Program Pendidikan Anak Usia Dini Konsumsi Pangan Anak Usia Dini

2.2. Program Pendidikan Anak Usia Dini

Program ini bertujuan agar semua anak usia dini usia 0-6 tahun, baik laki- laki maupun perempuan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sesuai tahap-tahap perkembangan atau tingkat usia mereka. PAUD juga merupakan pendidikan persiapan untuk mengikuti jenjang pendidikan sekolah dasar. Secara lebih spesifik, program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan pendidikan melalui jalur formal seperti Taman Kanak-Kanak TK, Raudhatul Athfal RA dan bentuk lain yang sederajat, serta jalur pendidikan non-formal berbentuk Kelompok Bermain KB, Taman Penitipan Anak TPA atau bentuk lain yang sederajat, dan jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. PAUD bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak the whole child agar kelak dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh sesuai kultur, budaya, dan falsafah suatu bangsa. Anak dapat dipandang sebagai individu yang baru mulai mengenal dunia. Ia belum mengetahui tatakrama, sopan-santun, aturan, norma, etika, dan berbagai hal tentang dunia. Ia juga sedang belajar berkomunikasi dengan orang lain dan belajar memahami orang lain. Anak perlu dibimbing agar mampu memahami berbagai hal tentang dunia dan isinya. Ia juga perlu dibimbing agar memahami berbagai fenomena alam dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup di masyarakat. Interaksi anak dengan benda dan dengan orang lain diperlukan untuk belajar agar anak mampu mengembangkan kepribadian, watak, dan akhlak yang mulia. Usia dini merupakan saat yang amat berharga untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme, kebangsaan, agama, etika, moral, dan sosial Universitas Sumatera Utara yang berguna untuk kehidupannya dan strategis bagi pengembangan suatu bangsa Departeman Pendidikan Nasional, 2007.

2.3. Konsumsi Pangan Anak Usia Dini

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Oleh karena itu, pangan harus selalu tersedia pada setiap saat dan tempat dengan mutu yang memadai. Pangan dengan nilai gizi yang cukup dan seimbang merupakan pilihan terbaik untuk dikonsumsi guna mencapai status gizi dan kesehatan yang optimal. Bagi tubuh nilai suatu bahan pangan ditentukan oleh isinya atau zat gizi apa yang dikandungnya. Zat gizi yang terkandung dalam pangan digunakan untuk memberikan energi pada tubuh, untuk pertumbuhan dan untuk memperbaiki jaringan tubuh yang telah rusak serta mengatur proses dalam tubuh. Jadi nilai gizi pangan menyangkut ketersediaannya secara biologis atau dapat tidaknya zat gizi tersebut digunakan tubuh. Pangan dengan kandungan gizi yang lengkap, dalam jumlah yang proporsional mempunyai potensi yang besar untuk menjadi pangan yang bergizi tinggi. Tinggi rendahnya nilai gizi suatu pangan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk menilai mutu pangan tersebut. Selain nilai gizi, mutu pangan juga ditentukan oleh keadaan fisik, mikrobiologis serta penerimaan secara indrawi Rimbawan, 1999. Konsumsi pangan adalah jumlah pangan tunggal atau beragam yang dimakan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan konsumsi pangan adalah untuk memperoleh zat gizi yang diperlukan tubuh. Kebiasaan Universitas Sumatera Utara mengonsumsi pangan yang baik akan menyebabkan status gizi yang baik pula, dan keadaan ini dapat terlaksana apabila telah tercipta keseimbangan antara banyaknya jenis-jenis zat gizi yang dikonsumsi dengan banyaknya gizi yang dibutuhkan tubuh Suhardjo, 1990. Anak usia dini merupakan golongan yang berada dalam masa pertumbuhan yang pesat. Dalam usia dini memerlukan asupan gizi yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dalam mengonsumsi pangan, anak sangat tergantung pada konsumsi pangan keluargakebiasaan konsumsi pangan keluarga. Kekurangan konsumsi pangan di tingkat keluarga akan dapat menurunkan asupan gizi anak, dan ini ditandai dengan menurunnya kemampuan fisik, terganggunya pertumbuhan, perkembangan, dan kemampuan berfikir serta adanya angka kesakitan dan kematian yang tinggi Winarno, 1990. Konsumsi makanan anak usia dini harus memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan yaitu zat gizi esensial energi, protein, vitamin, mineral dan air dalam jumlah yang cukup Pudjiadi, 1999. Suhardjo 2003 berpendapat bahwa seseorang tidak dapat menghasilkan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun kebiasaan meminjam ini akan dapat mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu kekurangan gizi khususnya energi. Kartasapoetra dan Marsetyo 2001 juga berpendapat bahwa dalam usaha menciptakan manusia yang sehat pertumbuhannya, penuh semangat dan penuh kegairahan dalam kerja, serta tinggi daya cipta dan Universitas Sumatera Utara kreatifitasnya, maka sejak anak usia dini harus dipersiapkan. Untuk itu energi harus benar-benar diperhatikan, harus tetap selalu berada dalam serba kecukupan. Suhardjo 2003 menyatakan bahwa status gizi atau tingkat konsumsi pangan merupakan bagian terpenting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga mempengaruhi status gizi. Hal ini sejalan dengan pendapat Sediaoetama 2000 yang menyatakan bahwa tingkat kesehatan gizi sesuai dengan konsumsi pangan, tingkat kesehatan gizi terbaik adalah kesehatan gizi optimum. Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya kerja dan efisiensi yang sebaik-baiknya, serta mempunyai daya tahan setinggi- tingginya. Untuk menjamin kebutuhan zat gizi anak usia dini dengan mutu gizi yang baik, maka makanan yang biasa dikonsumsi anak usia dini harus mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk memberi makanan yang beraneka ragam, diantaranya sumber tenaga seperti serealia, sumber protein seperti bahan pangan hewani dan kacang-kacangan serta sumber zat pengatur, misalnya sayuran dan buah-buahan Krisnatuti Yenrina, 2000.

2.4. Pola Makan dan Status Gizi Anak