sedikitnya studi-studi yang telah diterbitkan untuk bidang kajian tersebut. Sebagaimana kajian bidang-bidang komunikasi lain, kajian komunikasi
multikultural membutukan pendekatan, metode dan teori yang agak berbeda dengan pendekatan, metode dan teori yang digunakan dalam kajian komunikasi
massa seperti media effect, media contents dan media studies. Kajian multikultural mempunyai pendekatan, metode, dan teori yang khas sesuai dengan
visi peneltiannya. Dengan demikian, teori-teori yang digunakan untuk membahas kajian komunikasi multikultural juga sangat berbeda dengan kebiasaan
komunikasi massa, karena sifat penelitian ini lebih mengarah pada studi komunikasi dalam perspektif antropologi budaya perilaku dan etnografi
mentalitas. Kajian komunikasi multikultural memerlukan suatu telaah analisis kritis,
pengungkapan data yang berulang-ulang agar supaya mencapai tingkat kedalaman yang dibutuhkan. Dengan kata lain penelitian komunikasi
multikultural lebih bersifat eksploratif grounded research jika penelitian lapangan melibatkan partisipan komunikasi dalam tindak komunikasi massa
dalam ranah komunikasi sosial-budaya. Sedangkan bersifat analisis tekstual manakala bahan kajian merupakan produk manusia yang telah terdokumentasi
baik dalam sosifak, mentalfak, dan artefak. Meskipun demikian, komunikasi multikultural tetap terbuka untuk berbagai jenis penelitian seperti jenis survei,
eksperimen dengan berbagaimacam metode kuantitatifnya.
II.3 Disonansi Kognitif
Teori disonansi kognitif pertama kali dikemukakan oleh psikolog Leon Festinger pada tahun 1957. Menurut Festinger, perilaku seseorang dapa dijelaskan
dari keiinginan mendasar pada diri seseorang untuk selalu konsisten antara sikap yang telah ada dengan perilaku aktualnya M. Surip, 2011:63. Kognisi terkait
dengan sikap atau perilaku yang dipegang seseorang yang terekam dalam pikirannya. Lebih lanjut Festinger mengemukakan, bahwa seseorang dimotivasi
untuk mengurangi ketidaknyamanan sebanyak mungkin, bahkan bila perlu mengubah sikap yang sudah dianutnya. Disonansi kognitif sebagian besar
merupakan teknik pembelaan diri yang dilakukan oleh sesorang untuk memperoleh harga diri. Untuk mendapatkannya seseorang harus memiliki
kemampuan beradaptasi dengan berbagai pilihan dan kemungkinan yang beragam.
Istilah disonansi kognif menurut Festinger berarti ketidaksesuaian antara kognisi sebagi aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang.
Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mecari dalih untuk mengurangi disonansinya itu Effendy, 2003:262. Dalam kamus komunikasi, dissonance
artinya : situasi psikologi yang tidak menyenangkan sebgai akibat dari ketidakserasian antara dua unsur atau hal dalam suatu proses komunikasi M.
Surip, 2011:64. Secara defenitif, cognitive dissonance berasal dari dua suku kata, yaitu cognitive dan dissonance. Cognitive merupakan knowledge
pengetahuan, sedangkan Dissonance dikatakan sebagai ketidakcocokan incongruity . Teori ini mengemukakan bahwa keyakinan seseorang dapat
berubah pada saat mereka sedang berada pada situasi konflik. Ini dapat terjadi karena pada dasarnya manusia didorong oleh keinginan untuk selalu berada dalam
suatu keadaan psikologis yang seimbang konsonan. Teori Disonansi kognitif dari Festinger 1957 tidak jauh berbeda dengan
teori-teori konsistensi kognitif lainnya, tetapi ada dua perbedaan yang perlu dicatat:
1. Teori ini adalah tentang tingkah laku umum, jadi tidak khusus tentang
tingkah laku sosial. 2.
Walaupun demikian, pengaruhnya terhadap penelitian-penelitian psikologi sosial jauh lebih menyolok daripada teori-teori konsistensi lainnya. Antara
elemen-elemen kognitif mungkin terjadi hubungan – hubungan yang tidak pas nonfiiting relation yang menimbulkan disonansi kejanggalan
kognitif disonansi menimbulkan desakan untuk mengurangi disonansi tersebut dan menghindari pendekatannya, hasil desakan-desakan tersebut
muncul dalam perubahan pada kognisi, perubahan tingkah laku, dan
menghadapkan diri pada beberapa informasi dan pendapat-pendapat pendapat baru yang sudah diseleksi terlebih dahulu.
Menurut Festinger 1957 disonansi dapat terjadi dari beberapa sumber antara lain inkonsistensi logis, nilai-nilai budaya, pendapat umum serta
pengalaman masa lalu Sarwono, 1991. Dalam teori ini beranggapan bahwa dua elemen penegtahuan merupajkan hubungan yang disonan tidak harmonis apabila
dengan mempetimbangkan dua elemen itu sendiri, pengamatan satu elemen akan mengikuti elemen satunya Saverin dan Tankard, 2008:165. Dengan adanya
Disonansi selalu menimbulkan dorongan untuk menghindari disonansi tersebut. Dalam hubungan ini caranya adalah dengan menambah-menambah informasi –
informasi baru yang diharapkan dapat mengarahkan dukungan terhadap pendapat orang yang bersangkutan tau menambah perbendaharaan elemen kognitif dalam
diri orang yang bersangkutan. Penambahan elemen baru harus sangat selektif yaitu hanya mencari pada orang-orang yang dapat diberi dukungan dan
menghindari orang-orang yang pandangannya berbeda. Demikianlah caranya disonansi dapat dihindarkan.
II.4 Persepsi