CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM CDM

7 proses yang terjadi di industri. Dari berbagai sumber emisi tersebut, kegiatan antropogenik merupakan penyumbang emisi N 2 O terbesar yaitu 13 bagian dari total emisi N 2 O. Emisi N 2 O dapat dihilangkan dari atmosfer melalui proses fotokimia di lapisan stratosfer. Secara keseluruhan, rata-rata kelimpahan N 2 O selama tahun 2006 sebanyak 320,1 ppb, meningkat 0,8 ppb dari tahun sebelumnya. Jadi bila dibandingkan dengan sebelum era industrialisasi, emisi N 2 O di atmosfer pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 19 World Meteorologycal Organization 2007. Menurut Robertson dan Grace 2004, secara umum hanya tiga GRK yang keberadaannya dipengaruhi oleh sektor pertanian: CO 2 , N 2 O dan CH 4 . Meskipun CH 4 dan khususnya N 2 O konsentrasinya di atmosfer jauh lebih kecil dari CO 2 , nilai GWP Global Warming Potential dari kedua jenis GRK tersebut cukup tinggi sehingga adanya perubahan kecil tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan terhadap radiasi yang diterima bumi. GWP dari N 2 O adalah 293, yang artinya satu molekul N 2 O yang terbebaskan ke atmosfer menyebabkan dampak radiasi 293 kali lebih besar dari dampak yang ditimbulkan CO 2 pada saat yang sama.

C. POLUSI PENCEMARAN UDARA

Fardiaz 1992 menyatakan bahwa udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk uap H 2 O dan karbon dioksida CO 2 . Jumlah uap air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu. Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Beberapa gas seperti sulfur dioksida SO 2 , hidrogen sulfida H 2 S, dan karbon monoksida CO selalu dibebaskan ke udara sebagai produk sampingan dari proses-proses alami. Partikel-partikel padatan atau cairan berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh angin. Selain disebabkan oleh polutan alami, polusi udara juga dapat disebabkan oleh aktivitas manusia dan aktivitas industri. Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02MENKLHI1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam udara dan atau berubahnya tatanan komposisi udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya. Emisi merupakan zat atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang berpotensi sebagai unsur pencemar udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer. Sumber emisi berasal dari setiap usaha atau kegiatan yang menghasilkan emisi dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Sumber pencemar dapat merupakan kegiatan yang bersifat alami natural dan kegiatan antropogenik. Contoh sumber alami adalah akibat letusan gunung berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu, spora tumbuhan dan lain sebagainya. Pencemaran udara akibat aktivitas manusia kegiatan antropogenik, secara kuantitatif sering lebih besar. Untuk kategori ini sumber- sumber pencemaran dibagi dalam pencemaran akibat aktivitas transportasi, dari persampahan, dan industri Soedomo 2001.

D. CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM CDM

Protokol Kyoto yang ditandatangani tahun 1997 akhirnya mulai berlaku sejak 16 Februari 2005. Sejak penandatangan Persetujuan Marrakesh tahun 2001, yang menetapkan aturan-aturan dasar 8 bagi mekanisme Kyoto-Clean Development Mechanism CDMMekanisme Pembangunan Bersih MPB, Joint Implementation JI Implementasi Bersama, dan Emission Trading ET Perdagangan Emisi-CDM telah menjadi pelopor Pembina Institute 2003. CDM adalah sebuah mekanisme dimana negara-negara yang bergabung di dalam Annex I, yang memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi gas-gas rumah kaca sampai angka tertentu per tahun 2012 seperti yang telah diatur dalam Protokol Kyoto, membantu negara-negara non-Annex I untuk melaksanakan proyek-proyek yang mampu menurunkan atau menyerap emisi setidaknya satu dari enam jenis gas rumah kaca. Negara-negara non-Annex I yang dimaksud adalah yang menandatangani Protokol Kyoto namun tidak memiliki kewajiban untuk menurunkan emisinya. Satuan jumlah emisi gas rumah kaca yang bisa diturunkan dikonversikan menjadi sebuah kredit yang dikenal dengan istilah Certified Emmission Reduction CERs-satuan emisi yang telah disertifikasi MOE 2005. CDM bertujuan membantu negara-negara Annex I memenuhi target penurunan emisi gas rumah kacanya dengan memanfaatkan CER atau dapat pula dengan menerapkan kegiatan-kegiatan penguranganpenyerapan GRK di negara-negara non- Annex I dan menghitung nilai GRK yang berhasil dikurangdiserap sebagai “kredit” yang dapat diperjualbelikan MOE 2005. Tabel 1. Enam jenis gas rumah kaca berdasarkan Protokol Kyoto Gas Rumah Kaca GRK Global Warming Potential GWP Karbondioksida CO 2 1 Metana CH 4 23 Dinitrogen oksida N 2 O 293 Hidroflorokarbon HFCs 140-11.700 Perflorokarbon PFCs 6.500-9.200 Sulfur heksaflorida SF 6 23.900 Sumber : MOE 2005 Indonesia meratifikasi Protokol Kyoto terutama karena ancaman pemanasan global yang berpengaruh langsung terhadap negara ini dan menyebabkan tekanan politis kepada para pengambil kebijakan yang telah berusaha keras untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Tujuan strategis dari Protokol Kyoto adalah mengurangi emisi gas-gas rumah kaca yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Untuk Indonesia, ratifikasi juga memberikan peluang ekonomi melalui penerapan Mekanisme Pembangunan Bersih atau dikenal dengan CDM. Sebagai negara non-Annex I, Indonesia ingin menarik negara-negara Annex I untuk bekerja sama dalam proyek CDM. Berdasarkan kajian strategis nasional sektor kehutanan dan energi yang dilakukan pada tahun 20012002, Indonesia memiliki potensi pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 23-24 juta ton CO 2 setara per tahun. Potensi yang besar ini harus didukung sepenuhnya oleh pengaturan institusional yang kokoh Yayasan Bina Usaha Lingkungan 2003. Indonesia telah meratifikasi konvensi ini melalui Undang-Undang No. 6 Tahun 1994 mengenai perubahan iklim dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2004 tentang pengesahan Protokol Kyoto. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia tidak berkewajiban untuk mengurangi emisi CO 2 namun diharapkan untuk melaporkan besarnya emisi CO 2 yang dihasilkan. Dalam kaitan ini, Indonesia telah menyampaikan kepada UNFCCC hasil penyusunan Komunikasi Nasional Pertama First National Communication pada tahun 1999 sebagai bukti keseriusannya dalam menangani perubahan iklim. Saat ini Indonesia sedang menyiapkan penyusun Komunikasi Nasional Kedua yang 9 diharapkan dapat selesai pada tahun 2009. Kementerian Negara Lingkungan Hidup KLH sebagai lembaga yang menjadi focal point dalam implementasi program-program yang berhubungan dengan perubahan iklim KLH 2006.

E. POTENSI EMISI GRK PADA INDUSTRI GULA