18
Nama Aksara
Aksara Legena
Aksara Pasangan
Pemakaian Dalam Kata
nya …..
nyabut nyawa
„mencabut nyawa’
ma ...
… manuk manyar
„burung manyar’
ga ...
… gagak galak
„gagak buas’
ba ……
bakul bathik
„dagang batik’
tha ……
thak-thakan
„buru-buru ingin memegang’
nga ……
ngajak ngaso
„mengajak beristirahat’
Catatan: a.
Aksara pasangan ha , sa
, dan pa ditulis di belakang aksara
konsonan akhir suku kata di depannya. Sementara aksara selain itu, ditulis di bawahnya.
19 b.
Aksara ha , ra
, dan nga tidak dapat diberi aksara pasangan
atau tidak dapat menjadi aksara sigegan aksara konsonan penutup suku kata. Aksara sigegan ha diganti wignyan , aksara sigegan ra diganti layar ... ,
dan aksara sigegan nga diganti cecak ... . Selain itu, aksara ca , wa
, dha , ya
, tha juga tidak dapat menjadi aksara sigegan
karena hampir tidak ada suku kata yang berakhir sigegan aksara tersebut.
2. Sandhangan
Sandhangan merupakan tanda yang ada pada aksara Jawa yang digunakan untuk mengubah bunyi aksara. Dalam aksara Jawa, aksara yang tidak mendapat
sandhangan diucapkan sebagai gabungan antara konsonan dan vocal a, baik vokal a yang dilafalkan
Ɔ seperti pada kata tolong, maupun yang dilafalkan a seperti pada kata ada Darusuprapta, 2003: 18.
Sandhangan aksara Jawa dibagi menjadi dua macam, yaitu sandhangan swara dan sandhangan panyigeg wanda. Darusuprapta 2003: 19-28 menjelaskan
pengertian masing-masing sandhangan tersebut sebagai berikut. a.
Sandhangan bunyi vokal Sandhangan swara Ada 5 macam sandhangan swara, yakni:
1 Sandhangan wulu ...
Sandhangan wulu digunakan untuk mengubah suatu suku kata dalam aksara legena
yang berbunyi “a” menjadi vocal “i”. Sandhangan wulu ditulis di atas bagian akhir aksara yang mendapat sandhangan itu. Apabila
20 selain wulu terdapat sandhangan lain, sandhangan wulu diletakkan di
sebelah kiri sandhangan lain tersebut. Contoh:
pinggir „pinggir’
tliti „teliti’
2 Sandhangan pepet …
Sandhangan pepet digunakan untuk mengubah suatu suku kata dalam aksara legena
yang berbunyi “a” menjadi vocal ǝ . Sama halnya dengan
sandhangan wulu, sandhangan pepet diletakkan di atas bagian akhir aksara yang mendapat sandhangan itu. Apabila selain pepet terdapat
sandhangan layar, maka sandhangan pepet diletakkan di sebelah kiri sandhangan layar; apabila terdapat sandhangan cecak, sandhangan cecak
ditulis di dalam sandhangan pepet. Contoh:
seger „segar’
meneng „diam’
Sandhangan pepet tidak digunakan untuk menuliskan suku kata re dan le yang bukan pasangan, sebab suku kata re yang bukan pasangan
dilambangkan dengan pa cerek dan le yang bukan pasangan
dilambangkan dengan nga lelet.
21 Contoh:
marem tenan „puas sekali’
Sandhangan pepet diletakkan di atas bagian akhir aksara yang mendapat pasangan dan aksara pasangannya diletakkan di bawah aksara yang
mendapat pasangan. Khusus pada aksara pasangan ha , sa
, dan pa
, sandhangan pepet diletakkan di atas bagian akhir aksara pasangan tersebut.
Contoh: salak sepet lan pelem legi
„salak sepat dan manga manis’ 3
Sandhangan suku … Sandhangan suku digunakan untuk mengubah suatu suku kata dalam
aksara legena yang berbunyi “a” menjadi vocal “u”. Sandhangan suku
ditulis serangkai di bawah bagian akhir aksara yang mendapat sandhangan itu.
Contoh: tuku buku
„beli buku’ Sandhangan suku ditulis serangkai dengan aksara pasangan. Apabila yang
diberi sandangan suku adalah aksara pasangan ka
…
, ta … , la …
22 , bentuk aksara pasangan tersebut diubah dahulu menjadi aksara legena,
baru kemudian sandhangan suku dirangkaikan di bawah bagian akhir aksara pasangan tersebut.
Contoh: samak buku
„sampul buku’
4 Sandhangan Taling …