Perumusan Masalah PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

masyarakat petani dalam keseluruhan proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan pengembangan pengelolaan sistem irigasi. Adanya kebijakan tersebut mendorong lembaga pengelola air irigasi khususnya perkumpulan petani pemakai air P3A bersifat mandiri dalam pengelolaannya, baik berkaitan dengan pelaksanaan OP atau pembiayaannya. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air pasal 77 ayat 1 bahwa pembiayaan pengelolaan sumberdaya air ditetapkan berdasarkan kebutuhan nyata pengelolaan sumberdaya air. Dijelaskan pula pada pasal 78 ayat 3 bahwa pembiayaan pelaksanaan konstruksi, OP sistem irigasi primer dan sekunder menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dan dapat melibatkan peran serta masyarakat petani, sedangkan pembiayaan konstruksi sistem irigasi tersier menjadi tanggung jawab petani dan dapat dibantu pemerintah pusat dan atau Pemerintah Daerah. Aktivitas pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi yang cukup penting adalah tahap OP yang harus dilakukan secara berkesinambungan. Hal tersebut mutlak untuk dilakukan karena dapat menjamin ketersediaan air yang memadai serta mencegah terjadinya kebocoran-kebocoran yang dapat berakibat pada efisiensi pemanfaatan sumberdaya air tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya perawatan dari fasilitas irigasi yang ada Aji, 2005.

1.2 Perumusan Masalah

Secara umum, lahan irigasi di Indonesia pada tahun 2003 berjumlah 4.724.248 hektar, dimana 3.648.440 hektar berada dalam kondisi baik dan sisanya sekitar 22,7 persen dari total lahan irigasi mengalami kerusakan. 2 Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain keberadaan infrastruktur irigasi yang kurang memuaskan, terbatasnya sumberdaya manusia sehingga sulit dicapai kinerja jaringan irigasi yang maksimal, kurangnya dana yang disediakan pemerintah untuk OP, kurangnya dukungan-dukungan dari instansi terkait, serta peran serta petani yang belum seperti yang diharapkan, pada dasarnya berarti petani belum melaksanakan tanggungjawabnya dengan baik yaitu pembangunan dan pengelolaan jaringan tersier Soenarno, 1998. Kondisi demikian sangat mengharapkan perhatian dari pemerintah, antara lain perlu adanya pembangunan baru dan rehabilitasi jaringan irigasi di berbagai tempat guna memenuhi kebutuhan petani akan air dan demi kelancaran pendistribusian air irigasi di suatu wilayah tertentu. Rehabilitasi jaringan irigasi ini bukan hanya semata-mata tugas dan tanggung jawab pemerintah, berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 dijelaskan bahwa pembangunan jaringan irigasi perlu melibatkan partisipasi masyarakat petani dalam memikul biaya konstruksi berupa biaya OP sehingga akan menumbuhkan rasa memiliki dan tanggungjawab terhadap jaringan irigasi yang ada. Menurut Aji 2005 pemerintah mengalami kesulitan dalam menyediakan dana OP irigasi dalam jumlah yang mencukupi disebabkan kondisi perekonomian Indonesia yang saat ini sedang mengalami krisis. Oleh karena itu, masalah dana ini sangat memprihatinkan karena jumlah dan ketersediaannya tidak mencukupi. 2 http:www.deptan.go.id.2004.Pemanfaatan Air Irigasi. 08 April 2007 Salah satu daerah yang memiliki permasalahan irigasi adalah Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor-Jawa Barat yang sumber air irigasinya diambil dari Bendung Empang Cisadane. Selain dimanfaatkan untuk irigasi pertanian, air Bendung Empang Cisadane juga dimanfaatkan untuk kebutuhan industri dan rumah tangga. Berdasarkan data Dinas Bina Marga, Sub Dinas Pengairan 2005, Bendung Empang Cisadane ini mengairi lahan pertanian seluas 1.052 hektar di wilayah KotaKabupaten Bogor dan Depok, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Wilayah dan Luas Lahan Pertanian yang Mengandalkan Air Irigasi dari Bendung Empang Cisadane, Bogor. No Wilayah Luas Lahan Pertanian Kota Bogor 1. Kecamatan Bogor Barat 4 hektar Kabupaten Bogor Kecamatan Rancabungur 544 hektar Kecamatan Kemang 227 hektar 2. Kecamatan Bojong 18 hektar Kecamatan Lima Beiji Pancoran, Depok 259 hektar 3. J U M L A H 1.052 hektar Sumber : Dinas Bina Marga, Sub Dinas Pengairan, 2005 Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa Kecamatan Rancabungur merupakan wilayah yang memiliki luas lahan pertanian terluas yang mengandalkan air irigasi dari Bendung Empang Cisadane, Bogor. Dari ke tiga daerah tersebut, Kecamatan Rancabungur merupakan salah satu wilayah yang memiliki permasalahan yang cukup parah dalam hal pemanfaatan dan pendistribusian air irigasi, salah satunya di Desa Pasir Gaok BPSDA, 2007. Berdasarkan keterangan dari Kepala Desa Pasir Gaok bahwa sudah sekitar delapan tahun terakhir ini di wilayah tersebut pemenuhan kebutuhan air irigasi terhambat sehingga luas areal tanamnya mengalami penurunan. Awalnya luas areal tanamnya 160 hektar ditanami padi menurun menjadi 75 hektar. Hal ini disebabkan adanya permasalahan irigasi di desa tersebut, sehingga mayoritas dari lahan tersebut ditanami tanaman palawija yang tidak membutuhkan banyak air. 3 Berdasarkan keterangan dari salah satu anggota Mitra Cai P3A, permasalahan irigasi yang terjadi di desa tersebut yang utama yaitu: pertama, karena terjadinya pendangkalan di saluran induk primer dan saluran irigasi sekunder sehingga terjadi penghambatan pengaliran air irigasi dari saluran induk ke saluran tersier lahan pertanian di wilayah tersebut, dan kedua karena petugas kepala urusan yang semula mengurusi pengairan dan pertanian sudah tidak berfungsi lagi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilihat besarnya nilai kontribusi air irigasi pada usahatani padi di Desa Pasir Gaok. Berdasarkan masalah yang telah diuraikan diatas, Pemerintah Daerah setempat berencana untuk mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Salah satunya adalah dengan program tahunan berupa rehabilitasi jaringan irigasi, sehingga jaringan irigasi pertanian dapat berfungsi dengan baik dan pendistribusian air irigasinya pun menjadi lancar kembali. Upaya rehabilitasi jaringan irigasi Bendung Empang Cisadane yang optimum oleh Pemerintah Daerah sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan air yang memadai dan memperlancar sistem serta pendistribusian air irigasi ke 3 Hasil wawancara dengan Kepala Desa Pasir Gaok-Bogor tanggal 02 April 2007. lahan pertanian di wilayah tersebut. Tentu saja untuk mewujudkan hal ini partisipasi aktif masyarakat petani sangat diperlukan. Salah satu bentuk partisipasi aktif masyarakat petani adalah membayar iuran OP jaringan irigasi. Hal ini diperlukan guna keberlanjutan jaringan irigasi bagi peningkatan produksi pertanian, khususnya padi. Dalam pengelolaan biaya OP diserahkan tanggungjawabnya kepada organisasi P3A dan tentunya diperlukan manajemen irigasi yang baik dari organisasi P3A, guna mengelola seluruh biaya yang dibutuhkan. Perkembangannya, iuran pengelolaan irigasi menghadapi kendala dimana sebagian petani tidak bersedia untuk membayar iuran tersebut. Hal ini disebabkan petani masih menganggap bahwa air merupakan barang bebas free goods yang tidak terbatas ketersediaannya, dimana mereka dapat menggunakannya dengan bebas tanpa adanya kontrol yang jelas, serta adanya alokasi air yang tidak sesuai terdapat sekelompok petani yang tidak mendapatkan air, tetapi ada sekelompok petani yang berlebih dalam pengunaannya. Berdasarkan permasalahan tersebut, muncul pertanyaan mengenai faktor apa saja yang mendorong kesediaan petani untuk membayar iuran pengelolaan rehabilitasi jaringan irigasi. Selain itu, untuk melihat keragaman biaya petani terhadap jasa pelayanan irigasi, maka perlu diketahui Willingness to Pay WTP petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi agar iuran yang ditetapkan tidak memberatkan petani dan tidak berakibat pada penurunan produksi pertanian. Selain itu juga, perlu adanya analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian