23
emosional, serta keterbatasan dalam melakukan identifikasi dan imitasi. Keterbatasan-keterbatasan tersebut dapat dilihat
sebagai hal yang aneh dan tidak wajar bila anak tunanetra berinteraksi dengan anak-anak awas. Akibatnya, proses
penyesuaian diri anak tunanetra pun akan terpengaruh. Anak tunanetra dapat menunjukkan penyesuaian diri yang negatif
atau positif ketika berinteraksi dengan anak-anak awas.
B. Sekolah Inklusif
1. Pengertian Sekolah Inklusif
Konsep dari pendidikan inklusif merupakan sebuah konsep yang merepresentasikan keterbukaan pada seluruh
aspek dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka di bidang pendidikan. Menurut
Smith 2012: 45, inklusi merupakan istilah paling baru yang digunakan
untuk mendeskripsikan
penyatuan anak
berkebutuhan khusus ke sekolah reguler. Pendapat tersebut menerangkan bahwa sekolah inklusi memberikan kesempatan
dan peluang kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak-
anak lain. “Pendidikan inklusif didefinisikan sebagai sebuah konsep yang menampung semua
anak yang berkebutuhan khusus ataupun anak yang memiliki kesulitan membaca dan menulis Muhammad Takdir Ilahi,
2013: 24”. Pendapat tersebut menerangkan bahwa dengan
24
adanya pendidikan inklusif, semua anak berkebutuhan khusus dapat ditampung Atau diterima di sekolah untuk dapat belajar.
Pendapat lain mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah sebuah sistem pendidikan yang terbuka dan
akomodatif terhadap semua individu Dedy Kustawan, 2012: 7. Pendapat tersebut menerangkan bahwa pendidikan inklusif
terbuka untuk anak berkebutuhan khusus dann akan mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan khusus dari setiap
individu. Dengan demikian, dari berbagai pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa pendidikan inklusif merupakan sebuah
sistem pendidikan yang menampung dan menyatukan semua anak ke dalam sekolah reguler serta memberikan akomodasi
terhadap kebutuhan anak sesuai dengan kondisinya masing- masing.
Menurut Stainback dalam Budiyanto 2005: 18, sekolah inklusif adalah sekolah yang menampung semua
peserta didik di kelas yang sama dan menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan
kemampuan serta kebutuhan setiap peserta didik maupun bantuan atau dukungan yang dapat diberikan oleh para guru.
Hal yang perlu digaris bawahi dari konsep tersebut adalah pemberian program bagi peserta didik yang berkualitas dan
menantang tetapi tetap memperhatikan kebutuhan dan kondisi
25
mereka, terutama peserta didik berkebutuhan khusus. Hal ini merupakan tindak lanjut dari keterbukaan dan penerimaan
peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah reguler. Sekolah reguler yang menyelenggarakan pendidikan
inklusif tidak berhenti pada penerimaan dan penampungan peserta didik berkebutuhan khusus, tetapi harus dilanjutkan
dalam pemberian akomodasi pendidikan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan dari masing-masing peserta
didik berkebutuhan khusus yang berbeda. Dari pendapat- pendapat di atas, dapat ditegaskan bahwa sekolah inklusif
merupakan sekolah reguler yang menerima, menampung, mengakomodasi, dan memberikan layanan pendidikan yang
berkualitas bagi peserta didik berkebutuhan khusus dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan khusus yang mereka
miliki. Maksud dari hal tersebut agar semua anak memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas.
2. Manfaat Sekolah Inklusif bagi Anak Tunanetra