Prinsip Dasar Persamaan Profile Pola Difraksi

22 Berdasarkan hasil pengembangan program analisis Rietveld ini bahwa fungsi bentuk puncak merupakan fungsi pseudo-voigt yang telah dimodifikasi, yakni kombinasi linear dari fungsi Gauss dan fungsi Lorentz dengan tinggi puncak dan lebar penuh setengah tinggi puncak maksimum FWHM tidak sama. Fungsi pseudo-Voigt yang telah dimodifikasi dituliskan sebagai berikut :       2 2 2 2 2 2 exp 4ln 2 2 2 2 2 1 1 4 1 tan k k k k k k G C H G At H L                                                                            2.5 dengan 1 1 2 1 4ln 2 2 k k H L C H G                       2.6 1 2 2 tan tan k k s k s H G U C V C W            2.7 k k H G H L   2.8 Pada persamaan-persamaan 2.5 hingga 2.8 di atas,  = fraksi komponen Gauss, k H G = FWHM komponen Gauss, k H L = FWHM komponen Lorentz, s C  atau 0,6 dan   2 2 2 1 tan k k At            = faktor koreksi bentuk puncak asimetris. Faktor koreksi bentuk asimetris perlu diberikan karena pada sudut hamburan yang sangat rendah dan sangat tinggi, puncak-puncak difraksi menjadi tidak simetris akibat terbatasnya divergensi vertikal berkas. A = 23 parameter asimetris dan t = konstanta yang diberi nilai +1, 0 atau -1 tergantung pada apakah selisih 2 2 k    berturut-turut positif, nol atau negatif. Persamaan 2.8 menyatakan ketergantungan k H G pada k  , U V dan W disebut parameter FWHM. Bila korelasi antara parameter-parameter FWHM sangat tinggi, maka s C sebaiknya diberi nilai 0,6. Dalam persamaan 2.6 terdapat lima buah parameter variabel yakni : U, V, W,  dan . Fungsi bentuk puncak dapat diubah-ubah tergantung pada berapa nilai parameter . Jika  = 1 bentuk puncak memenuhi fungsi Gauss dan bentuk puncak memenuhi fungsi Lorentz jika  diberi nilai 0. Parameter variabel  memiliki daerah nilai : 1    . Untuk pola difraksi neutron, profile puncak difraksinya tepat memenuhi fungsi Gauss  = 1. Dengan demikian nilai intensitas profile pola difraksi pada posisi 2 i  dapat dihitung dengan mengalikan persamaan 2.3 dengan persamaan 2.5, setelah dikoreksi dengan fungsi latar belakang ib y c dan fungsi orientasi “preferred” k P , diperoleh : 2 2 i k k k k i ib k y c s F hkl M P L G y c      2.9 k  melambangkan penjumlahan jika terdapat puncak-puncak Bragg yang saling tumpang tindih. Penjumlahan dilakukan terhadap semua refleksi yang dianggap masih dapat menyumbangkan intensitasnya pada i y c [22].

2.4. Magnetisasi Material

Ketika suatu material ditempatkan pada medan magnet, maka material tersebut akan mengalami magnetisasi. Momen magnet persatuan volume yang terbentuk dalam material disebut magnetisasi M. Pada suatu material dengan n 24 magnetic dipole atomic elementer persatuan volume dengan masing-masing m momen magnet, maka saat momen-momen ini tersusun secara paralel akan memiliki magnetisasi yang disebut magnetisasi saturasi M [25]. Parameter yang penting adalah suseptibilitas magnetic , yang menyatakan kualitas dari suatu material magnetic, yang dirumuskan : 2.10 dimana H adalah kuat medan magnet eksternal. Medan magnet dapat di deskripsikan sebagai dua vektor, yaitu induksi magnet B dan medan magnet H yang memiliki hubungan seperti pada persamaan dalam kondisi vakum berikut ini 2.11 Dimana adalah permeabilitas pada ruang vakum 4 x 10 -7 Hzm Ketika sebuah material diletakkan pada medan magnet, maka material tersebut akan mengalami magnetisasi. Magnetisasi ini dinyatakan dengan vektor M, yang menyatakan besaran momen magnet persatuan volume. Induksi magnetik didalam material dinyatakan dengan 2.12 Jika magnetisasi diinduksi oleh medan magnet H, maka magnetisasi yang ada akan berbanding lurus dengan medan magnet, yaitu :