Sejarah Munculnya Perjudian Pada Ibu-Ibu di Desa Sei Belutu Kecamatan Sei Bamban Judi Bagi Ibu-Ibu

Jika seorang ibu selalu bertindak baik maka seorang anak pasti akan meniru sikap ibunya tersebut walaupun memang masih ada anak perilaku anak yang melenceng dari sikap ibunya, sebaliknya jika seorang ibu berperilaku tidak baik seperti kasus yang ada disini yaitu bermain judi maka seorang anak akan mengikuti kebisaan ibunya itu yaitu bermain judi.

3.1. Sejarah Munculnya Perjudian Pada Ibu-Ibu di Desa Sei Belutu Kecamatan Sei Bamban

Perjudian ini dimulai sejak tahun 2008 yang lalu tepatnya di bulan Februari dimana awalnya ibu-ibu yang ikut dalam perjudian ini hanya berjumlah 3 orang yaitu Ibu E. Sinaga, Ibu D. Sihombing dan Ibu H. Pandiangan. Lokasi perjudian mereka berada di rumah Ibu D. Sihombing dimana waktu yang mereka butuhkan dalam bermain judi adalah diwaktu luang mereka, jika ada waktu luang yang kosong mereka selalu berkumpul di rumah Ibu D. Sihombing untuk bermain judi. Awalnya dalam permainan judi ini mereka hanya membuat taruhan sebesar Rp. 2000,00 tetapi seiring berjalannya waktu perjudian ini pun banyak diminati oleh ibu-ibu, anggotanya bertambah menjadi 8 delapan orang yaitu Ibu E. Manurung, Ibu S. Situmorang, Ibu G. Gultom, Ibu M. Sinaga, Ibu S. Sinaga, bertambahnya ibu-ibu ini disebabkan karena mereka memiliki tujuan yang sama yaitu sama-sama ingin menghilangkan rasa stres, suntuk dan untuk meringankan beban pikiran yang ada dalam otak mereka. Dengan bertambahnya anggota, nilai taruhan yang mereka pasang pun dalam permainan tersebut bertambah dimana setiap pemain yang kalahpas wajib membayar sebesar Rp. 5.000.00 hingga saat ini taruhan mereka tetap sebesar itu dan jumlah UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mereka pun tidak pernah bertambah lagi, mereka tetap 8 delapan orang saja. Bentuk perjudian yang dilakukan oleh ibu-ibu ini adalah dalam bentuk permainan judi kartu remi. Bagi ibu-ibu ini kartu remi lebih asik dipakai bermain judi karena walaupun mereka tahu kartu remi sangat sulit untuk di mainkan tetapi mereka lebih suka menggunakan kartu remi daripada kartu lainnya seperti kartu domino.

3.2. Judi Bagi Ibu-Ibu

Di siang hari yang panas, matahari begitu terik menyengat kulit kira-kira pukul 13.30 WIB saya pergi ke lokasi penelitian, dimana saya menggunakan sepeda motor sebagai alat kendaraan menuju lokasi penelitian tersebut. Dengan kecepatan kira-kira 40 Km Jam saya pun sampai ketempat tujuan dengan waktu perjalanan 15 menit. Saya dan para informan setiap harinya pada pukul 13.30 WIB sudah melakukan perjanjian bahwa setiap diatas pukul 13.00 WIB kami bertemu dirumah Ibu H. Pandingan untuk melihat permainan judi yang mereka lakukan dalam mencari data yang saya butuhkan. Sesampainya dilokasi penelitian yaitu dirumahnya Ibu D. Siombing dimana ibu itu juga membuka sebuah warung kedai minuman yaitu tempat minuman tuak, kopi, teh manis dan tempat jualan jajanan kecil-kecilan, saya bertemu dengan banyak orang terutama bapak-bapak yang memakai baju seragam sawah karena pakaian yang mereka pakai terlihat kotor berlumpur dan celana koyak-koyak serta cangkul yang berada tepat disamping tempat duduk mereka, sambil duduk- duduk mereka minum dan merokok. Saya pun langsung turun dari sepeda motor dan berjalan menuju kearah warung tersebut. Setelah saya turun dari sepeda motor bapak- bapak yang sedang duduk diwarung memandangi saya dan menyakan kepada saya: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA “Naeng marhua hamunang ito tu kodeon? Naeng manuor tuak do hamunang? Ai boru aha do hamunang, sehara sohea hubereng bohi muna, ai boru nise do hamunang dohot pardia do hamunang?”. “Mau ngapain kamu ito ke kedai ini? mau beli tuak yah? Boru apa kamunya sepertinya saya tidak pernah melihat kamu, anak siapa kamunya dan tinggal dimana? Dengan menebarkan senyuman sambil malu-malu, karena saya tidak mengenal bapak-bapak tersebut saya pun menjawab pertanyaan dari bapak itu: “Boru Hasugian do au Tulang, Oma boru Sinaga, au tinggal di Simpang III do Tulang jonok ni gereja HKBP do jabu nami”. “Saya boru Hasugian Tulang, mama boru Sinaga, saya tinggal di Simpang III dekat gereja HKBP”. Setelah saya selesai berbicara dengan bapak-bapak tersebut saya pun bertemu dengan suami dari Ibu D. Sihombing yaitu Bapak T.Tambunan. Saya pun disambut dengan baik oleh bapak tersebut karena memang pada awalnya saya sudah memperkenalkan diri dan menjelaskan alasan saya datang kesini. Sambil tersenyum saya pun menyakan kepada bapak tersebut dimana ibu-ibu tersebut bermain kartu. “Tulang idia halak Nantulang I marlabas?” “Tulang dimana orang Nantulang itu berjudi?” Dengan tersenyum Tulang itu pun menjawab: “Bereng hamunang ma tubalakkangi Inang sian pintu samping I ho masuk, tor tarida do annonan halaki” “Lihat saja kebelakang Inang dari pintu itu kamunya masuk, langsung terlihatnya nanti orang itu.” UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Saya pun pergi kebelakang rumah Tulang itu melalui pintu samping yang tadi dikatakan oleh Tulang tersebut. Sesampainya di belakang rumah saya hanya melihat beberapa ibu-ibu yang sedang duduk-duduk sambil bercerita-cerita, ibu-ibu tersebut adalah Ibu H. Pandiangan, E. Sinaga, S. Situmorang, G. Gultom, dan ibu D. Sihombing sedangkan ibu-ibu yang lainnya belum datang. Saya pun tersenyum dan duduk di sebelah Ibu E. Sinaga, sambil menunggu ibu-ibu yang lainnya yaitu Ibu E. Manurung dan Ibu S. Sinaga. Sambil menunggu ibu-ibu yang lainnya mereka pun bercerita-cerita mengenai keluarga mereka masing-masing dan mereka pun juga terkadang menceritakan gosip-gosip yang beredar di desa tersebut, baik itu gossip mengenai keluarga orang yang tidak mereka kenal maupun menggosip mengenai kejadian-kejadian yang sedang terjadi di negara ini misalnya gossip mengenai kasusnya Angelina Sondakh yang melakukan tindakan korupsi dan lain-lainnya. Ibu- ibu yang bermain kartu ini ada sebanyak 8delapan orang dan ibu-ibu ini berstatus sudah menikah, memiliki anak, suami dan juga sudah memiliki cucu, mereka adalah perempuan dari golongan kalangan menengah, ada yang bekerja sebagai guru, bidan, petani dan sebagai pengusaha seperti membuka warung. Mereka adalah ibu-ibu yang sudah memiliki umur rata-rata 45-an ke atas. Setelah 10 menit lamanya saya dan ibu-ibu yang lain menunggu kedatangan Ibu E. Manurung dan S. Sinaga akhirnya mereka pun datang juga. Mereka pun duduk dan membentuk sebuah lingkaran dan megeluarkan uang meraka masing-masing dari saku celana mereka sebagai modal untuk taruhan dalam bemain kartu. Modal yang mereka butuhkan dalam permainan judi kartu remi ini adalah dari penghasilan yang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mereka peroleh baik itu dari gaji PNS mereka maupun dari hasil penjualan dagangan mereka. Dengan mengeluarkan uang Rp 5.000,00-an dan Rp.10.000,-an dari kantong mereka masing-masing, mereka pun mulai bermain kartu. Sambil berkartu saya pun berbincang-bincang dengan ibu-ibu tersebut. Adapun menurut ibu-ibu tersebut judi adalah suatu permainan yang membuat mereka senang dan mampu melupakan segala permasalahan yang ada dalam diri mereka baik itu karena masalah keluarga maupun masalah ekonomi yang sedang melilit mereka. Judi merupakan suatu pengobat stress dan suntuk. Berjudi dalam bentuk permainan kartu remi bagi ibu-ibu tersebut adalah permainan yang lumayan sulit untuk dimainkan karena permainan ini membutuhkan kepintaran dan menguras banyak pikiran sehingga dengan berfikir bagaimana mencapai kemenangan maka pikiran yang mengganggu mereka dapat terlupakan walaupun mereka tahu kalau kesenangan yang didapatkan dari permainan ini hanya sementara saja sampai permainan tersebut selesai dan setelah permainan tersebut selesai masalah itupun datang kembali kepikiran mereka.

3.3. Alasan Ibu-Ibu Bermain Judi