Menentukan nilai kriteria yang menjadi persyaratan pemilihan kendaraan. Menentukan alternatif-alternatif yang akan menjadi pilihan.

maka nilai yang dibelakang koma dihitung satu kali perjalanan. Maka dari itu dilakukan pembulatan. Lalu didapat hasil seperti pada Tabel 4.10. Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Banyaknya pengangkutan kendaraan Kendaraan Kapasitas Pembulatan Taruna 2005 1 1 kali angkut Kijang LGX 2005 0.99795501 1 kali angkut APV 2005 0.996596324 1 kali angkut Selanjutnya menghitung banyaknya bolak-balik perjalanan kendaraan dari tempat pengiriman ke tempat tujuan adalah dengan rumus: BB = KP x 2 – 1 Keterangan : BB = Banyaknya bolak-balik perjalanan kendaraan dari tempat pengiriman ke tempat tujuan KP = Kapasitas jumlah pengangkutan barang Lalu hasilnya ada pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Banyaknya Bolak-Balik Masing-Masing Kendaraan Kendaraan banyak bolak - balik Taruna 2005 1 Kijang LGX 2005 1 APV 2005 1 Setelah itu melakukan perhitungan jarak total bolak-balik setiap kendaraan dalam pengiriman 1000 buah gerinda ke tempat tujuan yaitu dengan rumus: JB = Ja x BB Keterangan : JB = Jarak total bolak-balik setiap kendaraan dalam pengiriman Ja = Jarak tempat tujuan BB = Banyaknya bolak-balik perjalanan kendaraan dari tempat pengiriman ke tempat tujuan maka didapat nilai jarak total bolak-balik seperti Tabel 4.12. Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Banyaknya Jarak Bolak-Balik Masing-Masing Kendaraan Kendaraan Jarak Total Bolak-Balik Taruna 2005 35 km Kijang LGX 2005 35 km APV 2005 35 km Selanjutnya adalah menghitung waktu total bolak balik yang dibutuhkan untuk mengirim 1464 buah benang obras ukuran sedang yang telah disesuaikan dengan kapasitas masing-masing kendaraan. Rumusnya : Wt = N1 x BB Keterangan: Wt = Waktu total bolak balik yang dibutuhkan untuk mengirim N1 = Nilai waktu sekali jalan BB = Banyaknya bolak-balik perjalanan kendaraan dari tempat pengiriman ke tempat tujuan Dan hasilnya pada Tabel 4.13. Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Banyaknya Waktu Bolak-Balik Masing-Masing Kendaraan Kendaraan Waktu Total Bolak-Balik Taruna 2005 0.538461538 s Kijang LGX 2005 0.538461538 s APV 2005 0.583333333 s Nilai pada Tabel 4.13 diatas pada kendaraan APV didapat dari hasil perkalian waktu untuk sekali jalan dikalikan dengan banyaknya bolak – balik kendaraan dan hasilnya adalah waktu bolak – balik kendaraan. Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Bahan Bakar yang Dibutuhkan untuk Pengiriman 1000 Buah Benang Obras Ukuran Sedang dengan Jarak 35km Kendaraan Total Bahan Bakar Bolak- Balik Taruna 2005 5L Kijang LGX 2005 5.833333333L APV 2005 5L Jadi Tabel 4.14 adalah perhitungan jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk pengiriman 1464 buah benang obras ukuran sedang dengan jarak 35 km secara keseluruhan dengan rumus = Jarak total bolak-balik : konsumsi bahan bakar masing-masing kendaraan km1L. Jadi nilai keseluruhan dapat ditampilkan seperti nilai pada Tabel 4.15. Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Nilai Keseluruhan untuk Pengiriman 1464 Buah Benang Obras Ukuran Sedang dengan Jarak 35 km Kendaraan Waktu s Bahan Bakar L Keamanan Taruna 2005 13.3 41.5625 85 Kijang LGX 2005 14.63636364 73.18181818 89 APV 2005 19.25 67.94117647 95 Untuk menentukan nilai kriteria kita harus membandingkan secara langsung berdasarkan tingkat kepentingan yang kita inginkan dan mengkonversi nilai perbandingan tersebut ke dalam bentuk nilai tingkat kepentingan. Tabel diatas merupakan hasil nilai perhitungan dari penilaian spesifikasi masing-masing kendaraan yang akan dijadikan nilai perbandingan untuk menentukan nilai tingkat intensitas kepentingan yang selanjutnya akan digunakan untuk pengambilan keputusan dalam perhitungan dengan metode AHP. Selanjutnya menentukan perbandingan kendaraan berdasarkan kriteria- kriteria yang telah ditentukan seperti Tabel 4.16. Untuk rumus menentukan waktu dan bahan bakar rumus yang digunakan adalah : Perbandingan waktu dan bahan bakar: Pab = Sb:Jab-Sa:Jab Perbandingan untuk keamanan : Pab = Sa:Jab-Sb:Jab Keterangan : Pab = Hasil perbandingan antara barang A dan Barang B Sa = Nilai spesifikasi kendaraan jenis A Sb = Nilai spesifikasi kendaraan jenis B Jab = Jumlah nilai kendaraan A dan B Sehingga didapatkan hasil perhitungan seperti Tabel 4.16. Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Perbandingan Kendaraan Berdasarkan Tiga Kriteria Kendaraan Waktu Bahan Bakar Keamanan Taruna:Kijang 0.076923077 Taruna:APV 0.04 Kijang: APV 0.04 -0.076923077 Selanjutnya nilai pada Tabel 4.16 dikonversikan menjadi nilai-nilai intensitas kepentingan agar mudah dihitung dalam proses perhitungan AHP. Proses konversi tersebut adalah dengan cara mengelompokan nilai-nilai hasil perhitungan perbandingan kendaraan berdasarkan tiga kriteria kedalam pengelompokkan nilai intensitas kepentingan dengan nilai hasil adalah “n” yaitu: jika n= 0 maka nilai intensitas perbandingan adalah 1 jika n 0 n 0.2 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 2 jika n 0.2 n 0.3 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 3 jika n 0.3 dan n 0.4 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 4 jika n 0.4 n 0.5 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 5 jika n 0.5 dan n 0.6 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 6 jika n 0.6 n 0.7 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 7 jika n 0.7 dan n 0.8 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 8 jika n 0.8 n 1 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 9 Lalu jika hasil nilai perbandingannya nilainya adalah min maka pengelompokan nilai intensitas kepentingannya adalah: jika n 0 n -0.2 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 12 jika n -0.2 n -0.3 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 13 jika n -0.3 dan n -0.4 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 14 jika n -0.4 n -0.5 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 15 jika n -0.5 dan n -0.6 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 16 jika n -0.6 n -0.7 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 17 jika n -0.7 dan n -0.8 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 18 jika n -0.8 n -1 maka nilai intensitas kepentingannya adalah 19 selanjutnya nilai dikonversikan berdasarkan penggolongan nilai seperti nilai-nilai yang ada sebelumnya. Kemudian hasilnya seperti pada Tabel 4.17. Tabel 4.17 Hasil Pengelompokan Nilai Menjadi Nilai AHP Kendaraan Waktu Bahan Bakar Keamanan Taruna:Kijang 1 2 1 Taruna:APV 2 1 1 Kijang: APV 2 0.5 1 Jika proses pengelompokan nilai menjadi nilai AHP selesai, selanjutnya melakukan perhitungan matriks kriteria perbandingan berpasangan dengan cara langsung membandingkan dari sisi tingkat kepentingannya tingkat kepentiganya seperti pada Tabel 4.18. Tabel 4.18 Skala Tingkat Kepentingan AHP Bobot Tingkat Kepentingan Pengertian Penjelasan 1 Sama penting Dua faktor memiliki pengaruh yang sama terhadap sasaran 3 Sedikit lebih penting Salah satu faktor sedikit lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya 5 Lebih penting Salah satu faktor lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya 7 Sangat lebih penting Salah satu faktor sangat lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya 9 Jauh lebih penting Salah satu faktor jauh lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya 2,4,6,8 Antara nilai yang di atas Diatara kondisi diatas Kebalikan Nilai kebalikan dari kondisi diatas untuk pasangan dua faktor yang sama Selanjutnya hasilnya adalah seperti pada Tabel 4.19: Tabel 4.19 Tabel Hasil Matriks Kriteria Perbandingan Berpasangan Kriteria Waktu Bahan Bakar Keamanan Waktu 1 0.2 1 Bahan Bakar 5 1 5 Keamanan 1 0.2 1 Jumlah 7 1.4 7 Pada Tabel 4.20 menjelaskan nilai 1 didapat dari nilai perbandingan antara waktu dan waktu yaitu nilainya 1 dan dibagi dengan jumlah satu kolom kriteria seperti kriteria waktu. Kolom jumlah didapat dari jumlah baris setiap kriteria. Sedangkan prioritas didapatkan dari jumlah baris pada baris waktu misalnya jumlah waktu didapatkan dari jumlah dibagi tiga karena kriterianya hanya tiga. Tabel 4.20 Hasil Matriks Nilai Kriteria Kriteria Waktu Bahan Bakar Keamanan Jumlah Prioritas Waktu 0.142857143 0.142857143 0.1428571 0.428571 0.142857143 Bahan Bakar 0.714285714 0.714285714 0.7142857 2.142857 0.714285714 Keamanan 0.142857143 0.142857143 0.1428571 0.428571 0.142857143 Pada Tabel 4.20 hasil matriks penjumlahan setiap baris ini, nilai-nilainya didapat dari perhitungan yang sudah ditentukan rumusnya. Rumusnya adalah nilai perbandingan pada hasil matriks kriteria perbandingan berpasangan dikalikan dengan nilai prioritas pada Tabel hasil matriks nilai kriteria sehingga didapat hasilnya pada Tabel 4.21 hasil matriks penjumlahan setiap baris. Tabel 4.21 Hasil Matriks Penjumlahan Setiap Baris Kriteria Waktu Bahan Bakar Keamanan Jumlah Waktu 0.142857143 0.142857143 0.1428571 0.428571 Bahan Bakar 0.714285714 0.714285714 0.7142857 2.142857 Keamanan 0.142857143 0.142857143 0.1428571 0.428571 Setelah nilai matriks penjumlahan setiap baris sudah ditemukan nilainya, selanjutnya melakukan perhitungan rasio konsistensi untuk menguji nilai kelayakan nilai perbandingan kriteria pada Tabel 4.22. Tabel 4.22 Hasil Matriks Perhitungan Rasio Konsistensi Kriteria Jumlah perbaris Prioritas Hasil Waktu 0.428571429 0.142857143 0.5714286 Bahan Bakar 2.142857143 0.714285714 2.8571429 Keamanan 0.428571429 0.142857143 0.5714286 Jumlah 4 Berdasarkan perhitungan yang ada pada Tabel –Tabel sebelumnya, maka dapat disimpulkan: Jumlah = 4 n kriteria = 3 Lamda Max Jumlah n = 1.333333333 CI= Lamda Max-nn-1= -0.833333333 CR= CIIR3 matriks=0.58= -1.436781609 Karena CR 0.1 maka hasilnya konsisten. Selanjutnya menghitung matriks perbandingan berpasangan kendaraan berdasarkan bahan bakar seperti Tabel 4.23. Tabel 4.23 Hasil Matriks Perbandingan Berpasangan Berdasarkan Bahan Bakar Bahan Bakar Taruna 2005 Kijang LGX 2005 APV 2005 Taruna 2005 1 3 3 Kijang LGX 2005 0.333333333 1 0.5 APV 2005 0.333333333 2 1 Jumlah 1.666666667 6 4.5 Pada Tabel 4.23 menjelaskan nilai pada Tabel 4.23 didapatkan dari Tabel hasil matriks kriteria perbandingan berpasangan yaitu pada Tabel 4.19 pada kolom bahan bakar kemudian dihitung berdasarkan nilai awalnya pada kolom bahan bakar. Tabel 4.24 Hasil Matriks Nilai Kriteria Berdasarkan Bahan Bakar Bahan Bakar Taruna 2005 Kijang LGX 2005 APV 2005 Jumlah Prioritas Taruna 2005 0.6 0.5 0.6666667 1.766667 0.588888889 Kijang LGX 2005 0.2 0.166666667 0.1111111 0.477778 0.159259259 APV 2005 0.2 0.333333333 0.2222222 0.755556 0.251851852 Pada Tabel 4.24 merupakan Tabel hasil matriks nilai kriteria bahan bakar yang nilainya berasal dari Matriks perbandingan berpasangan berdasarkan bahan bakar yaitu pada Tabel 4.23. Misalkan untuk nilai 0.6 pada kolom 1 baris 1 didapat dari perhitungan baris 1 kolom 1 pada Tabel 4.23 yang nilainya adalah 1 dibagi dengan jumlah dari kolom 1 pada Tabel 4.23 dan hasilnya adalah kolom 1 baris 1 pada Tabel 4.24. Pada nilai jumlah baris 1 Pada Tabel 4.24 didapat dari jumlah baris 1 kolom 1 dijumlah dengan baris 1 kolom 2 dan baris baris 1 kolom 3 sedangkan untuk nilai perioritasnya pada baris 1 didapat dari nilai jumlah baris 1 dibagi dengan 3 dan hasilnya adalah nilai prioritas baris 1. Tabel 4.25 Hasil Matriks Perbandingan Berpasangan Berdasarkan Waktu Waktu Taruna 2005 Kijang LGX 2005 APV 2005 Taruna 2005 1 2 2 Kijang LGX 2005 0.5 1 2 APV 2005 0.5 0.5 1 jumlah 2 3.5 5 Pada Tabel 4.25 menjelaskan nilai diatas didapatkan dari tabel hasil matriks kriteria perbandingan berpasangan yaitu pada Tabel 4.19 pada kolom waktu kemudian dihitung berdasarkan nilai awalnya pada kolom waktu. Tabel 4.26 Hasil Matriks Nilai Kriteria Berdasarkan Waktu Waktu Taruna 2005 Kijang LGX 2005 APV 2005 Jumlah Prioritas Taruna 2005 0.5 0.571428571 0.4 1.471429 0.49047619 Kijang LGX 2005 0.25 0.285714286 0.4 0.935714 0.311904762 APV 2005 0.25 0.142857143 0.2 0.592857 0.197619048 Pada Tabel 4.26 merupakan Tabel hasil matriks nilai kriteria waktu yang nilainya berasal dari Matriks perbandingan berpasangan berdasarkan waktu yaitu pada Tabel 4.25. Misalkan untuk nilai 0.5 pada kolom 1 baris 1 didapat dari perhitungan baris 1 kolom 1 pada Tabel 4.25 yang nilainya adalah 1 dibagi dengan jumlah dari kolom 1 pada Tabel 4.25 dan hasilnya adalah kolom 1 baris 1 pada Tabel 4.26. Pada nilai jumlah baris 1 Pada Tabel 4.26 didapat dari jumlah baris 1 kolom 1 dijumlah dengan baris 1 kolom 2 dan baris baris 1 kolom 3 sedangkan untuk nilai perioritasnya pada baris 1 didapat dari nilai jumlah baris 1 dibagi dengan 3 dan hasilnya adalah nilai prioritas baris 1. Tabel 4.27 Hasil Matriks Perbandingan Berpasangan Berdasarkan Keamanan Keamanan Taruna 2005 Kijang LGX 2005 APV 2005 Taruna 2005 1 0.5 0.5 Kijang LGX 2005 2 1 0.5 APV 2005 2 2 1 Jumlah 5 3.5 2 Pada Tabel 4.27 menjelaskan nilai pada Tabel 4.27 didapatkan dari Tabel hasil matriks kriteria perbandingan berpasangan yaitu pada Tabel 4.19 pada kolom keamanan kemudian dihitung berdasarkan nilai awalnya pada kolom keamanan. Tabel 4.28 Hasil Matriks Nilai Kriteria Berdasarkan Keamanan Keamanan Taruna 2005 Kijang LGX 2005 APV 2005 jumlah Prioritas Taruna 2005 0.2 0.142857143 0.25 0.592857 0.197619048 Kijang LGX 2005 0.4 0.285714286 0.25 0.935714 0.311904762 APV 2005 0.4 0.571428571 0.5 1.471429 0.49047619 Pada Tabel 4.28 merupakan tabel hasil matriks nilai kriteria keamanan yang nilainya berasal dari Matriks perbandingan berpasangan berdasarkan keamanan yaitu pada Tabel 4.27. Misalkan untuk nilai 0.2 pada kolom 1 baris 1 didapat dari perhitungan baris 1 kolom 1 pada Tabel 4.27 yang nilainya adalah 1 dibagi dengan jumlah dari kolom 1 pada Tabel 4.27 dan hasilnya adalah kolom 1 baris 1 pada Tabel 4.28. Pada nilai jumlah baris 1 Pada Tabel 4.28 didapat dari jumlah baris 1 kolom 1 dijumlah dengan baris 1 kolom 2 dan baris baris 1 kolom 3 sedangkan untuk nilai perioritasnya pada baris 1 didapat dari nilai jumlah baris 1 dibagi dengan 3 dan hasilnya adalah nilai prioritas baris 1. Tabel 4.29 Hasil Matriks Proritas Alternatif Prioritas alternatif Waktu Bahan Bakar Keamanan Jumlah Taruna 2005 0.49047619 0.588888889 0.197619 1.276984 Kijang LGX 2005 0.311904762 0.159259259 0.3119048 0.783069 APV 2005 0.197619048 0.251851852 0.4904762 0.939947 Jumlah 1 1 1 Pada Tabel 4.29 merupakan tabel hasil matriks prioritas dari ketiga alternatif yaitu waktu, bahan bakar dan keamanan. Misalkan untuk nilai kolom 1 baris 1 pada Tabel 4.29 didapat dari nilai prioritas Tabel 4.26. untuk jumlah kolom setiap alternatif pada Tabel 4.29 jumlahnya adalah selalu 1 jika jumlahnya lebih dari satu atau kurang dari satu maka terdapat kesalahan perhitungan pada metode AHP tersebut. Sedangkan untuk nilai jumlah pada Tabel 4.29 didapat dari perhitungan jumlah dari baris 1 kolom 1,baris 1 kolom 2 dan jumlah baris 1 kolom 3. Tabel 4.30 Hasil Matriks Perhitungan Prioritas Global Prioritas Global Waktu Bahan Bakar Keamanan Jumlah Taruna 2005 0.070068027 0.420634921 0.0282313 0.518934 Kijang LGX 2005 0.044557823 0.113756614 0.0445578 0.202872 APV 2005 0.028231293 0.17989418 0.070068 0.278193 Pada Tabel 4.30 hasil matriks perhitungan prioritas global misalkan pada kolom 1 baris 1 Tabel 4.30 didapat dari nilai prioritas pada Tabel matriks nilai kriteria Tabel 4.20 dan dikalikan dengan matriks prioritas alternatif baris 1 kolom 1 pada Tabel 4.29, sedangkan untuk hasil dari nilai baris 2 kolom 1 pada Tabel 4.30 didapat daril perkalian antara baris 2 kolom 1 pada Tabel 4.29 Tabel matriks prioritas alternatif dengan nilai baris 1 pada kolom prioritas pada Tabel 4.20 yaitu Tabel matriks nilai kriteria. Sedangkan untuk nilai jumlah misalkan pada baris 1 didapat dari jumlah baris 1 kolom 1, baris 1 kolom 2 dan baris 1 kolom 3 maka didapatkah hasil penjumlahan prioritas global untuk kendaraan Taruna 2005. Sehingga dari hasil perhitungan berdasarkan Tabel diatas pemilihan kendaraan berdasarkan kriteria –kriteria yang ada dengan nilai tertinggi adalah dengan menggunakan kendaraan mobil Taruna 2005 karena nilai Taruna 2005 adalah nilai yang tertinggi yaitu 0.518934.

4.1.3 Analisis Perhitungan pada Metode Fuzzy SAW Simple Additive

Weighting Metode Fuzzy Saw Simple Additive Weighting merupakan gabungan antara metode Fuzzy dan Simple Additive Weighting yang dijadikan satu. Pada metode ini data yang dimasukkan merupakan data dari spesifikasi kendaraan yang kemudian akan dikonversi menjadi data dengan bentuk linguistik atau berupa data Fuzzy kemudian harus diubah lagi ke bentuk nilai crips atau bilangan angka dan selanjutnya dilakukan pembobotan dan perankingan. Kriteria yang digunakan dalam metode perhitungan Fuzzy Saw sama dengan kriteria pada metode AHP tetapi cara perhitungan kriterianya yang berbeda. Pada Fuzzy Saw kriteria dihitung dengan menggunakan fuzzyfikasi pembobotan atau menggunakan bentuk linguistik sebagai nilai pembobotan yang selanjutnya akan diubah ke bentuk nilai crips atau angka yang telah dikelompokkan berdasarkan nilai bentuk linguistik tersebut. Sedangkan pada AHP langsung menggunakan nilai berdasarkan nilai tingkat kepentingan yang selanjutnya akan dibandingkan untuk proses perhitungan selanjutnya.

4.2.3.1 Langkah –langkah Perhitungan dengan Metode

Fuzzy Saw Adapun langkah-langkah perhitungan untuk memilih keputusan dalam memilih kendaraan yang terbaik sesuai dengan kriteria –kriteria yang ada dengan menggunakan metode Fuzzy Saw Simple Additive Weighting adalah: 1. Melakukan fuzzifikasi atau menentukan nilai linguistik pada kriteria- kriteria yang ada dan pada bobot kriteria-kriteria tersebut. 2. Melakukan konversi dan menentukan nilai fuzzy dan nilai pembobotan kedalam bentuk nilai crips atau nilai berupa angka. 3. Melakukan rating kinerja dengan menentukan data yang mana yang akan dimasukkan kriteria keuntungan dan data yang mana yang akan dimasukkan kedalam kelompok kriteria biaya dan perhitungan masing- masing kedua kriteria tersebut berbeda dalam satu proses normalisasi. 4. Melakukan normalisasi data “X” atau data pada table. 5. Lalu melakukan perankingan berdasarkan data yang telah dihitung dan juga telah dinormalisasikan sebelumnya.

4.1.3.1.1 Contoh Kasus Perhitungan Fuzzy Saw

Pada perhitungan kasus ini tahap awalnya hampir sama prosesnya dengan AHP yang sebelumnya yaitu diambil dari nilai-nilai spesifikasi kendaraan dengan proses perhitungan yang sama untuk mendapatkan hasil nilai .perhitungan berdasarkan kriteria- kriteria yang telah ditentukan. Selanjutnya yang menjadi perbedaannya adalah pada perhitungan persentasenya. Pada perhitungan persentase pada metode ini menggunakan rumus persentase yang berdasarkan logika hasil perhitungan. Rumusnya adalah “jumlah nilai a+b+c-nilai a jumlah nilai a+b+c x 100 ” untuk kriteria waktu dan bahan bakar karena nilai kriteria waktu dan bahan bakar berbanding terbalik dengan nilai sebenarnya sedangkan untuk kriteria keamanan tidak menggunakan rumus tersebut karena telah dihitung secara manual atau di luar sistem dan nilainya berbanding lurus dengan keadaan sebenarnya. Tabel 4.31 Nilai Hasil Perhitungan Berdasarkan Kriteria pada Spesifikasi Kendaraan Kendaraan Waktu Bahan Bakar Keamanan Taruna 2005 0.538461538 5 95 Kijang LGX 2005 0.538461538 5.833333333 95 APV 2005 0.583333333 5 95 Setelah hasil perhitungan berdasarkan spesifikasi yang sebelumnya pada perhitungan AHP juga sudah dijelaskan dan ditampilkan hasil perhitungannya maka pada pembahasan metode Fuzzy Saw ini hanya diperlihatkan hasil perhitungannya saja. Selanjutnya dari hasil perhitungan ini, nilai-nilai hasil perhitungan ini akan diubah ke dalam bentuk perhitungan persentase dengan rumus-rumus yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil perhitungan dari rumus-rumus tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.32. Tabel 4.32 Nilai Hasil Perhitungan Persentase Berdasarkan Kriteria pada Spesifikasi Kendaraan Persentase Waktu Bahan Bakar Keamanan Taruna 2005 67.56756757 68.42105263 95 Kijang LGX 2005 67.56756757 63.15789474 95 APV 2005 64.86486486 68.42105263 95 Selanjutnya hasil dari perhitungan nilai-nilai tersebut akan diubah menjadi bilangan fuzzy atau data berbentuk linguistik yang nilai-nilai diatas sudah dibuat klasifikasi tingkatan berdasarkan nilainya. Bentuk klasifikasi berdasarkan kriteria- kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya adalah: a. Pengelompokan pada kriteria waktu  Jika N 0 N= 55 maka Sangat Lambat= 20  Jika N 55 N= 65 maka Lambat= 40  Jika N 65 N= 75 maka Sedang = 60  Jika N 75 N= 85 maka Cepat= 80  Jika N 85 N= 100 maka Sangat Cepat= 100 b. Pengelompokan pada kriteria bahan bakar  Jika N 0 N= 55 maka Sangat Boros= 20  Jika N 55 N= 65 maka Boros= 40  Jika N 65 N= 75 maka Sedang = 60  Jika N 75 N= 85 maka Irit= 80  Jika N 85 N= 100 maka Sangat Irit= 100 c. Pengelompokan pada kriteria keamanan  Jika N 0 N= 70 maka Tidak Aman= 25  Jika N 70 N= 80 maka Kurang Aman= 50  Jika N 80 N= 90 maka Cukup Aman = 75  Jika N 90 N= 100 maka Aman= 100 Selanjutnya setelah data terbentuk berdasarkan klasifikasi yang telah ditetapkan maka hasil nilai fuzzy atau nilai linguistik dapat dilihat pada Tabel 4.33.