Dari Tabel 9. menunjukkan bahwa semakin meningkatnya penambahan gliserol monostearat maka kadar protein donat semakin menurun.
Semakin tinggi gliserol monostearat maka kadar air semakin tinggi karena konsentrasi gizi
protein di dalam massa yang tertinggal per berat kering bahan semakin menurun sehingga kadar protein semakin turun. Hal ini sesuai dengan pendapat
Mudjisihono dkk 1993, variasi penambahan gliserol monostearat tidak menyebabkan perbedaan kadar protein pada roti tawar yang dihasilkan karena
gliserol monostearat sebagian besar tersusun bukan oleh fraksi protein
D. Volume Pengembangan
Berdasarkan analisis ragam Lampiran 7 menunjukkan bahwa perlakuan subtitusi labu kuning dan penambahan gliserol monostearat terdapat
interaksi yang nyata p 0,05
terhadap volume pengembangan donat yang dihasilkan. Demikian juga antara masing-masing perlakuan terdapat interaksi
yang nyata. Rerata volume pengembangan donat tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 10. Rerata volume pengembangan donat dari perlakuan substitusi labu kuning kukus dan penambahan gliserol monostearat.
Perlakuan Notasi DMRT
Labu kuning kukus
Gliserol Monostearat
5 Volume
Pengembangan
10 1 94 bc
6.5141 2
112 d
6.5529 3
118 d
6.5916 20 1 91
b 6.2233
2 100
c 6.3396
3 102
c 6.4365
30 1 81 a
- 2
83 a
5.758 3
85 ab
6.049
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata Pada Tabel 10. terlihat pada perlakuan substitusi labu kuning 30 dan
penambahan gliserol monostearat 1 memiliki volume pengembangan yang rendah 81, sedangkan pada perlakuan substitusi labu kuning 10 dan
penambahan gliserol monostearat 3 memiliki volume pengembangan yang paling tinggi 118. Hubungan antara perlakuan substitusi labu kuning dan
penambahan gliserol monostearat terhadap volume pengembangan donat ditunjukkan pada Gambar 5.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Gambar 5. Hubungan antara substitusi labu kuning kukus dan penambahan Gliserol monostearat terhadap volume pengembangan donat.
Gambar 5. menunjukkan bahwa dengan semakin tingi penambahan gliserol monostearat dan semakin menurunnya substitusi labu kuning
menyebabkan volume pengembangan donat semakin meningkat. Hal ini dikarenakan gliserol monostearat yang berfungsi sebagai bahan
pengikat antar granula pati. Gliserol monostearat mempunyai dua gugus yaitu gugus polar dan gugus nonpolar, sedangkan gugus polar akan berinteraksi dengan
fraksi amilosa membentuk ikatan kompleks dan matriks film sehingga dapat membantu kerja gluten dalam memperangkap gas CO
2
hasil fermentasi, sedangkan gugus nonpolar juga berinteraksi dengan amilopektin yaitu pada
pemanasan pati lebih lanjut mengakibatkan pelarutan, sedangkan peningkatan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
volume pengembangan pada menurunnya substitusi labu kuning kukus dikarenakan jumlah tepung terigu menjadi banyak. Semakin banyak tepung terigu
dalam adonan maka jumlah gluten dalam adonan akan semakin meningkat, sehingga akan meningkatkan kemampuan adonan dalam menahan gas CO
2
yang mengakibatkan terjadinya peningkatan volume pengembangan roti.
Menurut Subarna 1992, gluten memiliki sifat fisik yang elastis dan ekstensibel sehingga memungkinkan adonan dapat menahan gas CO
2
dan adonan dapat menggelembung seperti balon. Hal inilah yang memungkinkan produk roti
mempunyai struktur berongga yang seragam dan halus. Pendapat tersebut diatas diperkuat oleh Matz 1972 yang menyatakan bahwa volume roti dipengaruhi oleh
terbentuknya gas CO
2
hasil aktivitas ragi roti yeast serta kemampuan adonan menahan gas CO
2
tersebut. Kemampuan adonan dalam menahan gas CO
2
ini dipengaruhi oleh kandungan gluten dalam tepung terigu.
Menurut Anonymous 2006, gliserol monostearat berfungsi meningkatkan kualitas adonan dengan memperbaiki ikatan gluten antar
komponen-komponen roti. Kekuatan adonan akan meningkat jika semakin banyak jembatan disulfida yang terbentuk oleh gluten. Gliserol monostearat sering
digunakan untuk memperkuat jaringan protein gluten agar didapatkan retensi gas gas retention yang lebih baik sehingga dapat mengembangkan volume roti
tawar. Menurut Purnomo 1994, pengembangan roti juga dipengaruhi oleh
kandungan protein gluten dalam tepung terigu. Tepung terigu mempunyai kemampuan menghasilkan adonan yang viskoelastis karena adanya gluten.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Gluten berperan sebagai bahan konstruksi struktur adonan sehingga penahanan gas CO
2
selama fermentasi dapat ditahan. Dalam Mudjisihono 1993, gliserol monostearat mampu berinteraksi
dengan molekul amilosa sehingga dapat menahan gas yang berakibat adonan menjadi lebih mengembang.
Purnomo 1994 yang menyatakan bahwa, adonan yang mengalami penambahan gliserol monostearat memiliki volume yang lebih tinggi karena
kapasitas penahanan dari gas CO
2
yang meningkat. Lebih lanjut Mudjisihono 1993, menyatakan bahwa gliserol monostearat yang ditambahkan pada
adonan roti tawar berinteraksi secara heliks dengan molekul-molekul amilosa saat gelatinisasi pati dan cukup mampu untuk menahan gas CO
2
sehingga adonan akan mengembang.
E. Tekstur dengan Penetrometer