Mitos Barongsai Sejarah Barongsai

gerakan kucing terlebih dahulu sebelum mereka diajari gerakan tarian singa. Cara ini biasa dilakukan oleh mereka yang beraliran Singa Hok San. Pemilihan jenis singa apa yang akan dipakai oleh sebuah sekolah atau asosiasi tergantung pada aliran Kung Fu apa yang mereka anut. Sebagai contoh, penganut aliran Kung Fu Hung Gar biasanya meggunakan Singa Fat San, sementara penganut aliran Choy Li Fut dan Bangau Putih akan menggunakan Singa Hok San. Perlu dicatat bahwa ini adalah keputusan yang general dan bukan sebuah keputusan baku yang harus selalu diikuti. Di negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Indonesia, dan Taiwan, jenis Singa Hok San lebih sering ditampilkan, sementara di negara-negara seperti Hong Kong, Amerika Serikat, dan Kanada, jenis Singa Fat San lah yang sering ditampilkan.

5.1.2 Mitos Barongsai

Pertunjukan Barongsai sudah tidak lagi sesulit untuk ditemukan. Hampir di setiap tempat kita pernah melihat ada pertunjukan seni khas Tionghoa ini, terlebih lagi pada waktu menjelang Imlek. Pemain barongsai kurang lebih 15 orang dan mengunakan alat musik Simbal cai-cai, Gong Nong, dan Tambur. Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, kehadiran barongsai dapat mengusir aura-aura yang buruk dan membawa keberuntungan. Tak heran pertunjukan ini sering dibawakan dengan beragam tema yang diperuntukkan sesuai dengan momennya seperti event pernikahan atau buka tempat usaha baru. Barongsai telah ada sejak 1500 tahun yang lalu. Pertunjukan seni ini bermakna untuk mengusir hal-hal buruk yang akan terjadi. Asal mula dibuatnya Barongsai terdiri dari Universitas Sumatera Utara berbagai macam versi, namun yang paling terkenal adalah versi Nian atau monster. Menurut cerita rakyat, pada masa Dinasti Qing, ada monster yang sering menggangu penduduk di satu wilayah China. Perbuatan sang monster membuat para penduduk merasa resah dan ketakutan. Hingga pada suatu waktu muncul seekor singa barongsai yang mampu menghalau monster tersebut. Ia mampu mengalahkan monster dan membuatnya pergi ketakutan. Setelah beberapa waktu kemudian, monster tadi hendak melakukan balas dendam dan berniat mengganggu para penduduk lagi. Namun singa yang mampu mengalahkan sang monster sudah tidak ada dan tidak dapat ditemui. Akhirnya masyarakat setempat sepakat membuat kostum barongsai seperti yang sering kita lihat sekarang untuk menakut-nakuti sang monster. Dan mereka berhasil menyingkirkan sang monster dengan kemampuan mereka sendiri. Dalam mitologi Tionghoa , nian Hanzi tradisional : 獸; bahasa Tionghoa : 兽; Pinyin : nián shòu adalah sejenis mahluk buas yang hidup di dasar laut atau di gunung. Sekali pada saat musim semi , atau sekitar tahun baru Imlek , ia keluar dari persembunyiannya untuk mengganggu manusia, terutama anak-anak. Nian tidak menyukai bunyi-bunyian ribut dan warna merah. Dalam tradisi Imlek, warga Tionghoa mengenakan pakaian dan mendekorasi peralatan dengan warna merah, membakar petasan dan mementaskan tarian singa barongsai untuk menakut-nakuti nian. Ada juga warga yang menempelkan Duilian di kertas merah untuk mencegah Nian agar tidak kembali. Kata tahun dalam bahasa Tionghoa juga memiliki karakter yang sama dengan nama Universitas Sumatera Utara nian. Istilah untuk menyebut hari raya Imlek, Guò Nián Hanzi tradisional : 過 ; bahasa Tionghoa : 过 ; Pinyin : Guò Nián juga berarti mengusir atau melewati nian. Versi lain dari cerita ini adalah : Dahulu kala sebelum Masehi, ada sebuah Desa kecil di tengah pengunungan di daerah Cina. Di desa tersebut penduduknya sehari-hari bekerja sebagai petani pir setiap musim dingin didesa tersebut penduduknya selalu diganggu oleh seekor binatang . Binatang tersebut dikenal dengan sebutan Niang. Niang merusak tanaman dan juga memakan manusia. Di awal musim dingin setiap keluarga berkumpul untuk makan malam bersama yang disebut dengan Hui Lou, yaitu makan masakan yang berkuah dengan api di tengah.Tujuan dari makan malam ini adalah untuk berkumpul bersama saling melindungi dan menakutkan-nakutkan Niang.Tahun berganti tahun, akhirnya para penduduk desa menemukan ide untuk membuat binatang tandingan yang palsu untuk menakutkan Niang. Akhirnya mereka menemukan bentuk binatang Liong dan Sir Ce Singa. Setiap menjelang musim dingin, penduduk desa selalu memainkan kedua binatang tersebut dengan bola api yang menjadi sasaran dikejar tujuannya agar Niang melihatnya dan takut. Konon hal tersebut dilakukan hingga Niang tidak lagi datang ke desa-desa. Dan peristiwa tersebut menjadi turun temurun hingga hari ini. Kesenian barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad-17, ketika terjadi migrasi besar dari Cina Selatan .

5.2 Makna Gerakan Singa Pada Pertunjukan Barongsai

Gerakan singa adalah gerakan yang sering di tampilkan pada pertunjukan Barongsai. Universitas Sumatera Utara