POLA ASUH ANAK DALAM KELUARGA MISKIN DUSUN GOYUDAN, KRADENAN, SRUMBUNG, MAGELANG.

(1)

POLA ASUH ANAK DALAM KELUARGA MISKIN DUSUN GOYUDAN, KRADENAN, SRUMBUNG, MAGELANG

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Luthfan Purwa Husada NIM 10110244036

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

Seorang anak yang dididik dengan salah adalah anak yang tersesat. (John F. Kennedy)

Hendaklah adab sopan anak-anak itu dibentuk sejak kecil kerana ketika kecil mudah membentuk dan mengasuhnya. Belum dirusakkan oleh adat kebiasaan

yang sukar ditinggalkan. (Hamka)


(6)

PERSEMBAHAN

Atas terselesaikannya karya ini, segenap hati saya ucapkan terima kasih dan saya persembahkan untuk:

1. Kedua orang tua, Bapak Sudaryanto dan Ibu Purwanti S.Pd beserta keluarga besar yang selalu mendukung penulis selama masa studi.


(7)

POLA ASUH ANAK DALAM KELUARGA MISKIN DUSUN GOYUDAN, KRADENAN, SRUMBUNG, MAGELANG

Oleh

Luthfan Purwa Husada NIM 10110244036

ABSTRAK

Pola asuh anak dalam keluarga miskin sangat penting dalam pencapaian sumber daya manusia. Penyelenggaraan pengasuhan dalam keluarga tidak hanya sekedar membimbing yang bersifat rutin. Melainkan berperan sebagai orang yang bertanggung jawab dalam menanamkan dan memberikan bobot serta arah kepada anaknya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola asuh anak pada keluarga miskin di Desa Goyudan Magelang.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif. Pemilihansamplingpenelitian dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Subjek penelitian adalah 5 anak dan 5 orang tua. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Settingpenelitian ini bertempat di Desa Goyudan Magelang. Analisis data melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan data dilakukan dengan triangulasi sumber.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh orang tua yang diterapkan pada keluarga miskin di Desa Goyudan berbeda-beda, namun ada yang lebih dominan yaitu pola asuh permisif dan pola asuh otoriter. Disebutkan sebagai pola asuh permisif dikarenakan orang tua pada keluarga miskin di Desa Goyudan tidak terlalu membatasi anak dalam melakukan sesuatu. Sedangkan pada pola asuh otoriter yang dimaksud disini seperti yaitu banyak orang tua di Desa Goyudan pada keluarga miskin bersikap memaksakan kehendak seperti pendidikan anak, dimana orang tua selalu mengatur tanpa memperhatikan kemauan dan perasaan anak. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh orang tua pada keluarga miskin di Desa Goyudan khususnya dalam menerapkan pola asuh diantaranya yaitu pendapatan keluarga yang kurang mencukupi kebutuhan, mayoritas pendidikan orang tua yang rendah juga memperngaruhi cara berfikir mereka dalam mendidik anak-anaknya, adanya pengaruh dari lingkungan yang sebagian besar anak-anak hanya lulus SMP bahkan ada yang hanya lulus SD. Pola pengasuhan anak yang dilakukan oleh keluarga miskin di Desa Goyudan memunculkan beberapa dampak, yaitu rendahnya kedisiplinan anak karena sifat abai dari pola asuh orang tua. Rendahnya prestasi akademik anak karena kurangnya dukungan motivasi dari orang tua.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pola Asuh Anak dalam Keluarga Miskin Dusun Goyudan, Kradenan, Srumbung, Magelang” dengan baik dan lancar. Dengan disusunnya proposal, diharapkan mampu memberikan gambaran kegiatan yang akan dilakukan selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam mensukseskan penyususnan skripsi ini. Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, atas segala kebijaksanaannya yang telah memberikan kemudahan bagi penulis selama masa studi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan penulisan skripsi penulis.

3. Dr. Arif Rohman, M.Si., selaku Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan Program Studi Kebijakan Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta sekaligus dosen pembimbing I yang telah menyetujui skripsi ini dan memberikan pengarahan dalam penyusunannya.

4. Bapak/Ibu seluruh Dosen Program Studi Kebijakan Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah menuntun penulis mencari jati diri dan memberikan pengetahuan selama studi.


(9)

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Pola Asuh Anak... 8

B. Pengertian Anak ... 20

C. Keluarga ... 21

D. Pengertian dan Konsep Miskin... 26 hal


(11)

F. Kerangka Konsep... . 40

G. Kerangka Pikir... 42

H. Pertanyaan Penelitian ... 43

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian... 44

B. Setting Penelitian... 44

C. Subjek Penelitian ... 45

D. Teknik Pengumpulan Data ... 46

E. Instrumen Penelitian... 50

F. Metode Analisis Data ... 53

G. Keabsahan Data ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 58

1. Deskripsi Desa Goyudan ... 58

a. Letak Geografis ... 58

b. Penduduk ... 58

c. Pendidikan ... 60

d. Budaya Masyarakat ... 62

e. Agama... 64

f. Pemerintahan ... 65

2. Pola Asuh Anak Pada Keluarga Miskin di Desa Goytudan ... 67

a. Pola Asuh Otoriter ... 68

b. Pola Asuh Permisif... 71

c. Pola Asuh Demokratis ... 73

B. Pembahasan ... 75

Analisa Pola Asuh Anak Pada Keluarga Miskin di Desa Goyudan... 75


(12)

BAB V KSIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(13)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Anak... 19

Tabel 2. Kisi-Kisi Pedoman Observasi ... 51

Tabel 3. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ... 52

Tabel 4. Kisi-Kisi Pedoman Dokumentasi... 53

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian... 59

Tabel 6. Data Penduduk Keluarga Miskin ... 60


(14)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Kerangka Pikir... 42 Gambar 2. Analisis Data Model Miles & Hubberman... 55


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Field Note ... 89

Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 92

Lampiran 3. Pedoman Observasi ... 95

Lampiran 4. Pedoman Dokumentasi ... 96

Lampiran 5. Transkrip Wawancara... 97

Lampiran 6. Dokumen Foto ... 107


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pengertian pendidikan di atas menyebutkan pendidikan merupakan ujung proses dalam membentuk suatu peradaban. Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai masalah yang sangat banyak yang di hadapkan dari segala faktor yang ada di negeri ini. Banyak kalangan berpendapat bahwa negeri ini banyak sekali masalah dalam SDM nya yang rendah secara akademis dan non akademis. Sehingga masyarakat Indonesia belum banyak yang bisa berpartisipasi dalam membangun SDM yang maju. Kualitas SDM suatu bangsa secara umum dapat dilihat dari mutu pendidikan bangsa tersebut. Sejarah telah membuktikan bahwa kemajuan dan kejayaan suatu bangsa ditentukan oleh pembangunan dibidang pendidikan, Kunandar (2007: 8). Maka dari itu pendidikan di negeri ini menjadi pandangan yang sangat serius dari segala lapisan, karena dengan pendidikan suatu bangsa


(17)

Seperti yang disebutkan dalam UU Pendidikan di atas bahwa pendidikan sangatlah penting untuk membentuk SDM yang bisa dipergunakan bagi bangsa dan negara melalui proses pemebelajaran. Sedangkan pembelajaran tersebut proses interaksi antara pesrta didik dengan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar yang sangat memungkinkan sumber belajar tersebut bisa mentransfer ilmu tersebut terhadap peserta didik. Banyak masyarakat ketahui lingkungan belajar yang paling di ketahui adalah sekolah, meskipun dalam satuan pendidikan masih banyak lagi kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan selain sekolah.

Di Indonesia terdapat banyak satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan untuk menciptakan sumberdaya manusia yang bisa berguna. Satuan pendidikan adalah kelompok yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

Hal yang mendasari pendidikan Indonesia kurang maju disebabkan persepsi orang tua terhadap pendidikan yang hanya memberikan tanggung jawab kepada sekolah untuk mendidik anak. Persepsi ini yang menyebabkan kesalahan keluarga dalam mendidik anak. Sesungguhnya keluarga adalah orang yang mempunyai perang penting dalam penciptaan perkembangan mutu dan kualitas anak. Hal ini dikarenakan bahwa pendidikan keluarga adalah orang yang pertama memperkenalkan, mempelajarai dan mengenalkan kepada anak yang bisa berwujud aturan-aturan dan norma


(18)

yang sangat penting untuk kelangsungan hidup anak. Semua anak kecil ingin seperti orang tuanya, kalau seorang anak melihat salah satu atau kedua orang tuanya menghindari tanggung jawab biasanya iapun akan mengembangkan sikap tersebut (Harris Clemes & Reynold Bean, 2001: 22). Dari kutipan pernyataan tersebut pendidikan keluarga adalah pendidikan yang pertama dan paling utama bagi anak dari keluarga dalam kontribusinya membentuk sikap dan watak anak.

Pola asuh dalam keluarga sangatlah amat penting dalam pencapaian mutu daya manusia. Dalam penyelenggaraan pengasuhan dalam keluarga tidak sekedar membimbing yang bersifat rutin sehari-hari. Melainkan berperan sebagai orang yang tanggung jawab dalam menanamkan dan memberikan bobot dan arah dalam kehidupan anaknya.

Orang tua dalam menerapkan cara mengasuh dalam pendidikan anak ada yang bersifat ketat, santai, dan fleksibel dapat mempengaruhi dampak yang berbeda-beda dalam pembentukan pribadi anak itu sendiri. Dalam kehidupan keluarga terkadang orang tua berharap pada anaknya untuk mengikuti jejak orang tuanya, ada juga yang memberikan kebebasan dan ada juga yang merasa masa bodoh dalam pendidikan anaknya. Setiap orang tua dalam mendidik anaknya mempunyai cara tersendiri antara orang tua yang satu dengan orang tua yang lainnya berbeda.


(19)

anak yang dari keluarga miskin mendapatkan fasilitas terbatas tanpa melihat bagaimana anak itu ke masa depannya. Problem ini sangat meresahkan dalam konsep perkembangan individu dalam usia pra sekolah menjadi dasar bentuk pembentukan karakter kepribadian anak yang sangat lama dan membentuk satu generasi. Seiring kondisi tersebut perlu ada pemikiran yang khusus untuk pendidikan bagi keluarga miskin.

Dalam keluarga terdapat ayah dan ibu dalam memberikan pendidikan pada anaknya, akan tetapi sekarang di suatu keluraga hanya dibebankan pada ibunya dibandingkan sama ayahnya, karena dalam pengasuhan anak hanya di berikan pada ibunya, sedangkan ayahnya hanya mencari uang padahal pendidikan itu adalah tanggung jawab keduanya. Tidak semua orang tua memiliki pola pendidikan yang sama dalam hal mendidik anakn, tidak semua memiliki kesamaan dalam mengambil kebutuhan dan sikap sehingga orang tua kurang memperhatikan dan kurang memperhatikan proses belajar anak. Terkadang anak juga disuruh lebih baik bekerja dari pada mengeyam pendidikan seperti yang terjadi di keluarga miskin di Desa Goyudan.

Berdasarkan observasi awal di temukan kularga miskin berkerja sebagian buruh penambang pasir dan bertani sehingga pendapatan orangtua terbilang rendah, setiap pagi anak harus ikut anak membantu orangtua menambang pasir. Anak yang seharusnya masih mengeyam pendidikan malah harus membantu orang tua bekerja. Sehingga anak kurang mendapatkan pendidikan dan mengakibatkan sikap anak berperilaku negatif karena berpengaruh terhadap lingkungan bebas dan pola asuh orang tua yang


(20)

kurang diperhatikan. Dalam permasalahan ini maka bisa di lihat bahwa pendidikan di lingkungan keluarga miskin lebih mementingkan bekerja dari pada harus mengenyam pendidikan dahulu baru bekerja. Dalam hal ini orang tua lebih senang anaknya bekerja ikut mencari orang tua dari sekolah menghabiskan uang untuk biaya sekolah, karena dalam keluarga miskin untuk membiayai hidupnya saja kurang apalagi untuk biaya sekolah walaupun sekarang ada program dari pemerintah sekolah gratis. Selain faktor itu dari segi latar belakang orang tua juga kurang mengenyam pendidikan, sehingga untuk pola asuh pendidikan anaknya seperti pola pendidikan pada saat orang tua waktu kecil.

Keluarga mengalami kehidupan dikatakan miskin atau kurang mampu adalah keluarga bermata pencahariannya sebagai penambang pasir atau sebagai buruh di sawah. Karena menambang pasir di sungai atau menjadi buruh mencangkul bisa di katakana hasilnya pas-pasan untuk biaya hidup apalagi untuk biaya sekolah. Pola pengasuhan anak sangatlah berpengaruh terhadap lingkungan dan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap kehidupan social anak. Pola pengasuhan anak yang diterapan oleh penduduk desa tersebut kebanyakan mengguanakan pola asuh permisif. Anak sebenarnya masih ingin menikmati masa sekolah seperti anak-anak yang lainnya tetapi pada masa itu yang terjadis pada keluarga miskin anaknya di suruh bekerja dari pada menuntut ilmu. Selain itu anak juga menjadi kurang beradaptasi dengan masyarakat sekitar dalam bidang


(21)

Berdasarkan hasil pengamatan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga Miskin di Desa Goyudan, Magelang”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Kurangnya pemahaman orang tua terhadap pentingnya pendidikan di keluarga.

2. Kurangnya pemahaman pola asuh orang tua tentang pendidikan keluarga sebagai pendidikan yang pertama bagi anak.

3. Kurang optimalnya pendidikan yang diterima oleh anak yang disebabkan oleh faktor ekonomi dan lingkungan tempat tinggal.

4. Kurangnya pengetahuan orang tua dalam pengasuhan anak di lingkungan masyarakat miskin.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi pembahasan pada kajian pola asuh anak pada masyarakat miskin di Desa Goyudan. Pembatasan dilakukan agar peneliti lebih fokus untuk membahas permasalahan tentang pola asuh anak pada masyarakat miskin.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pola asuh anak dalam keluarga miskin Di Desa Goyudan ?


(22)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pola pengasuhan anak pada keluarga miskin.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi pemerintah, penelitian ini semoga memberikan masukan bagi pemerintah dan pembuat kebijakan untuk memperhatikan pola pengasuhan anak dalam bidang pendidikan dalam keluarga miskin. b. Manfaat bagi orang tua, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan

tentang cara mengasuh orang tua dalam keluarga dan sebagai masukan kepada orang tua dalam bidang pendidikan bahwa pendidikan itu sangat penting dalam memajukan ekonomi keluarga.

c. Manfaat bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai pola asuh anak di keluarga miskin.

2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan, wawasan dan pustaka ilmi pendidikan terkait tentang pola asuh anak dalam keluarga miskin. Selain itu juga sebagai bahan bimbingan penelitian selanjutnya tentang pendidikan keluarga miskin itu perlu. Sebagai bentuk pendidikan informal khususnya dalam keluarga miskin.


(23)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pola Asuh Anak

1. Pengertian Pola Asuh Anak

Keluarga merupakan kesatuan terkecil dalam kehidupan bermasyarakat akan tetapi mempati kedudukan sekunder dan fundamental dalam peranannya meletakkan nilai-nilai dasar dalam kehidupan seorang anak yang suatu saat akan menempati posisinya dalam rantai kehidupan bermasyarakat. Orang tua menerapkan pola asuh terhadap anak dengan gaya masing-masing. Pola asuh yang diterpakan orang tua akan berpengaruh terhadap sikap dan tingkah laku anak.

Pola asuh pada dasarnya menerapkan keseluruhan cara perlakuan orang tua terhadap anak. Pengasuhan anak menunjukan pada pendidikan umum yang diterapkan terhadap anak, berupa proses interaksi antara orang tua (pengasuh) dengan anak (yang diasuh). Interaksi tersebut mencakupi kebutuhan makanan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tinggkah laku umum yang diterima oleh masyarakat (Wiwit, 2003: 126). Menurut Hurlock pola asuh dapat diterapkan denan treatment teknik disiplin kepada anak. Tujuannya adalah memperkenalkan kepada anak mana yang baik dan mana yang buruk serta mendorongnya berperilaku sesuai standar masyarakat (Hurlock, 1999: 82).

Uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola pengasuhan orang tua adalah cara dan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak serta kontrol dan sosialisasi yang dilakukan orang kepada anak untuk


(24)

membentuk kepribadian anak. Sikap orang tua tersebut bahwa pada umumnya orang menginginkan agar anaknya dapat berkembang dengan baik semua aspek kehidupan.

2. Tipe Pola Asuh Anak dalam Keluarga

Setiap orang memiliki sikap dan perilaku yang berbeda satu sama lain dalam menghadapi anak-anak mereka. Sikap tersebut akan berpengaruh pada bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Melvin Khon (Ibrohim, 2004: 48) mengkategorikan pola asuh atau pola sosialisasi ke dalam dua bentuk, yakni pola asuh yang berorientasi pada ketaatan yang disebut dengan pola pengasuham cara reseptif (receptive), dan pola yang berorientasikan pada dilakukan partisipasi. Pola asuh reseptif menitikberatkan pada hukuman terhadap prilaku yang salah, dan pola asuh partisipatori memberikan imbalan untuk perilaku yang baik. Pola asuh reseptif berpusat pada orangtua, sedangkan pola sosialisasi partisipator lebih berpusat pada anak karena orangtuanya memperhatikan keinginan anak.

Selain pola pengasuhan partisipasi dan reseptif yang di perkenalkan oleh Brofenbrenenr dan Melvin Khon, ada pula pola pengasuhan yang digunakan oleh orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak yg dikembangkan oleh Elizabeth B. Hurlock dalam Ibrohim, 2004: 51, sebagai berikut:


(25)

a. Otoriter

Pola ini menggunakan pendekatan yang memaksakan kehendak, sesuatu peraturan yang dicanangkan orangtua dan harus dituruti oleh anak. Pendekatan seperti ini biasanya kurang responsife terhadap hak dan keinginan anak. Anak lebih dianggap sebagai obyek yang harus patuh dalam menjalankan aturan. Ketidakberhasilan anak dalam melakukan apa yang diperintahakan orangtua sebagai kegagalan.

Orangtua menggunakan kekuasaan penuh yang menuntut ketaatan mutlak, sehingga kerap menghambat munculnya komunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak. Komunikasi yang dilakukan kebanyakan bersifat satu arah dan lebih sering berupa perintah. Orangtua, selain itu juga selalu menekankan anak patuh pada ketaatan yang berlaku dalam keluarga dan menghukum anak bila anak berperilaku tidak sesuai dengan standar yang ditentukan orangtua. b. Permisif

Pola ini sangat bertolak belakang dengan pola pengasuhan authoritarian. Permisif dapat diartikan orangtua serba membolehkan atau sesuka mengijinkan. Pola pengasuhan ini menggunakan pendekatan yang sangat resposive (bersedia mendengarkan) tetapi cenderung terlalu longgar. Menggunakan pendekatan sangat toleran terhadap keinginan anak. Orangtua memiliki sikap yang relatif hangat dan menerima sang anak apa adanya. Sikap orangtua yang menerima anak apaadanya cenderung memberikan kebebasan pada anak yang


(26)

pada akhirnya memunculkan sifat kemanjaan pada diri anak. Kebebasan yang diberikan orangtua tidak diikuti dengan tindakan mengontrol atau menuntut anak untuk menampilkan perilaku tertentu.

c. Demokrasi

Pola asuh ini menggunakan pendekatan rasional dan demokratis. Orangtua sangat memperhatikan kebutuhan anak dan mencukupinya dengan mempertimbangkan faktor terpenting dan realistis. Tentu saja tidak semata-mata menuruti keinginan anak, tetapi sekaligus mengajarkan kepada anak mengenai kebutuhan yang penting bagi kehidupannya. Orangtua juga melakukan pengawasan terhadap aktivitas anak. Pengawasan dan tuntutan tanggung jawab dilakukan secara wajar. Sedangkan menurut Marcolm Hardy dan Steve Heyes (Yusniah, 2008: 14) mengemukakan empat macam pola asuh yang dilakukan orang tua dalam keluarga, yaitu:

1) Autokratis (otoriter)

Ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua dan kebebasan anak sangat dibatasi

2) Demokratis

Ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak 3) Permisif

Ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batasi pada anak berperilaku sesuai dengan keinginan sendiri


(27)

4) Laisez faire

Ditandai dengan adanya sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anaknya.

Dari berbagai macam pola asuh yang dikemukakan di atas, penulis hanya akan mengemukakan tiga macam saja, yaitu pola asuh otoriter, demokrasi, permisif. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pembahasan menjadi lebih terfokus dan jelas.

Oleh karena, jika dilihat dari berbagai macam bentuk pola asuh di atas pada umunya sama. Misalnya saja antara pola asuh otoriter, semua menekankan pada sikap kekuasaan, kedisiplinan dan kepatuhan yang berlebihan. Demikian pula pada pola asuh laisez faire, permisif, memanjakan. Secara implisit, kesemuanya itu memeperlihatkan suatu sikap yang kurang berwibawa, bebas, acuh tak acuh sedangkan dengan pola asuh demokratis, keterbukaan dan penerimaan.

Oleh karena itu penulis hanya akan membahas tiga macam pola suh yang secara teoritis lebih dikenal bila dibandingkan dengan yang lainnya. yaitu pola asuh otoriter, demokrasi dan permisif.

3. Fungsi Pola Asuh Orang Tua

Menurut Casmini (2007: 47), pengasuhan orang tua berfungsi untuk memberikan kelekatan (attachment) dan kasih sayang (affection) antara anak dengan orang tuanya atau sebaliknya, adanya penerimaan dan tuntutan dari orang tua dan melihat bagaimana orang tua menerapkan disiplin. Dalam konteks sekarang berdasarkan kultur Islam Indonesia,


(28)

maka pengasuh orang tua adalah untuk melihat sejauh mana pengasuhan orang tua berdampak terhadap sosialisasi anak-anak di dalam struktur keluarga yang bervariasi dan berdasarkan pada nilai budaya Islam di Indonesia. Pengasuhan dalam Islam secara umum dapat dipahami sebagai upaya untuk mempersiapkan generasi Islam dari aspek jasmani, akal, dan rohani. Anak dipersiapkan generasi menjadi bagian masyarakatyang bermanfaat baik untuk dirinya maupun umat manusia secara luas. Secara ringkas pengasuhan Islam dimaksudkan untuk:

a. Mempersiapkan dan menumbuhkan individu manusia yang prosesnya berlangsung secara terus menerus sejak lahir sampai mati.

b. Persiapan dan pertumbuhan diarahkan agar anak menjadi manusia yang berdaya guna dan berhasil guna bagi dirinya dan bagi umatnya serta mendapat suatu kehidupan yang sempurna.

Sedangkan menurut Euis Sunarti (2004: 5-11), berapa tujuan pengasuhan diantaranya berkaitan dengan pengembangan konsep dari anak, mengajarkan disiplin, serta mengajarkan keterampilan perkembangan penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Pengembangan konsep diri

Pengasuhan diimplementasikan melalui serial interaksi antara orang tua dan anak. Salah satu hasil dari interaksi tersebut adalah pengembangan konsep diri anak. Konsep diri dibangu melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain. Interaksi tersebut


(29)

membuat anak mulai mengidentifikasi dirinya, menemukan dan mencari persamaan dan perbedaan antara dirinya dengan orang lain. b. Mengajarkan disiplin diri

Disiplin adalah kemampuan seseorang untuk bertindak sesuai norma atau aturan yang berlaku. Kepercayaan terhadap perlunya aturan dan penilaian bahwa suatu aturan itu baik sehingga perlu dijalankan merupakan faktor utama seorang individu mau berdisiplin. Pengasuhan disiplin anak dimulai dengan contoh sederhana seperti menyimpan sepatu atau tas pada tempatnya. Manfaat berdisiplin dalam kehidupan adalah membangun kehidupan yang harmonis. c. Mengajarkan Keterampilan Perkembangan

Pengasuh mengajarkan anak berbagai keterampilan hidup (kognitif, sosial, dan emosional) melalui upaya-upaya yang memungkinkan anak mampu menjalankan berbagai fungsi dalam kehidupannya.

4. Karakteristik Anak Akibat Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua sangat mempengaruhi karakter anak, karakter anak akan terbentuk sesuai dengan pola asuh yang di berikan orang tuanya. Berikut karakteristik anak akibat pola asuh orang tua menurut (Conny R. Semiawan, 1999: 34)


(30)

a. Pola Asuh Demokratis

Anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otontatip akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua, menghargai dan menghormati orang tua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat dan lain-lain

b. Pola Asuh Otoriter

Anak yang besar dengan teknik asuhan, anak seperti ini biasanya tidak bahagia, paranoid selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orang tua, dan lain-lain. Biasanya anak hasil didikan orang tua otoriter lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan lebih bertanggung jawab dalam menjalani hidup.

c. Pola Asuh Permisif

Anak yang diasuh orang tuanya dengan metode semacam ini, nantinya bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, control diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain dan lain sebagainya ketika kecil mampu dewasa (Conny R. Semiawan, 1999: 34)

Berdasarkan teori mengenai macam-macam pola asuh orang tua di atas, dapat diidentifikasikan pengaruh dari macam pola asuh tersebut


(31)

tepat, maka perilaku anak akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan keadaan yang diharapkan. Penerapan pola asuh yang demokratis, maka orang tua akan bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan terhadap kemampuan anak, dan memberikan kebebasan untuk memilih dan melakukan suatu tindakan. Anak akan merasa dihargai dan dapat berekspresi serta berkreasi dengan baik. Pola asuh demokratis akan berpengaruh terhadap kemandirian belajar siswa.

Lain halnya dengan penerapan pola asuh yang otoriter orang tua cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti dan biasa diharapkan dengan ancaman-ancaman. Anak akan merasa selalu berada dibawah tekanan yang sulit untuk mengembangkan diri. Pola asuh ororiter akan berpengaruh kecil terhadap kemandirian belajar siswa. Lain halnya pula dengan pola asuh yang permisif, orang tua memberikan kesempatan terhadap anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup. Anak akan merasa kurang diperhatikan, manja, tidak patuh, dan kurang percaya diri. Pola asuh permisif akan berpengaruh sedang terhadap kemandirian belajar siswa.

Ketiga teori mengenai macam-macam pola asuh dan karakteristik anak akibat pola asuh yang diterapkan tersebut, dianalisis secara bersama-sama, sehingga pola asuh tersebut dikategorikan ke dalam kecenderungan tepat, cukup kurang dan tidak tepat. Ketiga kategori tersebut berpengaruh terhadap kemandirian belajar siswa sesuai dengan proporsinya


(32)

masing-masing. Teori pola asuh orang tua ini merupakan teori yang berlaku umum namun dapat diaplikasikan pada kewarganegaraan.

Berdasarkan uraian pendapat para ahli di atas mengenai bentuk pola asuh orang tua dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya terdapat tiga pola asuh orang tua yang diterapkan orang tua yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh bebas (permisif). Ada kecenderungan bahwa pola asuh demokratis dinilai paling baik dibandingkan bentuk pola asuh yang lain. Namun demikian, dalam pola asuh demokratis ini bukan merupakan pola asuh yang sempurna, sebab bagaimanapun juga ada hal yang bersifat situsional artinya bahwa tidak ada orang tua dalam mengasuh anaknya hanya menggunakan satu pola asuh dalam mendidik dan mengasuh anaknya. Dengan demikian, ada kecenderungan bahwa tidak ada bentuk pola asuh yang murni diterapkan oleh orang tua tetapi orang tua dapat menggunakan ketiga bentuk pola asuh tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat itu.

Penelitian ini mengacu pada tiga bentuk pola asuh orang tua yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan permisif. Adapun pengaruh ketiga bentuk pola asuh orang tua terhadap kemandirian siswa adalah meliputi aktivitas pendidikan dalam keluarga, kecenderungan cara mendidik anak cara mengasuh dan cara hidup orang tua yang berpengaruh secara langsung terhadap kemandirian anak dalam belajar.


(33)

5. Dampak Pola Asuh Orang Tua

Berbagai cara orangtua menerapkan pola asuh terhadap anak akan menghasilakan berbagai karakteristik perilaku anak. Pola asuh dapat membentuk karakteristik perilaku anak karena interaksi yang dilakukan orangtua cenderung bersifat stabil dan dalam jangka waktu yang lama. Diana Baumrind (Yusuf, 2001: 51) melakukan penelitian yang bertujuaan untuk mengathui pola pengasuhan orang tua (parenting style) dan dampaknya terhadap perilaku anak. Berikut ini table mengenai gambaran hasil penelitian Baumrind tentang pola asuh dan dampaknya terhadap perilaku anak.


(34)

Tabel 1. Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Perilaku Anak Pola Asuh

Orangtua

Sikap Atau Perilaku Orangtua Profil Perilaku Anak

1. Otoriter 1. Sikap”acceptance”rendah, namun kontrolnya tinggi 2. Suka menghukum secara

fisik

3. Bersikap mengomando 4. Bersikap kaku

5. Cenderung emosiaonal dan bersikap menolak.

1. Mudah tersinggung 2. Penakut 3. Pemurung 4. Mudah terpengaruh 5. Mudah stress 6. Tidak mempunyai

tujuan yang jelas 7. Tidak bersahabat 2. Permisif 1. sikap “acceptance”nya

tinggi, namun kontrolnya rendah

2. member kebebasan kepada anak untuk menyatakan keinginan

1. bersikap inplusif dan agresif

2. suka memberontak 3. kurang memiliki

rasa percaya diri 4. suka mendominasi 5. tidak jelas arah

hidupnya 6. prestasi rendah 3. demokratis 1. sikap “acceptance”dan

kontrolnya tinggi

2. bersikap responsive terhadap kebutuhan anak 3. mendorong anak untuk

menyatakan pendapat atau pernyataan

4. memberikan penjelasan tentang dampak pembuatan yang baik dan yang buruk

1. bersikap bersahabat

2. memiliki rasa percaya diri

3. mampu

mengendalikan diri 4. bersikap sopan 5. mau bekerja sama 6. memiliki rasa ingin

tahu yang tinggi 7. mempunyai arah

hidup yang jelas 8. orientasi prestasi Sumber:Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja


(35)

B. Anak

1. Pengertian Anak

Pada dasarnya anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan manusia yang oleh karena kondisinya belum mencapai taraf pertumbuhan dan perkembangan yang matang, maka segala sesuatunya berbeda dengan anak dewasa.Anak masih mempunyai keterbatasan-keterbatasan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Pengertian anak menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak yang dikutip oleh Suryanah (1996: 1) menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah. Batas usia 21 tahun diterapkan karena berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan social, kematangan pribadi, dan kematangan mental seorang anak dicapai dalam usia tersebut.

Anak adalah potensi secara penerus bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan menyebutkan anak adalah seseorang yang berusia 18 tahun. Termasuk didalamnya anak yang masih dalam kandungan (Hadi Supeno, 2010: 40).

2. Tugas Perkembangan Anak

Menurut Hurlock tugas perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu. Tugas tersebut jika berhasil akam menimbulkan rasa bahagia dan membawa kearah keberhasilan dalam melaksanakan tugas berikutnya. Kegagalan dalam melaksanakan tugas akan menimbulkan rasa tidak bahagia dalam menghadapi tugas-tugas


(36)

berikutnya. Berikut ini tujuan perkembangan menurut Elizabeth Hurlock (Wiwit, 2003: 123) adalah sebagai berikut ;

a. Petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa uang diharapkan masyarakat untuk mereka pada usia-usia tertentu.

b. Sebagai pemberi motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh kelompok sosial pada usia tertentu. c. Sebagai petunjuk kepada individu tentang apa yang akan mereka

hadapai dan tindakan yang diharapkan jika sudah sampai pada tingkat perkembangan berikutnya;

Pada masa-masa tersebut, anak sedang belajar mengenai berbagai hal yang harus bisa mereka lakukan kepada makhluk individu seperti ketranpilan fisik, sikap, serta memainkan peran jenis kelamin yang sesuai. Sebagai makhluk sosial mereka juga bisa bergaul, bersikap sesuai dengan norma di masyarakat lingkungan sekitar. Orangtua dalam hal ini mempunyai tugas dalam mendampingi dan mendidik anak agar mereka dapat menyelesaikan tugas perkembangan mereka dengan baik untuk menyambut tugas perkembangan selanjutnya.

C. Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga bisa disebut juga sebagai masyarakat kecil atau institusi terkecil yang ada pada masyarakat. Konsep keluarga dan rumah tangga sering dianggap sama, hal ini dikarenakan fungsi keduanya yang saling mengisi dalam masyarakat, keluarga dikaitkan sebagai keturunan yang


(37)

diartikan sebagai satuan tempat tinggal yang berorientasi pada tugas, selain itu keluarga menekankan pada faktor nilai sedangkan rumah tangga menekankan pada hal ekonomi.

Manteb Miharso (2004: 2) mendefinisikan keluarga sebagai masyarakat kecil yang merupakan sel pertama bagi masyarakat besar, masyarakat besar tidak akan mempunyai eksistensi tanpa hadirnya keluarga. Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak yang melalui celah-celah keluarga inilah sang anak menyerap nilai-nilai keterampilan dan pengetahuan dan perilaku yang ada didalamnya.

Keluarga yaitu kumpulan beberapa orang yang terikat dalam satu keturunan kemudian mengerti dan merasa berdiri sendiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, dan bersama-sama berkehendak untuk memperteguh satu gabungan tersebut dengan tujuan memuliakan masing-masing anggotanya (Ki Hajar Dewantara, 1977: 380).

Soerjono Soekanto (1992: 1) mengatakan bahwa keluarga merupakan merupakan inti terkecil dari masyarakat dan merupakan wadah pertama pergaulan hidup dalam hidup, keluarga terdiri dari satu pasangan suami istri dan anak yang biasanya tinggal satu rumah yang sama dan secara resmi terbentuk adanya perkawinan, keluarga seperti ini disebut dengan keluarga inti bisa disebut juga dengan rumah tangga.

Sedangkan Wahyu Ms (1986: 57) mendefinisikan keluarga sebagai suatu kesatuan kekerabatan yang juga merupakan satuan tempat tinggal yang ditandai oleh adanya kerjasama ekonomi, dan mempunyai fungsi


(38)

untuk berkembangbiak, mensosialisasikan atau mendidik anak dan melindungi yang lemah.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan bagian masyarakat terkecil yang beranggotakan ayah dan ibu sebagai orang tua dan anak. Dalam keluarga terdapat ikatan emosi yang membuat adanya rasa saling menyayangi dan melindungi. Keluarga adalah salah satu elemen pokok pembentukan karakter kepribadian sosial dan bisa dikatakan keluarga merupakan pohon untuk mematangkan buah individu dalam kepribadian.

2. Fungsi Keluarga

Yusuf (2001: 39) menyebutkan beberapa fungsi keluarga dari sudut pandang sosiologi, fungsi keluarga dapat di klasifikasi kedalam fungsi-fungsi berikut :

a. Fungsi Biologis

Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalita, kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi; (a) pangan, sandang, papan, (b) hubungan sexual suami istri dan (c) reproduksi atau pengembangan keturunan.

b. Fungsi Ekonomis

Keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam sebagian besar masyarakat primitif. Para anggota kelurga bekerja sama sebagai tim untuk menghasilkan sesuatu.


(39)

c. Fungsi Pendidikan (Edukatif)

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai “transmitter budaya atau mediator” sosial budaya bagi anak. Fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkut penanaman, pembimbingan atau pembiasan nilai-nilai agama, budaya dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak.

d. Fungsi Sosialisasi

Lingkungan keluarga merupakan faktor penentuan (determinant factor) yang sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang, Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk menaati peraturan (disiplin), mau berkerjasama dengan orang lain, bersikap toleransi, menghargai pendapat gagasan orang lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan heterogen (etnis, ras, agama, budaya).

e. Fungsi Perlindungan (Protektif)

Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (fisik psikologi) bagi para anggotanya.


(40)

f. Fungsi Rekreatif

Keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan dan penuh semangat bagi anggotanya. Maka dari itu, keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek dekorasi interior rumah, komunikasi yang tidak kaku, makan bersama, bercengkraman dengan penuh suasana humor dam sebagainya.

g. Fungsi Agama (religious)

Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Keluarga berkewajiban mengajar, membimbing atau membiasakan anggota keluarga yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap tuhan yang memiliki mental yang sehat, yakni mereka terhindar dari beban-beban psikologi dan mampu menyesuikan dirinya secara harmonis dengan orang lain, serta berpartisipasi aktif dalam memberikan kontribusi secara konstruktif terhadap kemajuan serta kesejahteraan masyarakat.

Dari beberapa fungsi yang telah diutarakan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi disebut juga dengan tugas, fungsi keluarga merupakan tugas yang harus dilakukan keluarga untuk anggotanya, keseluruhan fungsi tersebut pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia seorang anggota keluarga, adapun pendidikan disini dipandang sebagai suatu investasi sumber daya manusia yang tentunya turut pula


(41)

memberikan kemajuan pada anak dan memperkenalkan nilai, serta memberikan perlindungan dan kebutuahan. Fungsi keluarga lebih dominan dijalankan oleh generasi tua sebagi senior dalam keluarga terhadap generasi muda sebagi pendidik, pelindung dan pemenuh kebutuhan.

Sebagi pendidik dapat dicontohkan orang tau memberikan pengetahuan dalam perkawinan yang ada dalam fungsi biologis, memberikan pengajaran dan contoh nilai agama dan sosial yang keduanya terdapat dalam fungsi agama dan sosial. Orang tua sebagi pelindung dimana orang tua menyediakan perlindungan berupa rumah dan menyukupi sarana pelengkap lainya yang merupakan bagian dari fungsi ekonomi dan pemeliharaan.

D. Pengertian dan Konsep Miskin 1. Pengertian Kemiskinan

Menurut Parsudi Suparlan (1995: 11) kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada jumlah golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umumnya belaku dalam masyarakat. Standar kehidupan yang rendah secara langsung berpengaruh terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri mereka yang tergolng sebagai orang miskin.

Badan Perencanaan Pembangungan Nasional (1993: 3) menjelaskan kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Kemiskinan menurut Kantor Menteri


(42)

Negara Kependudukan/BKKBN (1996: 10), kemiskinan adalah keadaan dimana seorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri derngan taraf kehidupan yang dimilikinya.

2. Konsep Kemiskinan

Miskin atau kurang sejahtera dalam pengertian pembangunan keluarga sejahtera diiidentifikasikan dengan kondisi keluarga miskin sebagai keluarga pra sejahtera dan keluarga pra sejahtera I, Indikator keluarga prasejahtera pada dasarnya merupakan pokok pikiran yang terkandung dalam undang-undang no. 10 Tahun 1992, disertai dengan asumsi bahwa sejahtera murapakan variable yang terdiri dari berbagai indicator spesifik dan oprasional. Karenan indicator yang dipilih akan di gunakan kader desa, yang pada umumnya tingkat pendidikan kepala keluarga miskin rendah, untuk mengukur kesejahteraan para anggota dan sekaligus sebagai pegangan untuk melakukan intervenes, maka indekator tersebut selain harus memiliki validasi, juga dirancang secara sederhana dan proposionnal agar dapat dipahami oleh masyarakat desa.

Berdasarkan pemikiran tersebut maka indikaotr atau kriteria keluarga pra sejahtera diterapkan sebagai berikut;

a. Keluarga Pra Sejahtera

Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5 dasarnya (basic needs) sebagai keluarga sejahtera 1, seperti kebutuhan pengajaran agama, papan,


(43)

b. Keluarga Pra Sejahtera 1

Keluarga Pra Sejahtera 1, adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara maksimal, yaitu;

1) Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga.

2) Pada umumnya anggota keluarga makan 2 (dua) kali sehari atau lebih.

3) Seluruh anggota memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah, dan berpergian.

4) Bagian yang terluas dari rumah bukan dari tanah.

5) Bila anak sakit atau pasangan usia subur atau ber KB dibawa ke sarana kesehatan/petugas kesehatan.

Keadaaan serba kekurangan ini terjadi bukan seluruhnya karena kehendak yang bersangkutan tetapi karena keterbatasan yang dimiliki oleh keluarga sehinggga telah membuat mereka termasuk keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera 1. Keluarga Pra Sejahtera dan sejahtera 1 dibagi dalam dua kelompok, yaitu;

1) Karena alasan ekonomi/keluarga miskin yaitu ;

Keluarga yang menurut kemampuan ekonominya lemah dan miskin.Keluarga semacam ini mempunyai sifat seperti indicator yang dikembangkan BPS dan Bappenas, yaitu keluarga yang secara ekonomis memang miskin atau sangat miskin dan belum bisa menyediakann keperluan pokok dengan baik.


(44)

2) Karena alasan non ekonominya yaitu ;

Keluarga yang kemiskinannya bukan karena paa harta/uang atau kemampuan untuk mendukung ekonominya keluarga tetapi miskin kepeduliannya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih sejahtera misalnya dalam hal partisipasinya dalam pembangunan dan kesehatan dengan membiarkan rumanya masih lantai tanah padahal sebenarnya ia mampu mengabah lantai rumahnya atau kalau anaknya sakit tidak dibawa/diperiksakan kepuskesmas.

3. Jenis Kemiskinan

Menurut Sudantoko dkk (2009: 43), kemiskinan menjadi 6 (enam) jenis kemiskinan, yaitu kemiskinan absolut karena tingkat pendapatnanya rendah, kemiskinan relative, akibat kebijakan pembangunan, kemiskinan kultural akibat budaya masyarakat, kemiskinan structural kareana rendah akses, kemiskinan buatan karena adanya pengaruh atau dampak dari moderenisasi, berikut merupakan penjelasan dari jenis-jenis kemiskinan; a. KemiskinanAbsolute

Kemiskinan Absolute, merupakan kondisi kemiskinan dimana seseorang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya, seperti makanan, pakaian, serta perumahan, dan pendidikan yang dibutuhkan untuk bisa hidup dan bekerja.


(45)

b. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif merupakan kondisi seseorang pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau ke seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan.

c. Kemiskinan Kultural

Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan atau perilaku masyarakat yang di sebabkan oleh factor budaya masyarakat, seprti pola hidup malas, boros, tidak mau berusaha serta tidak kreatif meskipun telah mendapatkan berbagai bantuan dari luar.

d. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan structural, merupakan kondisi yang di sebabkan oleh rendahnya akses terhadap sumber daya yang dimiliki dalam system social dan social politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan. e. Kemiskinan Natural

Kemiskinan alamiah berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan prasarana umum serta keadaan tanah yang tandus.

f. Kemiskinan Artifisial

Kemiskinan buatan lebih banyak diakibatkan karena adanya sistem moderenisasi atau perkembangan masyarakat yang tidak menguasai sumber daya, sarana prasarana.


(46)

4. Faktor Penyebab Kemiskinan

Sen dalam Ismawan (2003: 102) mengutarakan bahwa penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah personal aksibilitas. Akibat keterbatasan dan ketertiadakan akses, maka manusia mempunyai keterbatasan (bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan apa yang dapat dilakukan (bukan apa yang seharusnya dilakukan). Dengan demikian manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan pilihan, akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya menjadi terhambat.

Menurut Kuncoro (2000: 107) yang mengutip Sharp, penyebab kemiskinan adalah:

a. Secara Mikro

Kemiskinan minimal karena adanya ketidaksamaan pada kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.

b. Perbedaan Kualitas Pemberdayaan Manusia

Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas pemberdayaan manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya ini karena rendahnya pendidikan, nasih yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena


(47)

c. Kemiskinan muncul karena adanya akses dalam modal.

Menurut Bappenas (2010: 7) lingkaran kemiskinan yang melingkupi keluarga miskin, dipengaruhi oleh pendidkan yang berawal dari rendahnya pendapatan, pendapatan keluarga yang rendah akan mengakibatkan daya beli keluarga terhadap pendidikan dan informasi juga akan rendah. Akibatnya pengetahuan keluarga miskin juga rendah, bila pengetahuan rendah maka akan berpengaruh terhadap kinerja yang berdampak terhadap tingkat produksi yang rendah.

Lingkaran setan kemiskinan juga akan berpengaruh terhadap jumlah kekayaan keluarga miskin. Keluarga miskin cenderung memiliki pendapatan yang rendah, akibatnya seluruh pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Bila tabungan rendah, maka tidak ada yang digunakan sebagai modal akibatnya modal rendah, bila modal rendah produksi juga akan rendah, akibatnya pendapatan juga akan rendah.

Lingkaran setan juga dapat dilihat berdasarkan tingkat konsumsi keluarga miskin. Keluarga miskin memiliki konsumsi rendah yang merupakan akibat dari rendahnya pendapatan karena konsumsi rendah, maka keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan papan, sarana prasarana dasar secara layak, karena konsumsi yang rendah pula akan mempengaruhi status gizi yang rendah, karena gizi tidak dapat terpenuhi, akibatnya kesehatan rendah, karena kesehatan rendah mempengaruhi kinerja akibatnya kinerjanya rendah dan berdampak


(48)

pada rendahnya penduduk sehingga pendapatan keluarga rendah dan termasuk keluarga miskin.

Menurut Kantor Menteri Negara Kependidikan/Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (1996: 11) ada beberapa faktor yang menyebabkan keluarga masuk dalam keluarga pra Sejarah dan Keluarga sejarah 1, antara lain adalah:

1) Faktor Internal merupakan faktor penyebab kemiskinan yang berasal dari dalam diri individu sendiri. Kebodohan atau tingkat pendidikan kepala keluarga rendah, ketidak trampilan, ketertinggalan tekhnologi, tidak memiliki modal atau asset (kekayaan).

2) Faktor Eksternal merupakan faktor penyebab masalah kemiskinan yang dialami oleh keluarga miskin yang berasal dari luar individu atau keluarga, faktor eksternal yang menjadi penyebab kemisinan adalah strukur sosial ekonomi yang menghambat peluang usaha dan peningkatan pendapatan nilai-nilai dan unsur-unsur budaya yang kurang mendukung upaya peningkatan kualitas keluarga kurangnya akses untuk memanfaatkan fasilitas pembangunan. Rumah tangga yang miskin sedikit sekali memiliki kekayaan lahan garapan sehingga tidak dapat menunjang kebutuhan hidup juga tidak punya memiliki ternak piaraan ataun hanya beberapa ekor saja. Selalu dalam keadaan berhutang, produktivitas keluarga sangat rendah, sedikit


(49)

dan nisbah ketergantungan tinggi, kekayaan produktif satu-satunya adalah tenaga kerja anggota keluarga dan rumah tangga sedikit sekali memiliki penyangga untuk menghadapi kebutuhan yang mendadak (Chambers , 1988: 142-143)

5. Kriteria Miskin

Ciri-ciri kemisikinan menurut Hadi Prayitni, Lincolin Arsyad (1987:36) adalah sebagai berikut ;

a. Mereka yang hidup di bawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah yang cukup, modal ataupun ketrampilan. Sehingga ketrampilan untuk memperoleh pendapat sangat berkurang.

b. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemampuan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan yang diperolehnya tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha. Mereka tidak memiliki syarat untuk terpenuhinya kredit perbankan seperti jaminan kredit dan lain-lain yang mengakibatkan mereka berpaling ke lintah darat yang biasanya untuk pelunasannya meminta syarat yang berat dan bunga amat tinggi.

c. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah tidak sampai tamat Sekolah Dasar waktu mereka umumnya habis tersita untuk mencari nafkah sehingga tidak ada waktu lagi waktu untuk belajar. Demikian juga dengan anak-anak mereka tidak dapat menyelesaikan sekolahnya karena harus membantu orang tuanya mencari tambahan penghasilan.


(50)

d. Banyak diantaranya mereka tidak mempunyai tanah, kalau ada relatif kecil. Pada umumnya mereka buruh tani atau pekerja kasar diluar pertanian. Karena bekerja atas dasar musiman maka kesinambungan kerja menjadi kurang terjamin. Banyak diantara merka lalu menjadi pekerja bebas yang berusaha apa saja. Akibatnya dalam situasi penawaran tenaga kerja yang besar maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengungkung mereka selalu hidup dibawah kemiskinan. e. Banyak diantara mereka hidup di kota masih berusia muda dan tidak

mempunyai keterampilan atau pendidikan, sedangkan kota tidak siap menampung gerak urbanisasi dari desa. Dengan kata lain kemiskinan pedesaan membuahkan fenomena urbanisasi dari desa ke kota.

Dalam menentukan kriteria kemiskinan yang ada di Indonesia setiap lembaga memiliki criteria sendiri dan hal itu tentu saja disesuaikan dengan kepentingan dan tujuan masing-masing. Menurut BKKBN indikator penentu kemiskinan adalah indicator yang ada pada tahapan keluarga Pra-sejahtera alasan ekonomi dan Keluarga Sejahtera 1 alasan ekonomi yang dapat menggambarkan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan tempat tinggal. Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera 1 alasan ekonomi meliputi keluarga miskin sekali dan keluarga miskin:


(51)

a. Keluarga miskin sekali adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih dari indikator yang meliputi;

1) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih.

2) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah dan bepergian.

3) Bagian yang luas lantai tidak dari tanah.

b. Keluarga miskin adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indicator yang meliputi;

1) Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telur 2) Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh pakaian

kurang satu steel pakaian baru.

3) Luas lantai rumah paling kurang SMP untuk setiap penghuni.

Berbeda lagi dengan kriteria keluarga miskin menurut BPS dalam penanggulangan masalah kemiskinan melalui program Bantuan Langsung Tunai (BLT). BPS telah menerapkan keluarga miskin sebagai berikut; a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m² per orang.

b. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

c. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah, tembok tanpa diiplester.


(52)

d. Tidak memiliki fasilitas buang air atau bersama-sama dengan rumah lain.

e. Suber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindungi/sungai/air hujan.

f. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

h. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu sama kali dalam seminggu.

i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. j. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas

lahan 0,5 ha, buruh tani, buruh bangunan, atau pekerjaan lain dengan pendapatan di bawah Rp

600.000.-m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

n. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai RP 500.000,- seperti sepeda motor/barang modal lainnya (www.sabdaspace.org/kemiskinan)


(53)

E. Penelitian Yang Relevan

Uraian terhadap penelitian terdahulu yang relevan sangat diperlukan, hal ini dikarenakan pada umumnya sebuah karya ilmiah tidak muncul secara original, namun sudah ada acuan untuk mendasarinya. Penelitian yang relevan ditujukan untuk mengetahui keaslian karya ilmiah. Penelitian tentang pendidikan keluarga telah banyak dilakukan, dalam penelitian ini penulis mencoba mengkaji tentang pola asuh anak di keluarga miskin. Berdasarkan penelitian sebelumnya, terdapat beberapa skripsi yang membahas tentang pola pengasuhan anak, oleh karenanya, dari beberapa penelitian sebelumnya, peneliti melakukan uraian terhadapa penelitian dengan topik permasalahan yang hampir sama.

Berdasarkan penelitian yang berjudul “Pola Pendidikan Anak Dari Keluarga Miskin, Kasus Keluarga Miskin Pada Keluarga Pak Ul di Desa Meteseh Kecamatan Boja, Kendal” oleh Haniatul Masruroh, Universitas Negeri Semarang tahun 2005. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola pendidikan yang diterapkan oleh keluarga miskin pada keluarga pak Ul serta untuk megetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi pola pendidikan anak yang diterapkan dikeluarga msikin didesa Meteseh, Boja, Kendal. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa keluarga pak Ul yang berlatar belakan keluarga miskin menerapkan pola pendidikan secara demokratis dan permisif terhadap anaknya, dan faktor yang mempengaruhi pak Ul dalam menerapkan pola tersebut yakni faktor pengalaman pribadi orang tua sebagai


(54)

pendidik, faktor curah waktu, faktor lingkungan masyarakat,serta faktor informasi dan media.

Selanjutnya penelitian yang relevan yang dilakukan oleh A. Uromo Budi S. (2005) yang berjudul “Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga Nelayan di Kabupaten Pekalongan” hasil penelitiannya menjelakan pengasuhan anak pada keluarga nelayan Desa Wonokerto Wetan Kec. Wonokerto Kab. Pekalongan tidak mempunyai kecenderungan untuk menggunakan salah satu jenis pola asuh saja, keluarga di keluarga juragan lebih mengaruh pada pola asuh demokratis, sedangkan untuk keluarga nelayan pekerja dan nelayan pemilik/miskin menggunakan kombinasi bentuk pola asuh demokratis dan laissez faire. Pola asuh demokrtis ditandai dengan adanya dorongan orang tua untuk anak, perhatian, jika ada perbedaan pendapat di lakukan musyawarah untuk mencari jalan tengah, serta adanya komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak. Sedangkan pola asuhlaisez fairemempunyai cirri orang tua yang memberikan kebebasan kepada anaknya untuk bergaul dan bermaindan mereka kurang tau begitu tentang apa yang dilakukan oleh anak.

Berdasarkan beberapa penelitian yang relevan yang telah dibahas sebelumnya, dapat diketahui kedua penelitian diatas sama-sama membahas tentang pola asuh anak dalam keluarga, yang membedakan penelitian yang pertama dan kedua hanya di setingg. Yang penelitian pertama di lakukan di keluarga miskin sedangkan yang kedua di keluarga nelayan. Penelitian tersebut membahas tentang pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anak


(55)

keluarga nelayan dan sama-sama mendidik anak dalam keluarga. Terdapat persamaan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang hendak dilakukan peneliti.

F. Kerangka Berpikir

Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak, karena sebagian besar hidup seorang anak berada ditengah-tengah keluarga sehingga keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan kepribadian seorang anak. Keluarga memegang peranan penting di dalam proses penanaman sikap dan pengetahuan anak, bisa dibilang keluarga merupakan tempat penanaman sikap bagi anak, yang dilakukan oleh orang tua sebagai penyadar akan sikap yang dimaksudkan oleh orang tua.

Orangtua merupakan bagian terkecil yang sangat penting dalam kehidupan anak. Seorang anak yang suatu saat nanti akan mengganti posisinya dalam suatu rantai kehidupan bermasyarakat. Setiap keluarga menggunakan gaya pola asuh terhadap anak berbeda-beda. Pola asuh yang diterapkan dari orangtua akan berpengaruh terhadap sikap anak selanjutnya di kehidupan selanjutnya.

Menurut E . B Hurlock pola pengasuhan orang tua disebutkan dengan teknik disiplin orang tua kepada anak. Disiplin merupakan cara mengajarkan kepada anak menganai perilaku moral yang diterima kelompok. Tujuannya dalah memperkenalkan kepada anak mana yang baik dan mana yang buruk serta mendorongnya berperilaku sesuai standar masyarakat.(Hurlock, 1999:


(56)

82). Setiap orang memiliki sikap dan perilaku yang berbeda satu sama lain dalam menghadapi anak-anak mereka. Sikap tersebut akan berpengaruh pada bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Pola pengasuhan yang digunakan oleh orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak yg dikembangkan oleh Elizabeth B. Hurlock di bagi menjadi tiga bentuk, bentuk pola asuh yang pertama pola asuh otoriter, bentuk kedua pola asuh permisif, pola asuh ketiga pola asuh demokratis. Adapun pola asuh ini dibuat sebagai acuan orang tua untuk mendidik dan membimbing anaknya.

Pada penelitian ini mencoba melihat realitan pola yang diterapkan kepada anak yang hidup di keluarga miskin terkhusus di penelitian ini berolakasi di Dusun Goyudan Desa Kradenan Kecamatan srumbung Kabupaten Magelang. Cakupan utama pada penelitian ini mengarah kepada penerapan pola asuh dari orang tua yang akan berdampak pada pembentukan sifat anak, dampak tersebut memiliki dampak positif dan dampak negatif, faktor tingkat pendidikan dan profesi orang tua berpengaruh pada penerapan pola asuh dalam keluarga. Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi tentu akan menerapkan pola asuh sesuai dengan perkembangan anak, berbeda dengan orang tua yang memilki pendidikan rendah, termasuk pula dalam kajian ini yakni pada tingkat ekonomi suatu keluarga yang tentu saja meiliki pengaruh pada penerapan pola asuh yang diterapkan pada anak natinya. Paradigma dari penelitian ini berusaha untuk menemukan realita dari penerapkan pola asuh dengan latar belakang kondisi keluarga miskin.


(57)

Bagaima

Gambar 1. Kerangka berfikir Keluarga Miskin

Pola Asuh Anak di Keluarga Miskin

Pola asuh Otoriter Pola asuh Permisif Pola asuh demokrasi

Tipelogi anak: - Bebas

- Responsife - Manja Tipelogi anak :

- Terkekang

- Kurang responsife - Anak sebagai obyek

Tipelogi anak: - Mandiri

- Tanggung jawab - Tertib

Perilaku Orang tua - Responsife terhadap

anak

- Mendorong anak untuk menyampaikan

pendapat Perilaku Orang tua

- Bersikap mengomando - Bersikap kaku

- Cenderung emosional

Perilaku Orang tua - Memberi

kebebasan kepada anak


(58)

G. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep, maka dapat di ajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Pola asuh apa saja yang digunakan orang tua untuk mendidik anak-anaknya pada keluarga miskin ?

2. Pola asuh apa yang dominan diterapkan pada keluarga miskin Desa Goyudan?

3. Apa pertimbangan penerapan pola asuh tersebut?

4. Bagaimana pemahaman orang tua tentang pola asuh anak ?

5. Bagaimana dampak jenis pola asuh yang diterapkan terhadap perilaku dan karakter anak?

6. Bagaimana faktor penghambat dan pendukung dalam penerapan tipe pola asuh?


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka peneliti memilih jenis penelitian dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, yang lebih melihat pada masalah proses, penerapan, pemahaman, bentuk pola asuh yang berada di Goyudan. Penelitian kualitatif sendiri adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya proses, penerapan, pemahaman, bentuk pola asuh yang diterapkan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dengan bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Lexy J. Moleong, 2010: 6).

Melalui pendekatan kualitatif deskriptif peneliti bermaksud untuk mendeskripsikan, menggambarkan serta menguraikan mengenai pola asuh pada keluarga miskin yang berada di Goyudan. Harapan peneliti dapat menjelaskan fokus penelitian secara mendalam dan mudah untuk dipahami. B. Setting Penelitian

Dalam penelitian ini, lokasi yang dijadikan sebagai sumber data (social situation)adalah Kelurahan Kradenan, Kota Magelang, Propinsi Jawa Tengah, dan akan lebih berfokus untuk mengetahui pola asuh orang tua terhadap pendidikan anak di Desa Goyudan. Peneliti mengambil Desa Goyudan Kelurahan Kradenan Kecamatan Srumbung dikarenakan memang


(60)

pola pengasuhan anak di Desa Goyudan sangatlah berpengaruh terhadap lingkungan dan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap kehidupan social anak. Anak sebenarnya masih ingin menikmati masa sekolah seperti anak-anak yang lainnya tetapi pada masa itu yang terjadis pada keluarga miskin anaknya di suruh bekerja dari pada menuntut ilmu. Selain itu anak juga menjadi kurang beradaptasi dengan masyarakat sekitar dalam bidang pergaulan karena penerapan oila pengasuhan pada anak yang salah. Pemilihan lokasi penelitian diharapkan dapat lebih memfokuskan ruang lingkup pembahasan dalam penelitian, sehingga permasalahan tidak terlalu luas.

C. Subjek Penelitian

Penelitian ini mengungkapkan bentuk pola pengasuhan anak yang diterapkan di Desa Goyudan, Kelurahan Kradeanan, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Teknik pengambilan sampling menggunkanan purposive sampling. Penarikan sampel dengan teknik ini didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan populasi yang diketahui sebelumnya. Dengan kata lain, informan yang diwawancarai telah disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertenu mengacu pada tujuan penelitian (Nurul Zuriah,2006: 124).

Pemilihan informan harus dilakukan dengan tepat agar benar-benar relevan dan kompeten dengan tujuan penelitian sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk membangun teori. Informasi berikutnya dapat


(61)

menunjuk orang lain yang dapat memberikan informasi, dan kemudian informan ini diminta pula untuk menunjuk orang lain untuk memberikan informai, dan seterusnya sampai menunjukan kejenuhan informasi. Maksudnya bahwa dengan bertambahnya informan namun informasi yang diperoleh tetap sama, berarti jumlah informan sudah cukup (data sudah jenuh).

Penelitian ini menunjuk kepala Dusun Goyudan sebagai informan awal atau informan kunci. Sedangkan subjek penelitian adalah orang tua yang memiliki anak usia sekolah antara 7-18 tahun (SD, SMP dan SMA) dengan permasalahan yang dihadapai, sehingga tidak dapat menyekolahkan anaknya. Untuk semakin memperkuat data maka informan dapat diperoleh juga dari anak yang ada di Goyudan. Dan juga sebagai data tambahan peneliti akan melakukan penelitian dengan orang tua yang mau melanjutkan pendidikan anaknya.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Observasi

Observasi adalah sebuah metode utama dalam mengumpulkan data atau informasi yang lebih lengkap dan terperinci. Data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan ini selanjutnya dituangkan dalam bentuk tulisan. Menurut Nasution dalam Sugiyono (2009: 226) metode observasi menjadi dasar dari segala ilmu pengetahuan. Peneliti


(62)

dapat bekerja hanya jika mendapatkan data atau fakta langsung dari kenyataan yaitu melalui observasi. James A. Black (2001: 285-286) menyatakan bahwa penelitian kualitatif memiliki definisi secara luas dan secara sempit. Dalam arti luas penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara terus menerus terhadap perilaku seseorang. Sedangkan dalam arti sempit observasi ialah mengamati dan mendengar perilaku seseorang selama beberapa waktu tanpa melakukan manipulasi atau pengendalian, serta mencatat penemuan yang memungkinkan serta memenuhi syarat unutk digunakan pada tahap analisa.

Penelitian ini menggunakan metode observasi tipe non partisipan. Dalam observasi nonpartisipan seorang peneliti tidak dituntut untuk ikut berperan dalam kegiatan dari subjek penelitian atau kelompok yang sedang diamati. Peneliti hanya sebagai pengamat tingkah laku orang lain dalam keadaan alamiah.

Ada beberapa hal yang melatar belakangi penggunaan metode observasi, antara lain:

a. Peneliti dapat melihat secara langsung pola asuh anak dalam keluarga miskin Dusun Goyudan.

b. Peneliti dapat mencatat apa yang dilihat dan diamati selama pengambilan data pola asuh anak dalam keluarga miskin Dusun Goyudan.


(63)

d. Mengurangi resiko terjadinya bias data di lapangan.

Berdasarkan uraian diatas, metode observasi membantu peneliti dalam mengamati tingkah laku manusia sebagai peristiwa faktual. Khususnya dalam penelitian ini dapat digunakan untuk mengamati pola asuh anak dalam keluarga miskin Dusun Goyudan. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan informasi dan data terkait pola asuh anak selama pengumpulan data berlangsung.

2. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui interaksi verbal secara langsung terhadap individu. Menurut Moleong (2005: 1786) wawancara adalah proses mengumpulkan data atau informasi dengan percakapan tertentu antara pewawancara dan terwawancara. Forces and Richer dalam James A. Black (2001: 308) berpendapat bahwa wawancara adalah proses tanya jawab antar dua orang dalam bentuk dialog terbuka untuk menngetahui pandangan subjek dalam penelitian sebagaimana adanya.

Proses wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi penting yang terkait masalah subjek. Dalam melakukan wawancara penting seorang peneliti ciri khas dari wawancara; 1) pertanyaan dan jawaban verbal, 2) informasi dicatat peneliti, 3) hubungan antara peneliti dan respoden diatur dalam cara khusus, 4) keluwesan peneliti dalam proses wawancara. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara dengan kepala dusun, orang tua, dan anak di Dusun Goyudan.


(64)

Sebelum memulai proses wawancara terlebih dahulu mempersiapkan pedoman wawancara dengan sifat terbuka, tidak kaku, fleksibel, dan dapat disampaikan secara informal. Pedoman wawancara disusun dan digunakan dalam menemukan pola asuh anak di Dusun Goyudan.

Wawancara dalam penelitian ini digunakan peneliti sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pola asuh anak di Dusun Goyudan.

b. Untuk mengetahui hambatan dan pendorong yang didapat orang tua dalam menjalankan pola asuh anak di Dusun Goyudan.

c. Untuk mengetahui pendapat subjek penelitian tentang pola asuh anak di Dusun Goyudan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan dan menggali informasi atau data subjek yang tersedia dalam bentuk dokumen yang sudah berlalu atau tercatat sebelumnya. Metode ini juga dianggap penting karena dapat mengungkap data yang berupa literatur, administrasi, lembaga, sumber-sumber tertulis, data observasi serta wawancara lainya guna memperkaya informasi yang berkaitan dengan proses pelaksanaan kebijakan sekolah terbuka tersebut.

Dokumen yang mampu mengungkapkan hal-hal berkaitan dengan pola asuh anak. Dokumentasi digunakan untuk mencari data mengenai


(65)

hal-hal berupa data penduduk miskin, data penduduk menurut pencaharian, jumlah penduduk berdasarkan tamatan di Dusun Goyudan. E. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2009: 222).

Dalam penelitian ini sendiri instrumen utamanya peneliti sendiri yang menetapkan fokus penelitian, pemilihan informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menganalisis data, penafsirkan data dan membuat kesimpulan dari hasil penelitian. Peneliti langsung terjun kelapangan dalam pengambilan data dengan menggunakan pedoman observasi, wawancara dam juga dokumentasi.

1. Pedoman Observasi

Pedoman observasi berisi tentang pedoman bagi peneliti yang dibutuhkan saat melakukan pengamatan mengenai letak tempat penelitian, sarana dan prasarana, maupun kondisi sosial ekonomi masyarakat lokasi penelitian yang dianggap berguna dalam penelitian dengan menggunakan informasi berupa catatan maupun daftar yang obyektif. Dalam penelitian ini yang akan di observasi terkait pola asuh anak di keluarga miskn di


(66)

Desa Goyudan, Kelurahan Kradenan, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah antara lain :

Tabel 2. Kisi-Kisi Pedoman Observasi

No Aspek Rincian

Sumber Data 1. Lokasi tempat penelitian Letak geografis Pengamatan

Peneliti 2. Kondisi sosial ekonomi

masyarakat

Pekerjaan maupun aktivitas masyarakat di lokasi penelitian

2. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara akan digunakan sebagai pedoman dalam pengumpulan data yang akan berupa beberapa pertanyaan yang telah disiapkan peneliti yang kemudian akan dijawab oleh responden sesuai dengan kenyataan yang akan digunakan sebagai bahan analisa dan informasi. Dalam penelitian ini yang akan dijadikan pedoman wawancara terkait pola pengasuhan anak pada keluarga miskin di Desa Goyudan, Kelurahan Kradenan, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Provinsi Magelang antara lain :


(67)

Tabel 3. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara

No Aspek Rincian Sumber

Data 1. Pola asuh Penjelasan mengenai pola asuh

di lokasi penelitian

orang tua anak

2. Pemahaman orantua tentang pola asuh anak dikeluarga miskin

Pemahaman mengenai pentingnya pendidikan, latar belakang pendidikan orang tua, kendala yang dihadapi orangtua dalam mengasuh anak.

orang tua anak

3 Penerapan pola asuh orangtua di keularga miskin.

Peran dan upaya yang dilakukan dalam pola asuh anak.

Orang tua anak

4 Proses pola asuh anak dikeluarga miskin.

Aspek internal dan eksternal yang berkaitan tentang faktor penghambat dan pendukung pola asuh anak.

orang tua anak

3. Pedoman Dokumentasi

Pedoman dokumentasi digunakan untuk menggali data atau informasi subjek yang tercatat sebelumnya. Diperoleh dari catatan tertulis yang digunakan untuk memperkuat data dari proses wawancara maupun observasi. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah dokumentasi lokasi penelitian untuk memperoleh data mengenai pola pengasuhan anak pada keluarga miskin di Desa Goyudan, Kelurahan Kradenan, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Provinsi Magelang


(68)

Tabel 4. Kisi-Kisi Pedoman Dokumentasi

No Aspek Rincian Sumber

Data 1. Tempat lokasi

Penelitian

a. Letak geografis b. Profil lokasi

penelitian

c. Visi dan misi desa

Dokumentasi/arsip kelurahan Dokumentasi/arsip Kelurahan Dokumentasi/arsip kelurahan maupun sekolah 2. Data kependudukan

a. Data jumlah penduduk

b. Mata pencaharian pokok penduduk 3. Data

kependidikan

a. Data sekolah b. Tingkatan

pendidikan c. Data jumlah anak

yang bersekolah d. Data anak tidak

bersekolah

4. Kondisi sosial ekonomi

a. Pekerjaan maupun aktivitas masyarakat di lokasi penelitian

Dokumentasi /arsip kelurahan serta dokumen berupa foto

F. Metode Analisis Data

Analisis kualitatif dalam penelitian ini menggunakan model Miles & Hubberman. Menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, (1992: 15-21) dijelaskan bahwa tahapan analisis model Miles & Hubberman dibagi


(69)

dalam tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

1. Reduksi Data

Tahap ini peneliti melakukan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila ada yang kurang. (Sugiyono, 2009: 247)

2. Penyajian Data

Data yang sudah direduksi menurut Sugiyono (2009: 249) dapat disajikan dalam bentuk bagan, uraian singkat, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Dalam tahap ini memberikan kemudahan untuk memahami apa yang terjadi dalam data, kemudian merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan data yang telah disajikan dan dipahami sebelumnya dan tidak terpisah dengan kegiatan analisis.

3. Menarik Kesimpulan dan Verifikasi

Setelah melalui tahap reduksi dan penyajian data selanjutnya adalah tahap menarik kesimpulan. Kesimpulan penelitian dengan melihat hasil reduksi data dan penyajiannya namun tetap mengacu kepada perumusan masalah serta tujuan yang hendak dicapai. Data yang telah tersusun tersebut dihubungakan dan dibandingkan antara satu dan lainya, sehingga mudah untuk diambil kesimpulan sebagai jawaban dari setiap permasalahan yang ada.


(70)

Jika digambarkan teknik analisis data Miles dan Huberman adalah sebagai berikut :

Gambar 2.Teknik Analisis Data Miles dan Huberman

Teknik Analisis Data Adaptasi Model Miles dan Huberman (Aji Andri Widodo , 2013: 50)

Gambar di atas mengadaptasi teknik analisis data model Miles dan Huberman. Adaptasi tersebut dengan menambahkan analisis data setelah display data atau sebelum mengambil kesimpulan. Analisis data tersebut menggunakan pola fikir induktif dan deduktif. Pola fikir dekuktif adalah berfikir dari konsep abstrak yang lebih umum ke berfikir mencari hal yang lebih spesifik atau konkrit. Pola berfikir induktif yaitu pola fikir yang berasal dari empiri dan mencari abstraksi (Aji Andri Widodo , 2013:

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Hasil Tidak Memuaskan

Display Data

Analisis Data

Kesimpulan / Verivikasi

Hasil Memuaskan


(71)

G. Keabsahan Data

Lexy J. Moleong: 2010 mengungkapkan bahwa untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Sementara reliabilitas kualitatif mengindikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti konsisten jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain dan untuk proyek-proyek yang berbeda .

Menurut Sugiyono (2009: 270-277) untuk menguji keabsahan data dapat memenuhi kriteria credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability (obyektifitas).

1. PengujianCredibility

Pengujian kredibilitas atau validitas internal. Dalam penelitian ini untuk meningkatkan kredibilitas atau keperecayaan terhadap data hasil penelitian, antara lain dengan memperpanjang waktu pengamatan, meningkatkan ketekunan dalam penelitian dan melakukan trianggulasi, melakukan diskusi dengan dosen pembimbing, teman sejawat, maupun pengecekan anggota(member check).

2. PengujianTransferability

Transferability atau validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan hasil penelitian untuk diterapkan kepada populasi (digeneralisasikan). Dalam penelitian ini, transferability bergantung pada pemakain hasil penelitian yang dapat digunakan dalam konteks dan situasi


(72)

sosial tertentu. Untuk meningkatkan transferability, peneliti membuat laporan secara rinci, jelas, dan sistematis. Dengan demikian bagi orang lain yang ingin menggunakan hasil penelitian ini dapat memahami dengan jelas.

3. PengujianDependability

Pengujian Dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Pengujian ini dilakukan oleh auditor yang independen atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.

4. PengujianConfirmability

Pengujian Confirmability disebut juga uji obyekstivitas bila hasil penelitian telah disepakati oleh banyak orang. Dalam penelitian ini, uji obyektivitas dilakukan dengan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Baik itu dilakukan oleh auditor independen atau dosen pembimbing berkenan dengan proses penelitian mulai dari menentukan fokus masalah penelitian, memasuki lapangan, menentukan sumber data, sampai menarik kesimpulan penelitian.

Untuk memenuhi kriteria diatas, maka peneliti melakukan beberapa hal yang dapat meningkatkan keabsahan data yang dihasilkan, yaitu melakukan triangulasi data, yakni mengecek kebenaran data dengan mencari informasi lain dari sumber yang berbeda.


(73)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Desa Goyudan a. Letak Geografis

Desa Goyudan merupakan salah satu desa yang berada diwilayah Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang. Ditinjau dari keadaan geografisnya, Desa Goyudan memiliki luas wilayah kurang lebih 2ha. Adapun batas-batas yang ada di wilayah Desa Goyudan adalah sebagai berikut :

1) Sebelah Utara : Desa Karanggondang 2) Sebelah Selatan : Desa Sucen Lor 3) Sebelah Barat : Hamparan Sawah 4) Sebelah Timur : Desa Turen b. Penduduk

Penduduk Desa Goyudan pada tahun 2015 mempunyai jumlah penduduk sebanyak 459 jiwa. Penduduk tersebut terdiri dari 236 orang laki-laki dan 223 orang perempuan. Berikut tabel mengenai penduduk yang ada Desa Goyudan berdasarkan mata pencaharian serta warga miskin.

Secara umum mata pencaharian warga masyarakat Desa Goyudan dapat teridentifikasi ke dalam beberapa bidang mata pencaharian, diantaranya yaitu bermata pencaharian sebaga petani, buruh tani/buruh pasir/buruh industri, PNS/TNI/POLRI, karyawan swasta, pedagang, wirausaha, pensiunan, BUMN, bangunan/tukang,


(74)

dan peternak. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Bagi Yang Berumur 10 Tahun Keatas Desa Goyudan

No Mata Pencaharian Jumlah

1 Petani 13

2 Buruh Tani 8

3 Buruh Bangunan 7

4 Pedagang 8

5 PNS/ TNI/ POLRI 3

6 Buruh Industri 7

7 Buruh Pasir 98

Jumlah 144

Sumber : Laporan Kepala Desa Goyudan 2015

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa buruh pasir sebanyak 98 orang, kemudian petani dengan jumlah13 orang, selanjutnya buruh tani sebanyak 8 orang, pedagang dengan jumlah 8 orang, dan buruh industri 3 orang, serta buruh bangunan 3 orang, dan PNS (TNI/POLRI) 3 orang.

Jadi dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian untuk penduduk Desa Goyudan sebagian besar bermata pencaharian sebagai buruh pasir. Dengan demikian secara keseluruhan dapat diketahui bahwa angka tertinggi adalah penduduk yang bermata pencaharian sebagi buruh pasir yaitu 98 orang dan angka persentase terendahnya adalah PNS (TNI/ POLRI) sebanyak 3 orang.


(75)

Tabel 6.Data Penduduk Keluarga Miskin di Desa Goyudan

No Nama Alamat

1 Udi Arjo Dusun Goyudan RT 01 RW 08 2 Prapto dihararjo Dusun Goyudan RT 01 RW 08

3 Aminah Dusun Goyudan RT 01 RW 08

4 Salbiyah Dusun Goyudan RT 01 RW 08 5 Muhdiyono Dusun Goyudan RT 01 RW 08 6 Robingah Dusun Goyudan RT 01 RW 08 7 Muh Badari Dusun Goyudan RT 01 RW 08 8 Riswanto Dusun Goyudan RT 02 RW 08 9 Arjo Pawiro Dusun Goyudan RT 02 RW 08 10 Imam Sunarjo Dusun Goyudan RT 02 RW 08

11 Muhdi Dusun Goyudan RT 02 RW 08

12 Suji Hamdani Dusun Goyudan RT 03 RW 08

13 Lamidi Dusun Goyudan RT 03 RW 08

14 Hadi Puewanto Dusun Goyudan RT 03 RW 08

15 Subadi Dusun Goyudan RT 03 RW 08

16 Triyono Dusun Goyudan RT 03 RW 08

17 Aminah Dusun Goyudan RT 03 RW 08

18 Hadi Perwito Dusun Goyudan RT 03 RW 08 19 Muhyaenudin Dusun Goyudan RT 03 RW 08 20 Sumardi Dusun Goyudan RT 03 RW 08 21 Sarmuji Dusun Goyudan RT 03 RW 08 22 Amat Usman Dusun Goyudan RT 03 RW 08 23 Purwadi Dusun Goyudan RT 03 RW 08 24 M Mujiyono Dusun Goyudan RT 03 RW 08 Sumber : Kepala Desa Goyudan

Data diatas adalah data yang termasuk dalam kategori keluarga yang tidak mampu atau dapat dikatakan sebagai keluarga miskin, Sedangkan yang lainya bisa dikatakan rata-rata dan mampu untuk biaya hidupnya sendirinya tetapi belum tentu mampu untuk membiayai anaknya sekolah.

c. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting dalam memajukan tingkat kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya. Dengan adanya tingkat


(76)

pendidikan yang tinggi maka dapat mendongkrak tingkat kecakapan suatu masyarakat. Tingkat kecakapan tersebut kemudian akan mendorong seseorang untuk memiliki ketrampilan kewirausahaan dan pada gilirannya akan mendorong munculnya lapangan pekerjaan yang baru, yang kemudian akan membantu program pemerintah untuk pembukaan lapangan kerja baru guna mengatasi pengangguran yang ada di indonesia.

Pendidikan biasanya dapat membantu seseorang untuk mempertajam sistematika pikir atau pola pikir seorang individu. Selain itu dengan adanya pendidikan juga akan membuat seseorang mudah menerima informasi yang lebih maju. Berikut tabel tentang tingkat pendidikan yang ada di Desa Goyudan

Tabel 7.Jumlah Penduduk Desa Goyudan Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Buta Huruf 0

2 Tidak Tamat SD 7

3 Tamat SD 87

4 Tamat SMP 32

5 Tamat SMA 16

6 Tamat D3 0

7 Tamat S1 2

Jumlah 144

Sumber : Laporan Kepala Desa Goyudan 2015


(77)

orang.Kemudian yang tamat SD sebanyak 87 orang, dan tamat SMP berjumlah 32orang, serta tamat SMA sebanyka 16 orang, tamat D3 0 dan tamatan S1 sebanyak 2 orang.

Jadi dapat dismpulkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan yang ada di Desa Goyudan masih cukup rendah hal ini dapat dilihat dari tabel diatas yang menunjukan bahwa tingkat rata-rata kelulusan yang ada di Desa Goyudan adalah lulusan SD, dengan jumlah warga yang lulus SD sebanyak87 orang dan kemudian tingkat Perguruan Tinggi merupakan presentasi yang paling rendah tingkat pendidikanya dengan jumlah 2 orang.

d. Budaya Masyarakat

Budaya masyarakat di Desa Goyudan masih sangat kental dengan budaya Jawa. Dari latar belakang budaya, kita bisa melihat aspek budaya dan aspek sosial yang sangat berpengaruh didalam kehidupan bermasyarakat. Didalam hubunganya antara kebudayaan dengan agama misalnya, islam merupakan agama mayoritas yang dianut masyarakat Desa Goyudna, yang dalam menjalankannya sangat kental dengan tradisi budaya Jawa.

Tradisi budaya Jawa berkembang dan banyak dipengaruhi oleh agama atau kepercayaan masyarakat sebelum agama islam masuk. Hal ini menjelaskan bahwa peringatan-peringatan keagamaan yang ada di masyarakat terutama islam karena dipeluk mayoritas masyarakat, dalam menjalankanya muncul kesan nuansa tradisi. Misalnya tahun


(78)

baru hijrah dimaknai sebagai tahun baru Suro atau yang dikenal dengan Suronan. Nama ini diambil dari bulan Assyuro dalam kalender Hijrah/Islam. Dalam cara memperingati juga bercampur antara doa-doa agama islam dan laku-laku tindakan yang biasa dijalankan dalam tradisi masyarakat jawa atau Kejawen.

Secara individual didalam keluarga masyarakat Desa Goyudan, tradisi Jawa lama dipadu dengan agama terutama Islam, juga masih tetap dipegang. Tradisi ini dilakukan selain sebagai kepercayaan yang masih diyakini sekaligus digunakan sebagai bagian untuk bersosialisasi dan bertindak dimasyarakat.

Tradisi mengirim doa untuk orang tua atau leluhur dilakukan oleh Desa Goyudan dengan mengundang tetangga dan kenalanya yang disebut Slametan.Slametan ini biasanya dilakukan mulai dari hari satu sampai tujuh hari keluarga yang ditinggal mati, yang disebut dengan Tahlilan. Selanjutnya hari keempat puluh yang disebut dengan Slametan Matang puluh, berikutnya hari keseratus yang disebut dengan slametan nyatus, dan hari ke setahun, ketiga tahun yang disebut dengan slametan nyewu. Perhitungan tanggal kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat Desa Goyudan dengan menggunakan tanggalan jawa. Dengan adanya kegiatan tersebut membuat kekerabatan di Desa Goyudan menjadi lebih erat.


(79)

kelompok kesenian tradisi seperti kelompok kesenian jatilan dan ketoprak. Kesenian tradisi pada awalnya tumbuh dari kebutuhan masyarakat. Melalui ketahanan dan kekuatan prajurit atau masyarakat ini bertujuan agar siap menghadapi peperangan pada waktu itu. Kemudian agar tidak membosankan latihan ini dikembangkan untuk dapat juga dijadikan sebagai hiburan. Dari beberapa kesenian tersebut, yang harus diwaspadai adalah muncul dan berkembangnya pemahaman keyakinan terhadap agama ataupun suatu kepercayaan yang berakar dari pemahaman terhadap tradisi dan budaya masyarakat yang sudah ada. Hal ini menyebabkan munculnya kerenggangan sosial didalam masyarakat dangesekan antara masyarakat meskipun begitu sudah ada upaya untuk mengurangi gesekan yang ada dimasyarakat dengan cara-cara persuasif.

e. Agama

Dalam perspektif agama, masyarakat di Desa Goyudan termasuk dalam kategori masyarakat yang mendekati homogen. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat di Desa Goyudan beragama Islam. Secara kultural, pegangan agama ini didapat dari hubungan kekeluargaan ataupun kekerabatan yang kental diantara mereka. Selain itu perkembangan agama berkembang berdasarkan turunan dari orang tua ke anak yang kemudian ke cucu. Hal inilah yang membuat agama Islam mendominasi agama di padukuhan-padukuhan wilayah Desa Goyudan.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)