54
yang berskala besar, sedang, kecil, hingga yang berskala rumah tangga. Keberadaan industri-industri ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat karena membuka kesempatan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang berada disekitar kawasan indsutri tersebut. Data mengenai
sarana dan prasarana pembangunan publik di Kelurahan Harapan Jaya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Sarana Pembangunan Publik di Kelurahan Harapan Jaya
Jenis Sarana Pembangunan Jumlah unit
Agama
a. Masjid
b. Gereja
c. Sarana LainnyaMusholla
Pendidikan
a. Pendidikan Umum 1.
Taman Kanak-kanak TK 2.
Sekolah Dasar SD dan Madrasah Ibtidaiyah 3.
Sekolah Menengah Pertama SMP dan Madrasah Tsanawiyah 4.
Sekolah Menengah Atas SMA b. Pendidikan Khusus
1. TPA
2. Pondok Pesantren
3. Majelis Ta’lim
Kesehatan
a. RSU Swasta
b. RS Bersalin PemerintahanSwasta
c. Puskesmas
d. Apotek
e. Klinik 24 jam
Sarana Perhubungan
a. Jalan
b. Terminal
Industri
a. Besar
b. Sedang
c. Kecil
d. Rumah Tangga
31 5
31 15
31 8
3 3
2 26
2 3
1 3
15 1
1 20
1 2
43 Sumber : Data Monografi Kelurahan Harapan Jaya, 2010
5.2 Kondisi Hidrologi Kelurahan Harapan Jaya
Berdasarkan hasil inventarisasi potensi air tanah seluruh Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan pada tahun 1993 yang dikutip
55
oleh Naryanto et al. 2007, wilayah Bekasi berada pada sistem Cekungan Air Tanah CAT Jakarta dan CAT Karawang-Jatibarang. Kemudian Naryanto et al.
2007 lebih lanjut menjelaskan bahwa di bagian utara Kota Bekasi banyak dijumpai pemboran air tanah yang menghasilkan sumur-sumur artesis positif.
Keberadaan sumur-sumur bor ini yang berada di antara Kali Bekasi dan Kali Cikarang yang mengindikasikan adanya suatu sistem air tanah berproduktifitas
tinggi. Dari data-data pemboran, berdasarkan kedalamannya maka akuifer air tanah di kawasan Bekasi dan sekitarnya Jabodetabek dapat dikelompokkan
menjadi 3 kelompok akuifer produktif, yaitu kelompok akuifer dengan kedalaman kurang dari empat puluh meter 40 m, kelompok akuifer dengan kedalaman
40 –140 m, dan kelompok akuifer dengan kedalaman lebih dari seratus empat
puluh meter 140 m. Produktivitas akuifer yang tinggi di daerah Bekasi terdapat baik pada
akuifer dalam maupun akuifer dangkal. Seluruh sumur bor mengambil air dari kelompok akuifer kedua yaitu pada kedalaman saringan antara 40
– 140 m di bawah muka tanah setempat. Walaupun jumlah data tersebut belum mencukupi
untuk mengetahui secara pasti bagaimana karakteristik produktivitas pada setiap kelompok akuifer di atas, karena masing-masing sumur menyadap air tanah pada
dua atau tiga kelompok akuifer. Berdasarkan interpretasi rekonstruksi geometri akuifer yang dilakukan
oleh Naryanto et al. 2007, maka dapat disimpulkan bahwa di Kota Bekasi terdapat dua lapisan akuifer, yaitu lapisan akuifer tertekan confined aquifer dan
lapisan akuifer tidak tertekan unconfined aquifer. Kedalaman akuifer tertekan sangat bervariasi, namun akuifer yang berpotensi sebagai akuifer produktif berada
56
pada kedalaman rata-rata antara 100 – 140 m. Ketebalan akuifer yang mencukupi
dan mempunyai penyebaran yang luas memberikan cadangan air tanah yang baik. Walaupun demikian, hal ini akan sangat dipengaruhi juga oleh jumlah resapan air
tanah yang dapat masuk ke dalam akuifer. Kawasan yang menjadi daerah resapan akuifer terletak di bagian selatan
yang letaknya lebih tinggi, yakni Kabupaten Bogor dan sebagian Kelurahan Bojong Menteng dan merupakan kawasan di luar daerah penelitian. Jumlah
resapan air tanah dapat dihitung melalui jumlah simpanan air tanah storage hasil perhitungan neraca keseimbangan dan luas wilayah resapan masing-masing
akuifer. Data mengenai perhitungan volume resapan air pada akuifer tertekan dan akuifer tidak tertekan di Kota Bekasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Perhitungan Volume Resapan Air pada Akuifer Tertekan dan
Akuifer Tidak Tertekan di Kota Bekasi Secara Umum
Jenis Akuifer Luas wilayah resapan
m
2
Jumlah simpanan air mm
Volume resapan m
3
Akuifer tertekan 4.246.266
363 1540 x 109
Akuifer tidak tertekan 212.313
363 77 x 109
Total 167 x 109
Sumber : Naryanto, et.al., 2007
Apabila melihat pada kondisi saat ini, dimana daerah resapan seperti Kabupaten Bogor ataupun Kelurahan Bojong Menteng di bagian selatan Kota
Bekasi telah berada dalam kondisi yang juga cukup mengkhawatirkan. Kawasan yang seharusnya dipertahankan menjadi daerah resapan recharge area telah
berubah fungsi menjadi kawasan industri baru yang diikuti dengan pembangunan pemukiman yang juga semakin pesat. Kondisi ini juga semakin diperburuk
dengan kegiatan ekstraksi air tanah yang berlebihan baik oleh industri maupun domestik secara kolektif seperti yang kini terjadi di Kelurahan Harapan Jaya.
57
Berdasarkan hasil pemantauan kondisi air tanah yang dilakukan oleh BPLH Kota Bekasi pada tahun 2006 diperoleh bahwa kondisi air tanah di
Kelurahan Harapan Jaya telah masuk ke dalam kategori zona rawan hingga rusak. Pengelompokan zonasi air tanah ini didasarkan pada empat parameter utama
yakni tingkat eksploitasi air tanah, tingkat penurunan muka air tanah, tingkat penurunan kualitas air tanah dan dampak negatif lingkungan yang timbul akibat
adanya migrasi antar sistem akuifer ataupun masuknya zat pencemar ke dalam sistem akuifer. Kategori zona air tanah ditentukan berdasarkan pemantauan dan
pengujian teknis oleh pihak BPLH Kota Bekasi dengan menggunakan keempat parameter tersebut untuk dapat menentukan kondisi air tanah di suatu wilayah
tertentu. Kondisi air tanah di Kota Bekasi berdasarkan zonasinya dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Kondisi Air Tanah Berdasarkan Zonasi Air Tanah di Kota Bekasi, Tahun 2006
Zona Lokasi
Keterangan Aman
Kec. Bekasi Barat Kec. Bekasi Utara sebagian besar
Kec. Medan Satria bagian tengah Kel. Jaka Setia
Kel. Jaka Mulya Akuifer 45-145 m
Kedalaman muka air tanah 18 m
Rawan Kel. Medan Satria
Kel. Pejuang
Kel. Harapan Jaya
Kel. Bojong Menteng Kel. Kaliabang sebagian
Kel. Marga Jaya
Akuifer 45-98 m Kedalaman muka air tanah 18-
27 m
Kritis Kec. Medan Satria
Kel. Pejuang
Kel. Harapan Jaya
Akuifer 45-98 m Kedalaman muka air tanah 27-
36 m Rusak
Kel. Medan Satria Kel. Pejuang
Kel. Harapan Jaya
Akuifer 45-98 m Kedalaman muka air tanah 36
m Sumber: Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bekasi, 2006
Pencemaran air tanah saat ini tidak dapat dihindari lagi akibat peningkatan populasi penduduk yang disertai dengan perkembangan pemukiman yang semakin
58
pesat, rapat dan tidak teratur di Kelurahan Harapan Jaya. Menurut Saeni 1997, kondisi pemukiman yang cenderung rapat dan tidak teratur dapat merusak kualitas
air tanah akibat perembesan zat pencemar yang berasal dari kebocoran pada saluran pembuangan limbah yang konstruksinya kurang memadai ke dalam sistem
akuifer. Apabila kondisi ini terus dibiarkan, dikhawatirkan akan mengakibatkan permasalahan yang cukup serius di masa yang akan datang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saeni 1997 mengenai kualitas air tanah dangkal daerah pemukiman di Kota Bekasi secara umum
ditemukan bahwa terdapat beberapa parameter yang telah melebihi baku mutu yang telah ditentukan menurut PP. No.20 Tahun 1990, KEP.02MENKLHI1988,
dan PERMENKESH
No.01BIRHUKMASI1975. Kondisi
tersebut menyebabkan air tanah air sumur tidak lagi layak untuk dikonsumsi secara
langsung, misalnya untuk keperluan minum. Gambaran umum mengenai kualitas air di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun parameter yang
melebihi tidak sesuai baku mutu antara lain : 1.
Kemasaman air tanah latosol rata-rata berkisar 4,6 – 5,6. Tingkat
kemasaman air ini terlalu rendah, sehingga apabila digunakan untuk keperluan minum kurang layak dan tidak baik untuk kesehatan gigi.
2. Kekeruhan rata-rata berkisar 5,2
– 10,0 NTU. Bahkan dibeberapa lokasi ditemukan tingkat kekeruhan yang cukup tinggi yakni Kelurahan Harapan
Jaya, Perumnas I, Perumnas III, dan Desa Setya Mekar yang mencapai 18 –
27 NTU. Adapun batas maksimum kekeruhan yang ditentukan oleh untuk air minum adalah 5 NTU.
59
3. Ammonia bebas rata-rata berkisar 0
– 0,182 mgl. Menurut PERMENKESH No. 01BIRHUKMASI1975 telah melebihi baku mutu air minum baku.
Pada beberapa tempat juga dijumpai pula ammonia bebas yang melewati ambang batas untuk perikanan dan peternakan, yaitu 0,02 mgl, yakni
daerah Pasar Kranji, Desa Harapan Jaya, Desa Setya Mekar, dan Bojong Menteng.
4. Besi berkisar 0,61
– 1,25 mgl. Hampir di seluruh tempat lokasi penelitian memiliki kandungan besi yang cukup tinggi. Adapun batas maksimum yang
ditetapkan oleh PERMENKESH No. 01BIRHUKMASI1979 yaitu 1 mgl. 5.
Kandungan Mangan berkisar 0,05 – 0,057 mgl. Lokasi penelitian yang
kandungan mangannya tinggi adalah PERUMNAS I, di Kelurahan Kranji, mencapai 0,70 mgl.
6. Bahan organik total BOT rata-rata berkisar 12,49
– 20,50 mgl. Kandungan BOT di seluruh lokasi telah melampaui baku mutu, baik
menurut PP No. 20 maupun pada PERMENKESH No. 01. Demikian pula untuk keperluan perikanan minimum adalah 3 mgl.
7. Oksigen
– terlarut rata-rata berkisar 20,3 – 2,59 mgl. Batas minimum yang diperbolehkan untuk air minum baku minimum adalah 3 mgl, sehingga air
ini tidak layak sebagai air minum baku. Demikian pula untuk keperluan perikanan minimum adalah 3 mgl.
8. Deterjen berkisar 0,491
– 2,117 mgl. Kandungan deterjen di seluruh lokasi telah melewati ambang batas dalam PP No. 20 Tahun 1990 golongan A dan
B, kecuali di Desa Bojong Menteng. Baku mutu untuk keperluan perikanan dan peternakan adalah 0,2 mgl.
60
9. Sulfida berkisar 0,77
– 2,26 mgl. Batas maksimum yang diperbolehkan dalam PP No. 20 Tahun 1990 golongan B adalah 0,1 mgl, sehingga
kandungan sulfida di semua sumur telah melampaui ambang batas yang telah ditetapkan. Batas maksimum yang diperbolehkan untuk perikanan dan
peternakan adalah 0,002 mgl, sehingga air ini juga tidak layak jika dipergunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
10. Jumlah Coliform berkisar 46 – 508 individu100 ml. Batas yang ditetapkan
dalam PERMENKESH No. 01 adalah 3 individu100 ml, sehingga pada umumnya sumur di daerah penelitian tercemar bakteri koliform.
11. Kandungan bakteri E.Coli berkisar 41 – 457 individu100 ml. Batas yang
ditetapkan dalam PERMENKESH No. 01 adalah 0, sehingga pada umumnya di daerah penelitian telah tercemar E.coli.
5.3 Karakteristik Umum Responden