Survey  yang  dilakukan  oleh  Menteri  Kesejahteraan  Sosial  dan  Pusat Penelitian Universitas Atmajaya pada tahun 1999 dalam kaitannya dengan pemetaan
terhadap  anak  jalanan  di  mana  hasilnya  mengungkapkan  bahwa  mayoritas  anak jalanan 60 telah  menjalani kehidupannya sebagai  anak  jalanan selama  lebih dari
2,5  tahun,  17,4  di  antaranya  telah  hidup  di  jalanan  kurang  dari  2  tahun,  6,8 bahkan  telah  menjalani  kehidupan  di  jalanan  selama  6-9  tahun,  dan  6,8  lainnya
bahkan telah hidup di jalanan selama lebih dari 10 tahun.
5.1.5. Status Gizi Berdasarkan Penghasilan
Semakin  tinggi  penghasilan  anak  anak  jalanan,  maka  status  gizinya  juga semakin  baik. Hal tersebut terlihat  dari penghasilan anak  jalanan
≤ Rp. 15.000 hari yang memiliki status gizi sangat kurus, dimana persentase tertinggi pada penghasilan
Rp. 7.000 hari 9,1. Meskipun status gizi kurang ditemukan pada anak  jalanan dengan  penghasilan  Rp.    15.000  hari,  namun  status  gizi  gemuk  4,8  juga
ditemukan pada penghasilan tersebut. Penghasilan  yang  minim  menyebabkan  ketidakmampuan  dalam  membeli
bahan  makanan  yang  bergizi  karena  harganya  tidak  terjangkau  dan  anak  jalanan hanya  mampu  membeli  makanan  seadanya  tanpa  memperhatikan  gizi  yang
terkandung  pada  makanan.  Berdasarkan  hasil  wawancara  di  lapangan,  beberapa pekerja  anak  sering  mengkonsumsi  jajanan  pasar  seperti  roti,  gorengan  dan  krupuk
sebagai camilan sehari-hari. Anak jalanan merupakan kelompok berisiko mengalami gangguan gizi. Anak
jalanan  merupakan  kelompok  berisiko  dikarenakan  kehidupan  yang  mereka  jalani,
Universitas Sumatera Utara
apalagi pada usia remaja dimana mereka cenderung berperilaku berisiko seperti pola makan  yang  tidak  sehat  dan  kurangnya  pemanfaatan  pelayanan  kesehatan.  Pola
makan  yang  tidak  sehat  dan  kurangnya  pemanfaatan  pelayanan  kesehatan  tersebut dipengaruhi oleh kemiskinan.
5.2. Status Gizi Berdasarkan Kecukupan Energi
Pada umumnya anak jalanan yang tingkat kecukupan energinya defisit tingkat berat  memiliki  status  gizi  kurus  66,3.  Hal  tersebut  berbeda  dengan  anak  jalanan
yang  tingkat  kecukupan  energinya  defisit  tingat  sedang  dan  ringan  yang  sebagian besar  status  gizinya  normal.  Sementara  anak  jalanan  yang  tingkat  kecukupan
energinya  normal,  maka  mayoritas  status  gizinya  normal  91,3,  dan  bahkan  ada yang gemuk 8,7.
Berdasarkan  hasil  penelitian  diketahui  bahwa  rata-rata  tingkat  kecukupan energi anak jalanan adalah 1.896 kkal 89,5. Pola konsumsi makanan anak jalanan
berdasarkan  konsumsi  makanan  pokok  sudah  cukup  bervariasi,  karena  selain mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok, anak jalanan juga mengonsumsi biskuit,
roti dan mie. Hasil senada juga diperoleh Nur’aini 2009, rata-rata konsumsi energi anak  jalanan  adalah  1640  Kal  sedangkan  rata-rata  kecukupan  energi  anak  jalanan
adalah  1871  Kal.  Jika  rata-rata  konsumsi  dibandingkan  dengan  rata-rata  kecukupan maka  diperoleh  rata-rata  Tingkat  Kecukupan  Gizi  TKG.  Rata-rata  tingkat
kecukupan  energi  anak  jalanan  adalah  88  persen  dan  termasuk  ke  dalam  kategori defisit  tingkat  ringan.  Rata-rata  konsumsi  protein  anak  jalanan  adalah  38,7  gram
sedangkan rata-rata angka kecukupan protein anak jalanan 46,3 gram.
Universitas Sumatera Utara
Banyaknya anak jalanan yang kurus dikarenakan, masih banyak anak jalanan yang  makan  2  kali  sehari.  Dari  hasil  juga  diketahui  bahwa  pada  umumnya  anak
jalanan  sering  tidak  sarapan  sebelum  beraktifitas.  Anak  jalanan  yang  sarapan, beberapa diantaranya  mengonsumsi pisang goreng, roti, dan bahkan ada  yang  hanya
mengonsumsi beberapa potong lontong tanpa tambahan lainnya. Hasil  senada  Pramesti  dan  Kurniajati  2012,  di  Kediri  sebesar  33  anak
jalanan  masih  kekurangan  kebutuhan  nutrisi  dan  40  anak  jalanan  memiliki  status gizi  kurang.  Demikian  juga  dengan  Kultsum  dan  Katasurya  2010,  di  Semarang,
prevalensi  gizi  kurang  anak  jalanan  cukup  tinggi  yaitu  sebesar  30  anak  jalanan mengalami underweight. Berbeda dengan Nur’aini  2009, di Kota Bandung dimana
3,9 anak jalanan yang mengalami gizi kurang dan 96 anak jalanan justru berstatus gizi normal.
5.3. Status Gizi Berdasarkan Kecukupan Protein
Status  gizi  kurus  dan  kurus  ditemukan  pada  anak  jalanan  yang  tingkat kecukupan  proteinnya  defisit  tingkat  sedang  7,1  sangat  kurus,  dan  28,6  kurus
dan  defisit  tingkat  berat  6,3  sangat  kurus,  dan  37,5  kurus.  Sementara  anak jalanan dengan tingkat kecukupan protein  normal 91,7 dan defisit tingkat ringan
95,5 mayoritas memiliki status gizi normal. Berdasarkan  hasil  penelitian  diketahui  bahwa  rata-rata  tingkat  kecukupan
protein  anak  jalanan  adalah  43  gram  81,7,  dimana  sebagian  besar  anak  jalanan mengonsumsi  sumber  protein  dari  pangan  nabati,  yaitu  tempe  50,0  dan  tahu
59,0 yang  mereka konsumsi 4-5 kali minggu. Pangan  hewani telur 43,6 dan
Universitas Sumatera Utara
ikan  30,8  yang  sering  dikonsumsi  4-5  kali  minggu,  sementara  pangan  hewani lainnya  jarang  mereka konsumsi,  hal  ini terlihat  dari konsumsi pangan  hewani  anak
jalanan  mayoritas  dengan  frekuensi  1-3  kali  bulan,  bahkan  ada  anak  jalanan  yang tidak  pernah  mengonsumsi  pangan  hewani,  seperti  ayam  62,8,  daging  78,2,
kepiting 89,7, dan udang 53,8. Sumber  protein  hewani  yang  paling  sering  dikonsumsi  anak  jalanan  adalah
telur, ikan asin, dan daging ayam. Pangan sumber hewani lain yaitu daging sapi dan kambing  jarang  dikonsumsi  anak  jalanan.  Pangan  sumber  protein  hewani  diperoleh
anak jalanan dengan membeli kecuali daging sapi dan kambing. Hampir seluruh anak jalanan  memperoleh  daging  sapi  dan  kambing  dari  pemberian  pada  saat  Hari  Raya
Idul Adha. Survai  status  gizi  terhadap  anak  jalanan  di  Jakarta,  mendapatkan  status  gizi
berdasarkan  TBU  sebagai  berikut;  20  gizi  kurang  dan  tidak  ada  yang  gizi  buruk. Dari evaluasi diet, didapatkan 69 makan 3 kali sehari dan 29 makan 2 kali sehari.
Nasi, sayur, tempe, tahu dan telur dikonsumsi hampir tiap hari dalam seminggu 4-7 hari  oleh  sebagian  besar  anak.  Ikan  segar  dan  buah  hanya  dikonsumsi  1-2  hari
seminggu, dan sebanyak 72-82 dari mereka jarang mengkonsumsi daging dan susu Handy  Soedjatmiko, 2004.
Hasil senada juga diperoleh Nur’aini 2009, rata-rata konsumsi protein anak jalanan adalah 38,7 gram sedangkan rata-rata angka kecukupan protein anak jalanan
46,3  gram.  Rata-rata  tingkat  kecukupan  protein  anak  jalanan  adalah  84  persen  dan termasuk  ke  dalam  kategori  defisit  tingkat  ringan.  Menurut  Sukandar  2007
Universitas Sumatera Utara
frekuensi  makan  mempengaruhi  jumlah  asupan  makanan  bagi  individu  dimana  hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi.
Universitas Sumatera Utara
56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN