Kabupaten samosir merupakan hasil pemekaran dari kabupaten induknya Kabupaten Toba samosir. Dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 36
Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara yang diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004
oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia. Berkaitan dengan pelaksanaan program BOS, di Kabupaten Samosir pada tahun 2011 sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan No 247 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Sementara Bantuan Operasional Sekolah dana yang diterima
sebesar Rp. 13.506.027.000,00 yang ditransfer ke rekening pemerintah daerah untuk selanjutnya ditransfer kerekening masing-masing sekolah melalui rekening
kepala sekolah. Namun untuk tahun 2012 karena perubahan mekanisme dana BOS langsung ditransfer kerekening Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Berdasar
Peraturan Menteri Keuangan nomor 201 Tahun 2011 tentang pedoman umum dan alokasi Dana Bantuan Operasional Tahun Anggaran 2012, Alokasi dana untuk
provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 1.577.280.830.000 rupiah. Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik
untuk mengetahui dan melakukan penelitian yang berjudul ”IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH BOS PADA JENJANG
PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN SAMOSIR”.
1.2 Perumusan Masalah
Komitmen pemerintah untuk mendukung pendidikan di buktikan dengan mengalokasikan 20 persen dana pendidikan dari APBN dan APBD. Begitu hal
nya Alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah dari tahun ke tahun mengalamai
Universitas Sumatera Utara
peningkatan. Komitmen penuh dari semua kalangan supaya dana tersebut terhindar dari penyelewengan dan pendistrubusian yang kurang tepat sehingga
mampu meningkatkan kualitas pendidikan ditanah air. Berdasarkan latar belakang , maka penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut : 1. Bagaimana Implementasi Program Bantuan Operasioanl Sekolah Pada
Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Samosir ? 2. Hambatan apa yang ditemukan dalam Implementasi Program BOS pada
SDN di Kabupaten Samosir? 3. Apakah sudah sesuai Implementasi Program Dana BOS di Kabupaten
Samosir saat ini?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat dan mendeskripsikan bagaimana Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Jenjang
Pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Samosir. Serta untuk melihat hambatan dari Program Bantuan Operasional Sekolah tersebut dan apakah telah sesuai
terhadap tingkat kemajuan pendidikan di Kabupaten Samosir.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori
dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.
Universitas Sumatera Utara
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan informasi kepada Lembaga serta Dinas pendidikan terkait Pengelolaan
Bantuan Operasional Sekolah Pada jenjang Pendidikan Sekolah Dasar. c. Sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik dalam topik Implementasi
Program Bantuan Operasional Sekolah.
1.5. Kerangka Teori
Untuk memudahkan penulis dalam rangka penyusunan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan sebagai pedoman
menjelaskan masalah yang sedang disorot, pedoman tersebut disebut dengan kerangka teori.
Menurut Setiawan Djuharie
13
1.5.1. Konsep Kebijakan Publik
, telaah kepustakaan berisi tentang hasil telaah terhadap teori dan hasil penelitian terdahulu yang terkait. Telaah ini bisa
dalam arti membandingkan, mengkontraskan atau meletakkan tempat kedudukan masing-masing dalam masalah yang sedang diteliti, dan pada akhirnya
menyatakan posisipendirian peneliti disertai dengan alasan-alasannya. Telaah ini diperlukan karena tidak ada penelitian empirik tanpa di dahului telaah
kepustakaan.
1.5.1.1. Pengertian Kebijakan Publik
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri dan harus dapat berinteraksi dengan orang lain. Di dalam setiap interaksi itu kadang
13
Setiawan Djuharie. 2001. Pedoman Penulisan Skipsi, Tesis, Dusertasi. Bandung: Yrama Widya. Hal 55
Universitas Sumatera Utara
kala membawa masalah. Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan yang mencakup segala sendi kehidupan bermasyarakat harus dapat mengatasi
masalah-masalah yang timbul tersebut yakni dengan lahirnya aturan-aturan. Aturan-aturan serta keinginan-keinginan rakyat tersebut diwujudkan
oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan publik apapun yang dipilih dan ditetapkan oleh pemerintah, baik untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Hal
ini berarti bahwa tindakan pemerintah melakukan atau pun tidak melakukan sesuatu merupakan bentuk kebijakan yang dipilih oleh pemerintah karena apa
pun pilihan bentuk kebijakannya akan tetap menimbulkan dampak sama besarnya.
Secara umum, istilah ”kebijakan” atau ”policy” digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor misalnya seorang pejabat, suatu kelompok
maupun suatu lembaga pemerintah atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Menurut H. Hugh Heglo
14
kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Anderson
15
Carl I Friedrick Riant Nugroho,2004:4 mendefinisikannya sebagai: Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, di mana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan
mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau
sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.
14
Said Zainal Abidin.2004.Kebijakan Publik. Jakarta : Penerbit Pancur Siwah. Hal 21
15
Irfan M. Islamy.1997.Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. Hal 4
Universitas Sumatera Utara
potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada rangka mencapai tujuan tertentu.
16
Menurut Samodra Wibawa, dalam upaya meraih tujuannya, kebijakan menghendaki adanya pengerahan sumberdaya. Untuk itu sebagai prasyarat
bagi berlangsungnya pengerahan ini, kebijakan juga mengatur perilaku para actor. Hal ini yang terakhir sering memaksa pemerintah untuk mengubah tata
nilai para individu atau actor kebijakan melalui berbagai macam cara. Dengan demikian kebijakan yang dibuat oleh pemerintah selalu menyentuh ketiga
aspek ini. Kebijakan yang mengatur perilaku masyarakat popular disebut regulasi. Misalnya perundang-undangan tentang pendidikan, perkawinan serta
lalu lintas. Sementara kebijakan yang mengatur pengerahan sumber daya disebut kebijakan alokatif, misalnya perundang-undangan tentang anggaran,
perpajakan dan persusahaan Negara. Guna menjalankan kebijakan regulatif, pemerintah hanya mengerahkan pegawai negeri dan mesin birokrasi, untuk
menekan kelompok sasaran. Sedangkan kebijakan alokatif pemerintah memang sengaja mengerahkan masyarakat guna mencapai tujuan kebijakan.
17
Korten Tangkilisan 2003:7 mengatakan bahwa suatu kebijakan berhasil ditentukan oleh hubungan dari tiga aspek yaitu : jenis kebijakan,
penerima kebijakan dan organisasi pelaksana kebijakan. Organisasi pelaksana kebijakan harus mampu merumuskan apa yang menjadi ekspresi kebutuhan
calon penerima kebijakan atau kelompok sasaran dalam sebuah kebijakan. Ini dimaksudkan agar penerima kebijakan memerlukan persyaratan teknis yang
16
Riant Nugroho. 2004. Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi, Dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. h. 4
17
Samodra Wibawa, dkk. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. h.3
Universitas Sumatera Utara
harus dipenuhi oleh organisasi pelaksana. Setiap jenis kebijakan memerlukan persyaratan teknis yang berbeda sesuai dengan sifat kebijakan. Oleh karena
itu organisasi pelaksana harus memiliki kompetensi supaya dapat dapat berhasil. Selanjutnya outcome dari suatu kebijakan harus sesuai sengan
kebutuhan masyarakat penerima kebijakan atau target group supaya kebijakan tersebut terasa manfaatnya. Apabila outcome kebijakan tidak seperti yang
dikehendaki masyarakat penerima kebijakan maka terjadi pemborosan biaya kebijakan.
18
1.5.1.2. Bentuk dan tahapan kebijakan publik
Terdapat tiga kelompok rentetan kebijakan publik yang dirangkum secara sederhana yakni sebagai berikut:
19
1. Kebijakan Publik Makro Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga
dikatakan sebagai kebijakan yang mendasar. Contohnya:
20
2. Kebijakan Publik Meso a Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; b Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; c Peraturan
Pemerintah; d Peraturan Presiden; e Peraturan Daerah.
Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menengah atau yang lebih dikenal dengan penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat
18
Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta : Lukman Offset YPAPI. h.7
19
Nugroho,Riant. 2006. Kebijakan untuk Negara-negara Berkembang Model-model Perumusan Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. h.131
20
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Universitas Sumatera Utara
berupa Peraturan Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Walikota, Keputusan Bersama atau SKB
antar-menteri, Gubernur dan Bupati atau Walikota. 3. Kebijakan Publik Mikro
Kebijakan publik yang bersifat mikro, mengatur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan publik yang diatasnya. Bentuk kebijakan ini
misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu yang berada dibawah menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota.
misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu yang berada dibawah menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota.
Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu,
beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Tahap-tahap kebijakan publik Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan
Universitas Sumatera Utara
a. Tahap Penyusunan Agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa
masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah
yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah- masalah yang karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang
lama. b. Tahap Formulasi Kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk
kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan policy
alternativespolicy actions yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap
perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada
tahap ini, masing-masing aktor akan ”bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.
c. Tahap Adopsi Kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para
perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan
Universitas Sumatera Utara
tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
d. Tahap Implementasi Kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika
program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan
masalah tersebut harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah.
Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap
implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana
implementors, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.
e. Tahap Evaluasi Kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi,
untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebiajkan publik pada dasarnya dibuat untuk
meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, ditentukanlah ukuran- ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah
kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.
21
21
Budi Winarno.2007. Kebijakan Publik:Teori dan Proses.Yogyakarta: Media Pressindo. h.16-18
Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Konsep Implementasi
1.5.2.1 Pengertian Implementasi
Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksana atau
implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi, maka tidak akan banyak berarti. Berikut ini disampaikan beberapa pengertian
implementasi menurut para ahli. Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu
kebijkan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah implementasi kebijakan
mempunyai kedudukan yang penting dalam kebijakan publik. Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood1980 hal-hal yang
berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan kedalam keputusan-
keputusan yang bersifat khusus. Sementara menurut Pressman dan Wildavsky1984, implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan
tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang
diinginkan dengan cara untuk mencapainya.
22
Menurut Wahab, Implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan, implementasi kebijakan tidak hanya sekedar
bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik
22
Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta : Lukman Offset YPAPI. h.17
Universitas Sumatera Utara
kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi melainkan lebih dari itu. Ini menyangkut masalah konflik, keputusan dari siapa dan memperoleh
apa dari suatu kebijakan.
23
Mazmania dan Sabatier mengatakan bahwa, makna implementasi adalah “Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan
berlaku atau dirumuskan merupakan focus perhatian implementasi kebijakan, kayni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya
usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibatdampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.
24
Sementara itu, Anderson
25
1. Siapa yang mengimplementasikan kebijakan, maksudnya yaitu bahwa pelaksanaan suatu kebijakan tidak hanya terbatas pada jajaran birokrasi,
tetapi juga melibatkan aktor-aktor di luar birokrasi pemerintah, seperti ogranisasi kemasyarakatan, bahkan individu juga sebagai pelaksana
kebijakan. mengatakan bahwa implementasi kebijakan
dapat dilihat dari empat aspek, yakni:
2. Hakekat dari proses administrasi. Untuk menghindari pertentangan atau perbedaan persepsi dalam pelaksanaan antar implementor unit birokrasi
maupun non-birokrasi, proses administrasi harus selalu berpijak pada standard prosedur operasional sebagai acuan pelaksanaannya.
23
Solichin Abdul Wahab. 1990. Analisis Kebijaksanaan : dari formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. h.45
24
Solichin Abdul Wahab. 2002. Analisis Kebijaksanaan : dari formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. h.65
25
Fadillah Putra. 2003. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. h.82
Universitas Sumatera Utara
3. Kepatuhan kompliansi kepada kebijakan, atau sering disebut sebagai perilaku taat hukum. Karena kebijakan selalu berdasarkan hukum atau
peraturan tertentu, maka pelaksana kebijakan tersebut juga harus taat kepada hukum yang mengaturnya. Untuk menumbuhkan sistem kepatuhandalam
implementasi kebijakan, memerlukan sistem kontrol dan komunikasi yang terbuka, serta penyediaan sumber daya untuk melakukan pekerjaan.
4. Efek atau dampak dari implementasi kebijakan. Menurut Islamy
26
Beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pada hakekatnya tidak hanya terbatas pada tindakan-tindakan atau perilaku badan-
badan administratif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari kelompok sasaran
target group. Namun demikian, hal itu juga perlu memperhatikan secara cermat berbagai jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang berpengaruh pada
setiap kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan akan membawa dampak
tertentu terhadap kelompok sasaran, baik yang positif intended maupun yang negatif unintended. Ini berarti bahwa konsep dampak menekankan
pada apa yang terjadi secara aktual pada kelompok yang ditargetkan dalam kebijakan. Jadi, dengan melihat konsekuensi dari dampak, maka dapat
dijadikan sebagai salah satu tolak-ukur keberhasilan implementasi kebijakan dan juga dapat dijadikan sebagai masukan dalam proses perumusan
kebijakan yang akan meningkatkan kualitas kebijakan tersebut.
26
Irfan M. Islamy.1997.Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. h.119
Universitas Sumatera Utara
perilaku semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya membawa dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.
1.5.2.2 Model-model Implementasi
a. Model Implementasi dari Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn
Menurut Meter dan Horn
27
1. Standar dan sasaran kebijakan ada 6 variabel yang mempengaruhi kinerja
implementasi,yaitu :
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan
terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antar para agen implementasi.
2. Sumber daya Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya
manusia human resources maupun sumber daya non-manusia non- human resources. Dalam berbagai kasus program, pemerintah kurang
berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksana. 3. Hubungan antar organisasi
Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan
kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
27
AG Subarsono.2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. h.99
Universitas Sumatera Utara
4. Karasteristik Agen Pelaksana Agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-
pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program.
5. Kondisi sosial, politik dan Ekonomi Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi
implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan
apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan. 6. Disposisi implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni a respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi
kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; b kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan c intensitas disposisi
implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn
Sumber: Subarsono.2005:94
b. Model Imlementasi George C. Edwards III