meningkatkan kualitas lingkungan permukiman di daerah-daerah berpenduduk padat tetapi hanya tersedia tanah yang terbatas.
2. Sejarah Pembangunan Rumah Susun di Indonesia
23
Ketetapan MPR No. IVMPR1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, secara tegas menetapkan ketentuan-ketentuan pokok kebijaksanaan
perumahan di Indonesia. Ketentuan-ketentuan pokok tersebut adalah: 1
Dalam Pelita III akan ditingkatkan pembangunan perumahan rakyat, khususnya rumah-rumah dengan harga yang dapat dijangkau oleh rakyat banyak.
2 Untuk program pembangunan perumahan perlu dikembangkan suatu sistem
yang lebih terarah dan terpadu yang berkaitan dengan tata guna tanah perkotaan dan pedesaan, pembiayaan, perluasan kesempatan kerja, kesehatan lingkungan,
produksi bahan bangunan lokal dan keserasian pembangunan daerah serta lingkungan pemukiman pada umumnya.
3 Suatu sistem dan lembaga pembiayaan yang lebih efektif dan dapat mendorong
terhimpunnya modal untuk pembangunan perumahan seperti yang telah dimulai dalam Pelita II perlu lebih dikembangkan lagi sehingga memungkinkan
pembangunan perumahan dalam jumlah yang besar dengan harga yang dapat dijangkau oleh rakyat banyak.
4 Penyuluhan mengenai teknik pembangunan perumahan serta pemugaran
perumahan desa perlu ditingkatkan agar semakin banyak rakyat mendiami rumah yang sehat dalam lingkungan yang sehat pula.
23
Hermayulis, “Pengadaan Rumah untuk Masyarakat di Perkotaan dan Keberadaan Rumah Susun di Indonesia”, http:www.alunand.com, diakses 1 Oktober 2007
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai PengadaanPembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan.
USU e-Repository © 2008.
5 Penyediaan air bersih perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan yang terus
meningkat. Keterbatasan tanah dan jarak yang harus ditempuh oleh seseorang untuk
sampai ke tempat bekerja menyebabkan orang memilih alternatif yang lebih dapat mendukung kehidupannya. Penghasilan dari pekerjaan bagi golongan yang
berpenghasilan rendah dan mendiami rumah di lingkungan yang tidak sehat, merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Keadaan ini menimbulkan
kegelisahan, terutama bagi kalangan pemerhati lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat.
Keterbatasan luas tanah dan kemampuan masyarakat untuk memiliki tanah menyebabkan diperlukan intervensi teknologi untuk penyediaan rumah yang tidak
membutuhkan tanah yang luas dan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Untuk itu Indonesia memilih alternatif membangun rumah susun. Pada mulanya
pembangunan rumah susun di Indonesia didasari oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1974 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4
Tahun 1977 dan terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 1983. Semua peraturan tersebut, dirasakan tidak dapat memenuhi tuntutan tentang
pengaturan yang seharusnya ada, karena ketiga ketentuan tersebut hanya mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan tanah bersama sebagai tempat dimana rumah
susun tersebut dibangun. Ketentuan tersebut tidak mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan: tanda bukti pemilikan bangunan unit satuan rumah susun;
hubungan hukum antara unit satuan rumah susun dengan bagian atau benda
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai PengadaanPembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan.
USU e-Repository © 2008.
bersama; dan hubungan antara sesama penghuni rumah susun, hubungan antara penghuni dengan pengelola dan lain-lain sebagainya.
Pengaturan secara khusus dan lebih rinci tentang keberadaan dan akibat hukum yang timbul dengan adanya pembangunan rumah susun sangat dibutuhkan,
terutama pada rumah susun yang diselenggarakan dengan tujuan timbulnya hak milik individu atas unit-unit rumah susun. Status pemilik akan menimbulkan
beberapa permasalahan hukum yang memerlukan pengaturan secara jelas terhadap hal-hal yang menyangkut subyek dan obyek hukum rumah susun tersebut. Pada
tahun 1985 Indonesia memberlakukan UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Undang-undang ini memuat 3 tiga konsep yang dikembangkan dalam
pembangunan rumah susun, yaitu: 1
Tata ruang dan pembangunan perkotaan. Konsep ini memperkenalkan “intervensi” teknologi untuk mengatasi permasalahan keterbatasan dan harga
tanah yang tinggi dengan mewujudkan efektifitas dan efisiensi penggunaan tanah. Dengan demikian akan terwujud pendayagunaan tanah secara optimal
dan dapat menampung serta mendukung kepadatan penduduk yang tinggi. 2
Pembangunan hukum. Pembangunan rumah susun menyebabkan timbulnya bentuk subyek dan obyek hukum baru. Subyek hukum baru adalah munculnya
Perhimpunan Penghuni Rumah Susun sebagai subyek hukum, sedangkan dari obyek timbulnya hak kebendaan baru yaitu: satuan rumah susun yang dapat
dimiliki secara perseorangan dan pemilikan bersama atas benda, bagian dan tanah. Pada cara pemilikan rumah susun mulai diakui keberadaan lembaga
fidusia.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai PengadaanPembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan.
USU e-Repository © 2008.
3 Pembangunan Ekonomi dan Kegiatan usaha. Pembangunan rumah susun
memberikan kemungkinan bagi pengembang untuk menggunakan fasilitas kredit konstruksi dari perbankan. Bagi konsumen untuk memiliki rumah susun
terbuka kesempatan untuk memanfaatkan fasilitas kredit dengan menggunakan lembaga hipotik dan fidusia.
Bila dilihat dari ketersediaan tanah, maka upaya memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat melalui pembangunan rumah susun merupakan upaya yang
strategis, namun hal ini belum memperlihatkan hasil seperti yang diharapkan. Kendala yang dihadapi dalam memasyarakatkan rumah susun atau menggiring
masyarakat untuk tinggal di rumah susun antara lain adalah kendala budaya masyarakat.
Masyarakat lebih menyukai rumah tidak susun bila dibandingkan dengan rumah susun, karena berbagai alasan, antara lain adalah karena kehidupan penduduk
perkotaan Indonesia masih banyak yang bersifat semi pedesaan. Mereka lebih menyukai halaman, baik untuk bercocok tanam, memelihara ternak, atau untuk
tempat bermain bagi anak-anak. Mereka juga masih senang berkumpul dengan kerabat dan teman-temannya, seperti mengadakan arisan dan berbagai upacara atau
selamatan di rumah dan halaman merupakan tambahan ruangan yang dapat menampung sebagian kegiatan yang tidak tertampung di dalam rumah. Untuk itu
mereka membutuhkan pekarangan atau halaman di luar rumah, yang tidak akan ditemui di rumah susun.
Di samping itu juga disebabkan karena mereka lebih menyukai kebebasan. Mereka tidak suka terlalu terikat dengan berbagai peraturan yang diberlakukan
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai PengadaanPembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan.
USU e-Repository © 2008.
untuk menjaga ketenteraman, kenyamanan, privacy dan kebersihan penghuni di lingkungan di rumah susun. Hal ini lain yang tidak kalah pentingnya yang
menyebabkan kurangnya minat masyarakat Indonesia terhadap rumah susun adalah karena kebiasaan masyarakat Indonesia yang suka merubah-rubah bentuk rumah,
seperti untuk menjadikan lebih besar. Hal ini tidak mungkin dilaksanakan di rumah susun.
Suatu hal yang kiranya perlu dikaji dalam pemasyarakatan rumah susun, yang merupakan hal yang lebih prinsipil dan menyebabkan masyarakat kurang
menyenangi rumah susun adalah latar belakang sejarah kehidupan masyarakat Indonesia itu sendiri. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat agraris, dimana
tanah bagi mereka merupakan faktor produksi utama, dan merupakan unsur yang harus ada dan dimiliki dalam kehidupan mereka, sehingga suatu saat dapat
diwariskan kepada generasi pelanjut keturunannya. Sedangkan pada rumah susun mereka hanya akan memiliki bangunan, dan mereka masih menyangsikan
keberadaan haknya atas bangunan tertentu. Mengantisipasi kesangsian masyarakat dan dalam rangka memasyarakatkan
rumah susun, maka pemerintah memberlakukan UU No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Dengan diberlakukannya undang-undang ini diharapkan dapat
memberikan jaminan hukum bagi pemilikan rumah susun, dan dapat mendorong minat masyarakat untuk menempati rumah susun. Dengan meningkatnya minat
masyarakat untuk tinggal di rumah susun, maka permasalahan tanah terutama tanah pertanian yang semakin berkurang karena dialihgunakan menjadi bangunan
rumah dapat ditekan. Sehingga akan dapat mengurangi kesangsian akan tidak
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai PengadaanPembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan.
USU e-Repository © 2008.
terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat dengan laju pertumbuhan yang demikian cepat.
Adapun yang merupakan tujuan utama dilaksanakan pembangunan rumah susun sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 3 ayat 1 UU No. 18 Tahun 1985
adalah: 1
Untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian
hukum dalam pemanfaatannya. 2
Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperlihatkan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan
pemukiman yang lengkap, serasi dan seimbang. Hubungan antara unit satuan rumah susun dengan tanah tempat bangunan
rumah susun itu didirikan diatur dalam UU No. 16 Tahun 1985. Pasal 7 ayat 1 UU No. 16 Tahun 1985 menyatakan bahwa rumah susun hanya dapat dibangun di atas
tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keterkaitan antara unit satuan rumah susun yang dimiliki secara individual dan terpisah dengan bagian atau benda yang secara struktural tidak terlepas dengan
blok rumah susun, sehingga secara fungsional harus digunakan secara bersama oleh para penghuni dan karenanya tidak dapat dimiliki secara individual. Hubungan
hukum antara subyek hak individu dengan hak bersama yang tidak dapat dipisahkan menunjukkan adanya hubungan yang tidak terpisahkan antara satu sama lainnya.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai PengadaanPembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan.
USU e-Repository © 2008.
Subyek hukum tidak dapat memiliki salah satu diantaranya. Apabila dilakukan pelepasan hak individu secara otomatis hak bersamanya juga dilepaskan.
24
Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan
vertikal yang terbagi dalam satuan-satuan yang masing-masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah. Selain satuan-
satuan yang penggunaannya terpisah, ada bagian bersama dari bangunan tersebut, dan benda bersama, serta tanah bersama yang di atasnya didirikan rumah susun.
Bangunan tersebut karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan.
Rumah susun merupakan bangunan gedung bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal yang terbagi dalam satuan-
satuan yang masing-masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah. Selain satuan-satuan yang penggunaannya
terpisah, ada ”bagian bersama”
25
dari bangunan tersebut, dan ”benda bersama”
26
, serta ”tanah bersama”
27
yang di atasnya didirikan rumah susun. Bangunan tersebut
24
Ridwan A. Halim, Op cit, hal. 272
25
Indonesia, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1985, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318, Pasal 1 angka 4,
Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun.
26
Indonesia, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1985, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318, Pasal 1angka 5,
Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.
27
Indonesia, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1985, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318, Pasal 1angka 6,
Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai PengadaanPembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan.
USU e-Repository © 2008.
karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan.
Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat perorangan dan terpisah, yang meliputi:
1 Hak atas bagian bersama untuk bagian rumah susun yang dimiliki secara
terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun.
2 Hak atas benda-benda bersama yaitu benda yang bukan merupakan bagian
rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.
3 Hak atas tanah bersama yaitu sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak
bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri tumah susun dan ditempatkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan.
Semua hak-hak tersebut di datas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan satuan yang bersangkutan. Hak-hak tersebut didasarkan atas luas
atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan pada waktu satuan tersebut diperoleh pemiliknya yang pertama.
3. Perjanjian Sewa Menyewa