Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian Model Implementasi dari Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Kabupaten samosir merupakan hasil pemekaran dari kabupaten induknya Kabupaten Toba samosir. Dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara yang diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia. Berkaitan dengan pelaksanaan program BOS, di Kabupaten Samosir pada tahun 2011 sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No 247 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Sementara Bantuan Operasional Sekolah dana yang diterima sebesar Rp. 13.506.027.000,00 yang ditransfer ke rekening pemerintah daerah untuk selanjutnya ditransfer kerekening masing-masing sekolah melalui rekening kepala sekolah. Namun untuk tahun 2012 karena perubahan mekanisme dana BOS langsung ditransfer kerekening Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Berdasar Peraturan Menteri Keuangan nomor 201 Tahun 2011 tentang pedoman umum dan alokasi Dana Bantuan Operasional Tahun Anggaran 2012, Alokasi dana untuk provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 1.577.280.830.000 rupiah. Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui dan melakukan penelitian yang berjudul ”IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH BOS PADA JENJANG PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN SAMOSIR”.

1.2 Perumusan Masalah

Komitmen pemerintah untuk mendukung pendidikan di buktikan dengan mengalokasikan 20 persen dana pendidikan dari APBN dan APBD. Begitu hal nya Alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah dari tahun ke tahun mengalamai Universitas Sumatera Utara peningkatan. Komitmen penuh dari semua kalangan supaya dana tersebut terhindar dari penyelewengan dan pendistrubusian yang kurang tepat sehingga mampu meningkatkan kualitas pendidikan ditanah air. Berdasarkan latar belakang , maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Implementasi Program Bantuan Operasioanl Sekolah Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Samosir ? 2. Hambatan apa yang ditemukan dalam Implementasi Program BOS pada SDN di Kabupaten Samosir? 3. Apakah sudah sesuai Implementasi Program Dana BOS di Kabupaten Samosir saat ini?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat dan mendeskripsikan bagaimana Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Samosir. Serta untuk melihat hambatan dari Program Bantuan Operasional Sekolah tersebut dan apakah telah sesuai terhadap tingkat kemajuan pendidikan di Kabupaten Samosir.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara. Universitas Sumatera Utara b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan informasi kepada Lembaga serta Dinas pendidikan terkait Pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah Pada jenjang Pendidikan Sekolah Dasar. c. Sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik dalam topik Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah.

1.5. Kerangka Teori

Untuk memudahkan penulis dalam rangka penyusunan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan sebagai pedoman menjelaskan masalah yang sedang disorot, pedoman tersebut disebut dengan kerangka teori. Menurut Setiawan Djuharie 13

1.5.1. Konsep Kebijakan Publik

, telaah kepustakaan berisi tentang hasil telaah terhadap teori dan hasil penelitian terdahulu yang terkait. Telaah ini bisa dalam arti membandingkan, mengkontraskan atau meletakkan tempat kedudukan masing-masing dalam masalah yang sedang diteliti, dan pada akhirnya menyatakan posisipendirian peneliti disertai dengan alasan-alasannya. Telaah ini diperlukan karena tidak ada penelitian empirik tanpa di dahului telaah kepustakaan.

1.5.1.1. Pengertian Kebijakan Publik

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri dan harus dapat berinteraksi dengan orang lain. Di dalam setiap interaksi itu kadang 13 Setiawan Djuharie. 2001. Pedoman Penulisan Skipsi, Tesis, Dusertasi. Bandung: Yrama Widya. Hal 55 Universitas Sumatera Utara kala membawa masalah. Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan yang mencakup segala sendi kehidupan bermasyarakat harus dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul tersebut yakni dengan lahirnya aturan-aturan. Aturan-aturan serta keinginan-keinginan rakyat tersebut diwujudkan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan publik apapun yang dipilih dan ditetapkan oleh pemerintah, baik untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Hal ini berarti bahwa tindakan pemerintah melakukan atau pun tidak melakukan sesuatu merupakan bentuk kebijakan yang dipilih oleh pemerintah karena apa pun pilihan bentuk kebijakannya akan tetap menimbulkan dampak sama besarnya. Secara umum, istilah ”kebijakan” atau ”policy” digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu lembaga pemerintah atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Menurut H. Hugh Heglo 14 kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Anderson 15 Carl I Friedrick Riant Nugroho,2004:4 mendefinisikannya sebagai: Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, di mana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. 14 Said Zainal Abidin.2004.Kebijakan Publik. Jakarta : Penerbit Pancur Siwah. Hal 21 15 Irfan M. Islamy.1997.Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. Hal 4 Universitas Sumatera Utara potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada rangka mencapai tujuan tertentu. 16 Menurut Samodra Wibawa, dalam upaya meraih tujuannya, kebijakan menghendaki adanya pengerahan sumberdaya. Untuk itu sebagai prasyarat bagi berlangsungnya pengerahan ini, kebijakan juga mengatur perilaku para actor. Hal ini yang terakhir sering memaksa pemerintah untuk mengubah tata nilai para individu atau actor kebijakan melalui berbagai macam cara. Dengan demikian kebijakan yang dibuat oleh pemerintah selalu menyentuh ketiga aspek ini. Kebijakan yang mengatur perilaku masyarakat popular disebut regulasi. Misalnya perundang-undangan tentang pendidikan, perkawinan serta lalu lintas. Sementara kebijakan yang mengatur pengerahan sumber daya disebut kebijakan alokatif, misalnya perundang-undangan tentang anggaran, perpajakan dan persusahaan Negara. Guna menjalankan kebijakan regulatif, pemerintah hanya mengerahkan pegawai negeri dan mesin birokrasi, untuk menekan kelompok sasaran. Sedangkan kebijakan alokatif pemerintah memang sengaja mengerahkan masyarakat guna mencapai tujuan kebijakan. 17 Korten Tangkilisan 2003:7 mengatakan bahwa suatu kebijakan berhasil ditentukan oleh hubungan dari tiga aspek yaitu : jenis kebijakan, penerima kebijakan dan organisasi pelaksana kebijakan. Organisasi pelaksana kebijakan harus mampu merumuskan apa yang menjadi ekspresi kebutuhan calon penerima kebijakan atau kelompok sasaran dalam sebuah kebijakan. Ini dimaksudkan agar penerima kebijakan memerlukan persyaratan teknis yang 16 Riant Nugroho. 2004. Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi, Dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. h. 4 17 Samodra Wibawa, dkk. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. h.3 Universitas Sumatera Utara harus dipenuhi oleh organisasi pelaksana. Setiap jenis kebijakan memerlukan persyaratan teknis yang berbeda sesuai dengan sifat kebijakan. Oleh karena itu organisasi pelaksana harus memiliki kompetensi supaya dapat dapat berhasil. Selanjutnya outcome dari suatu kebijakan harus sesuai sengan kebutuhan masyarakat penerima kebijakan atau target group supaya kebijakan tersebut terasa manfaatnya. Apabila outcome kebijakan tidak seperti yang dikehendaki masyarakat penerima kebijakan maka terjadi pemborosan biaya kebijakan. 18

1.5.1.2. Bentuk dan tahapan kebijakan publik

Terdapat tiga kelompok rentetan kebijakan publik yang dirangkum secara sederhana yakni sebagai berikut: 19 1. Kebijakan Publik Makro Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga dikatakan sebagai kebijakan yang mendasar. Contohnya: 20 2. Kebijakan Publik Meso a Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; b Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; c Peraturan Pemerintah; d Peraturan Presiden; e Peraturan Daerah. Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menengah atau yang lebih dikenal dengan penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat 18 Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta : Lukman Offset YPAPI. h.7 19 Nugroho,Riant. 2006. Kebijakan untuk Negara-negara Berkembang Model-model Perumusan Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. h.131 20 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Universitas Sumatera Utara berupa Peraturan Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Walikota, Keputusan Bersama atau SKB antar-menteri, Gubernur dan Bupati atau Walikota. 3. Kebijakan Publik Mikro Kebijakan publik yang bersifat mikro, mengatur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan publik yang diatasnya. Bentuk kebijakan ini misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu yang berada dibawah menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota. misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu yang berada dibawah menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota. Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut: Gambar 1. Tahap-tahap kebijakan publik Penyusunan Agenda Formulasi Kebijakan Adopsi Kebijakan Implementasi Kebijakan Evaluasi kebijakan Universitas Sumatera Utara a. Tahap Penyusunan Agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah- masalah yang karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama. b. Tahap Formulasi Kebijakan Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan policy alternativespolicy actions yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan ”bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik. c. Tahap Adopsi Kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan Universitas Sumatera Utara tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan. d. Tahap Implementasi Kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah tersebut harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana implementors, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana. e. Tahap Evaluasi Kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebiajkan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, ditentukanlah ukuran- ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan. 21 21 Budi Winarno.2007. Kebijakan Publik:Teori dan Proses.Yogyakarta: Media Pressindo. h.16-18 Universitas Sumatera Utara

1.5.2 Konsep Implementasi

1.5.2.1 Pengertian Implementasi

Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksana atau implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi, maka tidak akan banyak berarti. Berikut ini disampaikan beberapa pengertian implementasi menurut para ahli. Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijkan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting dalam kebijakan publik. Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood1980 hal-hal yang berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan kedalam keputusan- keputusan yang bersifat khusus. Sementara menurut Pressman dan Wildavsky1984, implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. 22 Menurut Wahab, Implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan, implementasi kebijakan tidak hanya sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik 22 Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta : Lukman Offset YPAPI. h.17 Universitas Sumatera Utara kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi melainkan lebih dari itu. Ini menyangkut masalah konflik, keputusan dari siapa dan memperoleh apa dari suatu kebijakan. 23 Mazmania dan Sabatier mengatakan bahwa, makna implementasi adalah “Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan focus perhatian implementasi kebijakan, kayni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibatdampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian. 24 Sementara itu, Anderson 25 1. Siapa yang mengimplementasikan kebijakan, maksudnya yaitu bahwa pelaksanaan suatu kebijakan tidak hanya terbatas pada jajaran birokrasi, tetapi juga melibatkan aktor-aktor di luar birokrasi pemerintah, seperti ogranisasi kemasyarakatan, bahkan individu juga sebagai pelaksana kebijakan. mengatakan bahwa implementasi kebijakan dapat dilihat dari empat aspek, yakni: 2. Hakekat dari proses administrasi. Untuk menghindari pertentangan atau perbedaan persepsi dalam pelaksanaan antar implementor unit birokrasi maupun non-birokrasi, proses administrasi harus selalu berpijak pada standard prosedur operasional sebagai acuan pelaksanaannya. 23 Solichin Abdul Wahab. 1990. Analisis Kebijaksanaan : dari formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. h.45 24 Solichin Abdul Wahab. 2002. Analisis Kebijaksanaan : dari formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. h.65 25 Fadillah Putra. 2003. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. h.82 Universitas Sumatera Utara 3. Kepatuhan kompliansi kepada kebijakan, atau sering disebut sebagai perilaku taat hukum. Karena kebijakan selalu berdasarkan hukum atau peraturan tertentu, maka pelaksana kebijakan tersebut juga harus taat kepada hukum yang mengaturnya. Untuk menumbuhkan sistem kepatuhandalam implementasi kebijakan, memerlukan sistem kontrol dan komunikasi yang terbuka, serta penyediaan sumber daya untuk melakukan pekerjaan. 4. Efek atau dampak dari implementasi kebijakan. Menurut Islamy 26 Beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pada hakekatnya tidak hanya terbatas pada tindakan-tindakan atau perilaku badan- badan administratif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari kelompok sasaran target group. Namun demikian, hal itu juga perlu memperhatikan secara cermat berbagai jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang berpengaruh pada setiap kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan akan membawa dampak tertentu terhadap kelompok sasaran, baik yang positif intended maupun yang negatif unintended. Ini berarti bahwa konsep dampak menekankan pada apa yang terjadi secara aktual pada kelompok yang ditargetkan dalam kebijakan. Jadi, dengan melihat konsekuensi dari dampak, maka dapat dijadikan sebagai salah satu tolak-ukur keberhasilan implementasi kebijakan dan juga dapat dijadikan sebagai masukan dalam proses perumusan kebijakan yang akan meningkatkan kualitas kebijakan tersebut. 26 Irfan M. Islamy.1997.Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. h.119 Universitas Sumatera Utara perilaku semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya membawa dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

1.5.2.2 Model-model Implementasi

a. Model Implementasi dari Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Menurut Meter dan Horn 27 1. Standar dan sasaran kebijakan ada 6 variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi,yaitu : Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antar para agen implementasi. 2. Sumber daya Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia human resources maupun sumber daya non-manusia non- human resources. Dalam berbagai kasus program, pemerintah kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksana. 3. Hubungan antar organisasi Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program. 27 AG Subarsono.2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. h.99 Universitas Sumatera Utara 4. Karasteristik Agen Pelaksana Agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola- pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program. 5. Kondisi sosial, politik dan Ekonomi Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan. 6. Disposisi implementor Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni a respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; b kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan c intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor. Universitas Sumatera Utara Gambar 2. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn Sumber: Subarsono.2005:94

b. Model Imlementasi George C. Edwards III