Keberadaan Bakteri Salmonella Analisis Mutu Mikrobiologi

41 metabolisme BAL seperti zat antimikroba dan asam laktat sehingga adanya bakteri koliform pada yoghurt sangat kecil.

4.3.2.3 Keberadaan Bakteri Salmonella

Salmonella adalah salah satu kelompok bakteri enteropatogenik penyebab infeksi gastrointestinal dan keracunan makanan. Di dalam SNI 01.2981-2009 dinyatakan bahwa produk yoghurt paling tidak harus negatif Salmonella dalam 25 g setelah diuji secara kualitatif. Selain itu walaupun yoghurt tergolong makanan yang aman dikonsumsi, namun bahan baku susu yang digunakan dapat saja terkontaminasi oleh Salmonella jika pembuatan susu bubuknya menggunakan metode penyemprotan dan proses sanitasinya tidak baik. Susu skim yang beredar di pasaran jika sudah memenuhi persyaratan SNI 01.2970-2006 pasti mengandung negatif koloni Salmonella100 g. Oleh karena itu perlu dilakukan uji Salmonella pada produk yoghurt. Uji Salmonella dilakukan secara kualitatif pada produk yoghurt hari ke-0 dan hari ke- 14 yang disimpan pada suhu dingin dengan melakukan tahap enrichment dan tahap seleksi. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui apakah produk yoghurt sinbiotik yang dihasilkan mengandung Salmonella atau tidak. Berikut data hasil uji Salmonella pada hari ke-0 dan ke-14 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji Salmonella Hari ke- Hasil Kualitatif MPNg Negatif25g 14 Negatif25g Hasil uji yang telah dilakukan terhadap produk yoghurt formula terpilih, menyatakan bahwa jumlah Salmonella pada hari ke-0 negatif Salmonella25 g yoghurt. Begitu pula dengan jumlah Salmonella pada hari ke-14. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 23, dimana pada media HEA media berwarna coklat tidak terdapat koloni berwarna biru kehijauan, dengan atau tanpa warna hitam ditengahnya. Pada media XLDA media berwarna merah tidak terdapat koloni berwarna merah muda dengan atau tanpa warna hitam di tengahnya dan tidak tampak koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap ditengahnya. Begitu pula pada media BSA media berwarna abu-abu tidak terdapat koloni berwarna coklat, abu-abu atau hitam berwarna kilau metalik. Menurut hasil uji inilah maka dapat dikatakan bahwa produk yoghurt yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan dan aman dari cemaran mikroba enteropatogenik. a b c Gambar 23. Media Selektif Perumbuhan Salmonella Produk yoghurt yang dihasilkan tidak mengandung bakteri Salmonella karena produk ini telah diolah dengan baik dan benar, salah satunya penerapan proses pasteurisasi. Salmonella tidak tahan terhadap panas sehingga dapat mati pada suhu pasteurisasi. Menurut Jay 2000 Salmonella dapat dihancurkan pada proses pemanggangan pada suhu 71.1°C dan menurut Lund 42 2000 dengan suhu pasteurisasi tersebut mampu menurunkan jumlah sel hidup Salmonella sebanyak 10 5 sel. Selain itu produk-produk yoghurt mempunyai pH yang rendah sehingga mikroba patogen tidak dapat tumbuh, serta terbentuknya asam-asam organik dan zat antimikroba yang berasal dari bakteri probiotik dapat membunuh mikroba-mikroba patogen Tamime Robinson, 1989. Produk yoghurt yang dihasilkan tidak mengandung bakteri indikator sanitasi koliform dan Salmonella yang menandakan bahwa proses pasteurisasi yang dilakukan sudah cukup untuk membunuh kedua jenis bakteri tersebut. Selain itu, tidak terjadi kontaminasi kembali setelah proses pengolahan sehingga produk tidak terkontaminasi bakteri indikator sanitasi hingga diakhir penyimpanan suhu dingin selama 14 hari. 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pengembangan yoghurt sinbiotik dapat dilakukan dengan menggunakan penambahan bahan baku lokal yang jumlahnya melimpah sehingga dapat meningkatkan nilai gunanya selain menciptakan alternatif pangan fungsional baru yang disukai. Hal ini terbukti dari penambahan puree pisang pada produk yoghurt mendapat penilaian yang baik dari panelis. Formulasi penambahan puree pisang yang paling disukai oleh panelis adalah pemberian puree pisang 1:1 dengan susu skim. Formula terpilih ini kemudian dilakukan penambahan inulin komersial sebagai sumber prebiotik. Penambahan inulin komersial pada konsentrasi 1-3 tidak memberikan pengaruh nyata pada atribut aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan dari yoghurt sinbiotik. Penambahan inulin ini lebih berfungsi sebagai penambah sumber prebiotik pada yoghurt. Penambahan inulin pada yoghurt yang memiliki tingkat kesukaan paling tinggi berdasarkan penilaian panelis adalah penambahan 2 inulin dengan skor penilaian antara netral hingga agak suka. Formula penambahan inulin 2 pada yoghurt dipilih sebagai formula terpilih tahap II berdasarkan kandungan prebiotik dan dari segi ekonomisnya. Yoghurt sinbiotik yang dihasilkan telah diuji mutunya secara kimia dan mikrobiologi. Hasil uji mutu tersebut menunjukkan bahwa yoghurt sinbiotik yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan SNI 01.2981-2009. Produk ini juga sudah memenuhi kategorikan sebagai produk sinbiotik karena kandungan probiotik dan prebiotiknya telah terpenuhi. Yoghurt sinbiotik yang dihasilkan mempunyai kandungan probiotik dengan total BAL sebanyak 3.6 x 10 9 cfuml dimana total BAL tersebut mampu bertahan dengan jumlah penurunan kurang dari satu siklus log selama 14 hari dalam penyimpanan suhu dingin. Sedangkan kandungan prebiotik dari yoghurt sinbiotik yang dihasilkan sebanyak 3.88. Selain itu dari hasil analisis proksimat, yang dapat dilihat adalah kadar lemaknya yang kurang dari 5, sehingga dapat dikategorikan sebagai yoghurt tanpa lemak non-fat.

5.2 Saran

Penelitian lanjutan formulasi yoghurt sinbiotik berbasis puree pisang dan inulin ini perlu dilakukan diantaranya penelitian tentang umur simpan produk yoghurt serta melihat pengaruhnya terhadap penerimaan konsumen. Selain itu dapat juga dilakukan pengembangan produk yoghurt dengan menggunakan berbagai jenis probiotik yang lain atau menggunakan kultur campuran, agar dapat diketahui hasil produk yang lebih baik. Dalam pembuatannya dapat dilakukan penambahan bahan penstabil atau bahan pengental sebagai parameter baru dalam formulasi yoghurt sinbiotik untuk membuat puree pisang tetap homogen dan tidak mengendap selama penyimpanan sehingga dapat dihasilkan yoghurt dengan tekstur yang lebih baik. Dalam pengembangannya, dapat juga dilakukan penelitian tentang sumber-sumber prebiotik yang lain yang berasal dari pangan lokal yang dapat dikembangkan menjadi alternatif pangan fungsional baru.