1.4.1 Komunikasi dan Komunikasi Perspektif Budaya
Secara etimologi bahasa kata komunikasi berasal dari Bahasa Inggris “communication” yang mempunyai akar kata dari bahasa latin “communicare”
Weekly, 1967:338. Kata “communicare” sendiri memiliki tiga kemungkinan arti yaitu;
1. “to make common” atau membuat sesuatu menjadi umum.
2. “cum+munus” berarti saling memberi sesuatu sebagai hadiah.
3. “cum+munire” yaitu membangun pertahanan bersama.
Menurut Harold D Laswell Effendy, 2005:10 cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut :
Who Says What in Channel to Whom With What effect?. Paradigma Laswell
tersebut menunjukan bahwa komunikasi meliputi liama unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan tersebut, yaitu:
- Komunikator communicator, source, sender
- Pesan message
- Media channel, media
- Komunikan communicant, communicate, receiver, recipient
- Efek effect, impact, influence
Paradigma Laswell tersebut, Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan
efek tertentu. Setiap teori komunikasi menyajikan perspektif khusus darimana prosesnya dapat dipandang. Suatu perpektif adalah sebuah titik pandang, suatu
cara mengkonseptualisasikan sebuah bidang studi. Perpspektif pertama komunikasi multikultural bertitik tolak pada kajian komunikasi yang
memfokuskan diri pada level komunikasi antarpersonal di berbagai level komunikasi. Proses interaksional dan transaksional partisipan komunikasi dalam
komunikasi personal dikaji secara mendalam dalam perspketif budaya yang melibatkan berbagai pendektan bidang-bidang ilmu lain yang mendukungnya
seperti sosiologi, psikologi sosial, antropologi budaya dan bahasa. Hal ini sejalan
dengan sifat ilmu komunikasi sendiri yang heterogen multidisiplin dan eklektif. Sumbangan berbagai disiplin ilmu yang mendasari pertumbuhan ilmu komunikasi
tersebut pada mulanya memang lebih banyak memfokuskan diri pada studi komunikasi massa, yang pada awalnya disebut publisistik.
Hasil kajian yang pernah dilakukan oleh para ahli biasanya merupakan hasil kajian mengenai diffusion of inovation, flow and diffussion of information,
agenda setting, uses and gratification, mass media and social reality, dependecy theory of mass media, mass media and social change. Jika komunikasi massa
yang memfokuskan diri pada media studies sedangkan komunikasi multikultural mencoba mengkaji komunikasi antarpersona dan komunikasi massa dalam
perspektif budaya. Keduanya dalam dunia pengembangan ilmu komunikasi belum cukup mendapatkan perhatian yang serius dari para ahli, ditandai dengan
sedikitnya studi-studi yang telah diterbitkan untuk bidang kajian tersebut. Kajian komunikasi multikultural membutukan pendekatan, metode dan teori yang agak
berbeda dengan pendekatan, metode dan teori yang digunakan dalam kajian komunikasi massa seperti media effect, media contents dan media studies. Kajian
multikultural mempunyai pendekatan, metode, dan teori yang khas sesuai dengan visi peneltiannya. Dengan demikian, teori-teori yang digunakan untuk membahas
kajian komunikasi multikultural juga sangat berbeda dengan kebiasaan komunikasi massa, karena sifat penelitian ini lebih mengarah pada studi
komunikasi dalam perspektif antropologi budaya perilaku dan etnografi mentalitas.
Kajian komunikasi multikultural memerlukan suatu telaah analisis kritis, pengungkapan data yang berulang-ulang agar supaya mencapai tingkat
kedalaman yang dibutuhkan. Dengan kata lain penelitian komunikasi multikultural lebih bersifat eksploratif grounded research jika penelitian
lapangan melibatkan partisipan komunikasi dalam tindak komunikasi massa dalam ranah komunikasi sosial-budaya. Sedangkan bersifat analisis tekstual
manakala bahan kajian merupakan produk manusia yang telah terdokumentasi baik dalam sosifak, mentalfak, dan artefak. Meskipun demikian, komunikasi
multikultural tetap terbuka untuk berbagai jenis penelitian seperti jenis survei,
eksperimen dengan berbagai macam metode kuantitatifnya. Dalam tayangan Little Miss Indonesia perilaku yang ditanamkan oleh anak sejak kecil yang perilaku
anak yang meniru prilaku orang dewasa. Nilai-nilai kesopanan anak-anak masih minim, anak diajarkan berbusana minim layaknya orang dewasa yang berpose di
khalayak ramai.
I.4.2 Disonansi Kognitif