faktor organisasi yang diwakili oleh variabel tekanan waktu, serta faktor individu yang diwakili oleh variabel motivasi. Ketiga faktor ini tidak dapat berdiri sendiri
namun merupakan kesatuan yang saling terkait satu dengan yang lain, sehingga dapat diketahui bahwa kinerja auditor tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika kecerdasan emosional, persepsi kode etik, tekanan waktu, dan motivasi meningkat maka kinerja yang dihasilkan auditor juga
akan meningkat.
4.3.2 Terdapat pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Auditor
Hipotesi 2 yang menyatakan terdapat pengaruh antara Kecerdasan Emosional terhadap kinerja auditor. Pengaruh yang ditimbulkan adalah positif, yaitu semakin
tinggi tingkat kecerdasan emosional seorang auditor, akan semakin tinggi pula kinerja auditor yang dihasilkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan
oleh Goleman 2003 yang menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai kesadaran diri, pengaturan diri, pengendalian diri, motivasi, dan empati yang tinggi akan
memiliki dorongan untuk berprestasi, berkomitmen,memiliki inisiatif, rasa optimisme, mudah dalam menerima ide, memiliki perasaan keyakinan dalam diri
untuk berbuat tegas dan membuat keputusan yang baik walaupun dalam keadaan tertekan. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan memiliki
motivasi yang akan memiliki dorongan untuk berprestasi, komitmen terhadap kelompok serta memiliki inisiatif dan rasa optimisme yang tinggi.
Salovely dan Mayer dalam Alwani 2007 mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan diri sendiri dan orang
lain, serta menggunakan perasaan itu untuk memadukan pikiran dan tindakan. Dari definisi diatas nampak bahwa kecerdasan emosional merupakan sebagai alat
pengendali untuk bertindak baik bagi diri sendiri dan oraang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional dapat mempengaruhi tindakan atau kinerja
pada diri sendiri maupun orang lain. Menurut Goleman 2003 kecerdasan emosional berorientasi pada kecerdasan
untuk mengelola emosional manusia yang didalamnya terdapat unsur kemampuan akan kepercayaan pada diri sendiri, ketabahan, ketekunan, dan menjalin hubungan
sosial. Auditor yang memiliki kecerdasan rata-rata masih dapat untuk bisa meningkatkan kemampuannya dalam meraih prestasi bila auditor tersebut memiliki
keyakinan pada diri sendiri, tekun, tidak tergantung pada orang lain , dan melakukan hubungan sosial dalam bekerja maka akan merubah posisi kerja yang semula
memiliki prestasi rata-rata menjadi prestasi kerja yang lebih baik. Kecerdasan emosional juga menuntut para pemiliknya untuk belajar mengakui, menghargai
perasaan dalam diri dan orang lain, serta menanggapinya dengan tepat. Kecerdasan emosional dan bentuk-bentuk kecerdasan lain saling melengkapi dan saling
menyempurnakan Cooper dan Sawaf,2002. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan Ahmad 2009 yang meneliti
tentang pengaruh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja auditor, yang menyebutkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif
terhadap kinerja auditor. Hal ini disebabkan karena seorang auditor yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi maka auditor tersebut akan mampu menyelesaikan
tingkat kerumitan yang ada dengan baik dan mampu menghasilkan kinerja yang berkualitas. Senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ristanto 2009
bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja auditor. Menurut Marpaung 2002 yang merupakan seorang pengamat sumber daya manusia,
mengemukakan bahwa ketika auditor memasuki jenjang karir dan kecerdasan emosional menjadi fokus utamanya, maka akan menjadi suatu hal yang menakutkan
bagi auditor jika kecerdasan emosionalnya tidak terlalu tinggi.
4.3.3 Terdapat pengaruh antara Persepsi Kode Etik terhadap Kinerja Auditor