31
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Umum
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Beton Departemen Teknik Sipil Universitas
Sumatera Utara dan Laboratorium Program Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara untuk pengujian kuat lentur. Secara umum
urutan tahap penelitian ini meliputi : a.
Penyediaan bahan penyusun beton, b.
Pemeriksaan bahan penyusun beton analisa pasir kerikil dan slag, c.
Pemeriksaan kadar lumpur pasir dan slag, d.
Pemeriksaan kadar liat clay lump pada agregat kasar, e.
Pemeriksaan kandungan organic colorimetric test pada agregat halus, f.
Pemeriksaan berat isi agregat halus dan agregat kasar
g.
Pemeriksaan berat jenis dan absorbs agregat halus dan agregat kasar h.
Perencanaan campuran beton Mix Design. i.
Pembuatan benda uji. j.
Pemeriksaan nilai slump. k.
Pengujian kuat tekan beton umur 28 hari. l.
Pengujian kuat lentur beton umur 28 hari.
Universitas Sumatera Utara
32
Gambar 3.1 Diagram alir flow chart keseluruhan pelaksanaan eksperimen
Mulai
Penyediaan Bahan Penyusun Beton
Perencanaan Beton Mix Design
Pembuatan Benda Uji f’c 30 MPa
Analisa Bahan Penyusun Beton Agregat Halus, Agregat Kasar dan Steel slag
Analisa Data Benda Uji Silinder
Benda Uji Balok Curing Benda Uji dengan
penyiraman air Curing Benda Uji di dalam
Kolam Air
Pengujian Kuat Tekan Benda Uji Silinder
Pengujian Kuat Lentur Benda Uji Balok
Laporan Hasil Penelitian
Universitas Sumatera Utara
33
3.2 Analisa Penyusun Beton
3.2.1 Analisa Ayakan Pasir dan Steel Slag ASTM C 136 – 84a
a. Tujuan :
Untuk mengetahui penyebaran butiran gradasi dan menentukan nilai modulus kehalusan pasir fineness modulus.
b. Hasil Penelitian :
Modulus kehalusan pasir adalah FM : 2,632
Modulus kehalusan steel slag adalah FM : 3,08 c.
Pedoman : FM =
…………… 3.1
Berdasarkan nilai modulus kehalusan Fineness Modulus, agregat halus dibagi dalam beberapa kelas, yaitu :
Pasir halus : 2.20 FM 2.60
Pasir sedang : 2.60 FM 2.90
Pasir kasar : 2.90 FM 3.20
3.2.2 Pemeriksaan Kadar Lumpur Pasir Lolos Ayakan No.200 ASTM 117
– 90
a. Tujuan :
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir b.
Hasil pemeriksaan : Kandungan lumpur pasir biasa
: 3,8 Kandungan lumpur pasir steel slag : 2,8
c. Pedoman :
Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan melebihi 5 dari berat kering. Apabila kadar lumpur melebihi 5 maka
pasir harus dicuci.
3.2.3 Pemeriksaan Kandungan Organik
a. Tujuan :
Untuk memeriksa kadar bahan organik yang terkandung di dalam pasir. b.
Hasil pemeriksaan :
Universitas Sumatera Utara
34
Kandungan NaOH pada pasir pantai berada pada standar warna Gardner nomor 1.
c. Pedoman :
Standar warna Gardner no.3 adalah batas maksimum yang menentukan apakah kadar bahan organik pada pasir memenuhi syarat.
3.2.4 Pemeriksaan Berat Isi Pasir ASTM C 29 C 29M – 90
a. Tujuan :
Untuk menentukan berat isi unit weight dari pasir dalam keadaan padat dan longgar.
b. Hasil pemeriksaan :
Berat isi dalam keadaan rojok padat : 1613.157 kg m
3
Berat isi dalam keadaan longgar : 1408.329 kg m
3
c. Pedoman :
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi pasir dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi pasir dengan cara menyiram, hal ini
berarti bahwa pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi pasir maka kita dapat mengetahui berat pasir
dengan hanya mengetahui volumenya saja.
3.2.5 Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Pasir ASTM C 128 – 88
a. Tujuan :
Untuk menentukan berat jenis specific grafity dan penyerapan air absorbsi pasir.
b.
Hasil pemeriksaan : Berat jenis SSD
: 2,463 ton m
3
Berat jenis kering : 2,404 ton m
3
Berat jenis semu : 2,555 ton m
3
Absorbsi : 2,459
c. Pedoman :
Berat jenis SSD Saturated Surface Dry dimana merupakan perbandingan antara berat pasir dalam keadaan SSD dengan volume pasir
dalam keadaan SSD. Keadaan SSD permukaan pasir jenuh dengan uap air
Universitas Sumatera Utara
35
sedangkan dalamnya kering, keadaan pasir kering dimana pori-pori pasir berisikan udara tanpa air dengan keadaan kering sempurna kandungan air
0 , sedangkan keadaan semu dimana pasir basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat pasir
yang hilang terhadap berat pasir kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.
Hasil pengujian harus memenuhi : Berat jenis kering berat jenis SSD berat jenis semu.
3.2.6 Analisa Ayakan Kerikil ASTM C 136 – 84a ASTM D 448 -
86
a. Tujuan :
Untuk mengetahui penyebaran butiran gradasi dan menentukan nilai modulus kehalusan kerikil fineness modulus.
b. Hasil Penelitian :
Modulus kehalusan kerikil adalah FM : 6,408
c. Pedoman :
FM =
…………… 3.2
Agregat kasar untuk campuran beton memiliki modulus kehalusan FM antara 5.5 s.d. 7.5
3.2.7 Pemeriksan Kadar Lumpur Kerikil ASTM 117 – 90
a. Tujuan :
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir b.
Hasil pemeriksaan : Kandungan lumpur kerikil
: 0,75 c.
Pedoman : Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan
melebihi 1 dari berat kering. Apabila kadar lumpur melebihi 1 maka agregat kasar harus melalui proses pencucian.
Universitas Sumatera Utara
36
3.2.8 Pemeriksaan Berat Isi Kerikil ASTM C 29 C 29M – 90
a. Tujuan :
Untuk menentukan berat isi unit weight agregat kasar kerikil dalam keadaan padat dan longgar.
b. Hasil pemeriksaan :
Berat isi dalam keadaan rojok padat : 1733.052 kg m
3
Berat isi dalam keadaan longgar : 1646.400 kg m
3
c. Pedoman :
Dengan mengetahui berat isi agregat kasar kerikil maka kita dapat mengetahui berat batu kerikil dengan mengetahui volumenya saja.
3.2.9 Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Kerikil ASTM C 127 –
88
a. Tujuan :
Untuk menentukan berat jenis specific grafity dan penyerapan air absorbsi agregat kasar.
b.
Hasil pemeriksaan : Berat jenis SSD : 2.632ton m
3
Berat jenis kering : 2.606 ton m
3
Berat jenis semu : 2.674ton m
3
Absorbsi : 0.969
c. Pedoman :
Berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat kerikil dalam keadaan SSD dengan volume kerikil dalam keadaan SSD. Keadaan SSD
Saturated Surface Dry adalah keadaan dimana permukaan batu pecah jenuh dengan uap air, keadaan kerikil dalam kondisi kering dimana pori
batu pecah berisikan udara dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana pasir basah total dengan pori yang
dipenuhi air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat kerikil yang hilang terhadap berat kerikil kering, dimana absorbsi terjadi
dari keadaan SSD sampai kering. Hasil pengujian harus memenuhi : Berat jenis kering berat jenis SSD berat jenis semu.
Universitas Sumatera Utara
37
3.3 Penyusun Beton
Sebelum dilakukan pengecoran, proporsi bahan-bahan penyusun beton yang terdiri dari pasir, steel slag, kerikil, semen dan air terlebih dahulu dilakukan
sebuah perencanaan campuran beton concrete mix design. Hal ini dilakukan agar proporsi campuran dapat mencapai tingkat yang ekonomis. Dalam menentukan
proporsi campuran dalam penelitian ini digunakan metode Departemen Pekerjaan Umum berdasarkan SNI 2847 : 2013.
Kriteria dasar perancangan beton dengan menggunakan metode Departemen Pekerjaan Umum PU ini adalah kriteria kekuatan tekan dan
korelasi dengan faktor air - semen. Perhitungan mix design yang lengkap dapat dilihat pada lampiran tugas akhir ini. Dalam penelitian ini, direncanakan beton
dengan mutu f’c = 30 MPa. Komposisi mix design beton meliputi :
1. Beton normal yang digunakan semen : air : pasir : kerikil adalah 1: 0,4085
: 0,81: 2,44 2.
Beton slag 15 dengan perbandingan semen : air : pasir biasa : pasir slag : kerikil adalah 1 : 0,4085 : 0,69 : 0,17 : 2,44
3. Beton slag 25 dengan perbandingan semen : air : pasir biasa : pasir slag :
kerikil adalah 1 : 0,4085 : 0,61 : 0,29 : 2,44
3.4 Pembuatan Benda Uji