Perkembangan Ekspor Pengaruh tingkat partisifasi angkatan kerja (TPAK) investasi asing-asing (PMA) dan ekspor terhadar PDRB di DKI Jakarta periode 1987-2009

76 tahun berikunya yaitu tahun 2008 dan 2009, PMA kembali mengalami penurunan hal ini disebabkan sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda Amerika dan beberapa negara eropa lainnya. Penanaman modal asing PMA, menurun sebesar 44,5 persen dibanding tahun 2008, dari 9,93 ribu US menjadi 5,51 ribu US pada tahun 2009.

5. Perkembangan Ekspor

Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu. Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Jhingan, 2000:448. Ekspor merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ekspor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber- sumber daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai produk ekspor yang mana tanpa produk-produk tersebut, maka negara tidak akan mampu mengembangkan kegiatan dan kehidupan perekonomian nasionalnya. 77 Gambar 4.4 Perkembangan Ekspor dalam Milyar US Periode 1987-2009 Sumber : Indikator Ekonomi DKI Jakarta BPS Pada gambar 4.4 diatas menjelaskan bahwa selama kurun waktu 11 tahun terakhir, nilai ekspor diatas menggambarkan bahwa wilayah DKI Jakarta selalu mengalami peningkatan dalam kegiatan ekspor yang selama ini telah dijalankan yaitu, pada tahun dasawarsa „70an merupakan dasawarsa panen devisa ekspor. Dasawarsa „80an, sebaliknya merupakan dasawarsa pailit devisa di Indonesia saat itu. Penerimaan ekspor agaknya membaik kembali dalam dasawarsa „90an. Pada Jakarta sendiri penerimaan ekspor pada tahun-tahun 1987-88-89 meningkat, namun pada kenaikan-kenaikan yang ada masih belum mampu menutup penurunan-penurunan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, nilai ekspor sekitar 2.426.282.898 milyar US itulah sebabnya secara keseluruhan sepanjang kurun waktu 1980-1989 78 penerimaan ekspor berkembang negatif dan pada tahun berikutnya terus mengalami peningkatan yaitu, pada tahun 1998 nilai ekspor mencapai 17.729575474 milyar US . Namun pada tahun 1999 dan 2001 nilai ekspor mengalami penurunan yaitu, sekitar 13,83 persen dan 7,56 persen. Dimana nilai ekspor pada tahun 1999 15.278.037.741 milyar US dan tahun 2001 19.798.812.260 milyar US . Hal ini dipacu oleh pengaruh kinerja ekspor yang bersifat eksternal yaitu, lingkungan ekonomi internasional. Ekspor tentu saja tidak luput dari dinamika atau gejolak perekonomian dunia pada umumnya. Dampak krisis moneter yang melanda Indonesia begitu terasa imbasnya pada ibu kota Jakarta yang sebagai pusat perekonomian saat itu. Sehingga jika dibandingkan antara nilai ekspor tahun 2008 dengan tahun 1991 maka peningkatan ekspor mencapai 5 kali lipat. Nilai ekspor DKI Jakarta tahun 2008 telah mencapai 36.090.170.062 milyar US , sementara untuk tahun 1991 nilainya baru mencapai 7.609.660.652 milyar US . Peningkatan nilai ekspor ini bukan semata-mata akibat meningkatnya nilai volume ekspor, sebab pada saat terjadi penurunan volume ekspor, justru nilainya meningkat. Hal ini merupakan akibat dari jenis barang yang berbeda, ataupun makin murahnya produk Indonesia di luar negeri akibat depresiasi rupiah. 79

B. Analisis dan Pembahasan 1.

Hasil Uji Stasioneritas Uji stasioner adalah suatu uji yang dilakukan untuk melihat apakah data yang dihasilkan terjadi ketidakstasioneran atau tidak. Winarno, Wing, Wahyu 2007:10.2 Tujuan uji stasioneritas ini adalah agar meanya stabil dan random errornya = 0, sehingga model regresinya yang diperoleh adalah regresi semu. Tingkatan-tingkatan dalam pengujian stasioner ini mulai dari tingkat level, first different, dan second defferent. Adapun tahap-tahap untuk melakukan uji stasioner apakah data yang ada merupakan data yang sudah stasioner atau belum, adalah sebagai berikut:  Level Tingkat level ini merupakan uji stasioner tingkat paling pertama yang dilakukan untuk menguji variable-variabel yang ada, Apakah sudah stasioner atau belum. Berikut ini adalah table hasil pengujian stasioner tingkat level. Tabel 4.1 Hasil Uji Stasioner Tingkat Level Variabel t-statistik Prob Keterangan LPDRB 0,1493858 0,5179 Tidak stasioner LTPAK 0,1136464 0,6821 Tidak stasioner LPMA 0,2146840 0,2300 Tidak stasioner LEXP 0,4049361 0,0054 Stasioner Dari hasil stasioner tingkat level diatas kita lihat bahwa variable PDRB, TPAK, dan PMA masih adanya variable yang tidak stasioner, maka dilakukan uji stasioner tahap selanjutnya sampai semuavariabel yang ada 80 benar-benar stasioner. Untuk menguji tahap selanjutnya yaitu dilakukan uji stasioner tahap First Different.  First Different Tingkat first different ini merupakan tingkatan yang kedua yang dilakukan karena pada pengujian tingkat level masih ada variable yang tidak stasioner. Berikut adalah hasil pengujian stasioner tingkat first different : Tabel 4.2 Hasil Uji stasioner Tingkat First Different Variabel t-statistik Prob Keterangan LPDRB 0,3135647 0,0391 Stasioner LTPAK 0,5210527 0,0004 Stasioner LPMA 0,5482602 0,0003 Stasioner LEXP 0,3824426 0,0096 Stasioner Dari hasil stasioner tingkat first different diatas kita lihat bahwa semua variable benar-benar sudah stasioner, tidak ada lagi yang tidak stasioner sehingga tidak perlu dilakukan uji stasioner tahap selanjutnya yaitu second different. 81

2. Hasil Uji Asumsi Klasik