Masalah Metode Pertentangan Antara P. Hovenaars S.J. Dengan F. van Lith S.J.

23

1. Masalah Metode

F. van Lith S.J. merupakan seorang yang istimewa. Beliau memiliki penglihatan yang tajam dan tahan uji terhadap apa yang yang sedang beliau hadapi. Masyarakat Jawa beruntung memiliki seorang misionaris seperti F. van Lith S.J. karena beliau mampu mencetak orang-orang yang meresapi dan menghayati dirinya. Orang yang beliau didik juga memiliki watak, kinerja dan semangat seperti dirinya. Memang situasi di Jawa berbeda dengan masyarakat Indonesia lainnya, sehingga dalam menjalankan misi seorang misionaris seperti F. van Lith S.J. masih menerapkan metode yang bersifat eksperimental. 20 Metode yang beliau terapkan pada awalnya adalah melakukan pengenalan awal yang mendalam terhadap masyarakat setempat. Pengenalan mengenai bahasa, cara hidup, kebutuhan pokok dan lain sebagainya sangat menentukan pengambilan keputusan langkah apa yang nantinya akan ditempuh untuk mensukseskan misi di Jawa. Sikap hati-hati dalam mendekati masyarakat Jawa adalah cara yang paling baik dalam mensukseskan misi di Jawa. Menyatu dengan masyarakat Jawa adalah metode pendekatan yang paling cocok untuk mensukseskan karya misionernya di Jawa. Hal inilah yang membedakan F. van Lith S.J. dengan para misionaris sebelumnya dalam pelaksanaan misinya. Tidak hanya membaur dengan masyarakat, F. van Lith S.J. juga memikirkan bagaimana cara supaya orang Jawa dengan sendirinya menjadi orang Katolik. Perbaikan ekonomi masyarakat Jawa adalah solusinya. Beliau berpikir bahwa ketika segala macam kebutuhan pokok seperti pangan dan sandang orang- 20 Panitia Kerja Pembangunan Monumen Romo van Lith S.J., op. cit,. hlm. 26. 24 orang Jawa terpenuhi maka mereka akan mampu berfikir secara baik. Mereka akan mampu menilai seperti apa ajaran Agama Katolik dan seperti apa sebenarnya inti ajarannya. Masyarakat Jawa juga bisa melihat bahwa cinta kasih para misionaris di Muntilan ibarat kasih seorang ayah terhadap anak-anaknya. Dengan semacam sistem sewa tanah, klinik kesehatan gratis bagi masyarakat dan usaha produksi anyam-anyaman bambu yang berwarna-warni, F. van Lith S.J. yakin bisa memberikan peluang bagi masyarakat Jawa untuk lebih maju. Pendidikan masyarakat pribumi menjadi cara yang efektif bagi perkembangan misi. Sebenarnya pendidikan masyarakat pribumi sudah ada sejak adanya karya misi di Jawa. Akan tetapi, yang membedakan dari misi sebelumnya adalah F. van Lith S.J. tidak memanfaatkan langsung sekolah yang beliau dirikan untuk sarana mentaubatkan dan membaptis murid-muridnya. Beliau lebih ingin menunjukan bahwa karya misi adalah untuk mensejahterakan masyarakat pribumi. Beliau berpendapat bahwa dengan adanya pendidikan terutama pendidikan guru bantu yang beliau rintis masyarakat Jawa dan karya misi akan maju beberapa tahap. Beliau mengupayakan semacam pabrik tikar dan semacam sistem sewa tanah bagi petani di sekitar Muntilan. Selain itu, beliau juga ingin mendirikan sekolah guru bantu di Muntilan. Dengan adanya sekolah guru bantu akan mempermudah kegiatan misi dari guru-guru bantu yang telah diluluskan. Setidaknya setelah muncul benih-benih guru di Jawa mereka akan punya inisiatif sendiri untuk membangun pendidikan bagi kaum pribumi. F. van Lith S.J. tidak puas dengan hanya pertobatan di berbagai tempat dan di antara murid-muridnya saja. Beliau menginginkan adanya sekolah yang 25 mendidik calon pemimpin-pemimpin orang Jawa. Mereka yang lulus dari sekolah yang beliau dirikan kelak akan menjadi kader-kader penerus perjuangannya. Beliau mencanangkan dua prinsip yaitu pembentukan watak dan mental yang diwujudkan bersama dengan pencetakan pemimpin-pemimpin. Untuk merealisasikan hal tersebut F. van Lith S.J. menggunakan sekolah pribumi yaitu Kweekschool dengan asrama yang dikelola oleh misionaris yang selanjutnya berkembang dengan didirikannya sekolah bagi imam-imam pribumi. 21 P. Hovenaars S.J. memiliki metode yang berbeda dengan metode yang diterapkan oleh F. van Lith S.J. ketika berkarya diantara masyarakat Jawa. P. Hovenaars S.J. tidak melakukan usaha untuk lebih mengenal masyaraka Jawa. Beliau terlalu fokus pada upayanya untuk membaptis orang pribumi sebanyak- banyaknya. Hal inilah yang menjadi alasan mendasar kenapa kelak karya P. Hovenaars S.J. gagal. P. Hovenaars S.J. tidak paham mengenai bagaimana karakter, kebiasaan, kebutuhan, dan tatacara hidup masyarakat Jawa. P. Hovenaars S.J. sebenarnya juga memikirkan bagaimana cara supaya masyarakat Jawa terlepas dari kemiskinan. Beliau mengupayakan adanya sebuah kredit union yang diperuntukan bagi petani. Kredit union tersebut akan diberi nama dengan Retnoguno. Selain itu, beliau juga memiliki cita-cita yang cukup besar yaitu membangun sebuah pabrik tapioka, penggilingan padi dan pabrik kacang. Untuk kemajuan dalam bidang kesehatan dan pendidikan beliau menginginkan adanya sebuah rumah sakit dan sekolah kejuruan. Untuk memajukan perkembangan misi beliau juga ingin membuat sekolah katekis di 21 Ibid. , hlm. 27-28. 26 Mendut supaya kelak para katekis yang telah lulus membantunya dalam menjalankan misi di Jawa. Di Mendut, P. Hovenaars S.J. juga mendirikan sekolah bagi kaum pribumi. Akan tetapi, tujuan utama dari sekolah ini adalah supaya dia bisa membaptis banyak anak dari sekolahnya. Beliau tidak memikirkan jauh kedepan bagaimana kelak cara memajukan misinya di Mendut. Beliau tidak berusaha mencetak calon- calon kader penerusnya yang berasal dari masyarakat pribumi. Sekolah yang beliau kelola dipandang hanya sebatas umpan supaya masyarakat pribumi mau masuk Agama Katolik. Yang membedakan F. van Lith S.J. dengan P. Hovenaars S.J. adalah P. Hovenaars S.J. tidak memikirkan segala macam tentang karakteristik orang-orang Jawa waktu itu. Beliau hanya sebatas kenal dan tidak mendalami pola pikir dan keinginan masyarakat Jawa waktu itu. Sebagai imbasnya adalah nantinya banyak kejadian yang justru merugikan karyanya dan karya misi di Jawa. Sebagai contoh adalah dimana banyak orang Katolik yang dibaptisnya hanya sekedar ingin mendapatkan uang saja. Selain itu, P. Hovenaars S.J. juga tidak pernah berusaha percaya pada orang lain. Beliau selalu ingin memperlihatkan kepada para misionaris bahwa beliau mampu menjalankan karyanya seorang diri. Sebagai contoh ketika beliau membuka sebuah klinik kesehatan, beliau mengurusinya sendiri dengan mengesampingkan kegiatan lain dan sebagai akibatnya kegiatan misi menjadi kacau dan banyak pekerjaan terbengkalai. Hal seperti inilah yang membedakan P. Hovenaars S.J. dan F. van Lith S.J. Kesabaran, kerjasama, 27 ketulusan dalam berkarya, serta kerja keras akan menentukan keberhasilan dan berkembangnya misi di Jawa.

2. Masalah Doa Bapa Kami