5. Kebutuhan akan aktualisasi diri Merupakan suatu hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuanya
sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya. Sebagai individu ebutuhan masing-masing auditor berbeda-beda. Jika
seorang auditor memiliki motivasi dalam bekerja, dia akan lebih baik dan kecil kemungkinan dia akan melakukan tindakan yang dapat menurunkan
kinerja, karena kebutuhan yang menjadi latar belakang perilaku yang dilakukannya.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan seseorang dalam melakukan pekerjaan untuk mencapai suatu kebutuhan
tertentu. Seorang auditor yang memiliki motivasi terhadap pekerjaannya akan bekerja dengan sungguh-sungguh hingga menghasilkan kinerja yang baik.
2.7 Kerangka Berpikir
Proses hidup dan kehidupan pembentukan perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor pada diri sendiri dan faktor lingkungan. Ada yang berperilaku baik dan
ada yang buruk. Begitu juga dalam melakukan pekerjaan, ada yang malas dan ada yang rajin, ada yang produktif dan ada yang tidak produktif bahkan ada yang senang
dengan tantangan pekerjaan dan ada yang berusaha menjauhi tantangan pekerjaan serta ada yang berambisi untuk kepentingan pribadi yang kuat dan ada juga yang
lemah. Data empiris menunjukan bahwa seseorang dalam bekerja dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan.
Profesi auditor merupakan salah satu jenis pekerjaan yang dituntut untuk bersikap professional dan terhindar dari segala bentuk penyimpangan selama proses
audit berlangsung agar hasil auditan berkualitas. Kualitas audit yang dihasilkan dipengaruhi oleh kinerja yang dimilki oleh auditor. Kinerja auditor dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor, baik dari individu auditor itu sendiri maupun dari lingkungan tempatnya bekerja. Adanya tekanan dan suasana lingkungan yang tidak kondusif,
akan mengakibatkan kinerja auditor yang rendah, atau bahkan terjadi penyimpangan sehingga akan berdampak pada kualitas hasil auditan yang buruk. Kinerja sendiri
merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakannya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan
kepadanya. Seorang auditor harus mempertahankan bahkan meningkatkan kinerja yang dimilikinya. Hal ini sangat penting karena dengan semakin tinggi kinerjanya
maka hasil audit yang dihasilkan akan semakin berkualitas. Tingkat kinerja yang rendah dapat mengakibatkan potensi kesalahan dan kurangnya kredibiltas.
Campbell et.al., 1998 menyatakan bahwa kinerja performance sebagai sesuatu yang tampak, dimana individu relevan dengan tujuan organisasi. Kinerja yang
baik merupakan salah satu sasaran organisasi dalam mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Tercapainya kinerja yang baik tidak lepas dari kualitas sumber daya
manusia yang baik pula. Hal ini dipertegas oleh Hellriegel 2001 bahwa kinerja yang baik dicapai saat tujuan yang diinginkan telah tercapai, moderator kemampuan,
komitmen, dan motivasi telah tersedia, dan mediator petunjuk, usaha, ketekunan, dan strategi telah dijalankan.
Suatu model yang melahirkan pemikiran teoritis mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja auditor adalah penelitian yang dilakukan oleh Alwani
2007 mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan kinerja auditor. Dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap
kinerja auditor. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Sayogya 2004 yang mengungkapkan bahwa prestasi kinerja auditor yang optimal dapat dicapai jika
seorang auditor tersebut memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Kecerdasan emosional menjadi penting karena kecerdasan emosional turut menentukan seberapa
baik seseorang menggunakan ketrampilan-ketrampilan yang dimiliki. Apabila seseorang mampu menggunakan ketrampilan yang dimiliki secara maksimal, maka
kinerja yang dihasilkan akan meningkat. Pada berbagai situasi, saat proses pengauditan berlangsung seorang auditor harus tetap terfokus terhadap apa yang
sedang dikerjakannya. Walaupun auditor tersebut sedang menghadapi konflik dengan orang lain sekalipun.
Menurut Sy 2004 karyawan auiditor yang secara emosional cerdas akan dapat memahami bagaimana emosi terjadi, dapat mengatur emosinya, mengurangi
emosi tidak produktif yang menjadi penghalang dalam bekerjasama, serta mengambil langkah-langkah produktif untuk mencapai keberhasilan dalam bekerja. Senada
dengan hal tersebut Howes dan Herald 1999 berpendapat bahwa pada intinya
kecerdasan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi.
Karakteristik lainnya yang dapat mempengaruhi kinerja auditor adalah adanya persepsi kode etik yang dimiliki oleh auditor. Menurut penelitian yang dilakukan
Kusrini 2008 persepsi kode etik profesi dapat mempengaruhi kinerja auditor. Pemahaman kode etik akan mengarahkan pada sikap, tingkah laku, dan perbuatan
auditor dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Sebagai seorang auditor yang professional, auditor harus mematuhi kode etik profesi yang telah digelutinya.
Auditor harus bersikap independen, dan taat terhadap kode etik agar kredibilitasnya tetap terjaga. Masyarakat akan menghargai profesi yang menerapkan standar mutu
yang tinggi dalam pekerjaannya. Studi yang dilakukan Purba 2009 menunjukan bahwa kode etik
berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Hasil penelitian ini mempertegas penelitian Tamin 2004 dengan berkembangnya pemahaman terhadap budaya etika
yang tinggi, maka akan terbentuk sikap, perilaku yeng etis, bermoral, profesional, disiplin, hemat, hidup sederhanan, jujur, produktif, menghargai waktu, menjadi
panutan dan teladan, serta mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Adanya perspsi kode etik yang baik bagi auditor akan meningkatkan kinerja yang dimiliki
oleh auditor. aik. Kode etik profesi merupakan suatu prinsip moral dan pelaksanaan aturan-
aturan yang member pedoman dalam berhubungan dengn klien, masyarakat, anggota sesame profesi serta pihak yang berkepentingan lainnya. Kode etik berupa aturan
umum mengenai tingkah laku yang baik atau aturan-aturan khusus yang tidak boleh dilakukan. Adanya persepsi kode etik profesi bagi auditor diharapkan dapat
membantu para akuntan public auditor untuk mencapai mutu kinerja saat proses pemeriksaan pada tingkat yang diharapkan.
Hal lain yang dapat mempengaruhi kinerja auditor adalah tekanan waktu yang dimiliki oleh auditor. Kebanyakan seseorang akan merasa tertekan saat mengerjakan
tugas dengan waktu yang terbatas. Terkadang kualitas kinerja seorang auditor akan menurun dikarenakan tekanan waktu yang tidak realistis. Pada saat proses
pengauditan, terkadang akan muncul permasalahan. Masalah ini timbul ketika adanya tekanan waktu yang tinggi time pressure yang disediakan untuk melaksanakan
penugasan audit. Keterbatasan ini akan memberikan tekanan bagi auditor dalam melaksanakan penugasan audit. Tekanan waktu merupakan salah satu faktor eksternal
yang dapat menimbulkan stress kerja yang secara otomatis akan mempengaruhi kinerja auditor.
Penelitian yang dilakukan Simanjuntak 2008 menyebutkan bahwa tekanan waktu audit memiliki pengaruh terhadap berbagai perilaku auditor yang dapat
menyebabkan turunya kinerja auditor yang akan berdampak pada turunnya kualitas audit. Tekanan yang diberikan oleh manajemen dalam menentukan anggaran waktu
diperkirakan merupakan faktor yang signifikan yang dapat mempengaruhi perilaku auditor. De Zoort dan Lord 1997 menyebutkan ketika menghadapi tekanan
anggaran waktu, auditor akan memberikan respon dengan dua cara yaitu dengan menggunakan waktu sebaik-baiknya dan yang kedua dengan adanya tekanan waktu
akan berpotensi menyebabkan perilaku yang menurunkan kinerja auditor dan berakibat turunnya kualitas audit. Hasil penelitian Alderman dan Deitrick 1982
menyebutkan bahwa kendala anggaran waktu merupakan faktor utama yang mendorong auditor melakukan perilaku yang menyimpang.
Pada setiap individu, motivasi merupakan salah satu faktor yang penting unutk mencapai kinerja yang maksimal. Motivasi dapat memberikan kenyamanan
dalam pribadi dan semangat kerja yang lebih baik. Bagi seorang auditor, dengan memiliki motivasi yang tinggi akan berpengaruh terhadap kinerja yang dimilikinya.
Adanya harapan akan jabatan atau gaji yang lebih tinggi akan merangsang auditor untuk bekerja lebih agar hasil kerja dapat maksimal. Motivasi pada seorang auditor
akan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan standar yang berlaku dan sesuai dengan yang diharapkan. Kenyamanan dan
kesenangan auditor dalam bekerja akan memacu auditor untuk bekerja lebih baik guna menghasilkan kinerja yang optimal.
Motivasi yang dimiliki dapat digunakan sebagai alasan mengapa seseorang ingin melakukan suatu pekerjaan. Auditor yang memiliki motivasi tinggi akan dapat
melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik dibanding auditor yang tidak memiliki motivasi. Setiap orang mempunyai sesuatu yang dapat memicu baik itu berupa
kebutuhan material, emosional, spiritual maupun nilai-nilai keyakinan tertentu. Studi yang dilakukan Prasanti 2008 menyimpulkan bahwa motivasi dapat
memperbaiki kinerja lebih tinggi pada auditor yang kurang berpengalaman. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dwilita 2009 bahwa motivasi mepengaruhi
kinerja auditor, ketika motivasi para auditor meningkat maka kinerja mereka juga akan meningkat. Pengaruh motivasi ini hanya berasal dari motivasi akan penghargaan
sedangkan motivasi akan kebutuhan yang lainnya tidak menjadi prioritas bagi para auditor, sehingga ketika peningkatan motivasi tersebut tidak berkaitan dengan
kebutuhan akan penghargaan maka tidak akan mengakibatkan peningkatan terhadap kinerja para auditor. Menurut Lee 2000 orang akan menyukai pekerjaannya jika
mereka termotivasi untuk pekerjaan itu dan secara psikologi bahwa pekerjaan yang dilakukan adalah berarti, ada rasa tanggungjawab terhadap pekerjaan yang dilakukan
dan pengetahuan mereka tentang hasil kerja, sehingga hasil pekerjaan akan meningkatkan motivasi, kepuasan kerja dan kinerja.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka rerangka pemikiran penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Persepsi Kode Etik X2
X2 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Tekanan waktu X3 Persepsi Kode Etik X2
X2 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Persepsi Kode Etik X2 X2
Kecerdasan Emosional X1
Persepsi Kode Etik X2 X2
Kecerdasan Emosional X1
Tekanan waktu X3 Persepsi Kode Etik X2
X2 Kecerdasan Emosional
X1
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Kecerdasan Emosional X1
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Kecerdasan Emosional X1
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Kecerdasan Emosional X1
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Kecerdasan Emosional X1
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Kecerdasan Emosional X1
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Kecerdasan Emosional X1
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Kecerdasan Emosional X1
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Kecerdasan Emosional X1
Kinerja Auditor Y
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Kecerdasan Emosional X1
Kinerja Auditor Y
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Kecerdasan Emosional X1
Kinerja Auditor Y
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Kecerdasan Emosional X1
Kinerja Auditor Y
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Kinerja Auditor Y
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
Kinerja Auditor Y
Motivasi X4 Tekanan waktu X3
Persepsi Kode Etik X2 X2
2.8 Hipotesis