Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Limbah Ternak dan Evaluasi Proyek Biogas di Desa Suntenjaya, Lembang, Jawa Barat

(1)

ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT PENCEMARAN LIMBAH TERNAK DAN EVALUASI PROYEK BIOGAS DI DESA

SUNTENJAYA, LEMBANG, JAWA BARAT

RESTY FATMA MAEANTI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Kerugian Ekonomi akibat Pencemaran Limbah Ternak dan Evaluasi Proyek Biogas di Desa Suntenjaya, Lembang, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Resty Fatma Maeanti NIM H44090081


(4)

ABSTRAK

RESTY FATMA MAEANTI. Estimasi Kerugian Ekonomi akibat Pencemaran Limbah Ternak dan Evaluasi Proyek Biogas di Desa Suntenjaya, Lembang, Jawa Barat. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan ASTI ISTIQOMAH.

Desa Suntenjaya merupakan desa yang terletak di hulu Sungai Cikapundung. Sebagian besar penduduk di desa ini bermata pencaharian sebagai peternak, dari 632 peternak di Desa Suntenjaya baru 100 peternak yang mengolah biogas, sisanya masih membuang kotoran ternak mereka langsung ke Sungai Cikapundung. Tujuan penelitian ini adalah mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat limbah ternak di Desa Suntenjaya, mengevaluasi keberlanjutan dari proyek biogas dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh nyata dalam usaha pengembangan biogas, serta mengidentifikasi dampak ekonomi dan lingkungan dari adanya biogas. Estimasi kerugian ekonomi menggunakan metode biaya pengganti. Evaluasi kelayakan proyek menunjukkan bahwa usaha peternakan sapi perah dengan pengembangan biogas layak untuk dilanjutkan, lalu faktor-faktor yang berpengaruh pada usaha pengembangan biogas ialah jumlah ternak sapi perah dan pendidikan. Dampak ekonomi dari adanya pengembangan biogas dilihat dari penyerapan tenaga kerja pada usaha ternak sapi perah dengan pengembangan biogas sebesar 1.96%, sedangkan dampak ekonomi dari biaya bahan bakar yang dihemat, yaitu sebesar Rp 1 406 160. Dampak lingkungan menunjukkan rata-rata peternak setuju bahwa dengan adanya proyek pengembangan biogas memberikan dampak positif terhadap lingkungan.

Kata kunci: biogas, biaya pengganti, evaluasi kelayakan finansial

ABSTRACT

RESTY FATMA MAEANTI. Estimation of Economic Losses from Poultry’s Waste Polluted and Biogas Development Project Evaluation in Suntenjaya Village, Lembang, West of Java. Supervised by AKHMAD FAUZI and ASTI ISTIQOMAH.

Suntenjaya Village which is located in headwaters of Cikapundung River. Most of its population as cow farmer, from 632 cow farmers in Suntenjaya Village just 100 cow farmers who use biogas, rest of them still waste their poultry’s waste to Cikapundung River. The research was aimed to estimate the economic losses caused by poultry’s waste in Suntenjaya Village, to evaluate the feasibility of biogas project in Suntenjaya Village and identify factors that affect revenue from biogas project, also to identify environmental and economic impacts from biogas. The total losses economic value was analyzed by replacement cost methods. The Result shows that biogas project is feasible to be developed. Variables that have significant influence of the biogas project are number of cattle and education. Economic impact of biogas from employment was 1.96%, furthermore fuel cost savings of biogas was Rp 1 406 160. Environmental impact show that mostly of cow farmer agree that biogas development project give positive impacts to enviroment.


(5)

RESTY FATMA MAEANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

(7)

Nama : Resty Fatma Maeanti

NIM : H44090081

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Pembimbing I

Asti Istiqomah, SP, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah Usaha Ternak Sapi Perah, dengan judul Estimasi Kerugian Ekonomi akibat Pencemaran Limbah Ternak dan Evaluasi Proyek Biogas di Desa Suntenjaya, Lembang, Jawa Barat.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Ibu Asti Istiqomah, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan karya ilmiah ini. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr dan Ibu Hastuti, SP, MP, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukannya dalam penulisan karya ilmiah ini. Di samping itu, penulis sampaikan terimakasih kepada Kepala Desa Suntenjaya Bapak Asep Wahyono, Bapak Dase beserta para peternak Desa Suntenjaya, serta Bapak Wiharjo Staf Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yang telah membantu memberikan informasi selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Encun Maksuni Mihardja), mamah (Titin Martini), aa (Gugi Abdel Permana) serta seluruh keluarga, dan teman-teman ESL 46 khususnya teman-teman satu bimbingan Tata, Chatrina, Nadia, Uty, Icha, dan Irfan atas segala doa dan dorongan. Tak lupa penulis juga ucapkan terima kasih kepada Sandra, Silvia, Ika, Yovita, Imastia, Novianti. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013


(9)

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR. ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 6

1.4. Batasan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pencemaran Air ... 8

2.2. Limbah Peternakan ... 8

2.3. Biogas ... 10

2.4. Penilaian terhadap Kerusakan Sumberdaya dan Lingkungan 12 2.5. Studi Kelayakan Proyek ... 12

2.6. Penelitian Terdahulu ... 14

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 20

3.1.1. Uji Hipotesis Statistik ... 21

3.1.2. Uji Validitas OLS ... 22

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 25

IV. METODE PENELITIAN ... 28

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 28

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 28

4.3. Penentuan Jumlah Responden ... 28

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 29

4.4.1. Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi ... 29

4.4.2. Analisis Biaya Manfaat Pengembangan Biogas dan Faktor-Faktor yang Mempengauhinya ... 30

4.4.3. Estimasi Dampak Ekonomi dan Lingkungan ... 34

V. GAMBARAN UMUM ... 37

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

5.1.1. Gambaran Umum Desa Suntenjaya ... 37

5.1.2. Gambaran Umum Sungai Cikapundung ... 38

5.2. Karakteristik Responden ... 39

5.2.1. Jenis Kelamin ... 39

5.2.2. Usia ... 39

5.2.3. Status Perkawinan ... 40

5.2.4. Jumlah Tanggungan ... 40


(10)

5.2.7. Status Kepemilikan Usaha Pengembangan Biogas .... 42

5.2.8. Jumlah Modal untuk Usaha Ternak ... 42

5.2.9. Kepemilikan Jumlah Ternak Sapi Perah ... 43

5.2.10.Jumlah Penghasilan dari Usaha Sapi Perah ... 43

5.2.11.Keikutsertaan Pelatihan Biogas ... 44

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

6.1. Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi ... 45

6.2. Analisis Biaya Manfaat Pengembangan Biogas dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya ... 50

6.2.1. Analisis Finansial Usaha Peternakan Sapi Perah ... 50

6.2.2. Analisis Biaya Manfaat dalam Intgrasi Usaha Peternakan Sapi Perah dan Usaha Pengembangan Biogas ... 60

6.2.3. Analisis Sensitivitas Integrasi Usaha Peternakan Sapi Perah dan Usaha Pengembangan Usaha Biogas ... 64

6.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Biogas dari Usaha Pengembangan Biogas ... 66

6.3. Estimasi Dampak Ekonomi dan Dampak Lingkungan ... 70

6.3.1. Dampak Ekonomi ... 70

6.3.2 Dampak Lingkungan ... 72

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 75

9.1. Simpulan ... 75

9.2. Saran… ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

LAMPIRAN ... 79


(11)

1 Data ketersediaan energi tidak terbarukan ... 2

2 Studi terdahulu yan berkaitan dengan penelitian ... 18

3 Metode analisis dan sumber data ... 29

4 Karakteristik responden berdasarkan tingkat usia ... 40

5 Karakteristik responden berdasarkan status perkawinan ... 40

6 Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan ... 41

7 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan formal terakhir ... 41

8 Karakteristik responden berdasarkan lama ikut usaha pengembangan biogas ... 42

9 Karakteristik responden berdasarkan jumlah modal ... 43

10 Karakteristik responden berdasarkan kepemilikan jumlah ternak sapi perah ... 43

11 Karakteristik responden berdasarkan penghasilan dari usaha ternak sapi perah ... 44

12 Biaya investasi, penyusutan, dan umur teknis usaha peternakan sapi perah dengan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas ... 49

13 Salvage value dalam usaha peternakan sapi perah ... 52

14 Biaya investasi dan umur teknis dalam usaha peternakan sapi perah 53

15 Biaya reinvestasi yang diperlukan dalam usaha peternakan sapi perah 55

16 Nilai penyusutan dari barang investasi setiap tahun ... 56

17 Biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha peternakan sapi perah .... 56

18 Hasil perhitungan kriteria investasi usaha peternakan sapi perah ... 59

19 Tambahan biaya investasi dan umur teknis dalam integrasi usaha peternakan sapi perah dan usaha pengembangan biogas ... 61

20 Tambahan reinvestasi dalam integrasi usaha peternakan sapi perah dan usaha pengembangan biogas ... 62

21 Tambahan penyusutan dan salvage value dalam integrasi usaha peternakan sapi perah dan usaha pengembangan biogas ... 62

22 Perhitungan kriteria investasi dalam integrasi usaha peternakan sapi perah dan usaha pengembangan biogas ... 63


(12)

tingkat suku bunga dalam integrasi usaha peternakan sapi perah dan

usaha pengembangan biogas ... 65

24 Hasil estimasi registrasi produksi biogas dari usaha pengembangan biogas ... 67

25 Biaya bahan bakar yang dihemat ... 71

26 Tingkat persepsi peternak dengan adanya usaha pengembangan biogas 73

DAFTAR GAMBAR

No Halaman 1 Alur kerangka pemikiran ... 27

2 Perbandingan pengaruh tingkat suku bunga terhadap kriteria investasi 66

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1 Cash flow usaha peternakan sapi perah ... 79

2 Cash flow usaha peternakan sapi perah dengan pengembangan biogas 82 3 Cash flow usaha peternakan sapi perah dengan pengembangan biogas dengan peningkatan harga konsentrat sebesar 10% ... 85

4 Cash flow usaha peternakan sapi perah dengan pengembangan biogas dengan peningkatan harga konsentrat sebesar 10% dan penurunan suku bunga menjadi 4% ... 88

5 Cash flow usaha peternakan sapi perah dengan pengembangan biogas dengan peningkatan harga konsentrat sebesar 10% dan penurunan suku bunga menjadi 6% ... 91

6 Regresi model ... 94

7 Uji normalitas ... 97

8 Residual plot ... 98


(13)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya alam memiliki peranan dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Hilangnya atau berkurangnya ketersediaan sumber daya air, lahan, ikan, hutan akan berdampak besar bagi kelangsungan hidup manusia (Fauzi 2010). Sumber daya alam dapat diklasisfikasikan menurut jenis penggunaan akhir dari sumber daya tersebut, seperti sumber daya material dan sumber daya energi (Hanley et al 1997 dalam Fauzi 2010). Sumber daya energi merupakan sumber daya yang digunakan untuk kebutuhan menggerakkan energi melalui proses transformasi panas maupun transformasi energi lainnya. Sumber daya material merupakan sumber daya yang dimanfaatkan sebagai bagian dari komoditas. Sumber daya metalik dapat dibagi menjadi material metalik seperti emas, besi, dan aluminium, dan material non metalik seperti tanah, pasir, dan air.

Air merupakan barang ultra essential bagi kelangsungan hidup manusia. Seiring bertambahnya penduduk dan eskalasi pembangunan ekonomi, fungsi ekonomi dan sosisal air sering terganggu. Permasalahan yang dihadapi dalam pengolahan sumber daya air ialah alokasi. Alokasi air merupakan masalah ekonomi untuk menentukan bagaimana suplai air harus dialokasikan kepada pengguna. Penggunaan air terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok konsumtif yang memanfaatkan suplai air untuk dikonsumsi antara lain rumah tangga, pertanian, industri. Kelompok tersebut memanfaatkan air melalui proses diversi, baik melalui transformasi, penguapan, penyerapan ke tanah, maupun pendegradasian kualitas air secara langsung (pencemaran). Selain kelompok konsumtif, juga terdapat kelompok non-konsumtif seperti rekreasi, media pertumbuahn ikan, serta sumber energi listrik pada pembangkit listrik tenaga air (Fauzi 2010).

Secara ekosistem, manfaat sungai ialah sebagai sumber air rumah tangga, sumber air industri, irigasi, perikanan. Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia semakin mengalami kerusakan lingkungan dari tahun ke tahun. Kerusakan lingkungan pada DAS meliputi kerusakan pada aspek biofisik ataupun kualitas air. Kerusakan DAS yang terjadi mengakibatkan kondisi kuantitas (debit)


(14)

air sungai menjadi fluktuatif antara musim penghujan dan kemarau. Selain itu juga penurunan cadangan air serta tingginya laju sendimentasi dan erosi. Dampak yang dirasakan kemudian adalah terjadinya banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Kerusakan DAS pun mengakibatkan menurunnya kualitas air sungai yang mengalami pencemaran yang diakibatkan oleh erosi dari lahan kritis, limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian, limbah pertambangan, dan limbah peternakan. Limbah peternakan berupa kotoran sapi berpotensi mencemari lingkungan. Pencemaran lingkungan tersebut berupa pelepasan gas metan yang merusak ozon, hal ini dapat dieliminir dengan cara diolah menjadi sumber energi

Sumber energi diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu sumber energi terbarukan (renewable) dan tidak terbarukan (non renewable). Konsumsi sumber energi non renewable yang dominan menyebabkan ketersediannya semakin berkurang, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya krisis energi. Jumlah pasokan energi primer dari tahun 2000 sampai tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Pasokan energi primer

Energi 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Minyak 57.20 56.62 53.16 57.08 55.07 51.30 49.58 48.84 47.61 47.10 47.74 Batubara 15.43 15.36 19.20 17.37 19.37 22.89 27.01 22.82 23.29 24.35 27.03 Gas 22.28 23.61 23.76 21.49 21.33 21.86 19.21 23.99 24.72 23.36 21.17 PLTA 3.80 3.13 2.67 2.79 3.02 2.70 2.98 2.95 2.82 3.80 2.53 Panas

Bumi 1.29 1.28 1.21 1.27 1.22 1.24 1.20 1.36 1.47 1.27 1.33 Sumber: Pusat data dan informasi Kementerian ESDM (2012)

Krisis energi yang tengah melanda Indonesia diperkirakan akan terus berlangsung beberapa tahun ke depan jika tidak segera diatasi. Krisis energi ini disebabkan oleh kelangkaan bahan bakar minyak yang juga mengakibatkan harga minyak dunia meningkat sangat signifikan. Perlu melakukan proses penghematan terhadap penggunaan bahan bakar minyak, karena pasokan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi merupakan sumber energi fosil yang tidak dapat diperbarui (non renewable). Perlu adanya pengembangan energi alternatif yang terbarukan yang tentunya ramah lingkungan. Salah satu jalan untuk melakukan penghematan energi fosil adalah dengan menggunakan energi yang berasal dari aktivitas anaerobik atau fermentasi bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran hewan dan manusia, limbah domestik, sampah biodegradable.


(15)

Salah satu energi terbarukan yang berasal kotoran hewan ialah dengan biogas. Energi biogas merupakan hasil fermentasi atau aktivitas anaerobik yang dapat digunakan sebagai bahan bakar maupun untuk menghasilkan listrik. Energi biogas ini akan menjadi sumber energi alternatif yang baik dalam mengatasi krisis energi karena sifat energi biogas yang dapat diperbarui (renewable).

Pengembangan biogas ini didukung oleh adanya kebijakan energi nasional dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi bahwa cadangan sumber daya energi tak terbarukan terbatas, maka perlu adanya kegiatan penganekaragaman sumber daya energi agar ketersediaan terjamin, sehingga diperlukan energi alternatif yang bertujuan untuk menggantikan bahan bakar konvensional tanpa akibat yang tidak diharapkan dari hal tersebut (Kementerian ESDM 2007).

Pembuatan biogas bukan merupakan teknologi baru, teknologi biogas masuk ke Indonesia sekitar tahun 1970-an. Pada awalnya teknik pengolahan limbah dengan biogas dikembangkan di wilayah pedesaan, tetapi saat ini teknologi ini sudah mulai diterapkan di wilayah perkotaan (Simamora et al 2006). Sekitar dekade 1990-an, teknologi biogas mulai dikembangkan di wilayah perkotaan. Teknologi biogas dimanfaatkan untuk mendaur ulang sampah organik. Memasuki abad 20, instalasi biogas mulai dibicarakan kembali di tengah masyarakat Indonesia. Krisis bahan bakar minyak ini menyebabkan pengembangan biogas sebagai sumber energi alternatif di berbagai daerah.

Energi Biogas dapat diperoleh dari pupuk kandang, industri makanan, limbah peternakan. Potensi biogas di Indonesia cukup besar, menurut data statistik terdapat 13 juta ekor sapi ternak dan perah, 28 juta ekor kambing, domba dan kerbau di Indonesia, hal ini menyatakan bahwa biogas memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan (Hutapea 2011). Pada tahun 2012, pemerintah bekerjasama dengan Hivos membidik target pengembangan 8 000 unit instalasi biogas, dengan pengembangan di enam provinsi yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur serta Yogyakarta

Di Jawa Barat dan Banten merupakan wilayah yang terus mengembangkan instalasi biogas. Beberapa instalasi biogas yang sudah dibangun diantaranya di


(16)

daerah Pandeglang, Cijeruk, Bogor dan Bandung. Instalasi biogas yang ada di Jawa Barat pada umumnya menggunakan limbah ternak sapi perah, hal ini disebabkan sentra peternakan sapi perah banyak tersebar luas di wilayah tersebut. Menurut data dari Dinas Peternakan Jawa Barat, bahwa populasi ternak sapi di Jawa Barat dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Peningkatan populasi ternak memicu perkembangan sentra peternakan sapi di Jawa Barat, sehingga kotoran sapi yang merupakan bahan baku utama pembuatan biogas dapat dipenuhi.

1.2 Perumusan Masalah

Pemanfaatan energi alternatif biogas di Jawa Barat masih sangat rendah, terutama di kalangan peternak sapi yang populasinya mencapai 27 200 ekor. Pemanfaatan potensi biogas di Jawa Barat baru 20%, hal ini dipicu karena mayoritas peternak sapi masih belum merasa butuh akan penggunaan energi alternatif (Yanuar 2011). Secara empiris, Jawa Barat memiliki banyak persoalan energi yang harus dihadapi. Untuk itu, energi berbasis regional dan lokal yang ada di setiap wilayah harus dieksplorasi baik oleh Dinas ESDM maupun lembaga lainnya.

Hulu Sungai Cikapundung merupakan sumber air PDAM Kota Bandung yang tercemar akibat limbah kotoran sapi. PDAM Tirtawening Kota Bandung memiliki kendala dalam mengelola air baku akibat sampah dan limbah kotoran sapi yang dihasilkan masyarakat dan kegiatan peternakan di hulu Sungai Cikapundung. Kendala tersebut terjadi sejak beberapa tahun terakhir dan mengakibatkan menurunnya kualitas air baku yang akan diolah.

Sungai Cikapundung yang merupakan sungai terbesar di Bandung (Diskominfo Bandung 2012), kondisinya sangat memprihatinkan akibat tingginya pencemaran. Sanitasi yang kurang memadai menjadi isu lingkungan yang berpotensi menimbulkan penyakit, sehingga menjadi permasalahan penduduk yang tinggal di bantaran sungai tersebut. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan serta pengendalian lingkungan hidup.


(17)

Pencemaran sungai merupakan masalah yang kompleks karena melibatkan banyak faktor, terlihat dengan jelas adanya korelasi positif antara aktivitas manusia dengan penurunan kualitas air sungai di sepanjang DAS Cikapundung. Sungai mengalir dari hulu ke hilir, sehingga permasalahan seperti pencemaran sungai ini diakibatkan oleh aktivitas yang berada di hulu. Desa Suntenjaya merupakan desa yang terletak di hulu Sungai Cikapundung, sebagian besar penduduk di desa ini bermata pencaharian sebagai peternak. Kegiatan usaha peternakan yang dilakukan oleh penduduk Desa Suntenjaya menghasilkan sisa buangan atau limbah ternak. Sebagian besar para peternak di desa tersebut membuang limbah ke Sungai Cikapundung. Pada tahun 2010 beberapa peternak mulai mengolah limbah ternak tersebut menjadi biogas. Usaha biogas ini dilakukakan oleh para peternak di Desa Suntenjaya yang didukung oleh BPPT melaui program PKPP Ristek. Program tersebut yaitu berupa diseminasi teknologi biogas melakukan pembangunan unit percontohan pengolahan limbah kotoran hewan menjadi biogas sebagai bahan bakar generator listrik di desa tersebut.

Kegiatan yang dilakukan oleh Pusat Teknologi Lingkungan (PTL) BPPT, diantaranya pengolahan limbah peternakan untuk produksi biogas di kawasan hulu Sungai Cikapundung sebagai salah satu upaya mengurangi beban pencemaran di hilir sungai, pendayagunaan IPTEK biogas sebagai sumber energi terbarukan di daerah Sungai Cikapundung, serta penggunan teknologi fitoremediasi untuk pengolahan air sungai Cikapundung. Dalam menerapkan teknologi tersebut harus dikaji apa yang menjadi kebutuhan masyarakat, seperti pengolahan limbah peternakan apabila dikelola dengan baik akan menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Di Desa Suntenjaya, usaha peternakan menjadi sumber yang dapat diolah menjadi biogas dan kompos. Hal ini dapat menjadi sumber pendapatan tambahan yang memberikan dampak ekonomi yang baik.

Setiap ekor sapi ternak dapat menghasilkan limbah padat sebanyak 20-40 kg per hari dan limbah cair sebanyak 100-250 liter (BPPT 2010). Limbah-limbah ini apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan masalah pada aspek produksi dan lingkungan serta menimbulkan bau dan menjadi sumber penyebaran penyakit. Selain dapat dimanfaatkan menjadi biogas, limbah ternak ini juga dapat


(18)

dimanfaatkan menjadi kompos serta batako. Di Desa Suntenjaya, biogas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar kompor atau generator pembangkit listrik. Dengan adanya usaha pengembangan biogas tersebut perlu dievaluasi bagaimana kelayakan secara finansial usaha pengembangan biogas. Hal ini agar dapat diketahui keberlanjutan dari usaha biogas ini.

Dari 732 peternak di Desa Suntenjaya, baru 100 peternak yang melakukan pengelolaan biogas dari limbah ternak, sementara 632 peternak masih membuang limbah ternaknya ke sungai, hal ini menyebabkan pencemaran yang menimbulkan adanya kerugian ekonomi. Kerugian ekonomi akibat pencemaran ini perlu diteliti agar dapat diestimasi nilai kerugian masyarakat di desa tersebut akibat pencemaran dari limbah ternak tersebut. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Berapakah nilai kerugian ekonomi pencemaran akibat limbah ternak di Desa Suntenjaya?

2. Bagaimana kelayakan finansial dari proyek pengembangan biogas di Desa Suntenjaya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya?

3. Seberapa besar dampak ekonomi dan lingkungan yang diperoleh dari usaha pengembangan biogas?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat limbah ternak di Desa Suntenjaya.

2. Mengevaluasi keberlanjutan dari proyek pengembangan biogas di Desa Suntenjaya dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh nyata dalam usaha pengembangan biogas.

3. Mengidentifikasi dampak ekonomi dan lingkungan yang diperoleh dari adanya biogas.


(19)

1.4 Batasan Penelitian

Penelitian ini menganalisis kelayakan biogas di Desa Suntenjaya Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung, serta mengistimasi kerugian akibat pencemaran Sungai Cikapundung. Pencemaran sungai yang terjadi menimbulkan biaya pengganti berupa biaya untuk membersihkan sungai. Pencemaran yang timbul akibat limbah ternak menyebabkan masyarakat harus melakukan upaya untuk mengolah limbah ternak tersebut. Untuk menganalisis kelayakan biogas, digunakan umur proyek biogas selama 15 tahun. Estimasi nilai kerugian ekonomi akibat limbah ternak yang dihitung hanya 1 titik waktu yaitu pada saat dilakukan penelitian.


(20)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Air

Pencemaran air didefinisikan sebagai kondisi berkurangnya nilai guna sebuah perairan yang diakibatkan oleh masuknya bahan ke perairan dalam tingkat yang tak mampu dinetralisasi oleh alam. Bahan pencemar yang masuk ke dalam suatu perairan biasanya berupa limbah suatu aktivitas. Menurut Wardhana (1995), indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui:

1. Adanya perubahan suhu air;

2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen; 3. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air;

4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan pelarut; 5. Adanya mikroorganisme;

6. Meningkatnya radoiaktivitas air lingkungan.

Limbah organik dan non organik seperti bahan berbahaya dan beracun, di darat telah mencemari sumber air permukaan hingga mengancam kesehatan makhluk hidup termasuk manusia dan kelangsungan hidupnya. Dampak negatif yang sama juga terjadi di wilayah perairan yang memunculkan fenomena eutrofikasi. Eutrofikasi merupakan salah satu dampak pencemaran limbah organik dari kegiatan manusia terhadap ekosistem sungai, waduk, pesisir, dan laut. Definisi eutrofikasi adalah pengayaan perairan oleh unsur inorganik yang pada saatnya akan mengakibatkan berbagai konsekuensi berupa peningkatan kesuburan perairan secara berlebihan dan membawa berbagai konsekuensi negatif seperti tumbuh secara berlebih tanaman air atau fitoplankton.

2.2 Limbah Peternakan

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water).


(21)

Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potongan hewan, dan pengolahan produk ternak. Semakin berkembangnya usaha ternak, maka semakin besar pula limbah yang dihasilkan. Menurut Tunney (1977) dalam Benwick (1980), di dalam kotoran sapi terdapat nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K) yang memiliki persentase berbeda. Nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) merupakan unsur yang dibutuhkan oleh organisme. Namun, jika jumlah yang terdapat di perairan melebihi ambang batas, unsur tersebut dapat mengganggu keseimbangan unsur perairan.

Sifat dan karakteristik limbah ternak dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk dan sifat limbah. Berdasarkan bentuknya, limbah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1 Bentuk Padat

Bentuk padat adalah semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat.

Contoh : feses, sisa pakan, isi rumen atau perut dan ternak mati. 2 Bentuk Cair

Bentuk cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair.

Contoh : urine dan air cucian ternak, alat serta kandang. 3 Bentuk Gas

Bentuk gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas.

Contoh : NH3, H2S, CH4, dan yang berkaitan dengan bau.

Limbah yang berada diantara bentuk limbah padat dan cair adalah suatu fase yang disebut lumpur. Sedangkan, berdasarkan sifat-nya, limbah ternak dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1 Sifat fisik

Sifat fisik adalah jumlah limbah dari kandungan padatannya (tersuspensi dan terlarut), selain itu temperatur, warna, bau, berat jenis, dan ukuran partikel.


(22)

Sifat kimia adalah sifat yang banyak berkaitan dengan kandungan nutrisi atau hara seperti N, P, K, C, Ca, dll, juga kandungan biokimianya seperti oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biokimia (BOD), kebutuhan oksigen kimia (COD), dan PH.

3 Sifat biologis

Sifat biologis adalah sifat yang berkaitan erat dengan kandungan mikroorganisme dalam limbah seperti E.colli, Bacillus sp, dll.

Jumlah limbah ternak yang dihasilkan, sifat fisik maupun kimianya bergantung pada umur, spesies ternak, ukuran ternak, dan sistem pemeliharaannya.

2.3 Biogas

Biogas dihasilkan dari limbah peternakan dan pertanian yang relatif mudah diperoleh di lingkungan masyarakat perdesaan. Dengan menggunakan biogas permasalahan kekurangan bahan bakar dapat diatasi, penggunaan kayu sebagai bahan bakar dapat dikurangi, serta masyarakat tidak lagi bergantung sepenuhnya pada bahan bakar fosil yang kini mulai terasa langka. Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umunya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana (BPTP 2012).

Adapun tahapan pembentukan biogas adalah: a) Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1:2 (bahan biogas); b) masukan bahan biogas ke dalam reaktor melalui tempat pengisian, selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas di dalam reaktor; c) Setelah kurang lebih sepuluh hari reaktor dan penampungan biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya biogas yang dihasilkan; d) Biogas sudah dapat digunakan sebagai energi untuk memasak dan penerangan; e) Sekali-sekali reaktor digoyangkan supaya terjadi penguraian yang sempurna dan gas yang terbentuk di bagian bawah naik ke atas, lakukan juga pada pengisian reaktor; f) Pengisian bahan biogas dapat dilakukan


(23)

setiap hari setiap pagi dan sore hari. Sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge (lumpur) secara otomatis akan keluar dari reaktor setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat digunakan langsung sebagai pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun kering. 2.3.1 Perkembangan Biogas di Jawa Barat

Digester berasal dari kata “digest” yang berarti mencabik, jadi mesin digester ialah suatu mesin yang digunakan untuk mencabik sambil mengaduk. Di Provinsi Jawa Barat, yang sangat potensial untuk pengembangan digester yang menghasilkan energi biogas, yaitu Bandung, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur, Sukabumi, Bogor, Cianjur, Sumedang, dan Kuningan.

Proyek pengembangan biogas telah dilakukan beberapa tahun yang lalu di Bandung, namun perkembangannya sampai saat ini kurang signifikan, karena masyarakat lebih memilih energi fosil sebagai energi, kendala yang dihadapi adalah kurangnya perawatan dan harga BBM yang cukup murah, sehingga apabila digunakan untuk keperluan memasak saja hal ini dirasakan kurang manfaatnya, di samping itu untuk pembuatan digester diperlakukan investasi awal yang cukup mahal, sehingga peternak enggan mengembangkannya (Nurhasanah et al 2006).

Pada akhir tahun 2006, pemerintah melakukan kebijakan pengurangan subsidi BBM yang membuat harga bahan fosil meningkat tajam barulah masyarakat melirik penggunaan bahan biogas. Hal ini terlihat dari permintaan masyarakat terhadap reaktor biogas tahun 2005 yang cukup besar, yaitu sekitar 200 buah.

Kotoran ternak menjadi sangat berharga, oleh karena itu para petani akan rajin merawat ternaknya sehingga kondisi kandang menjadi bersih dan kesehatan ternak menjadi lebih baik, pada akhirnya membawa keuntungan dengan penjualan ternak yang lebih cepat dan berharga lebih tinggi. Keluarga petani yang biasanya menggunakan pupuk kimia untuk menanam, kini bisa menghemat biaya produksi pertaniannya karena sudah tersedia pupuk organik dalam jumlah yang memadai dan kualitas pupuk yang lebih baik.


(24)

2.4 Penilaian terhadap Kerusakan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Penilaian kerusakan adalah proses yang sistematis dalam menentukan dan menilai sejauh mana kerugian dan penderitaan yang diterima masyarakat sebagai akibat kerusakan ekosistem yang disebabkan oleh manusia. Penilaian kerusakan SDAL merupakan proses untuk mengidentifikasi dan mengukur injury sumberdaya alam, menentukan kerusakan akibat injury serta mengembangkan dan melaksanakan restorasi sesuai tindakan (Precht et al 1997 dalam Dewi 2012).

Penilaian kerusakan SDAL ini digunakan untuk menentukan apakah sumberdaya alam telah terluka (injured) dan menghitung kompensasi kerugian moneter yang akan digunakan untuk mengembalikan kondisi sumberdaya alam tersebut. Sebagai tambahan terhadap biaya restorasi, kerusakan dapat meliputi biaya untuk melakukan penilaian kerusakan dan kompensasi untuk kerugian sementara dari hilangnya jasa sumberdaya alam dan lingkungan yang terjadi sebelum pemulihan sumberdaya selesai (Martin Marietta Energy System, Inc 1993 dalam Dewi 2012).

Valuasi ekonomi dengan metode biaya pengganti berdasarkan biaya ganti rugi aset produktif yang rusak, karena penurunan kualitas lingkungan atau kesalahan pengelolaan sehingga masyarakat harus menerima kerugian atau masyarakat harus membayar sejumlah tertentu untuk mendapatkan kembali barang atau jasa yang telah hilang. Misalnya, adanya limbah ternak berdampak pada penurunan kualitas air, sehingga dibutuhkan teknologi untuk membersihkan sungai, maka penilaian terhadap kerugian tersebut merupakan jumlah biaya pengganti yang harus dikeluarkan jika kebijakan pengelolaan sungai dilaksanakan.

2.5 Studi Kelayakan Proyek

Proyek pertanian adalah suatu kegiatan usaha yang menggunakan sumberdaya untuk memperoleh keuntungan dan manfaat (Gittinger 1986). Studi kelayakan proyek meneliti tentang dapat diteruskan atau tidaknya suatu proyek yang berjalan. Dalam kegiatan investasi keputusan untuk menanam modal adalah suatu tindakan yang mengandung konsekuensi. Oleh karena itu, untuk melihat


(25)

besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk kegiatan investasi perlu dilakukan analisis investasi.

Dalam analisis investasi, terdapat komponen-komponen biaya dan manfaat, komponen-komponen tersebut dikelompokkan dan diperoleh nilainya. Komponen tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat atau penerimaan (benefit; inflow) dan biaya atau pengeluaran (cost; outflow). Selisih antara keduanya disebut manfaat bersih (net benefit). Untuk tingkat investasi menggunakan beberapa kriteria penilaian kelayakan yaitu: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) (Gittinger, 1986). Analisis finansial dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat kriteria-kriteria investasi yaitu Pay Back Period (PBP), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR).

dilaksanakan.

a. Net Present Value (NPV)

NPV menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu. Kriteria NPV sebagai berikut :

a) NPV >0, maka proyek menguntungkan dan layak dilaksanakan

b) NPV = 0, maka proyek tidak untung dan juga tidak rugi (manfaat diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan sehingga pelaksanaan proyek berdasarkan penilaian subyektif pengambilan keputusan)

c) NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik untuk tidak dilaksanakan. b. Internal Rate of Return (IRR)

IRR menunjukkan persentase keuntungan yang diperoleh atau investasi bersih dari suatu proyek, atau tingkat diskonto yang dapat membuat arus penerimaan bersih sekarang dari investasi (NPV) sama dengan nol. Jika nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto maka proyek layak untuk dilaksanakan sedangkan jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.


(26)

c. Pay Back Period (PBP)

PBP merupakan waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi awal (Newman 1990). Perhitungan PBP ini dilengkapi dengan rasio keuntungan dan biaya dengan nilai sekarang. Jika nilai perbandingan keuntungan dengan biaya lebih besar atau sama dengan 1, proyek tersebut dapat dijalankan.

d. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu

satuan. Jika diperoleh nilai net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan, tetapi jika nilai B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk

2.6 Penelitian Terdahulu

Rani (2010) melakukan penelitian mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Penggunaan Biogas di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang dengan menggunakan pendekatan Analisis regresi linier dan analisis regresi logistik. Analisis regresi logistik digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi biogas. Dalam analisis regresi linier, uji regresi linier digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen keuangan dan energi. Sama-sama meneliti tentang biogas, tetapi dalam penelitian tersebut menggunakan pendekatan analisis regresi linier.

Dinas Pertanian Kota Bogor yang bekerjasama dengan Laboratorium Teknologi Hasil Ternak (THT), Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor memberi proyek percontohan teknologi biogas hasil fermentasi kotoran sapi di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Bogor. Nurlaelasari (2007) dengan penelitiannya yang berjudul Persepsi Peternak tentang Inovasi Teknologi Biogas Hasil Fermentasi Kotoran sapi mengatakan bahwa persepsi peternak tentang biogas dari kotoran sapi termasuk dalam kategori cukup baik. Hasil uji korelasi rank Spearman dan uji kontingensi menunujukkan bahwa terdapat


(27)

keeratan hubungan antara pendidikan formal dengan keuntungan relatif. Persepsi peternak tentang keuntungan relatif, kesesuaian dan kerumitan memiliki keeratan hubungan dengan keputusan mengadopsi inovasi biogas. Dalam penelitian ini, sama-sama meneliti tentang biogas, namun penelitian ini lebih fokus pada aktivitas komunikasi dan persepsi serta adopsi inovasi biogas kotoran sapi berupa frekuensi, rataan, persentase, tabulasi silang dan rataan skor serta uji keeratan kontingensi (C) dan uji rank Spearman (rs).

Menurut Dewi (2011) yang mengestimasi Nilai kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Kerusakan Situ Rawa Badung, pencemaran dan banjir yang terjadi pada Situ Rawa Badung menuntut masyarakat untuk mengeluarkan biaya kesehatan apabila terjangkit penyakit dan biaya pencegahan terhadap banjir. Estimasi biaya kesehatan masyarakat adalah sebesar Rp 123 857 945 per periode Rp 256 699 094 per tahun. Nilai ini menunjukan bahwa kerusakan yang terjadi pada situ tersebut memberikan dampak yang cukup besar terhadap kesehatan masyarakat sekitarnya. Estimasi biaya pencegahan terhadap banjir yang dikeluarkan masyarakat pada tahun 2011 secara agregat adalah sebesar Rp 3 887 085 449. Penelitian ini sama-sama meneliti tentang kerugian ekonomi masyarakat akibat kerusakan , namun dalam penelitian ini menggunakan metode Value of Sick Leave serta Averting Behavior Method.

Yavanica (2009) meneliti tentang Analisis Nilai Kerusakan Lingkungan dan Kesediaan Membayar Masyarakat terhadap Program Perbaikan Lingkungan (Kasus Pemukiman Bantaran Sungai Ciliwung). Penelitian tersebut menghitung besarnya kerugian ekonomi akibat banjir, menganalisis persepsi dan tingkat penerimaan masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, menghitung besarnya WTP masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa total kerugian yang diterima masyarakat ketika terjadi banjir adalah Rp 1 254 097 156. Nilai tersebut mencerminkan total biaya yang dikeluarkan responden untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik. Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan masih rendah, namun sebagian besar masyarakat menerima upaya perbaikan lingkungan, faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah jumlah tanggungan, lama tinggal, status kependudukan


(28)

dan jenis kelamin. Nilai rataan WTP responden sebesar Rp 206 800 dan total WTP masyarakat sebesar Rp 160 673 400. Besarnya nilai WTP ini dipengaruhi oleh faktor tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan luas tempat tinggal. Penelitian ini lebih menganalisis pada nilai kerusakan lingkungan serta kesediaan membayar masyarakat terhadap program perbaikan lingkungan.

Selain itu, dalam penelitian Nurhasanah et al (2007) yang berjudul Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian untuk Energi Biogas mengatakan bahwa proses pengolahan biogas melibatkan bakteri methanogen untuk merombak bahan-bahan organik yang terkandung didalam limbah menjadi biogas dan lumpur sisa fermentasi yang dapat dimanfaatkan menjadi pupuk. Biogas yang dihasilkan dimanfaatkan sebagai surnber energi pada kornpor gas, larnpu penerangan dan generator listrik skala rurnah tangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisa darnpak lingkungan dari lumpur keluaran dari reaktor biogas rnenunjukkan penurunan COD dan BOD berturut-turut sebesar 90% dan 40% dari kondisi bahan awal dan analisa kelayakan ekonomi menunjukkan investasi layak dengan BIC Rasio 1.35 dan modal investasi kernbali pada tahun ke-empat (umur ekonomi reaktor biogas 20 tahun), sehingga teknologi biogas ini layak dikembangkan dan diaplikasikan dengan skala yang lebih besar untuk menangani limbah industri pertanian. Penelitian ini menggunakan analisis kelayakan ekonomi.

Santi (2009) dalam penelitiannya tentang Analisis Kelayakan Pengusahaan Sapi Perah dan Pemanfaatan Limbah Untuk Menghasilkan Biogas dan Pupuk Kompos mengatakan bahwa upaya pengembangan peternakan sapi perah memiliki potensi yang besar untuk pengembangan energi terbarukan seperti biogas. Tujuan dalam penelitian tersebut mengkaji kelayakan pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos (pupuk organik cair dan pupuk organik padat) dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial lingkungan. Berdasarkan analisis finansial pada usaha peternakan UPP Darul Fallah memperoleh NPV>0 yaitu sebesar Rp 202 456 789.33 yang artinya bahwa usaha ini layak dijalankan. Nilai NPV sebesar Rp 202 456 789.33 menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari pengusahaan sapi perah dalam rangka pemanfaatan limbah selama umur proyek terhadap tingkat diskon (discount rate) yang berlaku


(29)

(8.75%). Kriteria lain yang dianalisis adalah Net B/C. Pada usaha ini diperoleh Net B/C>0 yaitu sebesar 1.74 yang menyatakan bahwa pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos layak dijalankan. Nilai Net B/C sama dengan 1.74 artinya setiap Rp 1.00 yang dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan 1.74 satuan manfaat bersih. IRR yang diperoleh dari analisis finansial usaha adalah 26.13% dimana IRR tersebut lebih besar dari discount factor yang diasumsikan yaitu sebesar 8.75%. Nilai IRR tersebut menunjukkan tingkat pengembalian internal proyek sebesar 26.13% dan karena IRR > 8.75 persen maka usaha ini layak dan menguntungkan. Pada usaha peternakan UPP Darul Fallah ini memiliki periode pengembalian investasi selama lima tahun sepuluh bulan tujuh belas hari. Kesimpulan dalam penelitian tersebut adalah analisis non finansial adalah pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos, dinilai mendatangkan keuntungan pada kedua perusahaan. Perbedaan dari penelitian ini ialah tidak mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat limbah ternak, sehingga hanya mencari analisis kelayakan finansial saja.


(30)

Tabel 2 Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian

Judul Skripsi/Jurnal Tujuan Metode Analisis Hasil

Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Kerusakan Situ Rawa Badung (Kasus: Kelurahan Jatinegara, Jakarta Timur)

 Kerugian ekonomi yang diderita masyarakat akibat kerusakan Situ Rawa Badung

Cost of Illness, Averting Behaviour Methods

 Estimasi biaya kesehatan masyarakat adalah sebesar Rp 123 857 945,- per periode Rp 256 699 094 per tahun

 Estimasi biaya pencegahan terhadap banjir yang dikeluarkan masyarakat adalah sebesar Rp 3 887 085 449. Analisis Nilai Kerusakan Lingkungan dan Kesediaan Membayar Masyarakat terhadap Program Perbaikan Lingkungan (Kasus Pemukiman Bantaran Sungai Ciliwung)

 Menghitung besarnya nilai kerugian yang dikeluarkan oleh responden ketika terjadi banjir

 Menganalisis tingkat penerimaan responden terhadap upaya perbaikan kualitas lingkungan bantaran Sungai Ciliwung serta faktor-faktor yang mempengaruhinya  Menganalisis WTP

masyarakat terhadap upaya perbaikan kualitas lingkungan bantaran Sungai Ciliwung serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Hilangnya Pendapatan, Cost of Illness, Biaya Perbaikan, Analisis Persepsi Uji Keandalan

 Total kerugian yang diterima masyarakat ketika terjadi banjir adalah Rp 1 254 097 156.

 Nilai rataan WTP responden sebesar Rp 206 800 dan total WTP masyarakat sebesar Rp 160 673 400.

Analisis Kelayakan Pengusahaan Sapi Perah dan Pemanfaatan Limbah Untuk Menghasilkan Biogas dan Pupuk Kompos (Studi Kasus: UPP Darul Fallah dan Fakultas Peternakan, IPB).

 Mengkaji kelayakan pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos (pupuk organik cair dan pupuk organik padat) dilihat dari aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial lingkungan.  Menganalisis tingkat

kelayakan secara finansial proyek pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos (pupuk organik cair dan pupuk organik padat) dilokasi penelitian.  Menganalisis sensivitas

kelayakan proyek pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos (pupuk organik cair dan

NPV, IRR, Net B/C, Payback Period, switching value

 Usaha peternakan UPP Darul Fallah

memperoleh NPV>0 yaitu sebesar Rp 202 456 789.33 yang artinya bahwa usaha ini layak dijalankan terhadap tingkat diskon (discount rate) yang berlaku (8.75 persen).

 Pada usaha ini diperoleh Net B/C>0 yaitu sebesar 1.74

 IRR yang diperoleh dari analisis finansial usaha adalah 26.13 persen dimana IRR tersebut lebih besar dari discount factor yang diasumsikan yaitu sebesar 8.75 persen  Hasil analisis switching

value diketahui bahwa usaha peternakan sapi perah UPP Darul Fallah sebesar 17.46 persen


(31)

Judul Skripsi/Jurnal Tujuan Metode Analisis Hasil

pupuk organik padat) lokasi penelitian Persepsi Peternak

tentang Inovasi Teknologi Biogas Hasil Fermentasi Kotoran sapi

 Mengetahui persepsi anggota kelompok peternak sapi perah

“Maju Terus” tentang

inovasi teknologi biogas, serta keputusan

mengadopsi inovasi teknologi biogas  Mengetahui karakteristik

individu peternak  Mengetahui aktivitas

komunikasi peternak  Menganalisis hubungan

antara karakteristik dan aktivitas komunikasi dengan persepsi peternak, serta persepsi dengan keputusan mengadopsi inovasi teknologi biogas

Uji keeratan kontingensi (C) dan uji korelasi

rankspearman (rs)

 Terdapat keeratan hubungan yang moderat antara pendidikan formal

dengan keuntungan relatif, kemudahan dicoba dan diamatinya inovasi, antara pendidikan non-formal

dengan keuntungan relatif, antara tingkat pendapatan dengan kemudahan diamatinya inovasi serta antara komunikasi antarpribadi dengan kemudahan untuk dicoba  Persepsi peternak

tentang keuntungan relatif, kesesuaian dan kerumitan memiliki keeratan hubungan yang moderat dengan keputusan mengadopsi inovasi biogas Pemanfaatan Limbah

Industri Pertanian Untuk Energi Biogas

 Mengkaji kelayakan pemanfaatan limbah industri pertanian untuk biogas

NBCR, IRR, Payback Period

 Secara ekonomi layak dengan BC ratio 2.17; IRR=44.96 dan Simple Payback=1.3 tahun  Teknologi Biogas layak

dikembangkan dan diaplikasikan dengan skala yang lebih besar untuk menangani limbah industri pertanian. Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Pengambilan

Keputusan Penggunaan Biogas di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang

 Menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi biogas  Menganalisis

faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen keuangan dan energi Analisis regresi linier dan analisis regresi logistik

- Hampir seluruh pengguna biogas hanya mengeluarkan setengah dari biaya energi yang dikeluarkan oleh pengguna nonbiogas. Pengguna nonbiogas membutuhkan gas elpiji dua tabung ukuran 3 kg untuk memasak, pengguna biogas hanya membutuhkan gas elpiji satu tabung.

- Keluarga pengguna biogas lebih banyak melakukan perencanaan dan pelaksanaan keuangan dan energi dibandingkan pengguna nonbiogas.


(32)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Analisis regresi linear berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel bebas ( ) dengan variabel tidak bebas (Y), digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Pendekatan yang baik untuk regresi linear berganda ialah Ordinary Least Square (OLS). OLS digunakan untuk menghitung persamaan garis lurus yang meminimisasi jumlah kuadrat jarak antara titik data X-Y dengan garis yang diukur ke arah vertikal Y. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam OLS ada 6 asumsi, yaitu:

1 Nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu E( ) = 0 untuk i = 1,2,3....,n;

2 Varian ( ) = E( ) = σ², sama untuk semua kesalahan pengganggu (homoskedastisitas);

3 Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu berarti kovarian ( , ) = 0, i ≠ j;

4 Variabel bebas , , konstan dalam sampling yang terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu, E ( , ) = 0;

5 Tidak ada kolinearitas ganda di antara variabel bebas X;

6 ≈ N (0, σ²), artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varian σ²

Di dalam uji regresi linear berganda harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), artinya bahwa pengambilan keputusan “uji F” dan “uji t” tidak boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE, maka harus dilakukan uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas. Pemenuhan asumsi dalam regresi linear berganda perlu dilakukan untuk mengetahui kebaikan dari suatu model.


(33)

3.1.1 Uji Hipotesis Statistik

3.1.1.1 Uji Koefisien Determinasi (R²)

Nilai R² digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh yang diberikan oleh variabel bebas ( terhadap variabel tidak bebas (Y). Sedangkan nilai R² digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh yang diberikan oleh varabel bebas (X) dalam kedua model terhadap variabel tidak bebaas (Y). Untuk mengetahui besarnya R² atau besarnya pengaruh antara variabel tidak bebas terhadap variabel bebas digunakan rumus sebagai berikut (Gujarati 2006) :

R² =

=

̂ ∑

...(1)

Keterangan :

R² = Nilai koefisien determinasi RSS = Residual Sum Squared TSS = Total Sum Square

Tidak tepatnya titik yang berada pada garis regresi disebabkan oleh adanya faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap variabel bebas. Bila tidak ada penyimpangan tentunya tidak akan ada error.

3.1.1.2 Uji Statistik F

Uji statistik F merupakan pengujian koefisien regresi secara keseluruhan, pengujian ini menunjukkan apakah semua variabel yang dimasukkan kedalam model memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Langkah-langkah dari pengujian statsitik F ialah:

1 Membuat Hipotesa. :βІ = β = 0

:βІ≠βЇ≠β = β = 0 2 Kriteria.

akan diterima dan akan ditolak bila F-stat < F-tabel. akan ditolak dan akan diterima bila F-stat > F-tabel.

3 Mencari nilai F-tabel dengan interval 1%, maka akan diperoleh nilai F-tabel sebagai berikut:

=


(34)

Keterangan:

R² = Koefisien determinasi K = Jumlah Variabel n = Jumlah sampel T = Jumlah unit waktu Atau :

F-tabel = {α; (n-1,nT-n-K)}

4 Membandingkan nilai F-statistik dengan nilai F-tabel. 3.1.1.3 Uji Statistik t

Uji t digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan metode OLS berbeda secara signifikan dengan nilai parameter tertentu atau tidak (Firdaus 2004). Prosedur pengujiannya sebagai berikut :

: bi = 0 artinya variabel bebas ( ) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya ( ).

: bi ≠ 0 artinya variabel bebas ( ) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya ( ).

Rumus untuk mencari t hitung sebagai berikut : =

...(3)

Jika > , maka terima , artinya variabel bebas ( ) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya ( ).

Jika < , maka tolak , artinya variabel bebas ( ) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya ( ).

3.1.2 Uji Validitas OLS (Asumsi Klasik) 3.1.2.1 Uji Multikolinearitas

Salah satu asumsi dari model regresi ganda adalah tidak ada hubungan linear sempurna antar variabel bebas dalam model tersebut. Jika hubungan tersebut ada, maka variabel bebas tersebut berkolinearitas ganda sempurna (perfect multicolinearity). Multikolinearitas muncul jika dua atau lebih variabel (atau kombinasi variabel) bebas berkorelasi tinggi antara variabel satu dengan yang lainnya. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas maka dapat dilihat dari output komputer, dengan melihat Variance Inflation Factor (VIF).


(35)

VIF =

...(4) Semakin tinggi VIF, semakin berat dampak dari multikolinearitas. Pada umumnya, multikolinearitas dikatakan berat apabila angka VIF dari suatu variabel melebihi 10. Jika VIF lebih besar dari 10 maka terdapat multikolinearitas dalam model.

3.1.2.2 Uji Heteroskedastisitas

Asumsi dari model regresi linear adalah bahwa ragam sisaan ( ) sama atau homogen. Jika ragam sisaan tidak sama atau Var ( )= E( ²)= ² untuk tiap pengamatan ke-I dari peubah-peubah bebas dalam model regresi, maka dikatakan ada masalah heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat menggunakan metode grafik atau dengan menggunakan uji Park, uji Glejser, Uji Breusch-Pagan, Uji Goldfield-Quadnt dan white test.

Untuk menguji ada-tidaknya gejala heteroskedastisitas dapat digunakan Park Test, dengan bentuk fungsi sebagai berikut:

ln = ln

Dimana adalah unsur gangguan yang stokastik karena biasanya tidak diketahui, maka digunakan sebagai pendekatan dan melakukan regresi berikut (Gujarati 2006) :

ln = ln

= ₃₅

Jika ternyata signifikan secara statistik, ini akan menyarankan bahwa dalam data terdapat heteroskedastisitas. Apabila ternyata tidak signifikan, maka dapat menerima asumsi homoskedastisitas.

Selain menggunakan uji Park, pengujian heteroskedastisitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan uji White. Langkah-langkah untuk pengujian White-test oleh Halbert White, sebagai berikut:

1 Melakukan regresi dengan menggunakan model empiris yang sedang diamati, kemudian mendapatkan nilai estimasi residual

2 Melakukan estimasi dengan menggunakan regresi bantuan (auxillary regression)


(36)

3 Menolak hipotesis yang mengatakan bahwa terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model empiris yang sedang diamati, jika nilai R² hasil regresi langkah kedua dikalikan dengan jumlah data (n) dengan degree of freedom (n. R² = X²hitung) lebih kecil dibandingkan dengan X²tabel, dan sebaliknya menolak hipotesis yang mengatakan bahwa terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model empiris yang sedang diestimasi X²hitung lebih besar dibandingkan dengan X²tabel.

3.1.2.3 Uji Autokorelasi

Uji ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi antara serangkaian data menurut waktu (time series) atau menurut ruang (cross section). Nilai statistik Durbin Watson berada pada kisaran 0 hingga 4, dan jika nilainya mendekati dua maka menunjukan tidak adanya autokorelasi ordo kesatu. Pendeteksi autokorelasi dilakukan dengan pengujian Durbin–Watson (DW). : tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif

: terdapat serial autokorelasi

Tolak H0 jika d < dL atau d >4 – dL dan terima H0 jika dU < d <4 – dU. DW = ∑

∑ ...(5) 3.1.2.4 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah error term dari data observasi mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji tersebut dapat dilakukan dengan “normality test” pada residual hasil persamaan model. Jika dalam grafik hasil uji tersebut keberadaan titik-titik pada garis berbentuk linier dan didapat P-value lebih besar dari taraf nyata, maka asumsi kenormalan dapat terpenuhi. Adapun prosedur pengujian normalitas data :

1 Merumuskan formula hipotesis : Data berdistribusi normal

: Data tidak berdistribusi normal

2. Menentukan taraf nyata ( ) untuk mendapatkan nilai chi-square tabel X² tabel = ; dk = ?

dk = k – 3


(37)

k = Banyak kelas interval

3 Menentukan nilai uji statistik3. Me

X² hitung = ∑

tuka...(6)n

Keterangan :

Oi = frekuensi hasil pengamatan pada klasifikasi ke-i klasifikasi yang diharapkan pada klasifikasi ke-i 4 Menentukan Kriteria Pengujian Hipotesis

ditolak jika X² hitung X² tabel diterima jika X² hitung X² tabel 5 Memberikan kesimpulan

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Program Swasembada Daging Sapi 2014 yang dicanangkan oleh pemerintah melalui Kementerian Pertanian merupakan upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan hewani ternak sapi potong berbasis sumberdaya domestik. Program ini tentunya akan meningkatkan peternakan sapi sehingga pencemaran akibat kotoran limbah ternak juga akan meningkat, hal ini perlu diikuti dengan pengembangan biogas agar pencemaran air akibat limbah ternak menurun.Apabila limbah diolah terlebih dahulu sebelum dilepaskan ke badan sungai dapat mengurangi pencemaran air. Pengolahan ini dapat menjadi sumber energi yang terbarukan.

Salah satu sumber energi yang terbarukan ialah biogas. Biogas berasal dari aktivitas anaerobik atau fermentasi bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran hewan dan manusia, limbah domestik. Pemakaian energi non renewable tidak dapat diperbaharui sehingga perlu melakukan proses penghematan, pengolahan limbah ini dapat menjawab krisis energi yang terjadi.

Sungai Cikapundung merupakan salah satu sungai yang terdapat di Bandung. Saat ini kondisi sungai tersebut mengalami pencemaran. Sungai ini menerima limbah lebih dari 2.5 juta liter/hari dan ditambah limbah ternak yang menyebabkan kondisi Sungai Cikapundung ini menjadi semakin mengkhawatirkan.

BPPT melaui program PKPP Ristek yaitu dalam melakukan diseminasi teknologi biogas melakukan pembangunan unit percontohan pengolahan limbah


(38)

kotoran hewan menjadi biogas sebagai bahan bakar generator listrik di Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung. Dipilihnya Desa Suntenjaya sebagai unit percontohan pengolahan limbah karena desa tersebut merupaka sentra peternakan sapi perah di Jawa Barat, serta desa tersebut terletak di hulu Sungai Cikapundung, sehingga kegiatan ternak tersebut menghasilkan limbah yang mengalir ke hilir sungai.

Tahapan pertama dalam penelitian ini adalah mengestimasi nilai ekonomi pencemaran akibat limbah ternak di Desa Suntenjaya yang merupakan daerah yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai peternak. Tahapan ini menggunakan pendekatan biaya pengganti. Tahap kedua dalam penelitian ini adalah menganalisis kelayakan finansial dari proyek pengembangan biogas tersebut. Tahap ini menggunakan benefit cost analysis. Setelah mengetahui kelayakan proyek biogas, maka akan diketahui dampak ekonomi dan lingkungan yang diperoleh penduduk Desa Suntenjaya setelah dikembangkannya proses biogas. Tahap ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.

Tercemarnya Sungai Cikapundung dapat dikurangi dengan membersihkan sungai, misalnya dengan menggunakan teknologi. Besarnya biaya untuk membersihkan sungai dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan Biaya Pengganti (Replacement Cost). Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan rekomendasi lebih jauh dari limbah ternak, baik di lokasi tersebut maupun di lokasi lain. Dengan demikian, informasi tersebut dapat dijadikan saran bagi pihak-pihak terkait dalam pengambilan kebijakan untuk melakukan pemulihan atau restorasi lingkungan baik di dalam maupun di sekitar sungai. Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, maka dibuat alur kerangka berpikir yang dapat dilihat pada Gambar 1.


(39)

Pencemaran Limbah Ternak di Sungai Cikapundung

Proyek Pengembangan Biogas di Desa

Suntenjaya

Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi

Pendekatan Produktivitas

 Biaya Pengganti

Nilai Kerugian Ekonomi Akibat

Pencemaran Limbah Ternak

Kelayakan Analisis Finansial dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Produksi Biogas

Dampak Ekonomi dan

Lingkungan

 Analisis Biaya Manfaat

 NPV

 IRR

 Net B/C

 PBP

 Analisis Sensitivitas

 Analisis Regresi Linear Berganda

 Analisis Penyerapan TK

 Penghematan Pengeluaran untuk Bahan Bakar

Gambar 1 Alur kerangka pemikiran

Krisis Energi

Kebijakan Energi Nasional

BPPT

Dampak Ekonomi dan Lingkungan dari

Proyek

Pengembangan Biogas Keberlanjutan

Proyek Pengembangan Biogas di Desa

Suntenjaya

Rekomendasi Pengembangan Biogas

Dampak Ekonomi

Dampak Lingkungan

Peningkatan Kualitas Air dan Udara


(40)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Daerah yang dipilih merupakan salah satu sentra ternak yang mengakibatkan pencemaran sepanjang Sungai Cikapundung. Daerah ini juga sudah mengembangkan biogas dari limbah ternak yang ada. Pengambilan data dilaksanakan selama bulan Maret 2013.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan yaitu dengan melihat kondisi nyata di lapang dan wawancara langsung terhadap masyarakat dan pihak yang terkait dengan penelitian. Data primer yang dibutuhkan meliputi kondisi Desa Suntenjaya sebelum dan sesudah adanya peternakan, karakteristik responden peternak, pengembangan biogas dari BPPT.

Data sekunder diperoleh dari laporan yang telah dipublikasikan maupun laporan yang tidak dipublikasikan yang bersumber dari BPPT, Desa Suntenjaya, Biro Pusat Statistik (BPS), penelitian terdahulu dan literatur yang terkait dengan penelitian serta media internet.

4.3 Penentuan Jumlah Responden

Metode pengambilan atau penentuan jumlah responden untuk diwawancara dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dimana pengambilan sampel dilakukan dengan memilih peternak yang telah menggunakan biogas. Jumlah responden ditentukan dengan rumus slovin berikut ini:

...(7) Keterangan:

n = ukuran sampel, N = ukuran populasi,


(41)

Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 2 200 KK, 100 KK telah menggunakan biogas di Desa Suntenjaya. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan jumlah sampel yang diambil sebanyak 50 KK.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Data-data yang diperoleh akan diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kerugian ekonomi, analisis kelayakan finansial, serta dampak ekonomi dan lingkungan menggunakan bantuan Microsoft Excel 2007, sementara untuk analisis regresi linear berganda dengan OLS menggunakan software SPSS 16. Metode analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Matriks metode analisis data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data Jenis Data

1 Mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat limbah ternak di Desa Suntenjaya

BPPT Biaya Pengganti Sekunder dan primer

2 Menganalisis kelayakan analisis finansial dari proyek pengembangan biogas di Desa Suntenjaya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

Peternak yang menggunakan biogas di Desa Suntenjaya

Analisis Biaya dan Manfaat : NPV, IRR, Net B/C, PBP, Analisis Sensitivitas, dan Model Regresi Berganda

Primer

3 Mengidentifikasi dampak ekonomi dan lingkungan yang diperoleh dari adanya biogas di Desa Suntenjaya

Masyarakat Desa Suntenjaya

Analisis Deskriptif

kualitatif Primer

Sumber: Data primer diolah (2013)

4.4.1 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi

Estimasi nilai kerugian ekonomi menggunakan biaya pengganti (Replacement Cost). Teknik ini secara umum mengidentifikasi biaya pengeluaran untuk perbaikan lingkungan hingga mendekati keadaan semula. Biaya yang diperhitungkan untuk mengganti SDA yang rusak dan kualitas lingkungan yang


(42)

menurun atau karena praktrik pengelolaan SDA yang kurang sesuai, dapat menjadi dasar penaksiran manfaat yang diperkirakan dari suatu perubahan

Syarat – syarat untuk memenuhi teknik biaya penggantian, yaitu : 1) Suatu fungsi SDAL sedapat mungkin diganti sama atau hampir sama. 2) Penggantian yang dilakukan harus dapat mengganti manfaat yang hilang sebagai akibat dari SDAL yang terganggu, bukan manfaat yang hilang karena penggunaan yang dilakukan secara normal, dan 3) Pendekatan ini mengasumsikan bahwa manfaat dari pengganti nilainya melampaui biaya yang dikeluarkan, kalau tidak demikian biaya tersebut dianggap tidak dikeluarkan. Dengan demikian, biaya pengganti hanya menunjukkan penggunaan nilai minimum dari manfaat SDAL (KLH 2012). Cara memperoleh biaya pengganti untuk mengestimasi nilai kerugian ekonomi adalah dengan menggunakan pendekatan biogas. Dalam mengembangkan biogas diperlukan biaya investasi berupa reaktor biogas, kompor biogas, dan pipa paralon, biaya investasi tersebut mengalami penyusutan setiap tahunnya. Selain biaya investasi, diperlukan biaya operasional berupa air. Biaya pengganti diperoleh dari biaya penyusutan peralatan ditambah biaya operasional.

4.4.2 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Biogas dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

4.4.2.1 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Biogas

Data serta informasi yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer, yakni program Microsoft Excel 2007. Data dan informasi tersebut sebelumnya dikelompokan kedalam biaya dan manfaat, kemudian dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif.

a) Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan melakukan perhitungan secara finansial untuk mengetahui kelayakan usaha secara privat, dalam hal ini kelayakan yang dilihat dari sudut pandang individu atau pelaku usaha peternakan. Perhitungan secara finansial ini menggunakan komponen biaya dan manfaat untuk memudahkan pengelompokkan kedua bagian tersebut dan juga menggunakan kriteria investasi untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha secara kuantitatif.

Pada tujuan kedua ini akan dilakukan evaluasi proyek pengembangan biogas yang mana diinvestasikan dengan peternakan sapi perah. Proyek biogas ini telah


(43)

dilaksanakan selama lima tahun, oleh karena itu untuk melihat analisis biaya manfaat, pada lima tahun kebelakang dilakukan compounding sedangkan pada tahun ke depannya sampai tahun ke-15 dilakukan discounting.

b) Komponen Biaya dan Manfaat

Analisis dilakukan dengan mengelompokkan data yang didapat kedalam komponen biaya dan manfaat. Komponen biaya adalah segala bentuk pengeluaran yang dilakukan oleh usaha peternakan yang memanfaatkan biogas. Pengeluaran ini terdiri dari beberapa bagian yaitu biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel. Sedangkan yang termasuk kedalam komponen manfaat adalah segala bentuk pemasukan yang berasal dari produksi, baik itu berupa produk langsung seperti susu segar ataupun produk pendukung seperti biogas dan limbah biogas. c) Kriteria Investasi

Menurut Nurmalina et al (2009) Metode yang dapat dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi, atau yang biasa disebut dengan kriteria investasi, yaitu :

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Secara matematis, perhitungan NPV proyek pengembangan biogas limbah ternak di Desa Suntenjaya dapat dirumuskan sebagai berikut :

NPV =

...(8) Keterangan :

NPV = Net Present Value (Rp) dari proyek biogas limbah ternak di Desa Suntenjaya

Bt = Benefit atau manfaat dari proyek biogas pada tahun ke-t

Ct = Cost atau biaya dari proyek biogas pada tahun ke-t

i = Suku Bunga yang digunakan 5.75% t = Tahun ke-0 sampai tahun ke-15 2. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu usaha untuk sumberdaya yang digunakan, karena usaha tersebut memerlukan dana untuk pemenuhan biaya-biaya operasi dan investasi


(44)

dari usaha baru sampai tingkat pengembalian modal. Secara matematis, perhitungan IRR proyek pengembangan biogas limbah ternak di Desa Suntenjaya dapat dirumuskan sebagai berikut:

IRR = i + (i - i )

...(9)

Keterangan :

IRR = Internal Rate of Return dari proyek biogas limbah ternak di Desa Suntenjaya

iІ = Suku Bunga yang menghasilkan NPV positif iЇ = Suku Bunga yang menghasilkan NPV negatif NPVІ = NPV positif

NPVЇ = NPV negatif

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)

Rasio ini diperoleh dengan membagi nilai sekarang arus manfaat (PV) dengan nilai sekarang arus biaya, yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara jumlah biaya yang dikeluarkan pada suatu usaha terhadap manfaat yang akan diperolehnya. Secara matematis, perhitungan Net B/C Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :

...(10)

Keterangan :

Net B/C = Net Benefit Cost Ratio dari proyek biogas limbah ternak di Desa Suntenjaya

Bt = Benefit atau manfaat dari proyek biogas pada tahun ke-t

Ct = Cost atau biaya dari proyek biogas pada tahun ke-t

i = Suku Bunga yang digunakan 5.75% t = Tahun ke-0 sampai tahun ke-15 Sumber : Nurmalina et al. (2009)

4. Payback Period (PP)

Payback Period adalah jangka waktu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas. Semakin cepat waktu pengembalian, semakin baik proyek tersebut untuk diusahakan. Akan tetapi, analisis payback period memiliki kelemahan karena mengabaikan nilai uang terhadap waktu (present value) dan tidak memperhitungkan periode setelah payback period.


(45)

Perhitungan Payback Period dilengkapi dengan rasio keuntungan dan biaya dengan nilai sekarang. Jika nilai perbandingan keuntungan dengan biaya lebih besar atau sama dengan 1, proyek tersebut dapat dijalankan.

d) Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas merupakan suatu analisis untuk melihat apa yang akan terjadi terhadap hasil analisis proyek, jika ada sesuatu kesalahan atau perubahan dalam perhitungan biaya atau manfaat. Layak atau tidaknya suatu proyek ditentukan oleh nilai kriteria investasinya yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan PBP. Nilai keempat kriteria tersebut sangat dipengaruhi oleh besarnya manfaat berupa penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Perubahan pada penerimaan dan biaya secara otomatis merubah nilai-nilai kriteria investasi. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat kelayakan proyek bila terjadi perubahan penerimaan dan biaya.

Analisis sensitivitas adalah menentukan suatu nilai untuk melakukan perubahan-perubahan pada komponen penerimaan dan pengeluaraan serta mengetahui pengaruhnya terhadap keputusan investasi suatu proyek. Dalam penelitian ini komponen yang akan diubah adalah pada biaya variabel, berupa peningkatan harga konsentrat sebesar 10%, selain itu juga perubahan suku bunga menjadi 4% dan 6%.

4.4.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Biogas dari Usaha Pengembangan Biogas

Untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap produksi biogas dari usaha pengembangan biogas, maka diperlukan analisis regresi linear berganda dengan menggunakan pendekatan OLS. Variabel-variabel yang digunakan untuk menduga fungsi produksi biogas dari usaha pengembangan biogas, pada variabel tidak bebas ialah produksi biogas dari usaha pengembangan biogas (Y), lalu pada variabel tidak bebas ialah jumlah kotoran ternak (X ), jumlah air yang digunakan (X ), lama usaha (X ), jumlah tenaga kerja (X ), dan pendidikan (X ). Fungsi persamaan regresi linier berganda :

LnY = α + βІLnXІ + β LnX + β LnX + β LnX + β LnX + Y = Produksi biogas dari usaha pengembangan biogas (kg)


(46)

α = Intercept

βІ, ..., = Koefisien regresi yang akan diduga X = Jumlah kotoran ternak sapi (kg) X = Jumlah air yang digunakan (liter) X = Lama usaha (bulan)

X = Jumlah tenaga kerja (orang) X = pendidikan (tahun)

= Galat atau error

Jumlah kotoran ternak berpengaruh positif terhadap produksi biogas, karena semakin banyak jumlah kotoran ternak sapi maka akan semakin tinggi produksi biogas yang dihasilkan. Jumlah air yang digunakan juga berpengaruh pada produksi biogas, demikian pula lama usaha dalam pengembangan biogas berpengaruh positif pada produksi biogas, semakin banyak pengalaman dalam berusaha, maka semakin tinggi produksi biogas yang dihasilkan. Jumlah tenaga kerja juga berpengaruh positif, semakin banyak jumlah tenaga kerja yang digunakan, maka produksi biogas yang dihasilkan juga semakin tinggi. Sehingga, produksi biogas dari usaha pengembangan biogas dipengaruhi oleh jumlah kototran ternak, jumlah air yang digunakan, lama usaha, jumlah tenaga kerja. 4.4.3 Estimasi Dampak Ekonomi dan Lingkungan

Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui dampak ekonomi dan lingkungan dari pengembangan biogas. Estimasi dampak ekonomi secara umum diperoleh dari menganalisis penyerapan tenaga kerja yang menimbulkan kesejahteraan, serta biaya bahan bakar yang dihemat. Untuk dampak lingkungan, menggunakan skala likert untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap adanya usaha pengembangan biogas.

Pada analisis kelayakan finansial, akan diperoleh NPV, IRR, BCR, PBP yang merupakan keuntungan dari usaha pengembangan biogas. Dengan adanya usaha pengembangan biogas akan menyerap tenaga kerja serta meningkatkan pendapatan peternak di Desa Suntenjaya, maka akan diperoleh keuntungan dari adanya penyerapan tenaga kerja tersebut.

Besar dampak ekonomi yang diperoleh dari adanya pengembangan biogas didapat dari hasil analisis penyerapan tenaga kerja ditambah besarnya biaya bahan


(47)

bakar yang dihemat. Pada lingkungan, besar dampak lingkungan yang diperoleh diukur dari sikap, pendapat, dan persepsi masyarakat sekitar terhadap usaha pengembangan biogas dengan menggunakan skala likert.

4.4.3.1 Dampak Ekonomi

a) Analisis Penyerapan Tenaga Kerja

Penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan sebelum dan setelah adanya usaha pengembangan biogas secara produktif. Penggunaan tenaga kerja dihitung dalam satuan hari orang kerja (HOK), yaitu jumlah pendapatan yang diperoleh dibagi dengan jumlah hari kerja. Untuk mengetahui persentase tenaga kerja yang terserap pada pengembangan biogas terhadap jumlah tenaga kerja yang tersedia, perlu diketahui potensi kerja. Potensi kerja dihitung dengan menghitung jumlah tenaga kerja yang tersedia dikonversikan hari orang kerja (HOK) dan dikalikan 365 atau jumlah hari kerja peternak dalam setahun. Dengan demikian akan diperoleh angka ketersediaan tenaga kerja per tahun. Adapun persamaan matematis persentase penyerapan tenaga kerja yang dapat ditulis adalah sebagai berikut :

% PYTK =

...(11)

Keterangan :

% PYTK : Persentase penyerapan tenaga kerja usaha pengembangan biogas JHOK : Jumlah HOK dalam satu tahun

TKTe : Jumlah tenaga kerja yang tersedia

JHK : Jumlah hari kerja dalam satu tahun (365) b) Biaya Bahan Bakar yang Dihemat

Manfaat dari biaya bahan bakar yang dihemat adalah keuntungan melalui investasi dalam memanfaatkan limbah ternak sehingga mengurangi biaya untuk membeli bahan bakar, seperti minyak tanah atau gas. Adanya usaha pengembangan biogas, biaya untuk bahan bakar di Desa Suntenjaya ini dapat dihemat. Biaya yang dikeluarkan sebelum adanya biogas, seperti membeli minyak tanah atau gas setiap bulan dikurangi biaya yang dikeluarkan masyarakat setelah adanya biogas, masyarakat tidak perlu lagi membeli minyak tanah atau gas. Adapun persamaan matematis yang dapat ditulis adalah sebagai berikut :


(48)

Keterangan :

ΔC = Biaya bahan bakar yang dihemat selama setahun (Rp)

CSB = Biaya untuk bahan bakar sebelum menggunakan biogas dalam setahun (Rp)

CB = Biaya untuk bahan bakar setelah menggunakan biogas dalam setahun (Rp)

4.4.3.2 Dampak Lingkungan

Dampak lingkungan dari usaha pengembangan biogas bisa dilihat dari dua indikator, yaitu kualitas air dengan kualitas udara. Hal ini dapat dianalisis dengan menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan 2002). Skala Likert dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur persepsi masyarakat sekitar terhadap adanya kegiatan usaha pengembangan biogas. Instrumen penelitian yang menggunakann Skala Likert dapat dibuat dalam bentuk multiple choise atau checklist. Tanggapan masyarakat sekitar dari Skala Likert, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 4, 3, 2, 1. Penentuan batas bawah dan batas atas tergantung dari jumlah pernyataan yang ditanyakan ke masyarakat. Dalam penelitian ini dampak lingkungan terdapat lima pertanyaan. Batas bawah dan batas atas untuk dampak lingkungan yaitu 5-20.


(49)

V GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1 Gambaran Umum Desa Suntenjaya

Desa Suntenjaya berada di wilayah Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat, dengan luas wilayah kurang lebih 4 556.56 km². Kondisi geografis berupa daratan berbukit dengan ketinggian sekitar 1 280 meter di atas permukaan air laut (dpl) dengan curah hujan 2 027 mm/tahun, suhu udara berkisar antara 18 – 20 derajat celcius. Letak desa dengan pusat pemerintahan relatif jauh. Jarak lokasi penelitian dari Ibu Kota Kabupaten kurang lebih 58 km, dari kota kecamatan 13.5 km. Kondisi sarana dan prasarana jalan kabupaten cukup baik dan terjangkau transportasi umum, sedangkan sarana jalan desa sebagian sudah diaspal dan sebagian masih berbatu bahkan masih ada jalan tanah.

Desa Suntenjaya termasuk desa yang terletak di ujung timur di Kecamatan Lembang, jarak dari desa ke desa yang lain cukup jauh. Secara geografis, Desa Suntenjaya terletak di bawah hulu anak Sungai Cikapundung dan di bawah kaki Gunung Bukit Tunggul. Desa Suntenjaya berbatasan dengan wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Kabupaten Subang

b. Sebelah Selatan : Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan c. Sebelah Barat : Desa Cibodas, Kecamatan Lembang d. Sebelah Timur : Desa Cipanjalu, Kecamatan Cilengkrang

Berdasarkan data monografi desa, diperoleh keterangan bahwa jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak 7 300 atau 2 200 Kepala Keluarga (KK), yang tersebar di dua kedusunan, 16 RW (Rukun Warga) dan 45 RT (Rukun Tetangga). Rata-rata penduduk desa ini memiliki mata pencaharian sebagai petani dengan persentase sebesar 40%, pedagang sebesar 30%, dan peternak sebesar 30%. Secara umum kondisi perokonomian masyarakat tergolong kelas menengah ke bawah. Apalagi dengan tingginya jumlah pengangguran, maka kondisi masyarakat masih memerlukan bantuan baik berupa fisik maupun program untuk meningkatkan kesejahteraannnya.


(1)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .539 5 .108 4.770 .001a

Residual .995 44 .023

Total 1.534 49

a. Predictors: (Constant), X5, X1, X3, X2, X4 b. Dependent Variable: res1


(2)

Lampiran 7 Uji normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Y

N 50

Normal Parametersa Mean 8.8800

Std. Deviation .38545 Most Extreme Differences Absolute .482

Positive .358

Negative -.482

Kolmogorov-Smirnov Z 3.410

Asymp. Sig. (2-tailed) .000


(3)

(4)

(5)

Lampiran 9 Descriptive statistic pada persepsi peternak dengan adanya usaha biogas

Descriptive Statistics

N Range Minimum Maximum Sum Mean

Std.

Deviation Variance

Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std.

Error Statistic Statistic Air Sungai

Bersih 50 1.00 3.00 4.00 157.00 3.1400 .04957 .35051 .123 Air Sungai TB 50 2.00 2.00 4.00 157.00 3.1400 .05721 .40457 .164 Tidak

Menimbulkan Asap

50 1.00 3.00 4.00 156.00 3.1200 .04642 .32826 .108

Penting Bagi

Lingkungan 50 1.00 3.00 4.00 160.00 3.2000 .05714 .40406 .163 Pemanfaatan Air

Meningkat 50 2.00 2.00 4.00 146.00 2.9200 .05599 .39590 .157 Valid N (listwise) 50


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 09 Juli 1991 sebagai putri bungsu dari dua bersaudara pasangan Encun Maksuni Mihardja dan Titin Martini. Pada tahun 1997 penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Dahlia, Tangerang Selatan dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menegah Pertama Pembangunan Jaya Bintaro dan lulus pada tahun 2006. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Tangerang Selatan dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis masuk sebagai salah satu mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2013. Selama kuliah penulis aktif pada kegiatan organisasi kemahasiswaan intra kampus. Penulis pernah menjadi Staff Divisi Public Relation REESA (Resource Environmental Economic Student Association) IPB tahun 2010-2012. Selain itu, penulis aktif sebagai panitia kegiatan kemahasiswaan dan peserta pada berbagai kegiatan seminar terkait keilmuan penulis.