2 tinggi dengan biaya rendah. Selain itu, SCM dapat meningkatkan efisiensi kerja dalam suatu
perusahaan sehingga menghasilkan produk secara optimal. Pada umumnya, sistem SCM dilakukan pada perusahaan manufaktur. Namun penelitian ini
mengambil objek perusahaan berbasis agroindustri yang produknya memiliki karakter khusus. Objek yang difokuskan adalah distribusi dan perlakuan Tandan Buah Segar TBS dari kebun inti, kebun
plasma, dan kebun pihak ketiga yang dibawa ke Pabrik minyak sawit PMS Gunung Meliau milik PTPN XIII untuk diolah menjadi CPO dan inti sawit. Diharapkan hasil dari penelitian ini menjadi
salah satu pertimbangan dalam meningkatkan kualitas dan produktivitas di kebun penyuplai TBS dan PMS Gunung Meliau sehingga dapat meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun sistem Suppy Chain Management SCM yang tepat, rasional, dan efisien sehingga dapat diaplikasikan dan diterapkan dalam rangka meningkatkan
kualitas dan produktivitas Crude Palm Oil CPO dan inti sawit khususnya di kebun penyuplai TBS dan Pabrik Minyak Sawit PMS Gunung Meliau milik PTPN XIII. Peningkatan kualitas dapat dilihat
berdasarkan rendahnya kadar Asam Lemak Bebas ALB, kadar air, dan kadar kotoran CPO dan inti sawit, sedangkan peningkatan produktivitas berdasarkan pada peningkatan produksi TBS, peningkatan
rendemen, penurunan losis produksi dan pengoptimalan jam kerja karyawan dari kebun hingga ke pabrik. Penelitian ini dibatasi pada proses pemetaan permasalahan yang timbul pada supply chain.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini yaitu menjadi salah satu pertimbangan dalam meningkatkan kualitas dan produktivitas Crude Palm Oil CPO dan inti sawit produksi PTPN XIII khususnya di
kebun penyuplai TBS dan Pabrik minyak sawit PMS Gunung Meliau. Peningkatan ini diharapkan memiliki korelasi yang positif dalam peningkatan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga visi
PTPN XIII yaitu menjadi perusahaan agribisnis berdaya saing tinggi, tumbuh, dan berkembang bersama masyarakat dapat tercapai.
3
II. PTPN XIII
2.1 Sejarah PTPN XIII
PT Perkebunan Nusantara XIII PTPN XIII adalah perseroan terbatas yang didirikan pada tahun 1996. Perusahaan ini merupakan BUMN perkebunan yang berfokus di wilayah Kalimantan.
Perusahaan ini adalah hasil penggabungan dari proyek pengembangan 8 delapan PTP yaitu PTP VI, VII, XII, XIII, XVIII, XXIV-V, XXVI dan XXIX PTPN XIII 2009. Maksud dan tujuan perusahaan
PTPN XIII adalah melakukan usaha di bidang agribisnis dan agroindustri serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya perseroan untuk menghasilkan barang danatau jasa yang bermutu tinggi
dan berdaya saing kuat, serta mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perseroan dengan menerapkan pinsip-prinsip Perseroan Terbatas PT. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut,
PTPN XIII melaksanakan kegiatan usaha utama sebagai berikut: 1
Pengusahaan budidaya tanaman meliputi pembukaan dan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pemungutan hasil tanaman serta melakukan kegiatan-kegiatan
lain yang sehubungan dengan pengusahaan budidaya tanaman tersebut, 2
Produksi meliputi pengolahan hasil tanaman sendiri maupun dari pihak lain menjadi barang setengah jadi dan atau barang jadi serta produk turunannya,
3 Perdagangan meliputi penyelenggaraan kegiatan pemasaran berbagai macam hasil produksi
serta melakukan kegiatan perdagangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan usaha Perseroan, dan
4 Pengembangan usaha bidang perkebunan, agrowisata, agrobisnis, dan agroforestry.
2.1.1 Bidang usaha PTPN XIII
PTPN XIII berfokus pada bidang agroindustri sebagai core bisnis, dengan komoditas andalan berupa kelapa sawit dan karet. Bidang usaha kelapa sawit meliputi pengelolaan kebun kelapa sawit
inti dan plasma serta Pabrik Minyak Sawit PMS, dengan produk utama berupa CPO dan inti sawit. Bidang usaha karet meliputi pengelolaan kebun karet inti dan plasma dengan produk utama berupa
SIR 20 dan RSS. Produk CPO dan inti sawit sepenuhnya dipasarkan untuk memenuhi konsumsi industri minyak nabati di Indonesia. Produk olahan karet berupa SIR 20 dan RSS, 30 dialokasikan
untuk pasar domestik dan 70 dialokasikan untuk pasar global seperti India, Pakistan, Turki, Cina, Jerman, dan Argentina PTPN XIII 2009.
PTPN XIII tengah melakukan program peremajaan tanaman kelapa sawit dan karet, serta penambahan areal untuk mencapai skala ekonomi yang optimal di unit-unit eksisting. PTPN XIII juga
melakukan proyek pengembangan perkebunan kelapa sawit yang bersinergi dengan perusahaan lain dalam kaitannya terhadap pembangunan perkebunan kelapa sawit yang baru. Selain itu, PTPN XIII
telah dapat memproduksi biodiesel yang berasal dari dua Unit Pengolahan Biodiesel masing-masing berkapasitas 6,000 liter per hariunit. Untuk mengoptimalkan limbah sisa pengolahan sawit, PTPN
XIII akan membangun pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar cangkang, tandan kosong, dan serabut sawit PTPN XIII 2009.
2.1.2 Perkebunan dan pabrik PTPN XIII
Secara struktural, PTPN XIII menaungi empat wilayah besar di seluruh Kalimantan, yaitu: Distrik Kalimantan Barat 1, Distrik Kalimantan Barat 2, Distrik Kalimantan Timur, dan Distrik
Kalimantan Selatan dan Tengah. Setiap distrik menaungi beberapa kebun inti, kebun plasma, dan Pabrik minyak sawit PMS. Pada akhir tahun 2009, areal tanaman kelapa sawit milik PTPN XIII
4 telah mencapai seluas 109,388 ha atau bertambah 3.22 dari luas tahun 2008 yang mencapai 105,977
ha. Luasan areal tersebut terdiri dari kebun inti seluas 51,553 ha dan kebun plasma seluas 57,835 ha PTPN XIII 2009. Wilayah perkebunan kelapa sawit milik PTPN XIII ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Wilayah kebun kelapa sawit milik PTPN XIII
No Distrik Status
Daerah Luas Areal
Tanaman Ha
1 Kalimantan Barat 1
Kebun Inti Gunung Meliau
5,743.28 Gunung Mas
4,349.20 Sungai Dekan
5,625.50 Rimba Belian
4,281.38 Kebun Plasma
Gunung Meliau 3,577.08
Gunung Mas 3,7843.0
Rimba Belian 4,567.48
2 Kalimantan Barat 2
Kebun Inti Parindu 2,657.10
Kembayan 4,244.77 Ngabang 3,830.00
Kebun Plasma Parindu 7,636.17
Kembayan 4,946.29 Ngabang 8,829.70
3 Kalimantan Selatan
dan Tengah Kebun inti
Batu Licin 1,500.00
Pelaihari 3,406.00 Kebun Plasma
Pelaihari 1,000.00 Batu Licin 1
1,054.40
4 Kalimantan Timur
Kebun Inti Tabara 6,485.00
Tajati 5,255.00 Longkali 4,176.00
Kebun Plasma Tabara 12,016.00
Tajati 11,776.00 Longkali 1,668.00
Sumber : PTPN XIII 2009 Pada tahun 2009, Komposisi areal tanaman Kebun inti didominasi oleh Tanaman
Menghasilkan, meliputi tanaman muda hingga dewasa mencapai 47.75, tanaman tua mencapai 11.26 dan tanaman tua renta mencapai 29.90. Sedangkan persentase tanaman belum menghasilkan
mencapai 5.85 dan tanaman baru tanaman ulang mencapai 5.24. Areal tanaman kebun plasma didominasi oleh tanaman menghasilkan, meliputi tanaman muda hingga dewasa mencapai 47.55,
tanaman tua mencapai 36.63 dan tanaman tua renta mencapai 6.00. Sedangkan persentase tanaman belum menghasilkan mencapai 7.26 dan tanaman baru tanaman ulang mencapai 2.55
PTPN XIII 2009. PTPN XIII memiliki 7 tujuh unit Pabrik Minyak Sawit PMS, yang tersebar di wilayah
Kalimantan Barat I, Kalimantan Barat II, Kalimantan Timur dan Kalimantan SelatanTengah. Setiap pabrik menerima TBS yang berasal dari kebun inti, kebun plasma, dan kebun pihak ketiga PTPN XIII
2009. Pabrik minyak sawit milik PTPN XIII ditunjukkan pada tabel 2.
5 Tabel 2. Pabrik minyak sawit milik PTPN XIII
No Distrik Wilayah Kapasitas
1 Kalimantan Barat
1 Gunung Meliau
60 ton TBS jam Rimba Belian
30 ton TBS jam 2 Kalimantan
Barat 2
Parindu 60 ton TBS jam
Ngabang 30 ton TBS jam
3 Kalimantan Selatan
dan Tengah - -
4 Kalimantan Timur
Long Pinang 60 ton TBS jam
Semuntai 40 ton TBS jam
Long kali 30 ton TBS jam
Sumber : PTPN XIII 2009
6
III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit Elaeis guineensis merupakan tumbuhan hutan hijau tropis yang banyak ditemukan di daerah Afrika Barat terutama di Kamerun, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Sirea Lione,
Togo, Angola, dan kongo Poko 2002. Kelapa sawit termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Arecales, famili Arecaceae dan genus Elaeis. Tanaman Kelapa
sawit ditemukan oleh Nicholas Jacquin pada tahun 1763 sehingga tanaman kelapa sawit diberi nama Elaeis guineensis Jacq
. Tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Bentuk pohon kelapa sawit Anonim 2003 Pada mulanya kelapa sawit diperkenalkan di Asia Tenggara sebagai tanaman hias. Ditanam
pertama kali pada tahun 1884 di Kebun Raya Bogor, Indonesia Gunstone 2002. Kelapa sawit terdiri atas tiga varietas, yaitu : 1 Varietas Dura, tebal tempurung 2-8 mm, 2 Varietas Tenera, tebal
tempurung 0.5-4 mm, 3 Varietas Pisifera, bagian tempurung tipis Fauzi et al. 2006.
3.1.1 Ciri-Ciri Fisiologis Kelapa Sawit
A. Daun
Daunnya merupakan daun majemuk. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak
terlalu keras dan tajam Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007. B.
Batang Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelepah
yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan tanaman kelapa Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007.
C. Akar
Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi
Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007 .
7 D.
Bunga Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang
terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007.
E. Buah
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dalam tiap pelepah Pusat Data dan
Informasi Departemen Perindustrian 2007. Buah sawit umumnya memiliki panjang 2 hingga 5 cm dan berat 3 hingga 30 gram, berwarna ungu hitam pada saat muda, kemudian menjadi
berwarna kuning merah pada saat tua dan matang Muchtadi 1992. Daging buah berwarna putih kuning ketika masih muda dan berwarna jingga setelah matang Ketaren 2005. Gambar buah
kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Bentuk buah kelapa sawit Anonim 2003 Bagian-bagian buah kelapa sawit terdiri dari :
1. Perikarp, terdiri dari : a. Epikarpium, yaitu kulit buah yang keras dan licin
b. Mesokarpium, yaitu bagian buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi, menghasilkan CPO kasar Crude Palm Oil CPO.
2. Biji, terdiri dari : a. Endokarpium kulit biji = tempurung, berwarna hitam dan keras
b. endosperm kernel = daging biji berwarna putih yang menghasilkan minyak inti sawit Palm Kernel Oil
PKO
3.1.2 Perkembangbiakan Kelapa Sawit
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Pada kondisi tertentu. Embrio buah sawit akan berkecambah menghasilkan tunas plumula dan bakal akar radikula. Kelapa sawit
memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang yang tebal sehingga
dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18. Pisifera merupakan sawit yang buahnya tidak
memiliki cangkang namun buah betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera merupakan persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab
melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa Tenera unggul persentase daging buahnya dapat mencapai 90 dan
kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28 Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007 .
8
3.1.3 Produk Kelapa Sawit
Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan Crude Palm Oil CPO yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng.
Kelebihan CPO adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten yang tinggi. CPO juga diolah menjadi bahan baku margarin. Bagian biji buah dijadikan sebagai bahan baku
minyak alkohol dari industri kosmetika Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007. Di samping itu masih terdapat potensi terkandung yang peluang pengembangannya cukup
potensial yaitu : 1 pemanfaatan limbah batang kayu sawit tua yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri perkayuan, 2 pemanfaatan limbah dan hasil samping kelapa sawit untuk
mengembangkan cabang usaha tani ternak, 3 pengembangan tanaman pangan jagung intensif pada pelaksanaan peremajaan perkebunan rakyat Badrun 2010. Menurut Balfas 2008, pemanfaatan kayu
sawit sebagai substitusi kayu tropis memiliki aspek lingkungan dalam kaitannya dengan upaya nasional dan internasional dalam penyelamatan hutan tropis sehingga tidak memerlukan sertifikasi
lingkungan.
3.2 Perkebunan Kelapa Sawit
Sejak tahun 2005, pangsa pasar konsumsi CPO dalam konsumsi minyak nabati dunia telah menggeser konsumsi minyak bunga matahari, repeseed, dan kedelai yang sebelumnya mendominasi
perdagangan minyak nabati dunia dalam waktu yang cukup lama. Produktivitas minyak kelapa sawit jauh lebih tinggi dari minyak nabati lainnya, yaitu CPO sekitar 3.8 tonhektar, yang setara dengan 9.3
kali, 7.6 kali, dan 5.8 kali lebih tinggi dibanding produktivitas minyak kedelai, rapeseed, dan bunga matahari Badrun 2008.
Hingga tahun 2003, produksi minyak nabati masih didominasi oleh minyak kedelai. Namun peran minyak kedelai pada tahun-tahun berikutnya mulai tergeser oleh CPO. Produksi minyak nabati
dunia tahun 2000-2008 seperti ditunjukkan pada tabel 3. Tabel 3. Produksi minyak nabati dunia
Tahun Konsumsi 000
Minyak Kelapa
Minyak Bunga
Matahari Minyak
Rapeseed
CPO
Minyak Kedelai
Lainnya Dunia 2000
3,261 9,745 14,502 21,867
25,563 39,819
114,757 2001
3,499 8,200 13,730 23,984
27,828 40387
117,628 2002
3,145 7,824 13,307 25,392
29,861 41,037
120,566 2003
3,286 8,962 12,660 28,111
31,288 41,074
125,381 2004
3,037 9,402 14,904 30,909
30,713 42,774
131,739 2005
3,143 9,681 16,026 33,326
33,287 43,736
139,199 2006
3,143 11,126 18,451 37,163
35,268 43,735
148,886 2007
3,107 10,841 18,736 38,673
37,347 45,186
153,890 2008
3,067 10,773 19,774 42,904
36,830 46,204
159,552
Sumber : Badrun 2008
Pangsa konsumsi CPO telah menggeser pangsa konsumsi minyak kacang kedelai pada tahun 2005. Pangsa CPO sebesar 33,156 ton atau 24, sedangkan minyak kedelai sebesar 32,879 ribu ton
atau 23 dari total perdagangan minyak nabati dunia yang mencapai 138,028 ribu ton. Pada tahun 2008, pangsa konsumsi CPO meningkat menjadi 26, sedangkan pangsa konsumsi minyak kedelai
9 tetap sebesar 23 dari total perdagangan minyak nabati dunia yang mencapai 159,530 ribu ton.
Pangsa konsumsi CPO terhadap minyak nabati dunia dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Pangsa konsumsi CPO terhadap minyak nabati dunia
Tahun Konsumsi 000
CPO
Minyak Kedelai
Minyak Repaseed
Minyak Bunga
Matahari Minyak
Kelapa Lainnya Dunia
2000 21,771 25,135 14,471 9,404
2,962 39,689 113,432 2001
23,869 27,508 13,952 8,765 3,467 40,444 118,005
2002 25,595 29,964 13,489 7,721
3,291 41,472 121,532 2003
28,201 31,246 12,716 8,921 3,322 41,287 125,693
2004 30,050 31,163 14,829 9,583
3,054 42,421 131,100 2005
33,156 32,879 15,914 9,546 3,047 43,666 138,208
2006 36,192 34,670 18,196 10,946
3,047 43,666 146,717 2007
37,892 37,067 19,073 11,174 3,153 45,424 153,783
2008 42,500 37,930 19,725 10,326
3,142 45,907 159,530 Sumber : Badrun 2008
3.2.1 Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia
Produksi CPO Indonesia telah melampaui produksi CPO Malaysia semenjak tahun 2006. Secara bersama produksi minyak sawi Indonesia dan Malaysia pada tahun 2008 menguasai 85.8
produksi CPO dunia. Produksi CPO dunia menurut negara produsen utama 2000-2008 disampaikan pada tabel 5.
Tabel 5. Produksi CPO dunia
Tahun Konsumsi 000 ton
Indonesia Malaysia Nigeria Thailand Colombia Lainnya Dunia
2000 7,000 10,842 740 525 524 2,196 21,827
2001 8,396 11,804 770 620 548 2,175 24,313
2002 9,622 11,909 775 600 528 2,224 25,658
2003 10,600 13,354 785 630 543 1,538 27,450
2004 12,380 13,974 790 668 632 2,185 30,629
2005 13,920 14,961 800 685 661 2,563 33,590
2006 16,080 15,881 815 855 711 2,821 37,163
2007 17,270 15,823 835 1,020 732 2,993 38,673 2008 19,100 17,735 860 1,160 800 3,249 42,904
Sumber : Badrun 2008
Pada tahun 1969 total luas areal perkebunan sawit di Indonesia hanya 119,520 Ha dan tahun 1979 meningkat menjadi 257,814 Ha. Pada tahun 1989 total luas areal perkebunan kelapa sawit telah
mencapai 973,528 Ha dan diantaranya merupakan perkebunan rakyat sebesar 223,832 Ha 23. Pada tahun 1999 total luas areal perkebunan kelapa sawit sudah mencapai 3,901,802 Ha dan perkebunan
rakyat seluas 1,041,046 Ha 27. Perluasan ini terus berlanjut dan pada tahun 2009 total luas areal mencapai 7,508,470 Ha dengan luas perkebunan rakyat yang mencapai 3,498,425 Ha 45. Peta
10 penyebaran kelapa sawit di Indonesia dapat dilihat pada gambar 3, sedangkan luas areal kelapa sawit
menurut provinsi dan status pengusahaan keadaan pada tahun 2009 seperti ditunjukkan pada tabel 6.
Gambar 3. Peta Penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007
Tabel 6. Luas areal perkebunan kelapa sawit menurut provinsi dan status pengusahaan Tahun 2009
No Provinsi Perkebunan
Rakyat Ha Perkebunan Besar
Negara Ha Perkebunan Besar
Swasta Ha Jumlah Ha
1 NAD 105,169
41,356 135,807
282,332 2 Sumatera
Utara 408,699
269,039 343,954
1,048,692 3 Sumatera
Barat 164,925
7,936 166,814
339,675 4 Riau
865,231 79,528
748,810 1,693,569
5 Kep. Riau
529 5,610
6,130 6 Jambi
318,479 18,620
149,037 486,136
7 Sumatera Selatan
312,404 34,228
361,424 708,056
8 Bangka Belitung
21,402 160,959
182,361 9 Bengkulu
165,476 5,425
56,134 227,035
10 Lampung 78,068
11,379 63,771
153,218 11 Jawa
Barat 6,548
3,289 9,837
12 Banten 6,866
8,028 14,894
13 Kalimantan Barat
197,830 41,966
258,975 498,771
14 Kalimantan Tengah
92,734 778,486
871,220 15 Kalimantan
Selatan 50,166
4,865 236,703
291,734 16 Kalimantan
Timur 98,050
13,551 311,207
423,081 17 Sulawesi
Tengah 6,064
5,090 36,207
47,361 18 Sulawesi
Selatan 8,401
8,348 601
17,350 19 Sulawesi
Barat 67,636
53,979 121,615
20 Sulawesi Tenggara
20,067 2,966
23,033 21
Papua 9,838 10,000
8,139 27,977 22 Papua
Barat 15,939
12,707 5,300
33,946 Jumlah
3,013,973 581,580
3,885,206 7,508,023
Sumber : Business Research Report 2009
11 Perkebunan kelapa sawit lebih efisien sehingga menjadi lebih kompetitif dibanding dengan
minyak nabati lainnya. Perkebunan kelapa sawit memiliki potensi yang cukup prospektif. Potensi tersebut antara lain limbah dan hasil samping kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
pakan, pengembangan tanaman jagung atau kedelai sebagai penganti tanaman penutup tanah pada waktu kegiatan peremajaan, serta pemanfaatan limbah batang kayu untuk bahan baku industri
perkayuan. Sesuai dengan pengalaman dan kesiapan yang dimiliki serta memperhatikan potensi permintaan yang sangat prospektif dan potensi sumber daya alam yang ada, Indonesia masih
berpotensi untuk terus mengembangkan perkebunan kelapa sawit. Dari gambaran singkat lintasan fakta tersebut, secara umum dapat dilihat bahwa produktivitas minyak sawit jauh lebih tinggi
dibanding minyak nabati lainnya. Di samping itu kelapa sawit merupakan tanaman tahunan, sedangkan tanaman nabati lainnya merupakan tanaman musiman. Kebutuhan energi untuk pembukaan
lahan dan penanaman hanya sekali dilakukan sesuai daur ekonomi kelapa sawit yaitu dilakukan sekitar 25-30 tahun. Ini berbeda dengan kedelai misalnya yang pengolahan tanahnya perlu dilakukan
setiap musim panen.
3.2.2 Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit
Dalam suatu perkebunan kelapa sawit, kegiatan di sektor hulu dan ketepatan sistem budidaya menjadi syarat mutlak. Sistem budidaya yang semakin baik akan memberikan hasil produksi tanaman
yang lebih memadai dan memberikan keuntungan yang lebih besar. Banyak faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan perkebunan kelapa sawit dengan produktivitas yang tinggi. Faktor-
faktor tersebut antara lain syarat pertumbuhan, penanaman kelapa sawit, dan pemeliharaan. 1
Syarat Pertumbuhan a
Iklim Secara alami, tanaman kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis dengan
suhu optimal 35 C. Tanaman ini memerlukan sinar matahari langsung dengan lama waktu
penyinaran 5-7 jam setiap harinya. Oleh karena itu, tanaman kelapa sawit tidak dapat tumbuh di daerah yang kurang mendapatkan sinar matahai dan yang terlalu lembab. Curah hujan
yang baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit berkisar 1.500-4.000 mmtahun dengan curah hujan optimal berkisar 2000-3000 mmtahun Sumarto 2010. Iklim bagi pertumbuhan
tanaman kelapa sawit dapat dilihat di tabel 7. Tabel 7. Keadaan iklim bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit
Keadaan Iklim Baik
Sedang Kurang Baik
Tidak Baik Curah Hujan mm
200 – 2500 1800 - 2000
1600 - 1800 1500
Defisit airtahun mm 0 – 150
150-250 250 - 400
400 Hari panjang tidak hujan
10 10
10 10
Temperatur 0C 22 – 33
22 – 33 22 - 33
22 – 33 penyiraman jam
6 6
6 6
Kelembaban 80
80 80
80
sumber : Sumarto 2010 b
Tanah Tanah yang baik untuk budidaya kelapa sawit harus mengandung banyak lempung, beraerasi
baik, berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, tidak berbatu, dan subur. Selain
12 itu, tanah Latosol, Ultisol, dan Aluvial yang meliputi tanah gambut, dataran pantai, dan
muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit. Derajat keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit berkisar antara 4-6. Ketinggian ideal bagi
pertumbuhan tanaman kelapa sawit berkisar antara 1-400 m dpl Sumarto 2010. 2
Penanaman Kelapa Sawit a
Pembukaan lahan Metode yang digunakan dalam pembukaan lahan tergantung pada vegetasi dan topografi
lahan yang akan dibuka. Beberapa cara yang biasa diterapkan untuk pembukaan lahan, yaitu dengan cara manual, mekanis, dan kimia atau kombinasi dari ketiganya. Cara manual
dilaksanakan pada area topografi mulai dari bergelombang sampai berbukit dengan vegetasi hutan sekunder atau semak belukar. Cara mekanis dilaksanakan pada areal topografi rata
sampai bergelombang dengan cara vegetasi hutan sekunder, semak belukar, atau padang lalang. Cara kimia dilaksanakan pada semua topografi dengan vegetasi rerumputan dan
lalang Sumarto 2010. b
Penanaman kelapa sawit Penanaman kelapa sawit dimulai dengan pemacangan. Pemacangan ini dilakukan untuk
menentukan titik tanam kelapa sawit. Setelah titik tanam telah ditentukan, tanah dibuat lubang dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm. Lubang tanam ini dibuat minimal 2 minggu
sebelum tanam dilakukan dan diberi pupuk. Bibit tanaman kelapa sawit yang sudah berumur 8-10 bulan dan yang telah diseleksi kemudian ditanam ke tanah yang telah dilubangkan
tersebut Sumarto 2010. 3
Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu pemeliharaan tanaman
belum menghasilkan TBM dan pemeliharaan tanaman menghasilkan TM. Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan dan pemeliharaan tanaman menghasilkan yang dilakukan meliputi pengendalian
gulma, pemeliharaan pokok, pengawetan tanah, pengendalian hama penyakit, dan pemupukan. a
Pengendalian gulma Gulma adalah setiap tumbuhan yang tumbuh tidak pada tempatnya yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman sawit mengalami gangguan. Pengendalian gulma bertujuan untuk memperkecil dan mengurangi kompetisi makanan antara tanaman pokok dan jenis tanaman
penutup tanah dengan gulma Sumarto 2010. b
Pengawetan tanah Untuk menjaga kesuburan tanah dari pengaruh erosi, maka lahan yang kemiringannya tinggi
perlu dibuatkan teras individu. Teras individu yang dibuat tergantung dari besarnya kemiringan tanah tempat tanam Sumarto 2010.
c Pengendalian hama dan penyakit
Hama dan penyakit dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Pertumbuhan yang terganggu akan mempengaruhi produktivitas tanaman kelapa sawit baik itu bobot buah,
kualitas buah, bahkan akan mengakibatkan tanaman mati sehingga tidak menghasilkan buah. Beberapa hama dan penyakit yang menyerang tanaman sawit antara lain : nematoda, tungau,
ulat api, oil palm bunch moth, kumbang Oryctes, babi hutan, tikus, root blast, garis kuning, dan dry basal rot. Untuk menjaga keseimbangan ekosistem, pengendalian hama dan penyakit
pada perkebunan kelapa sawit dapat menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
13 Teknologi tersebut antara lain pengendalian dengan menggunakan mikroorganisme, feromon,
dan biofungisida Sumarto 2010. d
Pemupukan Pemupukan tiap kebun disusun berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu : dosis pupuk yang
ditetapkan berdasarkan kemampuan tanah untuk memasok unsur hara untuk pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit, waktu pemberian pupuk yang ditetapkan berdasarkan pola
curah hujan, dan intensitas pemberian pupuk yang ditetapkan berdasarkan penyebaran akar kelapa sawit di dalam tanah. Namun secara umum tanah tropis kekurangan unsur hara N, P
dan K sehingga ketiga unsur hara tersebut harus ditambah melalui pemupukan anorganik. Pemberian pupuk pertama sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan dan kedua diakhir
musim hujan Sumarto 2010.
3.2.3 Proses Pemanenan Kelapa Sawit
Hasil utama yang dapat diperoleh dari Tandan Buah Sawit TBS ialah CPO yang terdapat pada daging buah dan inti sawit yang terdapat pada kernel. CPO dan inti sawit mulai terbentuk
sesudah 100 hari setelah penyerbukan dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak telah jenuh. Bila telah matang, buah sawit siap untuk dipanen. Ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam melakukan proses pemanenan, antara lain : persiapan panen, pemantauan kriteria matang buah, cara memanen, pemeriksaan panen harian, dan pengutipan hasil pemanenan.
1 Persiapan panen
Sebelum melakukan panen buah sawit yang telah matang, perlu dilakukan persiapan panen untuk mempermudah proses panen. Hal-hal yang perlu dipersiapkan adalah jalan dan alat dan bahan.
Jalan merupakan faktor penunjang dalam pengumpulan produksi mulai dari pohon sampai ke pabrik, sedangkan alat dan bahan merupakan alat bantu selama proses pemanenan buah sawit Naibaho 1998.
2 Pemantauan kriteria matang buah
Buah yang telah matang akan lepas dari bulirnya yang disebut dengan membrondol. Keadaan ini digunakan sebagai tolak ukur kematangan buah. Semakin banyak buah yang memberondol maka
buah dinyatakan semakin matang. Untuk mempermudah pengolahan dan penyeragaman kualitas tandan maka ditetapkan kriteria matang panen didasarkan pada :
a Kandungan minyak dalam tandan semaksimal mungkin
Tujuan dari budidaya kelapa sawit ialah untuk memproduksi CPO dan inti sawit. Oleh sebab itu ukuran yang dipakai bukan berat tandan per ha, akan tetapi jumlah minyak dan inti sawit per ha.
Kandungan minyak sebagai ukuran kematangan dianjurkan adalah buah berondol, tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan karena kesulitan dalam pengutipan brondolan dan kemungkinan besar persentase
asam lemak bebas akan tinggi Naibaho 1998. b
Kandungan asam lemak bebas yang rendah Umumnya konsumen menginginkan CPO dan inti sawit yang mengandung asam-asam lemak
bebas yang rendah. Hal ini dapat dicapai jika buah yang dipanen masih mentah, tetapi memotong buah yang mentah akan menimbulkan masalah di pabrik yaitu rendahnya efisiensi minyak dan inti sawit
Naibaho 1998. c
Biaya panen yang ekonomis Biaya panen merupakan salah satu komponen biaya produksi. Biaya panen dipengaruhi :
14 i.
Umur tanaman Tanaman muda lebih mudah dipanen daripada tanaman tua. Tanaman muda di panen
dengan menggunakan dodos atau kampak, sedangkan tanaman tua dipanen dengan “egrek”. Pada tanaman tua lebih banyak brondolannya daripada tanaman muda dan akan
membutuhkan tenaga yang lebih besar untuk mengutip brondolan yang umumnya berserakan disekitar pohon Naibaho 1998.
ii. Topografi areal
Pelaksanaan panen pada tanah miring akan lebih sulit dibandingkan dengan tanah datar. Kesalahan kriteria matang pada tanah miring dapat menyebabkan efisiensi pengutipan
brondolan yang rendah Naibaho 1998. iii.
Kematangan buah Buah mentah lebih mudah dipanen karena brondolan yang terdapat dipiringan setelah
tandan dipotong sangat kecil, sedangkan buah lewat matang jumlah brondolan dipiringan akan lebih banyak dan membutuhkan tenaga tambahan Naibaho 1998.
iv. Kemampuan pemanen
Kemampuan pemanen untuk melakukan panen dipengaruhi tenaga fisik pemanen. Untuk meningkatkan kemampuan pemanen mencapai target panen sering dibantu oleh istri dan
anak Naibaho 1998. 3
Cara memanen Melalui jalan buah, pemanen melihat tanda-tanda buah yang matang. Untuk mempermudah
pemotongan tandan buah, pelepah di bawah tandan buah yang menyangga dapat dipotong terlebih dahulu. Memotong pelepah harus merapat ke batang sehingga tidak ada sisa pelepah, hanya pangkal
yang masih menempel ke batang. Buah yang telah selesai dipotong kemudian menuju Tempat Penyimpanan Hasil TPH. Buah disusun di TPH secara berbaris 5 atau 10 dengan pangkal tandan
mengarah ke atas dan brondolan ditumpuk menjadi satu pada tempat tersendiri. Setelah itu, buah diangkut menuju ke pabrik dengan segera untuk diolah menjadi CPO dan inti sawit. Pengangkutan
dapat dilakukan dengan truk atau diantarkan langsung menuju pabrik Naibaho 1998. 4
Rotasi panen Kematangan setiap tandan yang akan dipanen bersifat heterogen. Oleh karena itu diperlukan
jumlah pemanen yang cukup dengan pembagian berdasarkan perbandingan pemanenan dengan luas areal. Untuk mempermudah dan meningkatkan efisiensi panen maka dilakukan pembagian ancak
panen yang akan dipanen sekali dalam seminggu. Dalam penetapan rotasi panen perlu dipertimbangkan beberapa faktor antara lain : kerapatan panen, baris borong,dan jumlah pemanen
Naibaho 1998. 5
Pengutipan hasil pemanenan Tandan yang telah dipotong segera diangkat ke TPH yang berada dipinggir jalan kebun.
Tandan diangkut dengan memakai keranjang pikul atau beko. Tandan umumnya terangkat kecuali tandan yang jatuh ke jurang atau lembah pada areal miring. Brondolan sering tinggal dipiringan dan
tumbuh menjadi gulma. Pengumpulan brondolan semakin efektif jika diberlakukan premi brondolan yaitu pemberian premi bagi pemanen yang mengutip seluruh brondolan yang terdapat dipiringan.
Pelaksanaan dan pemberian premi akan menguntungkan perusahaan dan pemanen. Pengutipan brondolan yang tidak bersih dapat menyebabkan penurunan mutu CPO. Buah yang ditinggal di
lapangan dapat mengalami perubahan mutu buah yang disebabkan terjadinya proses hidrolisis yang
15 membentuk asam lemak bebas. Hal ini dapat terjadi karena kondisi jalan yang rusak sehingga
pengangkutan buah terganggu, alat angkut yang terbatas, dan stagnasi di pabrik Naibaho 1998. 6
Mutu tandan buah sawit Tandan buah sawit yang diterima di pabrik hendaknya memenuhi persyaratan bahan baku,
yaitu tidak menimbulkan kesulitan dalam proses ekstraksi CPO dan inti sawit. Sebelum buah diolah perlu dilakukan sortasi dan penimbangan di loading ramp. Tandan yang telah tiba di pabrik perlu
diketahui mutunya dengan cara visual yang dilakukan ditempat penerimaan buah. Pengujian dan sortasi panen sebaiknya dilakukan pada setiap truk yang tiba di pabrik, tetapi hal ini tidak ekonomis
sehingga sortasi dilakukan dengan acak Naibaho 1998. Penilaian terhadap mutu TBS didasarkan pada standar fraksi tandan dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Spesifikasi fraksi TBS
Fraksi Istilah
Kriteria
00 mentah sekali
brondolan 0 Mentah
brondolan 1 - 12.5 buah luar 1
kurang matang brondolan 12.5 - 25 permukaan luar
2 matang I
brondolan 25 - 50 permukaan luar 3
matang II brondolan 50 - 75 permukaan luar
4 lewat matang
brondolan 75 - 100 Ranum
buah dalam ikut membrondol
Sumber :
Naibaho 1998 Penimbunan buah yang bermalam di loading ramp dapat menurunkan mutu CPO, yang lebih
cepat dari keadaan penimbunan di lapangan. Hal ini disebabkan derajat kelukaan buah yang tinggi akibat frekuensi benturan mekanis lebih banyak dialami setelah sampai di pabrik dan jika ditimbun
makan proses hidrolisis akan berjalan dengan cepat
.
3.3 Industri Kelapa Sawit
CPO Crude Palm Oil dan KPO Kernel Palm Oil merupakan produk hulu industri kelapa sawit. CPO dihasilkan melalui perebusan dan pemerasan daging buah, sedangkan KPO berasal dari
inti sawit yang di press atau diekstrasi dengan pelarut. Proses produksi CPO dan KPO yang menghasilkan produk ikutan yang cukup memiliki nilai komersial seperti tempurung, serat, tandan
kosong dan sludge. Tempurung dapat diolah lebih lanjut menjadi briket arang sebagai bahan bakar atau karon aktif untuk bahan penyerap. Serat dan tandan kosong dapat diolah lebih lanjut untuk
mendapatkan selulosa atau langsung digunakan sebagai bahan bakar, sedangkan sludge dapat digunakan sebagai komponen makanan ternak. CPO dan inti sawit merupakan salah satu jenis minyak
nabati yang tidak hanya digunakan untuk keperluan pangan, tetapi juga diperuntukkan bagi aneka keperluan industri non pangan Bagun 2006.
3.3.1 Perkembangan Industri Kelapa Sawit di Indonesia
Kelapa sawit sebagai penghasil CPO dan KPO merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek
komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit.
16 Berkembangnya sub-sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya
kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIR-Bun dalam hal
pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta. Peta penyebaran dan produksi CPO di Indonesia dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Peta penyebaran dan produksi CPO di Indonesia Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007
3.3.2 Sistem Pengolahan Kelapa Sawit
Ada beberapa tahapan penting dalam mengolah buah kelapa sawit menjadi CPO dan inti sawit. Tahapan tersebut antara lain :
1 Stasiun penerimaan buah
Stasiun ini adalah stasiun pertama dalam proses pembuatan CPO dari TBS. Pada stasiun ini, buah sawit yang telah dipanen dari kebun akan ditimbang bobotnya. Penimbangan ini dilakukan
dengan menimbang bobot buah kelapa sawit dengan truk yang kemudian dikurangi dengan bobot truk kosong. Bobot kelapa sawit akan didapatkan dari hasil pengurangannya. Bobot yang diperoleh akan
menjadi landasan apakah pabrik akan berproduksi atau tidak karena bila bobot yang diperoleh dibawah bobot minimum, pabrik akan mengalami kerugian pada biaya produksi dan upah pekerja.
Selain itu, penerimaan dan penimbangan buah sawit ini menjadi stasiun pertama yang paling menentukan hasil pabrik yang dalam hal ini adalah jumlah CPO yang akan dihasilkan PTPN XIII
2005. 2
Stasiun perebusan Setelah ditimbang dan diperoleh bobot buah kelapa sawit, TBS kemudian direbus dengan
menggunakan panas uap bertekanan. Perebusan ini dilakukan untuk menonaktifkan enzim-enzim lipase yang dapat menaikkan asam lemak bebas ALB dimana enzim lipase akan non aktif pada suhu
45 C. Perebusan juga berguna untuk memudahkan proses pelepasan berondolan dari janjang.
17 Perebusan ini melunakkan berondolan sehingga memudahkan pemisahan antara daging buah dan biji
pada proses digestion dan devericarper. Selain itu, proses perebusan juga berguna untuk memudahkan pemisahan minyak dari ampasnya saat di press dan mengurangi kadar air pada biji sehingga
memudahkan pemecahan dan menaikkan efisiensi pemecahan biji PTPN XIII 2005. 3
Stasiun threshing Buah kelapa sawit yang telah direbus kemudian akan ditebah. Proses penebahan ini
merupakan proses pemisahan berondolan dari janjangan. Proses ini akan memisahkan buah sawit dengan tandannya. Buah sawit yang telah terpisah dari tandannya akan dibawa dengan fruit conveyor
dan fruit elevator menuju digester. Sementara itu, tandan kosong akan diaplikasikan ke kebun sawit dan dijadikan uap untuk menghasilkan energi selama proses produksi CPO berlangsung PTPN XIII
2005. 4
Stasiun digester dan press Buah kelapa sawit yang telah dipisahkan dari tandannya kemudian akan dibawa menuju
digester. Fungsi dari digestion pengadukan antara lain : melepaskan sel-sel minyak dari daging buah dengan cara mencabik dan mengaduknya, memisahkan daging buah dengan biji, menghomogenkan
massa berondolan sebelum menuju alat press, dan mempertahankan temperatur massa campuran agar tetap pada suhu 90-95
C untuk dapat menghasilkan pengutipan minyak yang efektif pada masa pengepresan. Setelah dilakukan pengadukan, buah sawit yang telah dicabik masuk ke dalam alat press.
Tujuan pengepressan adalah untuk mengekstraksi CPO kasar dari buah yang telah dicabik PTPN XIII 2005.
5 Stasiun devericarper
Produk sisa dari hasil ekstraksi minyak pada buah adalah press cake. Press cake ini terdiri dari fiber dan biji. Fiber dan biji akan dipisahkan dimana fiber akan dibawa menuju fiber cyclone
sebagai penampung dan biji akan diproses lebih lanjut untuk mendapatkan kernel. Fiber akan dipakai sebagai bahan bakar untuk menjalankan ketel uap sebagai sumber tenaga selama proses produksi
CPO. Proses di stasiun devericarper melewati proses pemecahan gumpalan cake, proses pengeringan ampas cake dan proses pemisahan fiber dan biji PTPN XIII 2005.
6 Stasiun kernel recovery
Tujuan kernel recovery adalah untuk mengekstraksi inti kernel dari cangkangnya. Pertama, biji dipisahkan dari batu-batuan dan bahan-bahan metal yang akan mengganggu proses pemecahan
biji. Setelah itu, biji dibawa menuju nut silo untuk dikeringkan dengan pemanasan sehingga memudahkan pemecahan cangkang dengan kernelnya. Setelah biji dipanaskan, biji dibawa menuju nut
cracker untuk memecahkan kernel dengan cangkangnya. Kernel dan cangkangnya dipisahkan dimana
cangkang akan di bawa dengan shell elevator menuju shell hopper dan kernel dibawa dengan kernel elevator
menuju kernel silo untuk dipanaskan. Kernel dipanaskan dengan tujuan untuk menghasilkan kernel dengan kadar air kurang dari 7. Cangkang dipakai sebagai bahan ketel uap PTPN XIII
2005. 7
Stasiun klarifikasi Proses klarifikasi adalah proses pemurnian dari minyak kasar yang telah dihasilkan dari
proses sebelumnya. Tahapan proses di stasiun klarifikasi adalah tahap penyaringan crude oil dengan vibrating screen
, tahap pemisahan minyak pada tangki, tahap pemurnian minyak, tahap pengambilan
m b
C d
m L
s P
d o
m s
s
G
3
d l
p d
I
3
j minyak dari sl
berfungsi untu Continous Set
dipisahkan den menuju oil tan
Lumpur yang t sisa minyak
Pemisahan lum didapatkan dar
oil murni dari
mengurangi ka siap untuk dip
sawit dapat dil
Gambar 5. Ske
3.4 Miny
Produ dalam lipida.
lemak, termasu pelarut organik
dari asam lema Informasi Dep
3.4.1 Kom
CPO jenuh. Minyak
ludge , dan taha
uk memisahkan ttling Tank
C ngan lumpur s
nk yang sebelu
telah terpisah d yang terpisah
mpur dari miny ri sludge tank k
CST. Crude pa adar air kurang
pasarkan PTPN ihat pada gamb
ema proses pen
yak Kelapa
uk utama yang Lipida adalah
uk biomoleku k seperti eter,
ak jenuh dan ti artemen Perind
mposisi Kim
yang berasal k kelapa sawit
ap pengurangan n pasir, fiber,
CST untuk d sludge
untuk m umnya melew
dari minyak m h. Tujuannya
yak sisa ini de kemudian dibaw
alm oil dibawa
g dari 0.2 . Cr N XIII 2005.
bar 5.
ngolahan pabrik
a Sawit
diperoleh dari h suatu kelomp
l yang tidak l kloroform, da
idak jenuh, yan dustrian 2007
ia Minyak K
dari daging bu dan inti miny
n kadar air. Pe dan kotoran la
dipisahkan min mendapatkan m
ati vibro, seda murni kemudian
adalah untuk engan menggu
wa kembali me a menuju oil pu
rude palm oil m
.. Skema pros
k minyak sawi
i tanaman kelap pok senyawa
larut atau seba an lain-lainnya
ng sebagian be
Kelapa Saw
uah terdiri dar yak kelapa saw
enyaringan cru ainnya. Setelah
nyaknya. Sela minyak yang m
angkan lumpur n diekstrak kem
k menghasilka unakan sludge
enuju oil tank y urifier
kemudi murni disimpan
es secara umu
t Anonim 200
pa sawit ialah heterogen yan
agian larut dal . CPO yang b
sar terdiri dari
wit
ri asam lemak wit merupakan
ude oil dengan
h itu crude oil ma holding d
murni. Minyak d r dibawa men
mbali untuk m an losis semin
separator . Mi
yang sudah ter an menuju vac
n di dalam stor um pengolahan
05
CPO dan KPO ng berhubunga
lam air namun erasal dari dag
asam palmitat
k jenuh dan as susunan dari
vibrating scre l
dibawa menu di CST, miny
dari CST dibaw uju sludge tan
mendapatkan sis nimal mungki
inyak yang tel risi dengan cru
cuum drier untu
rage tank hing
n pabrik miny
O yang tergolon an dengan asa
n larut di dala ging buah terd
t Pusat Data d
sam lemak tid asam lemak d
18 een
uju yak
wa nk
. sa-
in. lah
de uk
gga yak
ng am
am diri
dan
dak dan
19 gliserol yang mengalami esterifikasi. Komposisi terbesar yang terkandung dalam minyak kelapa sawit
adalah asam palmitat. Selain itu, minyak sawit mengandung mikronutiren aktif seperti betakaroten, tokotrienol, likopen, vitamin, dan magnesium. Komposisi CPO dipengaruhi oleh faktor genetik dan
faktor perlakuan Naibaho 1998. Komposisi asam lemak buah sawit dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Komposisi asam lemak buah sawit
No Uraian Komposisi Asam Lemak
C 14-0 C 16-0
C 18-0 C 18-1
C 18-2 C 18-3
1 Busuk
1.3769 46.3863 3.2911 35.7920 12.4602 0.3536 2
Segar 1.2190 46.3985 3.9306 37.0420 11.1178 0.2799
3 Layu
1.1468 46.0487 3.8872 37.2485 11.3459 0.2760 4
Fraksi 0,
dalam 0.9252 45.3629 3.6250 38.9411 10.8826 0.1913 5
fraksi 0,
luar 1.0826 42.2841 4.2688 40.9504 11.0322 0.1946 6
Fraksi 1,
dalam 0.7579 43.7403 3.7608 41.2500 10.2118 0.2094 7
fraksi 1,
luar 0.9994 42.5458 4.5570 40.6824 10.8517 0.2798 8
Fraksi 2,
dalam 0.9601 45.8088 3.9352 38.0808 11.0056 0.1952 9
fraksi 2,
luar 1.3405 45.8350 4.3650 36.0821 12.0247 0.2786 10
Fraksi 3,
dalam 1.1902 47.5905 4.0864 35.7292 11.0704 0.2008 11
fraksi 3,
luar 1.4119 45.5444 4.1446 36.4462 12.0852 0.2532 12
Fraksi 4,
dalam 0.8363 46.8250 3.9590 37.6353 10.5946 0.1896 13
fraksi 4,
luar 1.1614 46.9187 4.3070 35.3227 11.8788 0.3718 Sumber : Naibaho 1998
3.4.2 Standar Mutu Crude Palm Oil CPO dan Inti Sawit
Mutu CPO dan inti sawit dapat dibedakan menjadi dua arti, yaitu pertama bersifat murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu CPO dan inti sawit tersebut dapat ditentukan
dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Namun yang menjadi perhatian adalah pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal
ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu CPO
dan inti sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Rendahnya mutu CPO dan inti sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor
tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pasca panen, atau kesalahan selama proses dan pengangkutan. Standar kualitas minyak kelapa sawit dan inti sawit yang baik dapat dilihat
pada tabel 10.
20 Tabel 10. Standar kualitas minyak dan inti sawit
Karakteristik Batas
Kualitas CPO
Kadar asam lemak bebas ALB 3,5 dan 4,0
Kadar air 0,1
Kadar kotoran min 5 mek
Deteoration of Bleach Index DOBI 5 mek
Bilangan Peroksida 10 mek
Bilangan Anisidine 20 mek
Total oksigen 3 ppm
kadar Fe 0,3 ppm
Kadar Cu 2 R
Bleachability 20 Y
Kualitas Inti Sawit
kadar air maks 7
Kadar kotoran maks 6
Inti pecah 25
Inti berubah warna 40
Sumber : Naibaho 1998
3.5 Supply Chain Management SCM
Supply chain management SCM dapat diistilahkan sebagai jaringan logistik. SCM
membahas keterkaitan antara beberapa stakeholder seperti suplier bahan baku, pabrik pengolahan, gudang penyimpanan, bagian distribusi, dan outlet-outlet pengecer yang kesemuanya berhubungan
dengan fasilitas. Hal-hal penting yang dipengaruhi oleh fasilitas tersebut antara lain bahan mentah, inventaris kerja selama proses, dan produk akhir.
Rantai SCM selalu dimulai dengan adanya suatu rencana yang telah disusun dengan matang. Rencana ini akan memberikan stimulasi kepada suplier sebagai penghasil bahan baku mentah untuk
memberikan respon sesuai dengan yang telah direncanakan. Respon dari suplier tersebut akan berdampak bagi pabrik pengolahan sebagai stakeholder yang berperan dalam mengolah bahan baku
dari suplier menjadi produk setengah jadi atau produk jadi. Gudang penyimpanan dan bagian distribusi akan mengirimkan produk-produk hasil pengolahan kepada konsumen sebagai pembeli
akhir Farris and Hutchison 2002. Rantai supply chain management dapat dilihat pada gambar 6.
21 Gambar 6. Rantai supply chain management RSPO Supply Chain 2002
SCM melakukan pendekatan yang berintergrasi secara efisien antara suplier, pengolah, gudang penyimpanan, pusat distribusi, hingga konsumen yang dimana terdapat aliran material, aliran
informasi, dan aliran dana. Pendekatan ini akan menghasilkan produk yang didistribusikan dengan jumlah yang tepat, tempat tujuan yang tepat, dan waktu yang tepat. Sistem ini secara umum akan
meminimalkan pengeluaran dengan tingkat pelayanan yang memuaskan. Kunci agar SCM efektif
antara lain: informasi yang tepat, komunikasi yang lancar, adanya sikap saling mendukung, dan saling percaya. Elemen rangkaian persediaan terdiri atas tiga aspek yaitu aspek strategi, aspek taktika, dan
aspek operasional. Aspek strategi merupakan bentuk rangkaian persediaan dalam jangka waktu tahunan. Aspek ini berfokus pada penambahan sumber pendapatan perusahaan. Aspek taktikal
merupakan bentuk rangkaian persediaan dalam jangka waktu bulanan. Aspek ini merancang bentuk produksi dan distribusi yang akan membantu sumber alokasi. Aspek operasional merupakan bentuk
rangkaian persediaan dalam jangka waktu mingguan atau harian. Aspek ini berfokus pada rancangan jadwal pengiriman produk Chopra dan Meindl 2001
Penyusunan SCM tidaklah mudah karena adanya ketidaktentuan yang saling berkaitan pada setiap rangkaian persediaan seperti waktu perjalanan, rusaknya mesin dan kendaraan, cuaca yang tidak
mendukung, perang, kebijakan politik, kondisi tenaga kerja, dan isu-isu yang sedang berkembang. Kompleksitas dari masalah-masalah tersebut dapat terjadi secara bersamaan yang akan mempersulit
pelaksanaan SCM yang baik. Namun bila dapat dikendalikan dengan baik, sistem ini akan meminimalkan pengeluaran internal, mengurangi ketidaktentuan, dan membantu dalam memprediksi
ketidaktentuan lainnya. Pentingnya sistem SCM antara lain dapat membantu perusahaan dalam menentukan ketidaktentuan lingkungan dengan menyelaraskan antara permintaan dan persediaan.
Sistem ini akan memperpendek alur produk dengan menghasilkan produk dengan bantuan teknologi tinggi karena kecilnya kesempatan dalam mengakumulasikan data-data permintaan konsumen dan
semakin banyaknya produk yang berkompetisi sehingga menyulitkan perusahaan untuk memprediksi permintaan. Pertumbuhan teknologi seperti internet akan meningkatkan peran rangkaian persediaan
sebagai suatu rantai yang berkaitan.
22
IV. METODOLOGI PENELITIAN
Pengambilan data dilakukan melalui observasi dan wawancara lapangan yang dilakukan pada bulan Maret – April 2011 di Kebun Sawit Inti Gunung Meliau, Sungai Dekan, Gunung Mas dan
Pabrik minyak sawit PMS Gunung Meliau milik PTPN XIII. Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem Suply Chain Management SCM dalam rangka meningkatkan kualitas dan
produktivitas CPO dan inti sawit produksi PMS Gunung Meliau. Penelitian dilakukan secara bertahap dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Observasi dan pengumpulan data dilakukan selama periode bulan Maret - April 2011 yang
berfokus di PMS Gunung Meliau. Data-data yang diambil antara lain : TBS diterima PMS Gunung Meliau dari kebun inti, kebun plasma, dan kebun pihak ketiga; buah restan awal;
buah diolah; buah restan akhir; waktu olah; kapasitas olah; produksi CPO; rendemen CPO; kadar ALB CPO; kadar air CPO; kadar kotoran CPO; produksi inti sawit; rendemen inti
sawit; kadar ALB inti sawit; kadar air inti sawit; kadar kotoran inti sawit; total kehilangan CPO; total kehilangan inti sawit; fraksi buah diterima PMS Gunung Meliau; dan kadar
betakaroten yang diambil pada sampel khusus di kebun inti Gunung Mas. 2.
Pengolahan dan analisis data yang telah didapatkan di PMS Gunung Meliau untuk mencari sumber permasalahan terkait produktivitas dan kualitas. Pengolahan dan analisis data
meliputi : perbandingan TBS diterima PMS Gunung Meliau dari kebun-kebun inti; perbandingan dan persentase TBS diterima PMS Gunung Meliau dari kebun inti, plasma, dan
pihak ketiga; waktu kedatangan TBS setiap harinya; persentase buah diolah dan direstan; perbandingan persentase kadar ALB CPO dan inti sawit produksi dengan standar mutu;
perbandingan presentase kadar air CPO dan inti sawit produksi dengan standar mutu; perbandingan persentase kadar kotoran CPO dan inti sawit dengan standar mutu;
perbandingan total kehilangan CPO dan inti sawit dengan batas toleransi; persentase CPO dan inti sawit yang dihasilkan dibandingkan dengan RKAP; persentase rendemen CPO dan
inti sawit dibandingkan dengan target perusahaan; persentase fraksi TBS yang diterima; dan maksimal rendemen yang mungkin didapat dari fraksi TBS yang diterima PMS Gunung
Meliau. 3.
Pengidentifikasian permasalahan dalam supply chain terkait produktivitas dan kualitas CPO dan inti sawit produksi PMS Gunung Meliau. Menurut Muhandri dan Kadarisman 2008,
diagram ishikawa berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah. Penggunaan diagram Ishikawa dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan masalah. Diagram Ishikawa adalah perangkat grafis yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi, mengekspolrasi, dan
menggambarkan permasalahan serta hubungan sebab akibat dari permasalahan tersebut. Diagram ini sering disebut sebagai diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan.
4. Pemberian solusi terhadap permasalahan Suppy Chain berdasarkan pemetaan yang telah
dilakukan dengan metode Supply Chain Management SCM
23 Gambar 7. Kerangka konseptual penelitian
Supply Chain Management SCM dirancang melalui tahapan-tahapan observasi. Observasi
dilakukan di sepanjang rantai perjalanan bahan baku TBS dari kebun hingga ke PMS Gunung Meliau untuk diolah menjadi CPO dan inti sawit. Hasil observasi tersebut kemudian dijadikan sebagai dasar
dalam melakukan identifikasi dan analisis dengan menggunakan Diagram Ishikawa. Pemberian solusi yang rasional dapat dilakukan setelah permasalahan telah ditemukan. Sistem SCM ini diharapkan
dapat meningkatkan operasional excellence pada perusahaan sehingga dengan adanya kegiatan primer dan kegiatan pendukung, keunggulan kompetitif perusahaan dapat tercapai.
Keunggulan Kompetitif
Keunggulan Nilai Keunggulan Produktivitas
Kegiatan Pendukung Kegiatan Primer
Supply Chain Management
Operasional Excellence
Pemberian solusi Rantai Nilai
Observasi Diagram Ishikawa
A
nalisis Identifikasi
24
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil