pulang kerja lebih awal, kurangnya sarana dan prasarana, poli-poli kesehatan tertentu hanya melayani pasien pada hari-hari tertentu saja, serta kurangnya tenaga
medis yang professional. Riyadi 2011 melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh kompensasi finansial, gaya kepemimpinan, dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pada Perusahaan Manufaktur di Jawa Timur. Peneliti
menggunakan metode Structural Equation Modeling SEM dan metode analisis yang digunakan regresi linear berganda dan model yang digunakan adalah uji
asumsi klasik. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa Kompensasi finansial tidak mempengaruhi motivasi kerja maupun kinerja karyawan. Sedangkan gaya
kepemimpinan secara signifikan mempengaruhi motivasi kerja maupun kinerja karyawan, dan motivasi kerja secara signifikan mempengaruhi kinerja karyawan.
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat diajukan sebagai sebuah penelitian dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul
“Pengaruh Kompensasi Finansial, Motivasi Kerja, Lingkungan Kerja dan Gaya
Kepemimpinan terhadap Prestasi Kerja Pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan”
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah kompensasi finansial berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan?
2. Apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan?
3. Apakah lingkungan kerja berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan?
4. Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan?
5. Apakah kompensasi finansial, motivasi kerja, lingkungan kerja dan gaya kepemimpinan berpengaruh secara simultan terhadap prestasi kerja
pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah kompensasi finansial berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan.
2. Untuk mengetahui apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan.
3. Untuk mengetahui apakah lingkungan kerja berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan.
4. Untuk mengetahui apakah gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan.
5. Untuk mengetahui apakah kompensasi finansial, motivasi kerja, lingkungan kerja dan gaya kepemimpinan berpengaruh secara simultan
terhadap prestasi kerja pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Bagi pihak Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan
berkaitan dengan kompensasi finansial, motivasi kerja, lingkungan kerja, dan gaya kepemimpinan untuk meningkatkan kinerja pegawai.
2. Bagi pihak Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan
pengaplikasian ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang sumber daya manusia.
3. Bagi Peneliti Sebagai wahana melatih menulis dan berpikir ilmiah khususnya bidang
manajemen sumber daya manusia. 4. Bagi pihak lain
Hasil penerlitian ini diharapkan menjadi bahan tambahan rujukan bagi penelitian selanjutnya serta sebagai pertimbangan bagi organisasi yang
menghadapi masalah serupa.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Prestasi Kerja
Istilah prestasi kerja sering dikenal sebagai kinerja dan kerap kali diartikan sebagai output dari pekerjaan yang diselesaikan oleh karyawanpekerja di suatu
organisasi sebagai indikasi apakah tujuan, visi, misi, dan tujuan organisasi tersebut telah tercapai. Prestasi kerja yang baik tidak terjadi secara otomatis,
melainkan timbul dari feedback penilaian yang baik oleh pihak organisasi, khususnya pihak manajemen. Berhasil atau tidaknya suatu organisasi dapat
terlihat dari bagaimana prestasikinerja yang dihasilkan oleh para karyawannya. Ini disebabkan karena karyawan merupakan sumber daya yang penting dalam
menjalankan aktivitas operasional organisasi. Menurut Wirawan 2009:5, kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator
pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Mathis and Jackson 2002:78 memaparkan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan adalah yang memengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk
kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output¸ kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif.
Prestasi kerja dapat dilihat melalui evaluasipenilaian prestasi kerja. Menurut Mathis and Jackson 2002:81, penilaian kinerja performance
appraisal-PA adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan
pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set standar, dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan. Singkatnya, Mangkuprawira
2004:223 mengatakan bahwa penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Apabila
hal itu dikerjakan dengan benar, maka karyawan, penyelia, departemen SDM, dan perusahaan akan menguntungkan dengan jaminan bahwa upaya para individu
karyawan mampu berkontribusi pada fokus strategik dalam perusahaan. Manfaat dari penilaian kinerja sebagai berikut:
a Perbaikan kinerja Umpan balik kinerja bermanfaat bagi karyawan, manajer, dan spesialis
personal dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja. b Penyesuaian kompensasi
Penilaian kinerja membantu pengambil keputusan menentukan siapa yang seharusnya menerima peningkatan pembayaran dalam bentuk upahgaji
dan bonus. c Keputusan penempatan
Promosi, transfer, dan penurunan jabatan biasaya didasarkan pada kinerja masa lalu dan antisipatif, misalnya dalam bentuk penghargaan.
d Kebutuhan pelatihan dan pengembangan Kinerja yang buruk mengindikasikan sebuah kebutuhan untuk melakukan
pelatihan kembali. Setiap karyawan hendaknya selalu mampu mengembangkan diri.
e Perencanaan dan pengembangan karir Umpan balik kinerja membantu proses pengambilan keputusan tentang
karir spesifik karyawan. f Defisiensi proses penempatan staf
Baik buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan kelemahan dalam prosedur penempatan staf di departemen SDM.
g Ketidakakuratan informasi Kinerja yang buruk dapat mengindikasikan kesalahan dalam informasi
analisis pekerjaan, rencana SDM, atau hal lain dari sistem manajemen personal. Hal demikian akan mengarahkan pada ketidakakuratan dalam
keputusan menyewa karyawan, pelatihan, dan keputusan konseling. h Kesalahan rancangan pekerjaan
Kinerja buruk mungkin sebuah gejala dari rancangan pekerjaan yang keliru. Lewat penilaian dapat di diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.
i Kesempatan kerja yang sama Penilaian kinerja yang akurat yang secara aktual menghitung kaitannya
dengan kinerja dapat menjamin bahwa keputusan penempatan internal bukanlah sesuatu yang bersifat diskriminasi.
j Tantangan-tantangan eksternal Kadang-kadang kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan
pekerjaan. Jika masalah-masalah tersebut tidak diatasi melalui penilaian, departemen SDM mungkin mampu menyediakan bantuannya.
k Umpan balik pada SDM Kinerja yang baik dan buruk diseluruh organisasi mengindikasikan
bagaimana sebaiknya fungsi departemen SDM diterapkan. Apabila dilihat dari tolok ukur penilaiannya, Gomes 1995 menjelaskan
bahwa terdapat 3 tipe kriteria yang digunakan untuk penilaian prestasi kerja tersebut antara lain:
1. Penilaian prestasi berdasarkan hasil Result-Based performance Appraisalevaluation
Kriteria ini menjelaskan prestasi kerja berdasarkan pencapaian tujuan organisasi, atau mengukur tiap hasil akhir end results. Para
karyawan akan
terfokus pada
tujuan dan
merasa lebih
bertanggungjawab dalam pelaksanaan pencapaian tujuan tersebut. 2. Penilaian
prestasi berdasarkan
perilaku Behaviour-Based
performance Appraisalevaluation Kriteria ini mengukur sarana pencapaian sasaran, dan bukan hasil
akhir. Karyawan dapat membedakan mana perilaku atau kinerja yang efektif dan yang tidak efektif.
3. Penilaian prestasi berdasarkan penilaian Result-Based performance Appraisalevaluation
Kriteria ini
mengukur prestasi
kerja dengan
cara menilaimengevaluasi kinerja karyawan berdasarkan deskripsi
perilaku yang spesifik, kuantitas dan kualiatas kerja, pengetahuan
pekerjaan, kreatifitas, koorporasi, dapat dipercaya, inisiatif, dan kualitas individu.
Sistem penilaian pada dasarnya membutuhkan standar kinerja guna menjadi tolok ukur yang ideal mengenai seberapa jauh keberhasilan suatu
pekerjaan telah tercapai. Agar efektif, standar kinerja perlu disepakati bersama terkait dengan hasil yang ingin dicapai organisasi tersebut. idealnya, hal itu
tercantum dalam catatan standar kinerja yang memaparkan penjelasan terkait standar ini sebelum penilaian dilakukan. Ini digunakan agar terciptanya
akuntabilitas para karyawan, penyelia, dan manajemen puncak dalam organisasi tersebut. Mathis and Jackson 2002:80 menjabarkan standar kinerja adalah
tingkat-tingkat kinerja yang diharapkan dan merupakan bahan perbandingan atau tujuantarget
—tergantung dari pendekatan yang di ambil. Standar kinerjaprestasi kerja yang realistis, terukur, dan mudah dipahami menguntungkan baik bagi
organisasi maupun karyawan.
2.1.2 Kompensasi Finansial
Kompensasi merupakan pengeluaran bagi perusahaan. Pada umumnya perusahaan
memberikan kompensasi
kepada para
karyawannya guna
mendapatkan imbal balik yang positif dari kinerja yang dihasilkan karyawannya. Oleh karena itu, kompensasi dapat diartikan sebagai alat penukar dari prestasi
kerja yang hasilkan karyawan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Untuk memperjelas defenisi dari kompensasi, berikut beberapa pendapat
dari para ahli:
a. Drs Malayu S. P Hasibuan Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang
langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas balas jasa yang diberikan kepada perusahaan.
b. William B. Wether dan Keith Davis Compensation is what employee receive in exchange of their work.
Whether hourly wages or periodic salaries, the personnel department usually designs and administers employee compensation. Kompensasi adalah apa yang
pekerja terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikan, baik upah per jam ataupun gaji periodik di desain dan dikelola oleh bagian personalia.
c. Edwin B. Flippo Wages is defined as the adequate and equitable renumeration of personnel
for their constribution to organizational objectives. Upah didefinisikan sebagai balas jasa yang adil dan layak diberikan kepada para pekerja atas jasa-jasanya
dalam mencapai tujuan organisasi. d. Andrew F. Sikula
A compensation is anything that constitutes or is regarded as an equivalent or recompense. Kompensasi adalah segala sesuatu yang
dikonstitusikan atau dianggap sebagai suatu balas jasa atau ekuivalen. e. R. Wayne Mondy
Kompensasi adalah total seluruh imbalan yang diterima karyawan sebagai pengganti jasa yang telah mereka berikan.
f. Robert L. Malthis dan John H.. Jackson Kompensasi adalah faktor penting yang memengaruhi bagaimana dan
mengapa orang-orang bekerja pada suatu organisasi dan bukan pada organisasi yang lainnya.
Pemberian kompensasi ini biasanya ditujukan untuk kepentingan organisasiperusahaan, karyawan, masyarakat, dan pemerintah. Pada umumnya,
pemberian kompensasi didasarkan pada prinsip adil dan wajar dengan mempertimbangkan hal-hal penting lainnya seperti undang-undang perburuhan.
Peterson dan Plowman dalam Hasibuan 2010 mengatakan bahwa orang mau bekerja karena hal-hal berikut:
1. The desire lo live, artinya keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang. Manusia bekerja untuk dapat makan dan
melanjutkan hidup. 2. The desire for possession, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu
merupakan keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja.
3. The desire for power, artinya keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah di atas keinginan untuk memiliki, mendorong orang
mau bekerja. 4. The desire for recognition, artinya keinginan akan pengakuan merupakan
jenis terakhir dari kebutuhan dan juga mendorong orang mau bekerja.
Ada beberapa tujuan perusahaan atau organisasi terkait pemberian kompensasi yang diberikan kepada para karyawannya. Hasibuan 2010
memaparkannya sebagai berikut: a Ikatan Kerja Sama
Dengan pemberian kompensasi, terjalinlah ikatan kerja sama formal antara pemberi kerja dengan para pekerjanya. Karyawan harus mengerjakan
tugasnya, sedangkan pemberi kerja wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
b Kepuasan Kerja Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
c Pengadaan Efektif Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan
yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah. d Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.
e Stabilitas Karyawan Dengan program kompensasi atau prinsip adil dan layak serta eksternal
konsistensi yang komparatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn-over kecil.
f Disiplin Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan
semakin baik. g Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
h Pengaruh Pemerintah Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang
berlaku seperti upah minumun, maka intervensi pemerintah dapat dihindari.
Malthis dan Jackson 2002 menjelaskan imbalan balas jasa dapat berbentuk internal dan eksternal. Imbalan Internal antara lain pujian yang
didapatkan untuk penyelesaian suatu proyek atau berhasil memenuhi beberapa tujuan kinerja. Imbalan eksternal bersifat terukur, memiliki bentuk imbalan
moneter maupun non-moneter. Dengan Kompensasi tidak langsung berupa tunjangan untuk karyawan, sedangkan jenis kompensasi bersifat langsung,
imbalan moneter diberikan oleh pengusaha berupa: Gaji pokok
: kompensasi dasar yang diterima oleh karyawan sebagai gajiupah.
Gaji Variabel : kompensasi yang berhubungan langsung dengan pencapaian kinerja berupa bonus atau insentif.
Gambar 2.1 Komponen Program Kompensasi
Sumber: Malthis, Robert L dan John H. Jackson, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 1, Salemba Empat, Jakarta.
Terdapat dua filosofi kompensasi yang mendasar, yang dapat dilihat sebagai titik berlawanan dari suatu garis lurus.
a. Orientasi Kelayakan Filosofi kelayakan dapat dilihat di banyak organisasi yang secara
tradisional telah memberikan kenaikan otomatis kepada karyawannya setiap tahun. Biasanya kenaikan gaji merujuk pada kenaikan biaya hidup.
b. Orientasi Kinerja Jika filosofi orientasi kinerja ini diikuti, tidak seorangpun yang dijamin
akan mendapatkan kompensasi dengan hanya menambahkan satu tahun
K O M P E N S A S I
A. GAJI POKOK 1. Upah
2. Gaji B. GAJI VARIABEL
1. Bonus 2. Insentif
3. Kepemilikan
saham TUNJANGAN
1. Asuransi Kesehatan 2. Liburan Pengganti
3. Dana Pensiun 4. Kompensasi Pekerja
L A N G S U N G TIDAK LANGSUNG
lagi dalam melayani perusahaan. Malahan, gaji dan insentif didasarkan pada perbedaan kinerja di antara seluruh karyawan. Karyawan yang
berkinerja baik akan mendapatkan kenaikan kompensasi yang lebih besar.
Gambar 2.2 Garis Lurus dari Filosofi kompensasi
Sumber: Malthis, Robert L dan John H. Jackson, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 1, Salemba Empat, Jakarta.
Menurut Hasibuan 2010 terdapat dua metode kompensasi yaitu: 1. Metode Tunggal
Suatu metode yang dalam penetapan gaji pokok hanya didasarkan atas ijasah terakhir dari pendidikan formal yang dimiliki karyawan. Misalnya pegawai
negeri sipil ijasah formal S-1, maka golongannya adalah III-A dan gaji pokoknya adalah gaji pokok III-A.
2. Metode Jamak Suatu metode yang dalam gaji pokok didasarkan atas beberapa pertimbangan
seperti ijasah, sifat pekerjaan, pendidikan informal, bahkan hubungan keluarga
Kelayakan………………………….………Kinerja
a. Berdasarkan senioritas a. Tidak ada kenaikan untuk lama kerja
b. Kenaikan seluruh posisi b. tidak ada kenaikan untuk masa kerja
yang lebih lama untuk yang berkinerja buruk.
c. Skala kenaikan yang dijamin c. Struktur gaji yang disesuaikan
dengan pasar. d. Hanya perbandingan industri
d. perbandingan industri yang meluas e.
Bunus ―Santa Claus‖ e. bonus dikaitkan dengan kinerja
ikut menentukan besarnya gaji pokok seseorang. Jadi, standar gaji pokok yang pasti tidak ada. Ini terdapat pada perusahaan-perusahaan swasta yang
didalamnya masih sering terdapat diskriminasi. Lebih lanjut lagi, Hasibuan 2010 memaparkan mengenai sistem dan
kebijaksanaan kompensasi yaitu: 1. Sistem Kompensasi
Sistem pembayaran kompensasi yang umum diterapkan ada tiga 3 antara lain:
a. Sistem Waktu Dalam sistem waktu, besarnya kompensasi ditetapkan berdasarkan standar
waktu seperti jam, minggu, atau bulan. Administrasi pengupahan sistem waktu relatif mudah serta dapat diterapkan kepada karyawan tetap maupun
pekerja harian. Misalnya, joko pekerja harian, upahnya perhari sebersar Rp70.000,00. Jika
bekerja selama 6 hari, maka upahnya sama dengan 6 x Rp70.000,00 = Rp420.000,00. Victor Harianja, SH karyawan tetap gajinya per bulan
Rp6.000.000,00. Jadi setiap bulannya Victor menerima gaji sebesar Rp6.000.000,00.
Kebaikan sistem waktu adalah administrasi pengupahan mudah dan besarnya kompensasi yang akan dibayarkan tetap. Kelemahan sistem
waktu adalah pekerja yang malaspun kompensasinya tetap dibayarkan sebesar perjanjian.
b. Sistem Hasil output Dalam sistem hasil, besarnya kompensasiupah ditetapkan atas kesatuan
unit yang dihasilkan pekerja seperti per potong, meter, liter, dan kilogram. Misalnya, perusahaan Genting Merah menetapkan upah per genting
Rp1.000,00. Jika Ali dapat mengerjakan 500 genting maka kompensasi yang diterimanya = 500 genting x Rp1.000,00= Rp500.000,00.
Kebaikan sistem hasil memberikan kesempatan kepada karyawan yang bekerja bersungguh-sungguh serta berprestasi baik akan memperoleh balas
jasa yang lebih besar. Kelemahan sistem hasil adalah kualitas barang yang dihasilkan kurang baik dan karyawan yang kurang mampu akan mendapat
balas jasanya kecil, sehingga kurang manusiawi. c. Sistem Borongan
Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya,
penetapan besarnya balas jasa berdasarkan sistem borongan cukup rumit, lama mengerjakannya, serta banyak alat yang diperlukan untuk
menyelesaikannya. Misalnya, Drs. Ali, SE., Ak memborong menyelesaikan pembukuan PT
Sijungkang tahun buku 2012 sebersar Rp200.000.000,00. Jika kalkulasinya kurang tepat, bisa-bisa dia hanya mendapatkan balas jasa
yang rendah. Sebaliknya, jika kalkulasinya cukup baik, dia akan memperoleh balas jasa yang relatif besar.
2. Kebijaksanaan Kompensasi Kebijaksanaan kompensasi, baik besarnya, susunannya, maupunwaktu
pembayarannya dapat mendorong gairah kerja dan keinginan karyawan untuk mencapai prestasi kerja yang optimal sehingga membantu terwujudnya
sasaran perusahaan. Besarnya kompensasi harus ditetapkan berdasarkan analisis pekerjaan, uraian pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, posisi jabatan,
konsistensi eksternal, serta berpedoman kepada keadilan dan undang-undang perburuhan. Dengan kebijaksanaan ini, diharapkan akan terbina kerja sama
yang serasi dan memberikan kepuasan bagi semua pihak. Misalnya, susunan kompensasi ditetapkan untuk kompensasi langsung sebesar
60 dari pendapatan sedangkan kompensasi tidak langsung sebesar 40 dari pendapatannya akan dapat memperbaiki kehadiran karyawan.
3. Waktu Pembayaran Kompensasi Kompensasi harus dibayarkan tepat pada waktunya, jangan sampai terjadi
penundaan, supaya kepercayaan karyawan terhadap bonafiditas perusahaan semakin besar, ketenagan, dan konsentrasi kerja akan lebih baik. Jika
pembayaran kompensasi tidak tepat pada waktunya akan mengakibatkan disiplin, moral, gairah kerja karyawan menurun, bahkan turn-over karyawan
semakin besar. Misalnya, gaji dibayarkan setiap tanggal satu, jika pada tanggal satu adalah
hari minggu, maka pemberian kompensasi dilaksanakan pada hari sabtu dipercepat.
Kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada para karyawannya selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendukung. Berikut terdapat 10 hal
yang memengaruhi besarnya kompensasi yang diberikan: a. Penawaran dan penerimaan tenaga kerja
b. Kemampuan dan kesediaan perusahaan c. Serikat buruh atau organisasi karyawan
d. Produktivitas kerja karyawan e. Pemerintah dengan undang-undang dan Keppresnya
f. Biaya hidupcost of living g. Posisi jabatan karyawan
h. Pendidikan dan pengalaman karyawan i. Kondisi perekonomian nasional
j. Jenis dan sifat pekerjaan
Dengan adanya teori-teori pendukung di atas, maka penulis menarik suatu hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
H1 : Kompensasi Finansial berpengaruh secara signifikan terhadap Prestasi Kerja Pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan.
2.1.3 Motivasi Kerja
Menurut French dan Raven, sebagaimana dikutip dalam Sule dan Saefullah 2010, motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk
menunjukkan perilaku tertentu. Motivation is the set of forces that cause people to
behave in certain ways. Motivasi dimulai ketika seseorang menyadari bahwa dirinya memiliki kebutuhan atau kesenjangan atas kebutuhan tertentu, katakanlah
pendapatan yang minim. Akibat dari pendapatan yang minim tersebut, orang tersebut melakukan tindakan pencarian jalan keluar untuk memperoleh
pendapatan yang lebih baik, maka seseorang tersebut berpikir untuk mendapatkan pekerjaan alternatif lainnya, ataupun berkerja lebih giat lagi sebagai upaya
mendapatkan penghasilan yang lebih memadai. Bernard Berelson dan Gary A. Steiner dalam Siswanto 2008:119
mendefenisikan motivasi sebagai all those inner striving conditions variously described as wishes, desires, needs, drives, and the like. Motivasi dapat diartikan
sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan moves, dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah
mencapai kebutuhan
yang memberi
kepuasan atau
mengurangi ketidakseimbangan. Secara singkat di satu pihak pasif, motivasi tampak sebagai
kebutuhan sekaligus sebagai pendorong yang dapat menggerakkan semua potensi, baik karyawan maupun sumber daya lainnya. Di lain pihak dari segi aktif,
motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan daya dan potensi karyawan agar secara produktif berhasil mencapai tujuan.
Maslow dalam Robbins dan Coulter 2010 seseorang akan termotivasi apabila ada kebutuhan yang belum mampu ia capai. Begitu tingkat ini dipuaskan,
individu tersebut tidak akan lagi memotivasi perilaku. Kebutuhan pada tingkat berikutnya yang lebih tinggi menjadi dominan. Dua tingkat kebutuhan dapat
beroperasi pada waktu yang sama, tetapi kebutuhan pada tingkat lebih rendah
yang dianggap menjadi motivator yang lebih kuat dari perilaku. Maslow juga menekankan bahwa makin tinggi tingkat kebutuhan, makin tidak penting individu
tersebut untuk mempertahankan hidup survival dan makin lama pemenuhannya dapat ditunda. Selanjutnya, Maslow mengajukan bahwa ada lima kelompok
kebutuhan, yaitu: a. Kebutuhan fisiologis physiological needs yaitu kebutuhan seseorang
akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, dan kebutuhan fisik lainnya.
b. Kebutuhan Keamanan safety needs yaitu kebutuhan seseorang akan keamanan dan perlingdungan dari kejahatan fisik dan emosional, serta
jaminan bahwa kebutuhan fisik akan terus dipenuhi. c. Kebutuhan Sosial social needs yaitu kebutuhan seseorang akan kasih
sayang, rasa memiliki, penerimaan, dan persahabatan. d. Kebutuhan Penghargaan esteem needs yaitu kebutuhan seseorang akan
faktor-faktor penghargaan internal, seperti harga diri, otonomi, dam prestasi, seta penghargaan eksternal, seperti status, pengakuan, dan
perhatian. e. Kebutuhan Aktualisasi Diri self-actualization needs yaitu kebutuhan
seseorang akan pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri.
Robbins dan Coulter 2010 juga berpendapat bahwa motivasi mengacu pada proses dimana usaha seseorang diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan
menuju tercapainya suatu tujuan. Defenisi ini memiliki tiga 3 elemen kunci yaitu
energi, arah, dan ketekunan. Elemen energi adalah ukuran dari intensitas atau dorongan. Usaha tingkat tinggi perlu diarahkan pada cara yang dapat membantu
organisasi mencapai tujuannya. Karyawan harus terus di dorong dalam memberikan usaha yang mencapai tujuan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa
meningkatkan motivasi kerja karyawan menjadi perhatian penting organisasi dan para penyelia agar terus mencari jalan keluar. Berikut ada 10 hal yang harus di
perhatikan para penyelia dan organisasi terkait dengan pemberian motivasi kepada karyawan:
a Mengakui perbedaan individu Hampir setiap teori kontemporer mengakui bahwa karyawan tidak identik.
Mereka berbeda dalam kebutuhan, sikap, kepribadiaan, dan variabel individu penting lainnya.
b Mencocokkan orang dengan pekerjaan Penelitian menunjukkan bahwa motivasi mendapat pengaruh dari pekerjaan
yang dilakukan seseorang. Perlu diingat bahwa tidak semua orang termotivasi oleh pekerjaan dengan otonomi, variasi, dan tanggung jawab yang tinggi.
c Gunakan tujuan Para manajer harus memastikan para karyawan memiliki tujuan yang spesifik,
serta umpan balik mengenai seberapa baik usaha yang mereka lakukan dalam mencapai tujuan tersebut.
d Pastikan bahwa tujuan itu diyakini dapat dicapai Para manajer atau penyelia harus memastikan bahwa para karyawan merasa
yakin jika usaha yang meningkat dapat menghasilkan pencapaian tujuan kinerja.
e Imbalan berdasarkan individu Para manajer atau penyelia harus mengetahui kondisi karyawan guna
membedakan imbalan yang akan dikendalikan, seperti gaji, promosi, bonus, tunjangan, pengakuan, otonomi, dan partisipasi.
f Kaitkan imbalan dengan kinerjaprestasi kerja Para manajer atau penyelia harus mencari cara untuk meningkatkan visibilitas
imbalan, membuat mereka berpotensi untuk lebih termotivasi. g Memeriksa sistem untuk keadilan
Perlu ingat bahwa keadilan seseorang merupakan ketidakadilan seorang lainnya, sehingga sistem imbalan yang ideal sebaiknya mempertimbangkan
input secara berbeda untuk mendapatkan imbalan yang tepat untuk setiap pekerjaan.
h Gunakan pengakuan Akui kekuatan pengakuan. Itu merupakan imbalan karena sebagian besar
karyawan menganggapnya berharga. i Tujuan perhatian dan kepedulian terhadap karyawan organisasi
Organisasi terbaik menciptakan lingkungan kerja yang penuh kepedulian. Ketika para manajer peduli terhadap karyawannya, hasil kinerja biasanya
membaik.
j Jangan abaikan uang materi. Peningkatan alokasi gaji berbasis kinerja, bonus bagian pekerjaan, dan insentif
lain penting dalam menentukan motivasi karyawan. Dalam praktiknya, kebanyakan perusahaan mendesain motivasi dari
bentuk tradisional ke bentuk yang lebih modern. Perbedaan yang terdapat antara satu perusahaan dengan perusahaan lain biasanya terletak pada selera, budaya
organisasi, tekanan, dan sebagainya. Siswanto 2008 memaparkan ada empat 4 bentuk pemotivasian karyawan yaitu:
1. Kompensasi Bentuk Uang Pemberian kompensasi bentuk uang sebagai motivasi kerja para karyawan
memiliki dua pengaruh perilaku. Keanggotaan adalah pengaruh yang paling luas, yaitu memengaruhi karyawan pada semua tingkat pendapatan. Pengaruh
kedua adalah negatif, dari sudut pandang perusahaan, dan cenderung terbatas hanya pada karyawan yang pendapatannya tidak lebih dari tingkat standar
kehidupan yang layak dan cenderung menganggap kompensasi bentuk uang sebagai tidak seimbang.
2. Pengarahan dan Pengendalian Pengarahan dimaksudkan menentukan bagi karyawan mengenai apa yang
harus mereka kerjakan dan apa yang tidak harus mereka kerjakan. Sedangkan pengendalian dimaksudkan menentukan bahwa karyawan harus mengerjakan
hal-hal yang diinstruksikan. Fungsi pengarahan mencakup berbagai proses operasi standar, pedoman, dan buku panduan bahkan manajemen berdasarkan
sasaran. Fungsi pengendali mencakup penilaian kinerja, pemeriksaan mutu,
dan pengukuran hasil kerja. Pengarahan dan pengendalian jelas perlu untuk mendapatkan kinerja yang terpercaya dan terkoordinasi. Dengan demikian,
tujuan motivasi kerja para karyawan dapat terwujud. 3. Penetapan Pola Kerja yang Efektif
Pada umumnya, reakasi terhadap kebosanan kerja menimbulkan hambatan yang berarti bagi keluaran produktivitas kerja, karena manajemen menyadari
bahwa masalahnya bersumber pada cara pengaturan pekerjaan, mereka menanggapinya dengan berbagai teknik yang efektif dan kurang efektif. Pola
kerja yang kurang sesuai dengan tindakan dan komposisi diakui sebagai masalah yang berat. Hal ini bisa menjadi lebih negatif karena karyawan makin
lama lebih muda dan berpendidikan lebih tinggi daripada dasawarsa sebelumnya.
4. Kebajikan Kebajikan dapat didefenisikan sebagai suatu tindakan yang di ambil dengan
sengaja oleh manajemen untuk memengaruhi sikap atau perasaan para karyawan. Dengan kata lain, kebajikan adalah usaha untuk membuat karyawan
bahagia. Pada perusahaan yang besar, kebajikan mengambil bentuk yang sesuai dengan kelayakan dan kesopanan yang dihadapkan dari manajemen
sumber daya manusia SDM dalam hubungan mereka dengan karyawan. Sementara itu kegiatan yang lebih formal seperti seremonial dan berwisata
cenderung berkurang. Menurut French dan Raven, sebagaimana dikutip Sule dan Saefullah
2010, motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk menunjukkan
perilaku tertentu. Motivation is the set of forces that cause people to behave in certain ways. Motivasi seseorang dimulai ketika seseorang tersebut menyadari
bahwa dirinya memiliki kebutuhan atau kesenjangan atas kebutuhan tertentu, katakanlah pendapatan yang minim. Oleh karena itu, orang tersebut berusaha
mencari pekerjaan lain ataupun bekerja lebih keras lagi sebagai bentuk perilaku memenuhi kebutuhan akan pendapatan yang memadai.
Beberapa pendekatan mengenai motivasi yang dikemukan Stoner, Freeman, dan Gilbert, sebagaimana dikutip Sule dan Saefullah 2010, paling
tidak ada 3 pendekatan yang telah dikenal dalam dunia manajemen yaitu: a. Pendekatan Tradisional
Pendekatan ini memandang bahwa pada dasarnya manajer memiliki kinerja yang lebih baik dari pekerja, dan para pekerja hanya akan
menunjukkan kinerja yang baik sekiranya diiming-imingi dengan kompensasi berupa uang.
b. Pendekatan Relasi Manusia Pendekatan ini menjelaskan bahwa kontak sosial atau relasi
antarmanusia justru akan membantu dan memelihara motivasi para pekerja. Pada intinya, manajer semestinya berkewajiban untuk
membantu para pekerja untuk melakukan interaksi sosial di lingkungan pekerjaannya dan membuat mereka merasa diperlukan dan penting
bagi perusahaan, sehingga mereka menunjukkan kinerja yang terbaik bagi perusahaan.
c. Pendekatan Sumber Daya Manusia Menurut pendekatan ini, manajer perlu menyadari bahwa pada
dasarnya manusia dapat dikategorikan dalam 2 dua karakter yaitu tipe X dan tipe Y. Sumber daya tipe X memiliki kecenderungan
sebagai orang yang malas untuk bekerja dan hanya akan bekerja jika dipaksa untuk bekerja. Para manajer harus memaksa dan menyuruh
para pekerja tipe X ini agar mau bekerja. Paksaan ini dapat berupa aturan yang ketat, pemberian insentif, dan sebagainya. Sumber daya
tipe Y memiliki kecenderungan yang bertolak belakang dengan pekerja tipe X. Pekerja tipe Y cenderung menyukai pekerjaan dan bersifat aktif
dalam setiap pekerjaan. Para pekerja tipe Y ini akan sangat berinisiatif, kreatif, dan sangat menyukai berbagai tantangan dalam pekerjaan. Para
manajer perlu menciptakan suasana atau iklim kerja yang baik agar setiap pekerja dapat bekembang.
Dengan adanya teori-teori pendukung di atas, maka penulis menarik suatu hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
H2 : Motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Prestasi Kerja Pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan.
2.1.4 Lingkungan Kerja
Riyadi 2011, lingkungan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan dalam berbagai perusahaan.
Pada dasarnya, seseorang akan merasa lebih semangat dalam bekerja dan lebih termotivasi, apabila seseorang tersebut bekerja pada kondisi lingkungan yang
sesuai dengan pribadinya. Jelaslah, apabila perusahaan mengharapkan prestasi kerja yang baik pada karyawannya, maka harusnya perusahaan tersebut
menciptakan kondisi lingkungan kerja yang baik pula. Iklim kerja membawa pengaruh untuk jangka panjang. Dalam jangka pendek, kerap kali karyawan baru
mempertahankan kondisi lingkungan sebagaimana adanya, akan tetapi lambat laun ini akan membawa dampak tersendiri dalam pencapaian kinerja yang
dihasilkan karyawan. Tanggung jawab dalam menciptakan iklim dan lingkungan kerja yang baik tidak hanya berlaku bagi para penyelia, tetapi juga para karyawan.
Ada dua 2 kelompok lingkungan kerja yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja nonfisik. Pada peneltian ini, penulis lebih memfokuskan pada
lingkungan kerja fisik. Komarudin dalam Analisa 2011 mengatakan lingkungan kerja fisik adalah keseluruhan atau setiap aspek dari gejala fisik dan sosial-
kultural yang mengelilingi atau mempengaruhi individu. Menurut Alex S. Nitisemito dalam Taufik 2013 lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang
ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak,
keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain:
1 Kebersihan Lingkungan kerja yang bersih akan menciptakan keadaan disekitarnya
menjadi sehat. Oleh karena itu setiap organisasi hendaknya selalu menjaga
kebersihan lingkungan kerja. Dengan adanya lingkungan yang bersih karyawan akan merasa senang sehingga kinerja karyawan akan meningkat.
2 Penerangan dalan ruang kerja Di dalam ruangan kerja karyawan dibutuhkan udara yang cukup, dimana
dengan adanya pertukaran udara yang cukup, akan menyebabkan kesegaran fisik dari karyawan tersebut. Suhu udara yang terlalu panas akan menurunkan
semangat kerja karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan. 3 Sirkulasi udara
Di dalam ruangan kerja karyawan dibutuhkan udara yang cukup, dimana dengan adanya pertukaran udara yang cukup, akan menyebabkan kesegaran
fisik dari karyawan tersebut. Suhu udara yang terlalu panas akan menurunkan semangat kerja karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan.
4 Kebisingan Suara yang bunyi bisa sangat menganggu para karyawan dalam bekerja. Suara
bising tersebut dapat merusak konsentrasi kerja karyawan sehingga kinerja karyawan bisa menjadi tidak optimal. Oleh karena itu setiap organisasi harus
selalu berusaha untuk menghilangkan suara bising tersebut atau paling tidak menekannya untuk memperkecil suara bising tersebut. Kemampuan organisasi
didalam menyediakan dana untuk keperluan pengendalian suara bising tersebut, juga merupakan salah satu faktor yang menentukan pilihan cara
pengendalian suara bising dalam suatu organisasi.
5 Pewarnaan ruang kerja Masalah warna dapat berpengaruh terhadap karyawan didalam melaksanakan
pekerjaan, akan tetapi banyak perusahaan yang kurang memperhatikan masalah warna. Dengan demikian pengaturan hendaknya memberi manfaat,
sehingga dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Pewarnaan pada dinding ruang kerja hendaknya mempergunakan warna yang lembut.
Dengan adanya teori-teori pendukung di atas, maka lahirlah suatu hipotesis berikutnya dalam penelitian ini yaitu:
H3 : Lingkungan Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Prestasi Kerja Pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan.
2.1.5 Gaya Kepemimpinan
Setiap karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan tertentu, pastilah memiliki motif yang beda-beda dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya
dalam operasional perusahaan tersebut. Motif ini berbanding lurus dengan kinerja yang dihasilkan oleh seorang karyawan. Ketika ada hal-hal tertentu dalam
pekerjaan yang ingin dia kejar, maka motivasi ini dapat meningkatkan hasil kinerja karyawan tersebut. Oleh sebab itulah, perusahaan dan para penyelia harus
tanggap dalam menangkap signal-signal di balik motif seorang karyawan tersebut bekerja pada perusahaan. Pengetahuan terhadap berbagai motivasi dan perilaku
yang ditunjukkan oleh para karyawan akan menjadi sia-sia, apabila perusahaan dan para penyelia tidak mampu memberikan respon dengan baik sehingga tidak
ada implementasi dari pengetahuan akan motif para karyawannya. Pada dasarnya gaya kepemimpinan merupakan implementasi penyelia dari pemahaman akan
berbagai motivasi karyawan dalam bekerja. Esensi utama dari kepemimpinan adalah bagaimana para penyelia mengarahkan dan memotivasi para karyawan
agar dapat menghasilkan kinerja yang baik untuk operasional perusahaan tersebut. Apabila para menyelia mampu merealisasikan proses pengarahan dan
pemotivasian tersebut dengan baik, maka gaya kepemimpinan adalah salah satu hal yang penting diimplementasikan guna peningkatan kinerja karyawan bahkan
perusahaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepemimpinan merupakan proses
dalam mengarahkan dan memengaruhi para anggota dalam berbagai aktivitas yang harus dilakukan. Pihak yang terkait dalam menjalankan kepemimpinan
disebut pemimpin. Pemimpin adalah seseorang yang mampu memengaruhi orang lain dan memiliki otoritas manajerial. Sebagaimana diketahui bahwa terdapat
empat fungsi manajemen, dan salah satunya adalah pengarahan. Oleh sebab itulah, para penyelia seharusnya mampu memimpin dan menjadi pemimpin.
Salah satu ilmuwan dan ahli penelitian dalam perilaku yang telah memberikan batasan mengenai kepemimpinan yaitu Ralph M. Stogdill
sebagaimana dikutip dalam Siswanto 2008, mengatakan bahwa manajerial leadership as the process of directing and influencing the task related activities of
group members. Kepemimpinan manajerial sebagai proses pengarahan dan memengaruhi aktivitas yang dihubungkan dengan tugas dari para anggota
kelompok. Berdasarkan batasan tersebut, terdapat tiga 3 implikasi yang perlu diperhatikan lebih lanjut antara lain:
1. Kepemimpinan harus melibatkan bawahan 2. Kepemimpinan mencakup distribusi otoritas yang tidak mungkin seimbang di
antara manajer dengan bawahan. 3. Di samping secara legal mampu memberikan para bawahan berupa perintah
atau pengarahan, manajer juga dapat memengaruhi bawahan dengan berbagai gaya kepemimpinan.
Sebagai konsekuensi dari batasan kepemimpinan tersebut di atas, maka Sule dan Saefullah 2010 membagi dua gaya kepemimpinan pada umumnya
yaitu: a. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan task-oriented or job
style Gaya kepemimpinan ini cenderung memberikan fokus pada pekerjaan dan
prosedur yang harus dilakukan dalam pekerjaan. Pemimpin yang menganut gaya ini menilai bahwa kepentingan organisasi harus lebih didahulukan dari
kepentingan individu. b. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pegawai employee-oriented
style Gaya kepemimpinan ini cenderung untuk memberikan perhatian pada
pemeliharaan tim dan memastikan bahwa seluruh orang-orang mendapatkan kepuasan dalam setiap pekerjaannya. Pemimpin yang menerapkan gaya ini
lebih menghargai perbedaan dan relasi antarmanusia dalam kegiatannya.
Untuk lebih mengetahui bagaimana pandangan para peneliti dan ahli dalam mengulas gaya kepemimpinan yang terjadi, berikut beberapa hasil
penelitian yang penulis kutip dari beberapa sumber: 1. Teori Sifat Trait Theories
Teori ini dicetuskan oleh S.A. Kirkpatrick dan E.A. Locke sebagaimana dikutip dalam Robbins dan Coulter 2009:148, terdapat tujuh sifatgaya
kepemimpinan yaitu: a. Penggerak drive
Pemimpin menunjukkan tingkat usaha yang tinggi, memiliki ekspektasi yang besar dalam keberhasilan, ambisius, energik, tidak kenal lelah, dan
inisiatif. b. Hasrat untuk memimpin desire to lead
Pemimpin memiliki hasrat yang kuat untuk memengaruhi dan memimpin orang lain serta bertanggung jawab.
c. Kejujuran dan integritas honesty and integrity Pemimpin membangun hubungan yang terpercaya dengan pengikutnya
dengan cara jujur dan tidak berkhianat, serta menjaga konsistensi antara perkataan dan perbuatan.
d. Kepercayaan diri self confidence Pemimpin menunjukkan kepercayaan diri agar dapat menyakinkan para
pengikutnya terhadap keputusan dan tujuan yang harus dicapai.
e. Kecerdasan intelligence Pemimpin harus cukup cerdas agar dapat mengumpulkan, menyatukan,
dan menafsirkan banyak informasi, dapat menciptakan visi, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan yang baik.
f. Pengetahuan yang relevan mengenai pekerjaan job-relevant knowledge Pemimpin yang efektif memiliki pengetahuan tingkat tinggi mengenai
perusahaan, industri, dan permasalahan teknis. g. Extraversion
Pemimpin adalah orang yang energik dan penuh semangat, suka bergaul, tegas, dan jarang sekali berdiam atau menarik diri.
2. Teori Managerial Grid Teori ini dicetuskan oleh Robert Blake dan Jane Mouton sebagaimana yang
penulis kutip dalam Sule dan Saefullah 2010, menjelaskan bahwa terdapat lima gaya kepemimpinan dalam organisasi yaitu:
a. Manajemen yang lemah Improvished Management Gaya kepemimpinan ini memiliki karakteristik yang rendah sekali upaya
yang yang dilakukan baik untuk melakukan pekerjaan maupun membangun tim atau relasi sosial.
b. Manajemen Tugas Authority Compliance Pada gaya ini, pemimpin cenderung lebih berorientasi pada pekerjaan dan
sangat mengabaikan orang-orang.
c. Middle of the Road Management Gaya kepemimpinan seperti ini cukup seimbang dan cukup baik pada
orang-orang maupun pekerjaan. Gaya kepemimpinan seperti ini biasanya merupakan gaya kepemimpinan yang umumnya dimiliki semua orang.
d. Country Club Management Gaya kepemimpinan ini memiliki perhatian yang tinggi pada orang-orang
namun rendah terhadap pekerjaan. Pemimpin yang bergaya seperti ini cocok untuk organisasi yang tidak menekankan pada pekerjaan, tetapi
lebih membangun relasi. e. Manajemen Tim Team Management
Pada gaya kepemimpinan ini, manajer memiliki perhatian yang tinggi kepada pekerjaan sekaligus orang-orang. Tidak mudah untuk memiliki
gaya kepemimpinan ini dan cukup sedikit pemimpin yang menerapkan gaya ini kepada para bawahannya.
3. Teori Kepemimpinan Situasi Hersey dan Blanchard Paul Helsey dan Ken Blanchard sebagaimana dikutip dalam Robbins dan
Coulter 2009 melangkah lebih maju dengan mempertimbangkan tugas dan perilaku lalu menggabungkannya menjadi empat gaya kepemimpinan yaitu:
a. Telling pekerjaan tinggi – relasi rendah
Pemimpin menentukan peranan karyawan dan mengatur apa, kapan, bagaimana, dan dimana karyawan melaksanakan tugasnya.
b. Selling pekerjaan tinggi – relasi tinggi
Pemimpin menunjukkan perilaku yang mengarahkan dan mendukung.
c. Participating pekerjaan rendah – relasi tinggi
Bersama-sama membuat keputusan, dimana pemimpin meiliki peranan sebagai fasilitator dan komunikator.
d. Delegating pekerjaan rendah – relasi rendah
Pemimpin kurang memberikan pengarahan dan dukungan. 4. Teori Jalan Tujuan Path Goal Theory
Model ini diperkenalkan oleh Martin G. Evans dan Robert J. House sebagaimana dikutip dalam Robbins dan Coulter 2010 yang mengatakan
paling tidak ada 4 gaya kepemimpinan berdasarkan jalan tujuan yaitu: a. Pemimpin Direktif, yaitu pemimpin yang cenderung untuk menentukan
langsung apa yang harus dilakukan oleh bawahan dan apa yang diharapkan oleh pemimpin. Pemimpin seperti ini langsung memberikan arah dan
panduan, serta memberikan jadwal kerja yang spesifik. b. Pemimpin Suportif, yaitu pemimpin yang cenderung bersahabat dan
mudah diajak berdialog oleh siapapun, memberikan perhatian penuh pada kesejahteraan bawahan, serta memperlakukan anggota secara setara.
c. Pemimpin Partisipatif, yaitu pemimpin yang cenderung untuk memberikan konsultasi kepada bawahan, mengakomodasikan berbagai masukan, serta
melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan. d. Pemimpin Prestatif, yaitu pemimpin yang memiliki visi perubahan dan
standar yang tinggi akan produktivitasnya, memberikan dorongan kepada bawahan untuk berprestasi, dan memotivasi kemampuan karyawan dalam
melakukan pekerjaan.
5. Teori Kepemimpinan Transformatif – Transaksi
a. Kepemimpinan Karismatik Kepemimpinan karismatik dikatakan paling tepat ketika pekerjaan
bawahan memiliki tujuan ideologis atau lingkungannya menimbulkan tekanan dan ketidakpastian yang tinggi, atau ketika sebuah perusahaan
baru memulai bisnis, ataupun sedang menghadapi suatu krisis. Pemimpin yang karismatik memiliki visi, mampu mengartikulasikan visi tersebut,
sensitif terhadap keadaan lingkungan dan kebutuhan karyawan, dan perilaku yang luar biasa.
b. Kepemimpinan Visioner Kepemimpinan ini mampu menciptakan dan mengartikulasikan visi masa
depan yang realistis, dapat dipercaya, dan menarik sehingga dapat memperbaiki situasi saat ini.
c. Kepemimpinan Tim Karena kepemimpinan semakin berperan dalam konteks tim serta semakin
banyak organisasi yang menggunakan kerja tim, peranam pemimpin dalam membimbing anggota tim menjadi sangat penting. Pemimpin tim yang
efektif harus dapat menyeimbangkan antara waktu yang tepat untuk membiarkan timnya bekerja dan waktunya ikut campur. Tugas seorang
pemimpin tim terfokus pada dua orientasi, yaitu mengatur batasan-batasan eksternal dan memfasilitasi proses tim.
Dengan adanya teori-teori pendukung di atas, maka lahirlah suatu hipotesis berikutnya dalam penelitian ini yaitu:
H4 : Gaya Kepemimpinan berpengaruh secara signifikan terhadap Prestasi Kerja Pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan.
Secara simultan, maka lahirlah suatu hipotesis terakhir dalam penelitian ini yaitu: H5 : Kompensasi finansial, motivasi kerja, lingkungan kerja dan gaya
kepemimpinan berpengaruh secara simultan terhadap prestasi kerja pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan
2.2 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian Lucky
Wulan Analisa
2011 Analisis Pengaruh Motivasi
Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Studi Kasus Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kota Semarang
Motivasi kerja, Lingkungan
kerja, dan Kinerja
Karyawan Motivasi kerja
dan lingkungan kerja berpengaruh
positif dan signifikan secara
parsial dan simultan terhadap
kinerja karyawan.
Slamet Riyadi
2011 Pengaruh Kompensasi
Finansial, Gaya Kepemimpinan, dan
Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada
Perusahaan Manufaktur di Jawa Timur
Kompensasi finansial, gaya
kepemimpinan, motivasi kerja,
dan kinerja karyawan
Kompensasi finansial tidak
mempengaruhi motivasi kerja
maupun kinerja karyawan.
Sedangkan gaya kepemimpinan
secara signifikan mempengaruhi
motivasi kerja maupun kinerja
karyawan, dan motivasi kerja
secara signifikan mempengaruhi
kinerja karyawan.
Sinolloh 2011
Pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja
karyawan Studi kasus pada PT PLN Persero Distribusi
Jawa Timur Ap dan J. Pasuruan
Kompensasi dan kepuasan
kerja karyawan
Pengaruh yang signifikan antara
variabel kompensasi
terhadap kepuasan kerja
Alamzeb Aamir,
Khawaja Jehanzeb,
Anwar Rasheed,
Omair Mujahid
Malik 2012
Compensation Methods and Employees’ Motivation
With Reference to Employees of National
Commarcial Bank Riyadh Extrinsic
Reward, Intrinsic Reward,
Employees Satisfaction
Hadiah atau Insentif langsung
yang diberikan manajemen
memberikan pengaruh yang
positif dengan motivasi kerja
karyawan, dan mempunyai peran
penting dalam proses motivasi
tersebut.
Rabia Imran,
Afsheen Fatima,
Arshad Zaheer,
Imran Yousaf
and Iram Batool
2012 How to Boost Employee
Performance: Investigating the Influence of
Transformational Leadership and Work
Environment in a Pakistani Perspective
Employee Performance,
Transformational Leadership, dan
Work environment
Terdapat pengaruh yang
positif dan signifikan antara
transformasi kepemimpinan
dan lingkungan kerja terhadap
kinerja karyawan.
Arief Setya
Sandhi 2013
Analisis pengaruh motivasi kerja, lingkungan kerja, dan
stres kerja terhadap kinerja karyawan studi pada RSU
Puri Asih Salatiga Motivasi kerja,
lingkungan kerja, stres kerja, dan
kinerja karyawan Adanya faktor
– faktor motivasi
seperti gaji, lingkungan kerja,
hubungan interpersonal, dan
keamanan kerja berpengaruh
positif terhadap kinerja karyawan.
Agus Pengaruh motivasi intrinsik, Motivasi
Motivasi
Gede Surya
Suprata 2013
komunikasi, dan kompensasi finansial
terhadap kinerja karyawan pada PT Maharani Prema
Sakti Denpasar. intrinsik,
komunikasi, kompensasi
finansial, dan kinerja
karyawan. intrinsik,
komunikasi, dan kompensasi
finansial berpengaruh
signifikan secara parsial dan
simultan terhadap kinerja karyawan.
Kompensasi finansial terbukti
berpengaruh dominan terhadap
kinerja karyawan.
Rijalu Negash,
Shimelis Zewude,
Reta Megersa
2014 The effect of compensation
on employees motivation: In Jimma University
Academic Staff Promotin,
benefit, recogntion,
working condtion,
payment and work motivation
Terbukti bahwa gaji, promosi,
pengakuan, kondisi
lingkungan bekerja
berpengaruh signifikan dan
positif terhadap mptivasi bekerja,
juga terdapat hubungan yang
signifikan dan positif antara
kompensasi dengan motivasi
kerja.
Muhamad Rizal,
M Syafiie
Idrus, Djumahir,
Rahayu Mintarti
2014 Effect of Compensation on
Motivation, Organizational Commitment and Employee
Performance Studies at Local Revenue Management
in Kendari City Compensation,
Motivation, Organizational
Commitment, Employee
Performance. Kompensasi
berpengaruh secara signifikan
terhadap motivasi dan komitmen
organisasi, tetapi tidak berpengaruh
signifikan terhadap motivasi
karyawan. Komitmen
organisasi dan motivasi
berpengaruh secara signifikan
terhadap kinerja karyawan.
2.3 Kerangka Konseptual