Pengembangan dan Budidaya Tanaman Obat Rumah Tangga Petani di Pedesaan

bekas sayatan dan kehilangan nafsu makan. Efek farmakologinya adalah antiinfeksi, antidemam, diuretikum, dan kerafolitik dan anti keloid. Dewasa ini di apotik telah dijual salep ekstak pegagan Medicazol yang digunakan untuk mencegah terjadinya keloid sehabis operasi. 5. Tapak Liman Elephanthopus scaber L. Menurut Santoso dan Didik 2003 kegunaan dari tanaman ini adalah untuk mengobati batuk sariawan, panas dalam, diare, bisul, eksim, keputihan, pelembut kulit pada kaki, mengobati gigitan binatang berbisa dan menghilangkan pembengkakan. Berdasarkan aktivitas biologi yang diteliti, tanaman sebagai antiradang, menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur Andida albicans serta antipiretik obat turun panas.

2.1.3 Pengembangan dan Budidaya Tanaman Obat

Pengembangan tanaman obat melalui budidaya, dilakukan terutama melalui pola swadaya, mengingat kebutuhan konsumsinya yang terbatas. Dalam pola ini pengembangan melalui pola pekarangan dipandang paling sesuai. Pola ini paling cocok karena: 1. Sifat kebutuhan bahan obat dari tanaman yang relatif rendah volume dosis pemakaiannya. 2. Pengembangan di lahan pekarangan sejalan dengan pola pengembangan Tanaman Obat Keluarga TOBGA dan program PKK. Pola tanam yang dapat dikembangkan di lahan ini adalah pola tumpangsari, tanaman sela, campuran juga pola tanaman berjenjang atau multi storey cropping Sudiarto et al. 1992. Sementara itu domain perempuan adalah di lahan pekarangan, sehingga perempuan memiliki partisipasi nyata dalam budidaya tanaman obat.

2.1.4 Rumah Tangga Petani di Pedesaan

Definisi umum dari rumahtangga adalah bahwa orang berbagi tempat masak dan dapur, serta tidur dibawah satu atap Handayani dan Sugiarti, 2001. Saptari dan Holzner 1997 menyatakan bahwa rumahtangga sebagai pranata budaya dan sosial yang paling dasar dalam masyarakat dan sebagai pranata ekonomi paling kecil dengan fungsi- fungsi menjalankan kegiatan produksi, penggabungan penghasilan income-pooling dan konsumsi bersama, serta bertempat tinggal bersama co-residence. BPS 1993 menyatakan bahwa rumahtangga pertanian adalah rumahtangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumahtangganya melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman kayu-kayuan, beternak ikan di kolam, keramba maupun tambak, menjadi nelayan, melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternakunggas, atau berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagianseluruh hasilnya dijual atau untuk memperoleh pendapatan keuntungan atas resiko sendiri. Ditambahkan dalam hal rumahtangga pertanian di Indonesia, sensus pertanian 1993 mencatat bahwa lebih dari 21,7 juta rumah tangga pertanian, 97 persen terdiri dari petani pengguna lahan dan 3 persen sisanya rumah tangga bukan pengguna lahan. Menurut White 1990 rumah tangga di pedesaan sebagai unit ekonomi yang bersifat serabutan merangkap fungsi banyak yaitu rumahtangga yang harus membagi curahan waktunya diantara berbagai jenis kegiatan yang tidak semuanya menghasilkan pendapatan secara langsung. Pekerjaan tersebut adalah: 1 Mengurus rumah tangga yang meliputi mengasuh anak, memasak, mencuci, mengambil air, mencari kayu bakar dan memperbaiki rumah; 2 Pekerjaan wajib yang merupakan kewajiban sebagai anggota masyarakat kerja bakti, gotong royong, sambatan, dan lain- lain; 3 Pekerjaan yang menghasilkan pendapatan. Ditambahkan Mugniesyah. bahwa semakin berat beban kerja wanita dalam keluarga atau rumah tangga karena faktualnya wanita melakukan pekerjaan apapun serabutan menurut istilah White untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga survival strategy. Menurut Scoones 1998 dikutip Dharmawan 2001 mengemukakan empat tipe sumber nafkah yang perlu untuk mendukung strategi yang berbeda yaitu: 1 Modal alam dalam bentuk sumber daya alam seperti tanah dan air; 2 modal ekonomi atau finansial yang sangat penting untuk mengejar strategi nafkah; 3 Modal manusia dalam bentuk pendidikan dan ketrampilan atau ilmu pengetahuan; dan 4 Modal sosial dan politik dalam bentuk hubungan sosial dan jaringan kerja. Ditambahkan Scoones 1998 dikutip Dharmawan 2001 strategi nafkah yang dapat dilakukan oleh masyarakat pedesaan adalah: 1 intensifikasi atau diversifikasi pertanian; 2 pola nafkah ganda keragaman nafkah; dan 3 migrasi. White 1990 menyatakan bahwa pola penghasilan ganda accupational multiplicity dimana pria, wanita maupun anak melibatkan diri dalam lebih dari satu kegiatan pencarian nafkah. Pola ini tidak terbatas pada individu atau rumah tangga yang tidak bertanah atau yang miskin saja, tetapi dapat juga pada semua golongan agraris termasuk golongan pemilik tanah yang luas. Ditambahkan bahwa di sektor produksi, rumah tangga pedesaan di Indonesia menerapkan pola nafkah ganda sebagai bagian dari strategi ekonomi. Di dalam pola itu sejumlah anggota rumah tangga usia kerja terlibat mencari nafkah di berbagai sumber, baik di sektor pertanian maupun luar pertanian, dalam kegiatan usaha sendiri maupun sebagai buruh.

2.1.5 Industri Rumah Tangga