk mengkomunikasikan
pelaksanaan kerja yang diharapkan dari bawahan secara lebih jelas. Standar harus ditetapkan secara akurat dan diterima oleh bawahan. Dengan demikian,
berbagai jenis standar yang dipergunakan oleh atasan akan menilai efektif tidaknya kegiatan – kegiatan karyawan. Manullang, 2002
Seorang karyawan akan mendapatkan kepuasan yang besar jika ia berhasil memenuhi atau bahkan mencapai lebih dari standar yang telah ditetapkan. Oleh
karena itu, penetapan standar tersebut tentunya harus dilakukan secara rasional agar karyawan dapat atau mungkin mencapainya. Siagian,2007
2. Menilai kinerja Fase kedua dalam proses pengawasan adalah menilai kinerja karyawan. Hal
tersebut pada dasarnya berarti mengevaluasi hasil pekerjaan. Dengan menilai, berarti ada kegiatan membandingkan hasil pekerjaan actual result melalui
langsung mengamati dan mengawasi bawahannya dengan standar yang ditentukan, dan mengukur tanggung jawab karyawan. Manullang, 2002
Para dasarnya karyawan ingin mengetahui bagaimana penilain atasan mengenai kualitas pekerjaan mereka. Karyawan harus diberi kesempatan untuk
mendengarkan pendapat komentar yang didapatkan dari penilaian yang diberikan kepadanya sebagai sarana untuk meningkatkan kinerjanya di masa
mendatang. Phopal , 2008 Evaluasi karyawan tidak lagi hanya menjadi tanggung jawab atasan langsung
atau pengawas karyawan tersebut. Saat ini banyak perusahaan menyerap
Universitas Sumatera Utara
beragam sumber evaluasi dari rekan kerja bahkan karyawan itu sendiri untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas tentang kinerja seorang karyawan.
Phopal, 2008 3. Mengadakan tindakan perbaikan
Tindakan perbaikan dilakukan bila terjadi penyimpangan maupun kesalahan dari karyawan dalam pengawasan. Pertama – tama pengawas harus menemukan
penyebab kesalahan penyimpangan dari standar, lalu mengambil tindakan untuk menghilangkan atau meminimalkan penyebab penyimpangan tersebut.
Bittel dan Newstrom, 1994 Pengawas dan karyawan sebaiknya merundingkan cara untuk memecahkan
masalah yang terjadi dalam mendapatkan hasil terbaik. Sebagai contoh, pengawas menanyakan pertanyaan yang membantu karyawan memunculkan
ide – idenya. Karyawan lebih senang berdiskusi bersama dan membuat kesepakatan karena itu membantu mereka sendiri untuk lebih berkembang.
Meminta karyawan untuk menyumbangkan solusinya dapat menjadi cara efektif mengakhiri keluhan dan ketidakpuasan dari para karyawan.
Steinmetz ,L .,1985 Ada dua hal yang menyebabkan pelaksanaan pekerjaan berada di bawah
standar, yaitu kurangnya kemampuan dan kurangnya kemauan. Jika penyebabnya adalah kurangnya kemampuan , maka solusi terbaik adalah
memberikan pelatihan atau bimbingan. Pelatihan merupakan tindakan untuk memperbaiki kinerja karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan
Universitas Sumatera Utara
keterampilan operasional
dalam menjalankan
suatu pekerjaan.
Arep dan Hendri T., 2004 Jika penyebabnya adalah kurangnya kemauan, maka yang diperlukan adalah
dorongan untuk menciptakan gairah kerja willingness to serve, yang dapat berbentuk pemberian nasihat dan contoh, penjelasan kembali tugas yang
dikerjakan, dan sebagainya, sedangkan jenis dorongan yang lain dapat berupa tindakan disiplin. Ada saat dimana pengawas harus melakukan tindakan
pendisiplinan, walaupun pekerjaan ini tidak pernah menyenangkan. Arep dan Hendri T., 2004
Sebagai bahan rekomendasi , sebaiknya jangan hanya satu pendekatan yang dipakai, melainkan pendekatan kombinasi dari cara-cara yang telah diuraikan di
atas. Untuk itu, pendekatan secara edukatif dan suportif sangat dianjurkan. Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa tindakan perbaikan tidak secara langsung
dapat menyesuaikan kenyataan hasil pekerjaan karyawan dengan standar yang diberlakukan. Jadi, perlu sekali laporan berkala tentang terjadinya
penyimpangan-penyimpangan yang nantinya dapat menjadi bahan dalam penyusunan rencana berikutnya. Manullang, 2002
Universitas Sumatera Utara
Prosedur pengawasan dapat digambarkan dengan skema di bawah ini :
Sesuai Tidak Sesuai
Skema Prosedur Pengawasan Sumber : Diadaptasi dari Silalahi 1996
2.3.5. Pengawasan di Bidang Produksi