20 Jam kerja shift diberlakukan selama masa giling dengan pertukaran shift dilakukan setiap tiga hari
sekali. Dalam satu hari terdapat tiga shift dengan jam kerja selama 8 jam untuk tiap shift. Untuk meningkatkan keterampilan setiap staf dan karyawan, PT PG Rajawali II Unit PG
Subang mengadakan kerja sama dengan Depnaker, Lembaga Pendidikan Perkebunan LPP, dan Dewan Gula Indonesia DGI. Kerja sama yang dilakukan adalah dengan mengadakan penelitian
mengenai keselamatan dan keterampilan kerja, selain itu juga diadakan pelatihan kerja atau training di lokasi pabrik maupun di instansi-instansi.
Jumlah total tenaga kerja PG Subang yang tercatat pada tahun 2011 adalah sebanyak 932 orang. Jumlah tersebut terdiri atas tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Data jumlah tenaga
kerja dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rincian jumlah karyawan PG Subang DMG 2011
Jumlah Orang Luar Musim
Giling Dalam Musim
Giling
Karyawan Staf Gol. IX-XVI 43
43 Kayawan KNS Gol. I-VIII
261 261
PKTW Luar Pabrik 245
341 PKTW Dalam Pabrik
285 Harian Borong Muat Gula
Honorair 2
2 MPP
JUMLAH 551
932
C. TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI
1. Proses Persiapan
Tahapan proses persiapan tebu bertujuan untuk mempersiapkan bahan baku yang akan diproses. Kegiatan pada tahapan ini dimulai dari pintu gerbang keluar masuk kendaraan pembawa
tebu hingga bahan baku diletakkan pada tempat khusus untuk diproses lebih lanjut. Bagian penting dalam tahapan proses persiapan adalah timbangan, cane yard, dan peletakan tebu berdasarkan
kendaraan pengangkutnya yang dapat dilihat pada Gambar 5. Tebu dari lahan setelah ditebang, dibawa ke stasiun persiapan untuk ditimbang. Tempat penimbangan tebu di PG Subang terdapat dua
jenis, yaitu penimbangan bruto dan penimbangan tarra. Tebu hasil tebangan yang masih di dalam truk atau trailer akan dibawa ke penimbangan bruto untuk di timbang bobotnya, kemudian tebu tersebut
diletakkan dan disusun di cane yard. Setelah tebu diletakkan di cane yard, truk yang mengangkut tebu tadi ditimbang kembali di timbangan tarra. Hasil selisih dari timbangan bruto dan timbangan tarra
adalah bobot tebu sebenarnya netto. Cane yard yang digunakan sebagai tempat penampung sementara tebu dibagi menjadi
delapan petak, namun yang dipakai saat ini hanya empat petak. Kapasitas masing-masing petak sekitar 3.000 kwintal tebu dengan luas cane yard yaitu 1,23 Ha. Proses penyimpanan dan pengaturan tebu di
cane yard memiliki aturan tersendiri. Tebu yang diangkat oleh truk setelah memasuki cane yard akan
21 dibongkar menggunakan sling alat pengait dari kawat yang terdapat di pinggir cane yard. Jika alat
sling sedang digunakan maka truk yang mengangkut tebu dialihkan menuju alat hidrolik atau biasa disebut truck tipper. Tebu yang dibongkar dengan menggunakan sling akan diatur kembali
penyimpanannya di cane yard dengan menggunakan cane stacker yang kemudian akan dimasukkan ke cane table, sedangkan tebu yang dibongkar menggunakan truck tipper langsung masuk ke side
carrier yang fungsinya sama dengan cane table. Cane table dilengkapi dengan rantai. Tebu yang diangkat oleh trailer tidak dibongkar di cane yard melainkan langsung
dimasukkan ke cane table dengan menggunakan hillo. Jumlah hillo yang digunakan ada dua unit yaitu hillo A dan hillo B. Hillo A digunakan pada saat pabrik sedang melakukan proses giling, sedangkan
hillo B digunakan saat proses giling tidak berjalan. Tebu yang dibongkar menggunakan hillo A langsung diletakkan di cane table, sedangkan tebu yang dibongkar menggunakan hillo B tidak
langsung dimasukkan ke cane table tetapi ditampung dulu di cane yard dan kemudian akan diatur peletakannya di cane yard menggunakan cane stacker.
a b
c
d e
Gambar 5. Stasiun persiapan PG Subang : a timbangan tara, b timbangan bruto, c sling, d stasiun persiapan, dan e hillo.
Tebu yang masuk ke cane yard akan langsung digiling pada hari itu juga dengan sistem FIFO First In First Out tebu yang ditebang diawal akan digiling diawal pula. Sistem ini tidak digunakan
pada tebu bakaran, tebu bakaran yang masuk ke cane yard akan langsung digiling tanpa menunggu antrian. Tebu bakaran harus segera digiling untuk mengurangi resiko kehilangan rendemen dalam
jumlah besar. Proses memasukkan tebu bakaran ke cane table juga harus dicampur dengan tebu non bakaran agar tidak merusak rendemen.
Tebu yang telah disusun di cane yard kemudian di proses di stasiun gilingan. Pada stasiun gilingan akan dihasilkan nira dan ampas tebu atau biasa disebut bagas, yang dijadikan bahan bakar
boiler. Nira mentah yang dihasilkan dari stasiun gilingan akan dialirkan melalui pipa-pipa nira ke stasiun pemurnian yang sebelumnya nira telah ditimbang terlebih dahulu. Pada stasiun pemurnian
22 dihasilkan blotong atau substrat hasil penyaringan dari nira kotor, sedangkan nira jernih hasil proses
pemurnian yang masih banyak mengandung air akan dialirkan ke stasiun penguapan untuk dikentalkan dengan cara menguapkan air yang terkandung di dalam nira. Nira kental tersebut
kemudian akan dikristalkan menjadi kristal-kristal gula lalu diproses dikeringkan, disaring, dan ditimbang sehingga didapatkan gula SHS yang diinginkan. Pada proses pengkristalan nira juga akan
dihasilkan tetes atau molases nira yang tidak dapat dikristalkan. Tetes merupakan bahan dalam pembuatan MSG Monosodium Glutamat, alkohol, spirtus, dan bahan-bahan kimia. Diagram alir
proses pembuatan gula kristal dapat dilihat pada Gambar 6.
Trace Vapor Trace Vapor
Milling
Purification
Crystalization
Sentrifugal Evaporation
Scale Cane Yard
BOILER
- dryer - filter
- scale
SUGAR
Molasses
- MSG - Alcohol
- Spirtus - chemistry
material
Bagasse Sugar cane
Sugar Cake - Organic Fertilizer
- Paving block Imbibitions Water
SUGAR PRODUCTION PROCESS
Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan gula kristal
2. Proses Ekstraksi
Dari cane table, tebu kemudian dimasukkan ke dalam cane carrier. Sebelum tebu digiling, tebu dicacah dulu dengan menggunakan alat cane cutter yang memotong-motong tebu menjadi
potongan, kemudian tebu masuk ke unigrator yang akan membuat potongan tebu menjadi potongan, kemudian tebu masuk ke unigrator yang akan membuat tebu menjadi serabut. Cara kerja cane cutter
dan unigrator berbeda, pada cane cutter tebu yang masuk dipotong-potong menjadi serabut kasar, sedangkan pada unigrator tebu hasil cacahan tadi dihantam-hantamkan dengan menggunakan hammer
ke dinding unigrator sehingga serabut tebu yang dihasilkan menjadi lebih halus. PG Subang memiliki empat unit mesin gilingan Gambar 7 yang tersusun secara seri, satu
unit mesin gilingan terdiri atas tiga buah roll yaitu, roll depan, roll atas, dan roll belakang dengan arah putar masing-masing roll berbeda. Untuk membantu mengarahkan tebu menuju roll gilingan
ditambahkan feeding roll diantara roll. Roll gilingan digerakkan dengan turbin uap dengan kecepatan dan tekanan tiap unit gilingan diset berbeda. Keseluruhan proses produksi gula dapat dilihat pada
Lampiran 3. Pertama tebu akan dibawa oleh cane elevator dari unigrator ke gilingan I. Hasil dari gilingan
I adalah nira perahan pertama NPP dan ampas gilingan I. Ampas dari gilingan I akan digiling kembali di gilingan II dengan penambahan nira imbibisi hasil perahan gilingan III dan ampas yang
tersaring oleh cush-cush screen alat penyaring nira mentah berbentuk datar yang terbuat dari
23 lempengan stainless steel dan DSM screen alat penyaring nira mentah berbentuk lengkung yang
terbuat dari stainless steel. Nira hasil perahan dari gilingan II disebut nira perahan lanjutan NPL. NPP dan NPL kemudian dicampur menjadi nira mentah.
Gambar 7. Mesin gilingan PG Subang Nira mentah hasil pencampuran nira hasil gilingan I dan II kemudian disaring dengan cush-
cush screen untuk memisahkan nira dengan ampas atau kotoran lain yang terbawa. Nira mentah yang telah disaring oleh cush-cush screen kemudian dipompa dan disaring kembali di DSM screen. Ukuran
lubang-lubang saringan pada DSM screen lebih kecil daripada cush-cush screen. Ampas hasil gilingan II kemudian akan ditambahkan nira imbibisi yang dihasilkan pada gilingan IV dan dibawa oleh
intermediate carrier alat yang berfungsi membawa ampas tebu antar gilingan ke gilingan III. Nira hasil gilingan III kemudian disaring di cush-cush screen dan DSM screen yang kemudian digunakan
sebagai nira imbibisi untuk campuran ampas hasil gilingan I. Ampas hasil gilingan III sebelum masuk ke gilingan IV ditambahkan air imbibisi sebanyak
25-30 dari berat tebu yang digiling dengan suhu air imbibisi 60-70 ºC. Nira yang dihasilkan dari gilingan IV akan ditambahkan ke gilingan III sebagai nira imbibisi, ampasnya dibawa oleh bagasse
elevator untuk dijadikan bahan bakar boiler. Proses ekstraksi nira dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Diagram alir proses ekstraksi nira.
24
2. Proses Pemurnian
Proses selanjutnya setelah ekstraksi adalah pemurnian. Proses pemurnian yang digunakan adalah dengan metode sulfitasi menggunakan gas belerang. Tahapan awal proses pemurnian adalah
penimbangan nira mentah yang dihasilkan dari proses gilingan. Penimbangan nira mentah ini menggunakan alat timbangan boulogne, yang mempunyai kapasitas 3 ton nira mentah. Setiap nira
mentah terukur 3 ton maka timbangan ini akan menjatuhkan nira mentah tertimbang tersebut ke dalam bak penampung yang terdapat tepat di bawah timbangan, yang kemudian akan dipompa dan dialirkan
untuk proses selanjutnya. Jika kadar fosfat dalam nira mentah kurang dari 250 ppm, maka ditambahkan ke dalamnya fosfat P
2
O
5
untuk membantu proses pengendapan. Penambahan fosfat ini untuk memudahkan terbentuknya endapan karena fosfat akan bereaksi dengan kapur CaOH
2
membentuk kalsium fosfat Ca
3
PO
4 2
. Penggunaan kapur di stasiun pemurnian PG Subang adalah 0,13 ton100 ton tebu.
Nira mentah yang telah ditambahkan fosfat tersebut kemudian dipompa ke juice heater I untuk dipanaskan mencapai suhu 75 ºC. Pemanasan ini bertujuan untuk memudahkan dan
mempercepat jalannya reaksi yang akan terjadi. Sebagai sumber panas digunakan uap bekas, nira mentah akan mengalir dan bersirkulasi di dalam pipa-pipa tersebut sedangkan uap dialirkan diantara
pipa-pipa pemanas. Dari juice heater I, nira dimasukkan ke dalam tangki penampungsurge tank dari dalam
tangki tersebut nira kemudian dipompa menuju sulfur tower melalui pipa. Ketika nira dilewatkan melalui pipa, dilakukan penambahan larutan kapur CaOH
2
sampai pH berkisar antara 8,6-9,2. Proses pembuatan susu kapur menggunakan sebuah tromol putar tempat membuat emulsi kapur dari
kaput tohor dan air. Pemberian susu kapur dilakukan secara otomatis melalui unit pH kontrol dan penjatah kapur. Tujuan penambahan susu kapur ini adalah untuk membentuk inti endapan dan
menaikkan pH, sehingga dapat meminimalisir kerusakan nira karena kondisi asam. Selain itu, lingkungan basa juga dapat mempermudah koloid-koloid yang terkandung dalam nira untuk
membentuk endapan-endapan. Proses selanjutnya adalah sulfitasi. Pada proses sulfitasi ini menggunakan gas sulfur dioksida
SO
2
dengan cara menghembuskan gas tersebut ke cairan nira dengan menggunakan pompa sirkulasi sehingga dalam tangki akan mengalami overflow. Untuk memudahkan dalam pemberian gas maka PG
Subang menggunakan inverter karena penghitungan berdasarkan suhu dan tekanan dinilai sulit. Gas belerang yang ditambahkan dibuat dengan cara membakar belerang dalam suatu tabung dengan suhu
mencapai 150 ºC. Penggunaan belerang di stasiun pemurnian PG Subang sebanyak 28 kg100 ton tebu. Proses pembuatan gas belerang terbagi menjadi dua cara, yaitu cara pertama dengan membakar
belerang langsung, sedangkan cara kedua yaitu dengan cara dilelehkan. Gas belerang yang terbentuk akan bereaksi dengan kelebihan susu kapur membentuk CaSO
4
yang juga merupakan inti endapan. Gas belerang juga menurunkan pH dari suasana basa kembali ke suasana netral, karena jika nira tetap
dalam suasana basa, nira akan berwarna coklat yang akan berdampak pada hasil akhir gula yang berwarna kemerahan. Warna coklat ini terbentuk karena pada nira terdapat glukosa yang akan rusak
pada pH di atas 7,8. Nira yang jatuh kemudian dipompa ke juice heater II. Nira mentah tersulfit dengan pH 7,0-7,2 kemudian dipanaskan lagi pada juice heater II
sehingga mencapai 100 ºC. Tujuan pemanasan ini untuk mempercepat reaksi pengendapan yang akan terjadi pada proses selanjutnya di dorr clarifier, menurunkan viskositas, dan juga untuk membunuh
mikroorganisme. Nira dari juice heater II kemudian dipompa ke dorr clarifier melewati flash tank. Flash tank berguna untuk membuang gas-gas yang terbawa pada nira yang dapat menghambat
jalannya proses pengendapan, pembuangan gas langsung dialirkan melalui cerobong untuk
25 dikeluarkan ke udara bebas. Dorr clarifier yang digunakan merupakan alat pengendap tipe kontinyu.
Pada proses pengendapan ini ditambahkan flokulan yang dipompakan menggunakan dossing pomp sebagai alat untuk penjatah flokulan. Flokulan berfungsi untuk mengikat koloid-koloid kecil pada nira
sehingga menjadikan diameter koloid yang semakin besar dan kemudian membentuk endapan. Tangki dorr clarifier yang digunakan bertipe multiple tray berupa bejana silindris yang terbagi empat
tingkatan dengan dasar miring dengan tinggi 6 meter dan diameter tangki 9.5 meter. Nira jernih hasil pengendapan akan dikeluarkan dari tiap-tiap tingkatan kemudian dialirkan
ke clear juice DSM screen untuk menyaring ampas halus yang masih tersisa dan kotoran yang terbawa dari dorr clarifier. Nira jernih kemudian ditampung di clear juice tank. Nira kotor hasil pengendapan
ditampung di tangki nira kotor, kemudian dipompa ke mud feed mixer dan dicampur dengan ampas halus bagacillo yang berasal dari stasiun penggilingan.
Nira kotor yang telah dicampur ampas halus dialirkan ke penyaringan untuk memisahkan nira tersebut dengan kotorannya. Peralatan penyaringan yang digunakan adalah rotary vacum filter
RVF. RVF ini terdiri dari tromol yang dapat berputar pada jalur horizontal. Drum diletakkan diatas bak nira kotor sehingga sebagian drum terendam pada nira kotor. Drum terbagi menjadi tiga bagian
yaitu bagian bebas hampa, bagian hampa rendah, dan bagian hampa tinggi. Pada RVF disemprotkan air panas bersuhu 70 ºC sebanyak 2 tebu untuk membantu proses penyaringan nira kotor dari
blotong. Pada RVF ini nira kotor menempel pada sisi drum saat keadaan hampa tinggi, air panas ditambahkan pada saat hampa rendah dan hasil penyaringan atau blotong dilepaskan dari drum pada
saat kondisi bebas hampa. Selanjutnya nira hasil penyaringan RVF ditampung di filtrat tank dan dimasukkan kembali sebagai nira tertimbang ke dalam bak penampungan nira mentah yang telah
ditimbang, sedangkan kotoran yang tersaring yang biasa disebut blotong dilakukan pengkomposan untuk digunakan sebagai pupuk untuk tanaman tebu.
Clear juice nira jernih yang ditampung di clear juice tank merupakan nira jernih yang telah dilakukan dua kali penyaringan kembali. Pertama menggunakan DSM Screen yang berdiamaeter 0,35
mm dan kedua menggunakan saringan nilon 90 mesh. Nira jernih tersebut kemudian dipompa ke juice heater III. Di dalam juice heater III nira jernih akan mengalami pemanasan hingga suhu 105 ºC. Dari
Juice heater III, nira jernih selanjutnya dipompa ke stasiun penguapan. Proses pemurnian gula dapat dilihat pada Gambar 9 dan stasiun proses pemurnian PG Subang dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 9. Diagram alir proses pemurnian
26 a
b c
d Gambar 10. Stasiun pemurnian PG Subang : a juice heater, b clear juice tank, c sulfur tower, dan
d rotary vacum filter RVF.
3. Proses Penguapan
Stasiun penguapan bertujuan untuk menguapkan air yang masih terkandung dalam nira jernih atau nira encer agar dapat menghasilkan nira dengan kepekatan mencapai 60-65 ºbrix. Dalam proses
penguapan digunakan evaporator. Evaporator yang digunakan berbentuk silinder vertikal dengan konstruksi antara evaporator satu dengan lainnya hampir sama. Pada proses penguapan hanya
evaporator I yang diberi pemanas oleh uap panas. Uap panas yang digunakan untuk memanaskan evaporator I berasal dari uap bekas exhaust steam dari stasiun penggilingan. Stasiun penguapan di
PG Subang menggunakan empat unit evaporator dengan sistem penguapan empat tahap atau disebut quadruple effect evaporation. PG Subang memiliki lima buah evaporator yang disusun secara seri.
Tetapi yang dioperasikan hanya empat buat dengan pemakaian secara bergantian apabila salah satunya harus dibersihkan. Pembersihan tangki evaporator dilakukan sekitar lima hari sekali. Hal ini
dilakukan untuk membersihkan kerak yang menempel pada dinding evaporator ataupun pipa-pipa pemanas. Jika kerak atau kotoran ini tidak dibersihkan maka akan menghambat pindah panas dari pipa
pemanas ke nira. Nira jernih dari stasiun pemurnian dialirkan ke evaporator I. Nira yang masuk ke evaporator
mengalir turun`melalui pipa-pipa pemanas membentuk climbing film sehingga uap nira dapat dengan mudah dipisahkan dari cairan nira. Uap panas yang masuk ke dalam evaporator I akan keluar dalam
bentuk kondensat. Kondensat ini kemudian ditampung dan dialirkan untuk digunakan sebagai umpan pada boiler. Dari evaporator I akan dihasilkan nira I dan uap panas. Uap I akan digunakan sebagai uap
panas pada evaporator II. Nira dari evaporator I diuapkan kembali ke evaporator II. Hasil dari evaporator II adalah nira II dan uap panas II. Nira dari evaporator II dipekatkan kembali di
evaporator III sedangkan uap II digunakan sebagai uap panas pada proses penguapan di evaporator III. Nira III akan dipekatkan kembali pada evaporator IV. Uap panas yang dihasilkan di evaporator
IV akan dialirkan ke kondensor untuk dicairkan kembali dan menjadi air jatuhan. Selanjutnya air dari kondensor dialirkan ke cooling tower untuk didinginkan dan digunakan kembali.
Di bagian tengah evaporator terdapat pipa jiwa yang berfungsi untuk terjadinya sirkulasi nira dan tempat mengalirnya nira ke badan berikutnya. Nira akan bergerak turun melalui pipa jiwa.
Ketinggian permukaan nira di dalam evaporator diharapkan sekitar sepertiga dari tinggi pipa pemanas. Sirkulasi nira dari satu badan penguapan ke badan penguapan yang lainnya terjadi karena
adanya perbedaan tekanan driving force. Tekanan pada evaporator I sampai evaporator IV semakin kecil dan akhirnya vacum pada badan terakhir. Begitu juga dengan suhu, dari evaporator I ke
evaporator IV juga semakin menurun berdasarkan tekanan yang digunakan. Nilai brix nira sebelum
27 masuk evaporator berkisar antara 12 ºbrix, nira yang masuk ke evaporator II berkisar 15 ºbrix, nira
yang masuk ke evaporator III berkisar 20 ºbrix, nira yang masuk ke evaporator IV berkisar 35 ºbrix dan nira hasil proses dari stasiun penguapan berkisar antara 60-65 ºbrix disebut nira kental. Nira
kental masih berwarna gelap, maka perlu dilakukan pemucatan pada proses pemurnian yang kedua atau sulfitasi 2. Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan warna gula yang putih bersih, proses
pemucatan ini menggunakan gas belerang. Nira kental tersulfitasi kemudian dipompa ke stasiun kristalisasi. Proses penguapan pada PG Subang dapat dilihat pada Gambar 11 dan stasiun penguapan
PG Subang dapat dilihat pada Gambar 12.
4. Proses Kristalisasi
Proses kristalisasi dilakukan di stasiun masakan Gambar 13. Proses ini akan terus berlangsung sampai kadar gula atau sukrosa dalam larutan nira menjadi rendah. Stasiun masakan di
PG Subang menggunakan proses ACD pan masakan yang digunakan di PG Subang ada 7 buah. Pan masakan 1, 2, 3, dan 4 digunakan untuk masakan A. Pan masakan 5 digunakan untuk masakan C,
sedangkan pan masakan 6 dan 7 digunakan untuk masakan D. Proses kristalisasi dimulai dengan membuat semua pan masakan menjadi vakum hampa
sekitar 60 cmHg dengan begitu proses kristalisasi dapat dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi hanya sekitar 60 ºC sehingga tidak akan merusak gula yang dihasilkan. Pan masakan dijalankan
dengan tenaga uap bekas pakai exhaust steam dari stasiun gilingan dengan suhu uap sekitar 100 ºC - 120 ºC.
Gambar 11. Diagram alir proses penguapan Evaporasi
Gambar 12. Stasiun penguapan Evaporasi PG Subang
28 Gambar 13. Stasiun kristalisasi PG Subang
Setelah pan masakan dalam keadaan vakum, cairan nira yang menjadi bahan pembuatan gula ditarik ke pan masakan. Cairan nira dikentalkan sampai kejenuhan tertentu 70-74 ºbrix. Gula dari
cairan nira tidak bisa berubah menjadi kristal tanpa penambahan bibit. Pada proses pengkristalan ini akan menghasilkan magma, klare, dan stroop. Magma adalah gula yang telah terbentuk, yang telah
dicampur dengan air untuk menjalani proses proses selanjutnya pada pan berikutnya. Klare adalah cairan nira yang belum dikristalkan, dan stroop sama dengan klare, namun klare hanya terdapat pada
masakan D. Pada pan masakan D, FCS dicampurkan dengan klare D dan stroop C dan akan menghasilkan tetes, dan magma D1. Selanjutnya gula D1 akan dikristalkan kembali pada putaran D2
yang akan dihasilkan gula D2 dan klare D. Tetes merupakan hasil samping dari produksi gula. Klare D adalah cairan nira pada masakan D yang belum terkristalkan tetapi masih dapat dikristalkan, oleh
karena itu klare D kemudian dialirkan kembali ke pan masakan D sedangkan magma D dialirkan ke pan masakan C untuk dibentuk kristal yang lebih besar.
Pada pan masakan C, magma masakan D dicampurkan dengan stroop A dan menghasilkan stroop C dan magma C. Stroop C dimasukkan ke pan masakan D untuk dicampurkan dengan FCS dan
klare D, sedangkan magma C dimasukkan ke pan masakan A. Di pan masakan A, magma C dicampurkan dengan nira kental sehingga dihasilkan stroop A dan gula SHS. Stroop A dimasukkan
kembali ke pan masakan C untuk diubah menjadi magma C dengan bantuan magma D, sedangkan gula SHS akan diproses menjadi gula produk.
Ukuran kristal yang dihasilkan masing-masing pan masakan berbeda. Ukuran kristal dari pan masakan D sampai masakan A semakin besar. Ukuran kristal masakan D adalah ± 0,3 mm. Pada
masakan C ± 0,5 mm, sedangkan pada masakan A adalah 0,9-1,0 mm. Lamanya waktu pemasakan masing-masing pan berbeda. Pada masakan A membutuhkan waktu selama 2-3 jam, pada masakan C
membutuhkan waktu selama 4-5 jam, dan pada masakan D membutuhkan waktu selama 6-8 jam. Proses pemasakan dan puteran pada PG Subang dapat dilihat pada Gambar 14.
5. Proses Pendingin
Gula yang keluar dari pan masakan masih dalam keadaan jenuh dan pada suhu yang relatif tinggi yaitu sekitar 70 ºC. Dari pan masakan, gula kemudian dialirkan ke dalam palung pendingin
untuk proses pendinginan. Proses pendinginan dapat mencapai suhu 50 ºC bahkan di palung pendingin masakan D, suhu bisa mencapai 38 - 48 ºC. PG Subang memiliki 11 unit palung pendingin. Empat
unit palung pendingin untuk masakan A, satu unit palung pendingin untuk masakan C, dan enam palung pendingin untuk palung masakan D. Pada palung pendingin masakan A dan C proses
29 pendinginannya hanya dilakukan oleh udara, sedangkan pada palung pendingin masakan D selain
dilakukan oleh udara juga dilakukan dengan bantuan air dingin.
Gambar 14. Diagram alir proses kristalisasi dan puteran Palung pendingin masakan D sebanyak enam unit disusun secara seri. Hasil masakan D
sebelum ke palung pendingin 1 dan mengalir secara berurutan sampai ke palung pendingin 6. Untuk hasil masakan A dan C tidak didinginkan secara bertahap seperti hasil masakan D. Lama waktu
pendinginan masakan A dan C hanya sekitar 2-3 jam tetapi untuk masakan D proses pendinginan dapat memakan waktu hingga 24 jam. Hasil masakan D sebelum masuk ke stasiun puteran untuk
proses kristalisasi atau pemisahan gula, terlebih dahulu dipanaskan kembali di reheater sampai suhu 55 ºC. Reheater yang digunakan berbentuk peti yang di dalamnya terdapat pipa-pipa horizontal
terdapat saluran air panas untuk memanaskan hasil masakan. Hal ini dilakukan untuk menurunkan viskositasnya hasil masakan D agar proses pemisahan gula dari larutannya menjadi lebih mudah.
Palung pendingin selain berfungsi untuk mendinginkan gula juga dapat digunakan untuk menampung masakan sebelum diproses lebih lanjut. Pada proses pendingin masakan akhir, kristal
yang terbentuk terus-menerus dimasak agar proses kristalisasi menjadi lebih sempurna dan mencegah kristal menggumpal kembali.
6. Proses Pemisahan Gula
Proses pemisahan gula berfungsi untuk memisahkan antara larutan dengan kristal gula yang dilakukan dengan cara menyaring. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kekuatan putar.
Mudah tidaknya pemisahan kristal dipengaruhi oleh kondisi kristal yang dihasilkan pada tahap kristalisasi, viskositas hasil masakan, kekuatan putaran, tebal tipisnya lapisan gula dalam alat, dan
penyiraman. Proses pemisahan gula ini dilakukan dengan cara pemutaran sentrifugasi dengan menggunakan alat yang disebut puteran. Pada puteran, selain dimasukkan larutan gula juga
dimasukkan air siraman sekitar 0,5 dari larutan gula dengan suhu sekitar 8 ºC kecuali putaran D1, air siraman yang ditambahkan adalah air dingin.
30 PG Subang menggunakan sistem putaran LGC Low Grade Centrifugal dan HGC High
Grade Centrifugal seperti pada Gambar 15. Alat puteran yang dimiliki PG Subang sebanyak 17 unit, 10 unit alat puteran LGC dan 7 unit alat puteran HGC. LGC yang digunakan untuk puteran D1
sebanyak 5 unit, puteran D2 sebanyak 2 unit, dan puteran C sebanyak 3 unit. HGC yang digunakan untuk puteran A sebanyak 7 unit, 4 unit untuk puteran 1 dan 3 unit untuk puteran 2. Cara kerja LGC
menggunakan sistem kontinyu yaitu pengisian dan pemutaran dilakukan secara bersamaan dan kecepatan putar yang digunakan sentrifugal. Gula akan tertahan pada saringan dan cairannya akan
menembus lubang saringan. Stroop atau klare yang menembus saringan selanjutnya akan ditampung di peti penampung, sedangkan kristal gula yang tertahan di saringan akan naik mengikuti kemiringan
saringan serta akan terlempar dari dinding saringan masuk ke ruang penampung kristal gula dan menuju mixer melewati talang ulir. Cara kerja HGC menggunakan sistem diskontinyu dan bekerja
secara otomatis. Kecepatan putaran HGC lebih lambat dari LGC yaitu sekitar 1000 rpm. Waktu siklus di HGC yaitu sekitar 3 menit untuk satu kali proses pemutaran.
Puteran A akan menghasilkan gula A dan stroop A. Stroop A dialirkan ke pan masakan C sedangkan gula A dicampur dengan magma A untuk dibuat menjadi SHS. Puteran C akan
menghasilkan gula C dan stroop C. Gula C dicampur dengan air untuk membuat magma C dan kemudian digunakan untuk bibit masakan A. Stroop C dialirkan ke pan masakan D. Puteran D1
digunakan untuk memutar hasil masakan D, puteran D1 ini akan menghasilkan gula D1 dan tetes. Gula D1 dialirkan ke mixer untuk dibuat menjadi magma D1 kemudian dimasukkan ke puteran D2.
Hasil puteran D2 adalah gula D2 dan klare D. Gula D2 yang dihasilkan dicampurkan dengan air untuk membuat magma D2 dan digunakan sebagai bibit masakan C. Klare D dipompa dan diproses kembali
di masakan D bersama stroop C. Puteran SHS digunakan untuk memutar magma A untuk menghasilkan gula SHS dan klare SHS. Klare SHS dipompa dan dimasukkan kembali ke masakan A
sedangkan gula SHS langsung dialirkan ke stasiun penyelesaian dengan menggunakan talang getar grasshopper.
Gambar 15. Mesin putaran Sentrifugasi HGC SHS
7. Proses Penyelesaian
Proses penyelesaian meliputi pengeringan, penyaringan, pengemasan, dan penyimpanan. Tujuan dari proses penyelesaian adalah untuk menyelesaikan hasil dari stasiun puteran sehingga
menghasilkan gula produksi yang siap untuk dipasarkan. Selain itu stasiun penyelesaian juga berfungsi untuk mengeringkan dan menurunkan suhu gula sampai 50 ºC. Tujuan dari pengeringan
31 adalah untuk menghilangkan air yang masih menempel di sekitar kristal gula. Kecepatan pengeringan
akan tergantung pada lapisan atau ketebalan gula di dalam sugar dryer, ukuran kristal gula, kecepatan udara, dan luas permukaan pengering.
Alat pengering gula yang digunakan oleh PG Subang adalah sugar dryer. Gula kristal yang dihasilkan dari stasiun puteran SHS dijatuhkan ke talang goyang yang kemudian akan dibawa oleh
alat sugar belt conveyor ke sugar dryer untuk dikeringkan sebelum dikemas. Di dalam sugar dryer, gula dikeringkan dengan cara menghembuskan udara panas dengan suhu sekitar 80 ºC ke kristal-
kristal gula. Udara panas tersebut dihembuskan menggunakan blower. Debu-debu gula kemudian ditarik oleh blower melalui pipa penghisap debu yang terdapat pada sugar dryer. Debu-debu gula
tersebut kemudian disalurkan ke dalam sugar dust dan ditambahkan air sehingga membentuk larutan gula. Larutan gula ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki leburan untuk dilebur kembali bersama-
sama dengan gula basah dan gula kerikil. Hasil dari peleburan dipompa ke dalam masakan A untuk dikristalkan kembali menjadi gula produk.
Gula yang sudah kering kemudian disaring untuk memisahkan gula yang sudah menjadi produk dengan gula yang belum memenuhi persyaratan sebagai gula produk. Alat yang digunakan
untuk menyaring gula adalah vibrating screen. Pada vibrating screen terdapat dua macam saringan yaitu saringan halus yang memiliki ukuran 30 mesh dan saringan kasar yang memiliki ukuran 8 mesh.
Gula halus akan lolos dari saringan halus tetapi gula produk dan gula kasar akan tertahan. Pada saringan kasar, gula produk akan lolos sedangkan gula kasar akan tertinggal. Setelah melewati
saringan halus dan saringan kasar, gula produk akan disaring kembali dengan menggunakan saringan yang terbuat dari logam bermagnet, sehingga kotoran halus yang tidak tersaring pada penyaringan
sebelumnya akan tertarik oleh magnet terutama kotoran yang berupa logam. Gula produk kemudian langsung dibawa dengan menggunakan bucket elevator dan sugar belt conveyor ke tempat
penyimpanan gula sugar bin untuk ditimbang, dikemas, dan disimpan dalam gudang gula. Di PG Subang terdapat dua macam kemasan untuk produk gula, yaitu kemasan 50 kg dan kemasan 1 kg
Ragula. Bahan kemasan untuk gula ukuran 50 kg adalah karung berbahan plastik jenis polipropilen yang dilapisi oleh plastik jenis LDPE di bagian dalamnya, sedangkan bahan kemasan untuk ukuran 1
kg ada lah plastik jenis polipropilen dengan merk dagang “Ragula”.
8. Penyimpanan
PG Subang mempunyai dua buah gudang tempat menyimpan gula Gambar 16, yaitu gudang utara dan gudang selatan. Gudang utara memiliki kapasitas tampung sebesar 112.000 kwintal
dengan ukuran panjang 100 meter, lebar 25 meter, dan tinggi 20 meter. Gudang selatan memiliki kapasitas tampung sebesar 112.000 kwintal dengan ukuran panjang 100 meter dan lebar 25 meter dan
tinggi 20 meter. Jumlah kapasitas keseluruhan gudang gula sebesar 224.000 kwintal. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan daya simpan gula yang berada digudang yaitu
kadar air dan kelembaban udara dalam gudang. Kadar air yang terdapat dalam kristal, akan berpengaruh terhadap kekuatan kristal gula yang disimpan. Untuk mengetahui hal ini, ruangan gudang
tempat menyimpan gula produk harus berventilasi udara yang baik, sedangkan untuk faktor udara dalam gudang, dimana dengan kelembaban yang kurang baik akan mengurangi ketahanan daya
simpan gula. Selain faktor tersebut, sebaiknya dinding permukaan gudang, diusahakan harus terkena sinar matahari.
32 a
b Gambar 16. Gudang penyimpanan PG Subang : a gudang penyimpanan kemasan gula 50 kg, b
gudang penyimpanan gula kemasan 1 kg.
D. PRODUK