Pola Asuh Anak KAJIAN TEORI

12 4 Laisez faire Ditandai dengan adanya sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anaknya. Dari berbagai macam pola asuh yang dikemukakan di atas, penulis hanya akan mengemukakan tiga macam saja, yaitu pola asuh otoriter, demokrasi, permisif. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pembahasan menjadi lebih terfokus dan jelas. Oleh karena, jika dilihat dari berbagai macam bentuk pola asuh di atas pada umunya sama. Misalnya saja antara pola asuh otoriter, semua menekankan pada sikap kekuasaan, kedisiplinan dan kepatuhan yang berlebihan. Demikian pula pada pola asuh laisez faire, permisif, memanjakan. Secara implisit, kesemuanya itu memeperlihatkan suatu sikap yang kurang berwibawa, bebas, acuh tak acuh sedangkan dengan pola asuh demokratis, keterbukaan dan penerimaan. Oleh karena itu penulis hanya akan membahas tiga macam pola suh yang secara teoritis lebih dikenal bila dibandingkan dengan yang lainnya. yaitu pola asuh otoriter, demokrasi dan permisif. 3. Fungsi Pola Asuh Orang Tua Menurut Casmini 2007: 47, pengasuhan orang tua berfungsi untuk memberikan kelekatan attachment dan kasih sayang affection antara anak dengan orang tuanya atau sebaliknya, adanya penerimaan dan tuntutan dari orang tua dan melihat bagaimana orang tua menerapkan disiplin. Dalam konteks sekarang berdasarkan kultur Islam Indonesia, 13 maka pengasuh orang tua adalah untuk melihat sejauh mana pengasuhan orang tua berdampak terhadap sosialisasi anak-anak di dalam struktur keluarga yang bervariasi dan berdasarkan pada nilai budaya Islam di Indonesia. Pengasuhan dalam Islam secara umum dapat dipahami sebagai upaya untuk mempersiapkan generasi Islam dari aspek jasmani, akal, dan rohani. Anak dipersiapkan generasi menjadi bagian masyarakatyang bermanfaat baik untuk dirinya maupun umat manusia secara luas. Secara ringkas pengasuhan Islam dimaksudkan untuk: a. Mempersiapkan dan menumbuhkan individu manusia yang prosesnya berlangsung secara terus menerus sejak lahir sampai mati. b. Persiapan dan pertumbuhan diarahkan agar anak menjadi manusia yang berdaya guna dan berhasil guna bagi dirinya dan bagi umatnya serta mendapat suatu kehidupan yang sempurna. Sedangkan menurut Euis Sunarti 2004: 5-11, berapa tujuan pengasuhan diantaranya berkaitan dengan pengembangan konsep dari anak, mengajarkan disiplin, serta mengajarkan keterampilan perkembangan penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Pengembangan konsep diri Pengasuhan diimplementasikan melalui serial interaksi antara orang tua dan anak. Salah satu hasil dari interaksi tersebut adalah pengembangan konsep diri anak. Konsep diri dibangu melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain. Interaksi tersebut 14 membuat anak mulai mengidentifikasi dirinya, menemukan dan mencari persamaan dan perbedaan antara dirinya dengan orang lain. b. Mengajarkan disiplin diri Disiplin adalah kemampuan seseorang untuk bertindak sesuai norma atau aturan yang berlaku. Kepercayaan terhadap perlunya aturan dan penilaian bahwa suatu aturan itu baik sehingga perlu dijalankan merupakan faktor utama seorang individu mau berdisiplin. Pengasuhan disiplin anak dimulai dengan contoh sederhana seperti menyimpan sepatu atau tas pada tempatnya. Manfaat berdisiplin dalam kehidupan adalah membangun kehidupan yang harmonis. c. Mengajarkan Keterampilan Perkembangan Pengasuh mengajarkan anak berbagai keterampilan hidup kognitif, sosial, dan emosional melalui upaya-upaya yang memungkinkan anak mampu menjalankan berbagai fungsi dalam kehidupannya. 4. Karakteristik Anak Akibat Pola Asuh Orang Tua Pola asuh orang tua sangat mempengaruhi karakter anak, karakter anak akan terbentuk sesuai dengan pola asuh yang di berikan orang tuanya. Berikut karakteristik anak akibat pola asuh orang tua menurut Conny R. Semiawan, 1999: 34 15 a. Pola Asuh Demokratis Anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otontatip akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua, menghargai dan menghormati orang tua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat dan lain- lain b. Pola Asuh Otoriter Anak yang besar dengan teknik asuhan, anak seperti ini biasanya tidak bahagia, paranoid selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orang tua, dan lain-lain. Biasanya anak hasil didikan orang tua otoriter lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan lebih bertanggung jawab dalam menjalani hidup. c. Pola Asuh Permisif Anak yang diasuh orang tuanya dengan metode semacam ini, nantinya bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, control diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain dan lain sebagainya ketika kecil mampu dewasa Conny R. Semiawan, 1999: 34 Berdasarkan teori mengenai macam-macam pola asuh orang tua di atas, dapat diidentifikasikan pengaruh dari macam pola asuh tersebut terhadap kemandirian belajar siswa. Dengan adanya pola pengasuhan yang 16 tepat, maka perilaku anak akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan keadaan yang diharapkan. Penerapan pola asuh yang demokratis, maka orang tua akan bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan terhadap kemampuan anak, dan memberikan kebebasan untuk memilih dan melakukan suatu tindakan. Anak akan merasa dihargai dan dapat berekspresi serta berkreasi dengan baik. Pola asuh demokratis akan berpengaruh terhadap kemandirian belajar siswa. Lain halnya dengan penerapan pola asuh yang otoriter orang tua cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti dan biasa diharapkan dengan ancaman-ancaman. Anak akan merasa selalu berada dibawah tekanan yang sulit untuk mengembangkan diri. Pola asuh ororiter akan berpengaruh kecil terhadap kemandirian belajar siswa. Lain halnya pula dengan pola asuh yang permisif, orang tua memberikan kesempatan terhadap anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup. Anak akan merasa kurang diperhatikan, manja, tidak patuh, dan kurang percaya diri. Pola asuh permisif akan berpengaruh sedang terhadap kemandirian belajar siswa. Ketiga teori mengenai macam-macam pola asuh dan karakteristik anak akibat pola asuh yang diterapkan tersebut, dianalisis secara bersama- sama, sehingga pola asuh tersebut dikategorikan ke dalam kecenderungan tepat, cukup kurang dan tidak tepat. Ketiga kategori tersebut berpengaruh terhadap kemandirian belajar siswa sesuai dengan proporsinya masing- 17 masing. Teori pola asuh orang tua ini merupakan teori yang berlaku umum namun dapat diaplikasikan pada kewarganegaraan. Berdasarkan uraian pendapat para ahli di atas mengenai bentuk pola asuh orang tua dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya terdapat tiga pola asuh orang tua yang diterapkan orang tua yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh bebas permisif. Ada kecenderungan bahwa pola asuh demokratis dinilai paling baik dibandingkan bentuk pola asuh yang lain. Namun demikian, dalam pola asuh demokratis ini bukan merupakan pola asuh yang sempurna, sebab bagaimanapun juga ada hal yang bersifat situsional artinya bahwa tidak ada orang tua dalam mengasuh anaknya hanya menggunakan satu pola asuh dalam mendidik dan mengasuh anaknya. Dengan demikian, ada kecenderungan bahwa tidak ada bentuk pola asuh yang murni diterapkan oleh orang tua tetapi orang tua dapat menggunakan ketiga bentuk pola asuh tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat itu. Penelitian ini mengacu pada tiga bentuk pola asuh orang tua yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan permisif. Adapun pengaruh ketiga bentuk pola asuh orang tua terhadap kemandirian siswa adalah meliputi aktivitas pendidikan dalam keluarga, kecenderungan cara mendidik anak cara mengasuh dan cara hidup orang tua yang berpengaruh secara langsung terhadap kemandirian anak dalam belajar. 18 5. Dampak Pola Asuh Orang Tua Berbagai cara orangtua menerapkan pola asuh terhadap anak akan menghasilakan berbagai karakteristik perilaku anak. Pola asuh dapat membentuk karakteristik perilaku anak karena interaksi yang dilakukan orangtua cenderung bersifat stabil dan dalam jangka waktu yang lama. Diana Baumrind Yusuf, 2001: 51 melakukan penelitian yang bertujuaan untuk mengathui pola pengasuhan orang tua parenting style dan dampaknya terhadap perilaku anak. Berikut ini table mengenai gambaran hasil penelitian Baumrind tentang pola asuh dan dampaknya terhadap perilaku anak. 19 Tabel 1. Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Perilaku Anak Pola Asuh Orangtua Sikap Atau Perilaku Orangtua Profil Perilaku Anak 1. Otoriter 1. Sikap”acceptance”rendah, namun kontrolnya tinggi 2. Suka menghukum secara fisik 3. Bersikap mengomando 4. Bersikap kaku 5. Cenderung emosiaonal dan bersikap menolak. 1. Mudah tersinggung 2. Penakut 3. Pemurung 4. Mudah terpengaruh 5. Mudah stress 6. Tidak mempunyai tujuan yang jelas 7. Tidak bersahabat 2. Permisif 1. sikap “acceptance”nya tinggi, namun kontrolnya rendah 2. member kebebasan kepada anak untuk menyatakan keinginan 1. bersikap inplusif dan agresif 2. suka memberontak 3. kurang memiliki rasa percaya diri 4. suka mendominasi 5. tidak jelas arah hidupnya 6. prestasi rendah 3. demokratis 1. sikap “acceptance”dan kontrolnya tinggi 2. bersikap responsive terhadap kebutuhan anak 3. mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pernyataan 4. memberikan penjelasan tentang dampak pembuatan yang baik dan yang buruk 1. bersikap bersahabat 2. memiliki rasa percaya diri 3. mampu mengendalikan diri 4. bersikap sopan 5. mau bekerja sama 6. memiliki rasa ingin tahu yang tinggi 7. mempunyai arah hidup yang jelas 8. orientasi prestasi Sumber: Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja 20

B. Anak

1. Pengertian Anak Pada dasarnya anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan manusia yang oleh karena kondisinya belum mencapai taraf pertumbuhan dan perkembangan yang matang, maka segala sesuatunya berbeda dengan anak dewasa.Anak masih mempunyai keterbatasan- keterbatasan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Pengertian anak menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak yang dikutip oleh Suryanah 1996: 1 menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah. Batas usia 21 tahun diterapkan karena berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan social, kematangan pribadi, dan kematangan mental seorang anak dicapai dalam usia tersebut. Anak adalah potensi secara penerus bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan menyebutkan anak adalah seseorang yang berusia 18 tahun. Termasuk didalamnya anak yang masih dalam kandungan Hadi Supeno, 2010: 40. 2. Tugas Perkembangan Anak Menurut Hurlock tugas perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu. Tugas tersebut jika berhasil akam menimbulkan rasa bahagia dan membawa kearah keberhasilan dalam melaksanakan tugas berikutnya. Kegagalan dalam melaksanakan tugas akan menimbulkan rasa tidak bahagia dalam menghadapi tugas-tugas 21 berikutnya. Berikut ini tujuan perkembangan menurut Elizabeth Hurlock Wiwit, 2003: 123 adalah sebagai berikut ; a. Petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa uang diharapkan masyarakat untuk mereka pada usia-usia tertentu. b. Sebagai pemberi motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh kelompok sosial pada usia tertentu. c. Sebagai petunjuk kepada individu tentang apa yang akan mereka hadapai dan tindakan yang diharapkan jika sudah sampai pada tingkat perkembangan berikutnya; Pada masa-masa tersebut, anak sedang belajar mengenai berbagai hal yang harus bisa mereka lakukan kepada makhluk individu seperti ketranpilan fisik, sikap, serta memainkan peran jenis kelamin yang sesuai. Sebagai makhluk sosial mereka juga bisa bergaul, bersikap sesuai dengan norma di masyarakat lingkungan sekitar. Orangtua dalam hal ini mempunyai tugas dalam mendampingi dan mendidik anak agar mereka dapat menyelesaikan tugas perkembangan mereka dengan baik untuk menyambut tugas perkembangan selanjutnya.

C. Keluarga

1. Definisi Keluarga Keluarga bisa disebut juga sebagai masyarakat kecil atau institusi terkecil yang ada pada masyarakat. Konsep keluarga dan rumah tangga sering dianggap sama, hal ini dikarenakan fungsi keduanya yang saling mengisi dalam masyarakat, keluarga dikaitkan sebagai keturunan yang umumnya dipahami sebagai ikatan darah, sedangkan rumah tangga 22 diartikan sebagai satuan tempat tinggal yang berorientasi pada tugas, selain itu keluarga menekankan pada faktor nilai sedangkan rumah tangga menekankan pada hal ekonomi. Manteb Miharso 2004: 2 mendefinisikan keluarga sebagai masyarakat kecil yang merupakan sel pertama bagi masyarakat besar, masyarakat besar tidak akan mempunyai eksistensi tanpa hadirnya keluarga. Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak yang melalui celah- celah keluarga inilah sang anak menyerap nilai-nilai keterampilan dan pengetahuan dan perilaku yang ada didalamnya. Keluarga yaitu kumpulan beberapa orang yang terikat dalam satu keturunan kemudian mengerti dan merasa berdiri sendiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, dan bersama-sama berkehendak untuk memperteguh satu gabungan tersebut dengan tujuan memuliakan masing- masing anggotanya Ki Hajar Dewantara, 1977: 380. Soerjono Soekanto 1992: 1 mengatakan bahwa keluarga merupakan merupakan inti terkecil dari masyarakat dan merupakan wadah pertama pergaulan hidup dalam hidup, keluarga terdiri dari satu pasangan suami istri dan anak yang biasanya tinggal satu rumah yang sama dan secara resmi terbentuk adanya perkawinan, keluarga seperti ini disebut dengan keluarga inti bisa disebut juga dengan rumah tangga. Sedangkan Wahyu Ms 1986: 57 mendefinisikan keluarga sebagai suatu kesatuan kekerabatan yang juga merupakan satuan tempat tinggal yang ditandai oleh adanya kerjasama ekonomi, dan mempunyai fungsi 23 untuk berkembangbiak, mensosialisasikan atau mendidik anak dan melindungi yang lemah. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan bagian masyarakat terkecil yang beranggotakan ayah dan ibu sebagai orang tua dan anak. Dalam keluarga terdapat ikatan emosi yang membuat adanya rasa saling menyayangi dan melindungi. Keluarga adalah salah satu elemen pokok pembentukan karakter kepribadian sosial dan bisa dikatakan keluarga merupakan pohon untuk mematangkan buah individu dalam kepribadian. 2. Fungsi Keluarga Yusuf 2001: 39 menyebutkan beberapa fungsi keluarga dari sudut pandang sosiologi, fungsi keluarga dapat di klasifikasi kedalam fungsi- fungsi berikut : a. Fungsi Biologis Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalita, kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi; a pangan, sandang, papan, b hubungan sexual suami istri dan c reproduksi atau pengembangan keturunan. b. Fungsi Ekonomis Keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam sebagian besar masyarakat primitif. Para anggota kelurga bekerja sama sebagai tim untuk menghasilkan sesuatu. 24 c. Fungsi Pendidikan Edukatif Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai “transmitter budaya atau mediator” sosial budaya bagi anak. Fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkut penanaman, pembimbingan atau pembiasan nilai-nilai agama, budaya dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak. d. Fungsi Sosialisasi Lingkungan keluarga merupakan faktor penentuan determinant factor yang sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang, Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk menaati peraturan disiplin, mau berkerjasama dengan orang lain, bersikap toleransi, menghargai pendapat gagasan orang lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan heterogen etnis, ras, agama, budaya. e. Fungsi Perlindungan Protektif Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan fisik psikologi bagi para anggotanya.