IMPLEMENTASI GROUP INVESTIGATION DALAM MODEL PBL MATERI REDOKS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMAN 2 BATANG

(1)

IMPLEMENTASI GROUP INVESTIGATION DALAM MODEL

PBL MATERI REDOKS UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA

SMAN 2 BATANG.

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Kimia

oleh

Mentari Nur Rizkyawati 4301411125

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

i

hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

Semarang, 10 Juli 2015

Mentari Nur Rizkyawati 4301411125


(3)

ii

Implementasi Group Investigation dalam Model PBL Materi Redoks untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMAN 2 Batang.

disusun oleh

Mentari Nur Rizkyawati 4301411125

telah dipertahankan di hadapan siding Panitia Ujian Skripsi Unnes, tanggal 10 Juli 2015.

Panitia :

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Dra. Woro Sumarni, M.Si

196310121988031001 196507231993032001

Penguji, Ketua Penguji,

Dr. Endang Susilaningsih, M.S 195903181994122001

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Sri Haryani, M.Si Dr. A Tri Widodo


(4)

iii

 “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya

bersama kesulitan ada kemudahan” (Al- Insyirah 94: 5-6)

 Selalu bersyukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat kesehatan dan keselamatan dari-Nya.

 Engkau akan mengetahui kekuatanmu yang sesungguhnya, saat tidak ada pilihan lain bagimu kecuali menguatkan diri. (Mario Teguh)

 Lakukanlah dengan segala usaha terbaikmu di dunia ini sebagai ladang amal sembari menunggu giliran menghadap Illahi.

 Harta yang paling berharga di dunia ini hanyalah keluarga.

Persembahan

Dengan penuh rasa syukur, skripsi ini penulis persembahkan untuk :

 Orang tua tercinta atas segala kasih sayang, perhatian dan kesabarannya dalam mendidik kami menjadi anak yang penuh cinta.

 Adikku terkasih, Akbar Muhammad Ilham yang selalu memberikan energi positif dalam menyelesaikan skripsi ini.

 Kakakku terima kasih untuk selalu siaga memberikan dukungan tenaga dan waktu dalam membantu melancarkan penelitian skripsi ini.

 Sahabat Rombel 4 Pendidikan Kimia 2011 yang selalu siap untuk menjadi teman sharing dalam memberikan pendapat Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

 Sahabat Himpunan Mahasiswa Kimia 2013 yang selalu memberikan spirit to be better dan juga canda tawa untuk sejenak menyegarkan pikiran.


(5)

iv

rahmat, taufik dan hidayah-Nya yang senantiasa tercurah sehingga peneliti dapat

menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Group Investigation dalam Model PBL materi Redoks untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMA Negeri 2 Batang”.

Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan berkat kerjasama, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini pula peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Semarang, atas kesempatan menimba ilmu, 2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan dalam penelitian, 3. Ketua Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan

ijin dan kemudahan dalam pelaksanaan penelitian,

4. Dr. Sri Haryani, M.Si selaku dosen pembimbing utama yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada peneliti selama menyusun skripsi,

5. Dr. A Tri Widodo selaku dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta saran dalam menyelesaikan skripsi,

6. Dr. Endang Susilaningsih, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan saran,

7. Kepala SMA Negeri 2 Batang yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian,

8. Ibu Srikandi, S.Pd selaku guru mata pelajaran Kimia SMA Negeri 2 Batang yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini,

Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata, penulis mengharap skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang, Juli 2015


(6)

v

Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.

Pembimbing utama Dr. Sri Haryani, M.Si dan Pembimbing Pendamping Dr. A Tri Widodo.

Kata Kunci: Group Investigation; model PBL; Kemampuan Pemecahan Masalah. Analisis kebutuhan untuk mambangun pengetahuan sendiri melalui pengamatan merupakan aspek dalam Kurikulum 2013. Pembelajaran kimia materi redoks dengan penyelidikan langsung mengenai penerapannya di lingkungan sekitar di beberapa sekolah masih kurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa melalui hasil belajar dan respon tanggapan siswa dengan menerapkan metode pembelajaran group investigation dalam Model PBL di SMA Negeri 2 Batang. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian jenis eksperimen, dengan teknik pengambilan sampel

cluster random sampling setelah diperoleh data bahwa populas berdistribusi normal, homogenitas sama dan memiliki kesamaan rerata awal. Kelas X MIIA 1 dengan jumlah siswa 36 siswa digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas X MIIA 2 sebanyak 36 siswa sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen dalam pembelajarannya dengan menerapkan metode group investigation berbasis model PBL dengan melakukan penyelidikan diberbagai tempat yang berkaitan dengan penerapan materi redoks, sebaliknya dalam kelas kontrol pembelajaran tanpa menerapkan metode group investigation. Metode pengumpulan data dalam penelitian berupa tes kognitif berbentuk pilihan ganda dan uraian, lembar observasi dan dokumentasi serta angket respon. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah diukur melalui tes kognitif berbentuk uraian bermuatan konsep indikator kemampuan pemecahan masalah dengan melihat hasil pretest dan postest setiap siswa. Lembar pengamatan meliputi aspek kognitif dan aspek psikomototik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar serta peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas siswa menunjukkan peningkatan yang signifikan dibanding dengan kelas kontrol. Analisis ini ditunjukan melalui uji t test yang diperoleh hasil sebesar 4,25 sehingga ada perbedaan nilai postest antara kelas eksperimen dan kontrol. Berdasarkan analisis koefisien determinasi menunjukkan bahwa penerapan metode group investigation memberikan kontribusi sebesar 19,36% terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa. Hasil angket respon siswa menunjukkan bahwa 52,46% siswa menyatakan setuju bahwa penerapan metode ini lebih menyenangkan dan lebih mudah memahami materi. Sehingga dapat disimpulakan bahwa penerapan metode pembelajaran group investigation dalam model PBL dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa di SMA Negeri 2 Batang.


(7)

vi

Material Redox to Improve Problem Solving Capability Students. Skripsi. Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, State University of Semarang.

Main Supervisor Dr. Sri Haryani, M.Si and Assistance Supervisor Dr. A Tri Widodo.

Keyword : Group Investigation; PBL models; Problem solving capability.

Analysis of the need for knowledge, builds itself through the observation of an aspect in 2013 curriculum. Learning material redox chemistry with direct inquiry regarding its application in the neighborhood in some schools still lacking. This study aims to determine the improvement of students' problem solving skills through learning outcomes and response to student responses by applying learning methods in a model of PBL group investigation at SMAN 2 Batang. Research carried out is kind of experimental research, with cluster random sampling technique sampling after data showed that populas normal distribution, homogeneity mean the same and have the same beginning. Class X MIIA 1 with the number of students 36 students used as an experimental class and the class X MIIA 2 were 36 students as the control class. Experimental class in learning by applying model-based method PBL group investigation by investigating various places associated with the application of redox materials, otherwise the control class learning without applying methods of group investigation. Methods of data collection in the form of research on cognitive tests multiple choice and description, documentation and observation sheet and questionnaire responses. Improved problem solving skills through cognitive tests measured the description of charged-shaped indicator concept problem solving skills by looking at the results of the pretest and post-test every student. Observation sheet includes cognitive and psychomotor aspects. The results showed that the learning outcomes as well as the improvement of problem solving ability of students at grade students showed significant improvement compared with the control class. This analysis demonstrated through t test were obtained yield was 4.25 so that there is a difference between the value posttest experimental and control classes. Based on the analysis of the coefficient of determination shows that the application of the methods of investigation group contributed 19.36% to the improvement of students' problem-solving abilities. Results of student questionnaire responses showed that 52.46% of students agreed that the application of this method is more fun and easier to understand the material. So can to take conclution that the application of learning methods group investigation in the model PBL can improve and develop problem-solving abilities of students at SMAN 2 Batang.


(8)

vii

LEMBAR PENGESAHAN ..………. ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……… iii

KATA PENGANTAR ……… iv

ABSTRAK ………. v

DAFTAR ISI ……….. vii

DAFTAR TABEL ……….. ix

DAFTAR GAMBAR ………. xi

DAFTAR LAMPIRAN ………. xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2 Rumusan Masalah ……… 6

1.3 Tujuan Penelitian ………. 7

1.4 Manfaat Penelitian ……… 7

1.5 Penegasan Istilah ………. 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Hasil Belajar ………. 12

2.2 Model Pembelajaran ………. 14

2.3 Model Problem Based Learning (PBL) ……… 15

2.4 Group Investigasi ………. 17

2.5 Kemampuan Pemecahan Masalah………. 19

2.6 Tinjauan Tentang Konsep Redoks ……… 21

2.7 Kerangka Berpikir ……… 27

2.8 Hipotesis ………... 31

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………... 32

3.2 Subyek Penelitian ……….. 32


(9)

viii

3.6 Teknik Pengumpulan Data ……….. 37

3.7 Metode Analisis Data ……… 38

3.7.1 Analisis Data Awal ……… 38

3.7.2 Analisis Instrumen ………. 41

3.7.3 Analisis Data Akhir ……… 51

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ……….. 55

4.1.1 Analisis Data Tahap Awal ………. 55

4.1.2 Analisis Data Tahap Akhir ………. 58

4.2 Pembahasan ……… 78

4.2.1 Kelebihan dan Kekurangan Group Investigation dalam Model PBL ………...…. 86

BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan ……… 88

5.2 Saran ……….. 88

DAFTAR PUSTAKA ………. 90


(10)

ix

Model PBL……….. 17

Tabel 3.1 Jumlah Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 2 Batang………… 32

Tabel 3.2 Desain Penelitian Eksperimen……… 34

Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Kesukaran Soal……….…… 43

Tabel 3.4 Kriteria Daya Pembeda Soal Uji Coba Instrumen………. 44

Tabel 3.5 Tingkat Kesukaran dan Kriteria Soal Kemampuan Pemecahan Masalah……… 47

Tabel 3.6 Kategori Daya Pembeda……….. 47

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Data Populasi Awal ………. 55

Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas Populasi………. 56

Tabel 4.3 Uji Kesamaan Rata-Rata Dalam Kelas (Uji Anava)……… 57

Tabel 4.4 Uji Kesamaan Varians Data Populasi ………. 57

Tabel 4.5 Data Postest Hasil Belajar Siswa Materi Redoks……… 58

Tabel 4.6 Data Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Redoks.... 59

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Pretest dan Postest Hasil Belajar..…. 59

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Pretest dan Postest ………. 60

Tabel 4.9 Hasil Uji Kesamaan Dua Varians Data Pretest dan Postest …… 61

Tabel 4.10 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Postest ……… 62

Tabel 4.11 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Satu Pihak Kanan ………. 62

Tabel 4.12 Hasil Observasi Aspek Psikomotorik ……… 65

Tabel 4.13 Hasil Observasi Aspek Afektif Kelas Eksperimen dan Kontrol ………..……… 66

Tabel 4.14 Data Postest Kemampuan Pemecahan Masalah ………. 67

Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah ……. 70

Tabel 4.16 Hasil Uji Homogenitas Pretestdan Postest ……… 70

Tabel 4.17 Hasil Uji Kesamaan Dua Varians Data Pretst dan Postest …… 71


(11)

(12)

xi

Gambar 4.1 Nilai N-gain Siswa Kelas Eksperimen …………..……… 64 Gambar 4.2 Nilai N-gain Siswa Kelas Kontrol ……….…. 64 Gambar 4.3 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ……….. 67 Gambar 4.4 Peningkatan Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa

Kelas Eksperimen ……… 68 Gambar 4.5 Peningkatan Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa

Kelas Kontrol ………...……… 69 Gambar 4.6 Tingkat Pencapaian N-gain Kemampuan Pemecahan Masalah

Kelas Eksperimen ………..……… 74 Gambar 4.7 Tingkat Pencapaian N-gain Kemampuan Pemecahan Masalah


(13)

xii

n Silabus ………

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ……… 98

Lampiran 3. Bahan Ajar Siswa ………. 129

Lampiran 4. Lembar Kerja Siswa ………. 136

Lampiran 5. Soal Essay Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah … 150 Lampiran 6. Kisi-Kisi Soal Kognitif ……… 156

Lampiran 7. Soal Uji Coba Kognitif ……… 158

Lampiran 8. Lembar Observasi Penilaian Sikap(Afektif) ……… 167

Lampiran 9.Lembar Observasi Penilaian Ketrampilan (Psikomotorik) ….. 170

Lampiran 10. Lembar Angket Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran ... 174

Lampiran 11 Analisis Soal Uji Coba Pilihan Ganda ……… 175

Lampiran 12 Analisis Uji Coba Soal Uraian ……… 177

Lampiran 13 Data Nilai Kondisi Awal Populasi ………. 178

Lampiran 14 Analisis Data Normalitas Kelas X MIIA 1 ……… 179

Lampiran 15 Analisis Normalitas Data Kelas X MIIA 2 ……… 180

Lampiran 16 Analisis Normalitas Data Kelas X MIIA 3 ……… 181

Lampiran 17 Analisis Normalitas Data Kelas X MIIA 4 ………. 182

Lampiran 18 Analisis Uji Homogenitas Awal Populasi ………. 183

Lampiran 19 Analisis Uji Anava Awal Populasi ………. 184

Lampiran 20. Analisis Uji Kesamaan Varians Data Populasi ………. 186

Lampiran 21 Daftar Nama Siswa ……… 187

Lampiran 22 Nilai Pretest Hasil Belajar Kognitif Siswa ………. 188

Lampiran 23 Analisis Uji Normalitas Data Pretest Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen………. 189

Lampiran 24 Analisis Uji Normalitas Data Pretest Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ………..… 190

Lampiran 25 Analisis Uji Homogenitas Data Pretest Hasil Belajar Kognitif ………..……… 191


(14)

xiii

Eksperimen ……… 194 Lampiran 29 Analisis Uji Normalitas Data Postest Hasil Belajar Kelas

Kontrol ……….. 195

Lampiran 30 Analisis Uji Homogenitas Data Postest Hasil Belajar ……….196 Lampiran 31 Analisis Uji Kesamaan Dua Varians Data Postest Hasil

Belajar ………..…….. 197 Lampiran 32 Uji t Pihak Kanan Data Postest Hasil Belajar ……… 198 Lampiran 33 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Nilai Postest Hasil Belajar ….. 199

Lampiran 34 Uji Normalitas Gain Hasil Belajar Kognitif Siswa ………… 200

Lampiran 35 Ananlisis Reliabilitas Lembar Observasi Aspek Afektif …. 202 Lampiran 36 Analisis Lembar Observasi Aspek Afektif ………... 203 Lampiran 37 Analisis Reliabilitas Lembar Observasi Aspek

Psikomotorik ……….. 205

Lampiran 38 Analisis Lembar Observasi Aspek Psikomotorik …………. 206 Lampiran 39 Data Hasil Pretest Soal Kemampuan Pemecahan Masalah …. 208 Lampiran 40 Analisis Uji Normalitas Data Pretest Soal Uraian Kelas

Eksperimen ………... 209 Lampiran 41 Analisis Uji Normalitas Data Pretest Soal Uraian Kelas

Kontrol ………..……. 210 Lampiran 42 Analisis Uji Homogenitas Data Pretest Soal Kemampuan

Pemecahan Masalah ……….. 211 Lampiran 43 Analisis Uji Kesamaan Dua Varians Data Pretest Soal

Uraian ………. 212 Lampiran 44 Data Hasil Postest Soal Kemampuan Pemecahan Masalah .... 213 Lampiran 45 Analisis Uji Normalitas Data Postest Soal Uraian Kelas


(15)

xiv

Lampiran 48 Analisis Uji Kesamaan Dua Varians Data Postest Soal

Uraian ……… 217

Lampiran 49 Analisis Uji t Pihak Kanan Nilai Postest Soal Uraian ………. 218 Lampiran 50 Analisis Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Nilai Postest Soal

Uraian ……….… 219 Lampiran 51 Analisis Uji N-gain Soal kemampuan Pemecahan Masalah ... 220

Lampiran 52 Analisis Uji Pengaruh Antar Variabel (Korelasi Biserial) ..… 222 Lampiran 53 Uji Signifikansi Pengaruh Antar Variabel ……….. 223 Lampiran 54 Analisis Koefisien Determinasi ………. 224 Lampiran 55 Analisis Peningkatan Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ………... 225 Lampiran 56 Analisis Peningkatan Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Kontrol ……….. 226 Lampiran 57 Analisis Reliabilitas Angket Respon Minat Siswa ………… 227 Lampiran 58 Analisis Lembar Angket Respon Minat Siswa ………. 228 Lampiran 59 Lembar Soal Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 229 Lampiran 60 Lembar Soal Postest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 234 Lampiran 61 Dokumentasi Penelitian Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol ………...……… 239 Lampiran 62 Dokumentasi Hasil Pretest dan Postest ………. 241


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sejalan dengan kemajuan teknologi, kesadaran manusia akan pendidikanpun meningkat sehingga dorongan untuk memperbaiki sistem dan kualitas semakin giat dilakukan. Berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Terdapat pola kesinambungan antara murid dengan guru dalam suatu proses pembelajaran yang ditunjang dengan adanya sumber belajar. Untuk menghasilkan pembelajaran yang baik maka proses interaksi yang terjadi antara peserta didik dan pendidik harus berjalan kondusif. Menurut Sardiman (2005) dengan adanya komunikasi yang baik maka akan terjaminlah kelanjutan hidup masyarakat dan terjamin pula kehidupan manusia. Secara tidak langsung maka penyampaian materi dari guru terhadap peserta didik berjalan multiarah dan sesuai dengan usia penerima informasi agar mudah dipahami dan untuk kelancaran proses belajar mengajar itu sendiri.

Setiap peserta didik pada dasarnya sudah memiliki bermacam pengetahuan dasar yang diperoleh sejak dini baik itu diperoleh dari keluarga maupun lingkungan. Pengetahuan dasar dan pengalaman yang telah diperoleh


(17)

tadi, peserta didik kemudian dapat membangun sistem berpikirnya untuk bisa memahami informasi-informasi pengetahuan baru dari lingkungannya. Pemahaman tersebut dibangun oleh guru ketika proses pembelajaran pada permasalahan yang berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah ada, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.

Salah satu sasaran pembelajaran adalah membangun gagasan sainstifik setelah peserta didik berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari sekitarnya (Hamdani, 2010). Pada era pembelajaran modern seperti saat ini, dalam interaksi pembelajaran peserta didik tidak hanya berperan sebagai subjek penerima pesan tetapi peserta didik juga bertindak sebagai komunikator atau penyampai pesan. Kondisi tersebut akan menjadikan komunikasi berlangsung secara multi arah, maka proses pembelajaran menjadi berpusat pada peserta didik.

Aktifitas peserta didik dalam proses pembelajaran menunjukan adanya kesadaran peserta didik untuk mengontrol proses berpikir dirinya sendiri, dan kesadaran tersebut sangat menentukan minat dan kemauan peserta didik untuk lebih memahami dan memaknai apa yang mereka pelajari dalam proses pembelajaran. Kesadaran peserta didik untuk belajar ini menunjang ketercapaian kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan guru.

Ilmu kimia yang merupakan bagian dari disiplin ilmu Ilmu Pengetahuan Alam, sehingga kimia erat kaitannya dengan fenomena yang ada di lingkungan. Penerapan dan isu-isu hangat pada berbagai materi kimia sering dijumpai.


(18)

Chemistry is one of the most important branches of science; it enable learners to understand what happened around them (Sirhan, 2007). Isi materi dalam mata pelajaran kimia umumnya bersifat abstrak, sehingga kimia dikategorikan sebagai salah satu bidang studi yang sukar dan tak jarang peserta didik dihinggapi rasa bosan serta enggan untuk mempelajarinya. Guru sebagai fokus utama dalam memberikan pelajaran kimia dituntut untuk menyampaikan materi secara inovatif tanpa mengabaikan unsur akademis, agar peserta didik mudah dalam memahami pelajaran Kimia.

Berdasarkan observasi awal dan wawancara yang telah dilakukan terhadap guru Kimia Ibu Srikandi, S.Pd di SMA Negeri 2 Batang pada tanggal 29 Maret 2014, peneliti mendapatkan informasi bahwa rata-rata nilai hasil belajar peserta didik kelas X masih berada di bawah KKM 75, dari 36 peserta didik dalam satu kelas sekitar 4-5 peserta didik yang tuntas dalam pelajaran kimia. Kegiatan belajar mengajar yang terlihat di SMA Negeri 2 Batang masih menggunakan metode ceramah sehingga sebagian peserta didik yang terlihat kurang berpartisipasi aktif. Menurut beliau, pembelajaran kimia dengan melakukan metode diskusi kadangkala pernah dilakukan, namun tidak mencapai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai karena pada saat pelaksanaan hanya segelintir peserta didik yang aktif.

Penyampaian pelajaran dengan metode ceramah perlu dilengkapi dengan metode lainnya sebagai alternatif untuk mengoptimalkan pemahaman serta keaktifan peserta didik di dalam belajar. Wawancara yang dilakukan dengan sebagian peserta didik kelas X menyatakan bahwa pelajaran kimia sukar untuk


(19)

dipahami dan rumit sehingga mereka sering merasa bosan di kegiatan pembelajaran. Kebosanan dalam pembelajaran materi Kimia ini secara otomatis menurunkan minat peserta didik untuk belajar. Akibatnya murid hanya mengutamakan pada aspek produk pembelajaran tanpa memperhatikan dan memahami aspek prosesnya. Seperti dalam mengerjakan soal, peserta didik hanya berorientasi pada hasil jawaban soal tanpa memahami alur proses dalam memperoleh hasil tersebut. Secara tidak langsung ini sangat berpengaruh terutama kepada cara pandang peserta didik dalam memperoleh informasi dan menganalisisnya. Perihal tersebut tidak hanya tentang kemampuan kognitif tetapi juga tentang komitmen moral dengan standar kritis dan sifat (Guo Mei, 2013). Sehubungan dengan hal ini mengakibatkan kemampuan penalaran, komunikasi, dan koneksi akademis serta pemecahan masalah peserta didik dirasa kurang mumpuni. Untuk menjawab permasalahan ini diperlukan upaya yang nyata, rencana yang matang, dan dikaji dengan saksama agar kemampuan peserta didik dalam mencari solusi terhadap suatu masalah dapat tumbuh dan berkembang sesuai potensi peserta didik masing-masing. Upaya yang dirancang adalah dengan memberikan pembelajaran yang berbasis masalah atau PBL dengan melakukan penyelidikan secara berkelompok (group investigation).

Pelaksanaan pembelajaran yang berupaya untuk meningkatkan kemampuan penalaran seperti yang dimaksud pada paragraf sebelumnya adalah dengan memberikan model pembelajaran PBLsecara otomatis dapat merangsang peserta didik untuk belajar mandiri menggali lebih dalam mengenai suatu materi dan berlatih memecahkan suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari.


(20)

Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajran PBL ini peserta didik akan dikaitkan dengan hal-hal faktual tentang kimia. Menurut Nurhayati, et al (2013) PBL adalah model pembelajaran yang memposisikan peserta didik dalam posisi belajar yang paling baik karena mereka terhubung dengan proses pembelajaran dan menemukan pengetahuan untuk diri mereka sendiri, bukan ketika guru menjelaskan materi di dalam kelas dan memberikan pengetahuan untuk mereka. Menerapkan group investigation dalam kegiatan pembelajaran dapat melatih peserta didik bekerja sama untuk mempelajari isu suatu masalah yang kemudian akan mereka rancang suatu solusi dari pemecahan masalah tersebut. Harapannya dengan menerapkan penyelidikan secara berkelompok dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan pelajaran atau ilmu Kimia.

Berdasarkan penelitian sebelumnya pembelajaran berbasis masalah (PBL) dengan media crossword dapat meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar pada materi minyak bumi sebesar 53,27% pada siklus I dan 64,49% pada siklus II (Nurhayati et al, 2013). Penerapan model PBL berbantuan media transvisi di SMA Negeri 1 Randublatung dapat meningkatkan kemampuan KPS sebesar 62,39% dan peningkatan hasil belajar peserta didik sebesar 49,43% (Rahayu et al, 2012). Model PBL juga dapat meningkatkan kemampuan mahapeserta didik dalam partisipasi belajar dan hasil belajar dari 74,56 menjadi 82,04 yaitu 11% di Undhiksa (Suci, 2008). Penelitian untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah juga dilakukan pada Peserta didik SMP dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Hertiavi et al, 2010). Peningkatan


(21)

kemampuan pemecahan masalah di bidang matematika pada pemebalajaran multimedia interaktif berbantuan komputer juga berhasil dilakukan oleh Rahayuningrum (2008). Penelitian yang dilakukan dengan model PBL untuk meningkatkan kemampuan penalaran di bidang matematis peserta didik SMP pernah di teliti oleh Tatang Herman pada tahun 2008.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan melihat penelitian terdahulu, maka peneliti hendak melakukan penelitian mengenai penerapan pembelajaran dengan group investigation dalam model PBL materi redoks untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMA Negeri 2 Batang. Harapannya dengan menerapkan pembelajaran dengan peserta didik membentuk kelompok pengamatan dengan bantuan media penunjang dalam model pembelajaran berbasis masalah ini peserta didik dapat lebih mudah dalam pemahaman konsep materi kimia serta merangsang peserta didik untuk lebih memperluas cara pandangnya.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka permasalahan yang diteliti yaitu :

(1) Apakah penerapan group investigation dalam model PBL dapat meningkatan kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada materi redoks ?

(2) Apakah penerapan group investigation dalam model PBL dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam pelajaran Kimia materi redoks?


(22)

(3) Bagaimana respon peserta didik terhadap penerapan group investigation

dalam model PBL pada pembelajaran kimia materi redoks ?

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

(1) Mengetahui adanya peningkatan dalam penerapan group investigation model pembelajaran berbasis masalah (PBL) materi redoks terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

(2) Mengetahui adanya peningkatan penerepan group investigation dalam model PBL pada materi redoks terhadap peningkatan hasil belajar Kimia.

(3) Mengetahui respon peserta didik terhadap penerapan pembelajan group investigation dalam model PBL pada pembelajaran kimia materi redoks .

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai penerapan group investigation dalam model pembelajaran PBL sebagai salah satu alternatif dalam proses kegiatan belajar mengajar di dalam maupun di luar kelas.


(23)

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi sekolah, khususnya untuk meningkatkan kualitas dalam pembelajaran dan peningkatan mutu sekolah tersebut.

1.4.2.2 Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengetahuan dalam proses pembelajaran, untuk lebih meningkatkan kualitas suatu materi Kimia dengan penerapan group investigation model PBL berbantuan media.

1.4.2.3 Bagi Peserta didik

Pelaksanaan pembelajaran yang berbeda dari biasanya yaitu penerapan group investigation dalam model PBL, diharapkan peserta didik dapat lebih tertarik dan mudah dalam pemahaman sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Modal kemampuan yang diperoleh selanjutnya peserta didik dapat menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karir di lingkungan dengan kondisi yang kian hari semakin kompleks.

1.4.2.4 Bagi Peneliti

Dapat mengembangkan penelitian dengan acuan hasil penelitian yang didapat untuk lebih memajukan pendidikan di Indonesia.


(24)

1.5

Penegasan Istilah

Agar tidak menimbulkan kesalahan dalam mengartikan atau mengungkap maksud penelitian, maka perlu dijelaskan dan dibatasi pengertian-pengertian yang terdapat dalam judul skripsi.

1.5.2 Implementasi

Implementasi adalah kata ilmiah untuk penerapan. Penerapan adalah proses pemasangan atau pemanfaatan suatu benda agar dapat digunakan untuk dapat melakukan suatu kegiatan (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Mengacu pada pengertian tersebut penerapan dalam penelitian ini adalah penggunaan metode pembelajaran yang dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik.

1.5.3 Group investigation

Group investigation adalah suatu strategi pembelajaran dimana peserta didik dalam satu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok diarahkan untuk melakukan penyelidikan terkait materi yang dipelajari secara mendalam, dalam hal ini peserta didik melakukan penyelidikan mengenai penerepan materi redoks dalam kehidupan sehari-hari untuk mengetahui penyebab utama dan pencegahan yang dilakukan pada reaksi redoks yang terjadi.


(25)

1.5.4 Problem Based Learning (PBL)

PBL atau pembelajaran yang berbasis masalah adalah pembelajaran yang dihadapkan pada masalah-masalah kontekstual yang relevan dengan materi yang dipelajari agar peserta didik dapat membangun pengetahuannya. Pelaksanaan model pembelajaran ini peserta didik diorientasikan kepada permasalahan yang kemudian dilakukan penyelidikan dan disajikan hasil penyelidikan tersebut dalam suatu karya untuk dianalisa dan evaluasi bersama. 1.5.5 Peningkatan

Peningkatan merupakan perbedaan yang terjadi pada sebelum dilakukan dan setelah dilakukannya penelitian. Peningkatan untuk penelitian ini yang dimaksudkan adalah dalam hal kemampuan pemecahan peserta didik mengalami perkembangan atau lebih baik dari sebelumnya. Pengukuran untuk mengetahui tingkat peningkatan dalam kemampuan pemecahan masalah dilakukan dengan mengukur selisih hasil antara post test dan pretest.

1.5.6 Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah merupakan suatu kemampuan atau kecakapan yang dimiliki individu untuk menghubungkan segala pengetahuan yang didapat dengan persoalan yang dihadapi. Kemampuan pemecahan masalah merupakan keterampilan utama yang harus dikembangkan kepada peserta didik agar lebih analitis untuk mengambil setiap keputusan. (Herviati dkk, 2010). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini diukur dengan memberikan instrumen tes yang berupa soal uraian bermuatan indikator


(26)

kemampuan pemecahan masalah kepada peserta didik pada awal dan akhir pembelajaran.

1.5.7 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah suatu hasil yang dicapai oleh peserta didik sebagai hasil belajarnya, baik berupa angka maupun huruf serta tindakan. Hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dan merupakan penilaian yang dicapai peserta didik untuk mengetahui sejauh mana bahan pelajaran atau materi yang diajarkan sudah diterima peserta didik (Samino, 2011). Penilaian hasil belajar dilakukan dengan menekankan pada hasil belajar peserta didik setelah peserta didik menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar dilihat melalui tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Penilaian hasil belajar dilakukan dengan berbagai instrument penilaian yang sesuai dengan kompetensi yang ada dalam kompetensi dasar. Aspek kognitif diukur melalui test, aspek afektif dan psikomotorik diukur dengan menggunakan lembar observasi.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Belajar dan Hasil Belajar

Belajar merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh individu secara berulang agar memahami atau memperoleh suatu hal yang berarah positif. Menurut Lindgren, sebagaimana dikutip oleh Saptorini (2011) dalam buku yang berjudul Strategi Pembelajaran Kimia mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses dimana seseorang mengalami perubahan tingkah laku, peningkatan kinerja, pembenahan pemikiran atau penemuan konsep-konsep dan cara-cara yang baru. Sehingga belajar merupakan usaha seseorang untuk meningkatkan kualitas dirinya dalam suatu bidang dan tujuan tertentu. Sapari (2013) menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan merupakan suatu hasil atau tujuan. Belajar sekarang bukan hanya tentang mengingat materi yang sudah didapat sebelumnya melainkan sebuah pengalaman dan pemahaman mendasar.

Haryanto (2010) menjelaskan bahwa belajar memiliki tiga teori yaitu teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme dan teori belajar konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif yang diamati dalam pembelajaran. Teori kontruktivisme belajar merupakan sebuah proses dimana pelajar aktif membangun ide ide baru atau konsep. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Salah satu peneliti teori pembelajaran kognitif adalah Bruner, yang


(28)

menekankan pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Teori kognitif ini cukup relevan dengan pengembangan kemampuan pemecahan masalah peserta didik karena melatih peserta didik untuk mengonsep solusi permasalahan yang didapat dari informasi-informasi lingkungan maupun sumber. Beberapa pengertian dan teori tentang belajar tersebut di atas, dalam belajar terdapat juga beberapa dimensi dan indikator sebagai berikut (Ismail, 2009) : (1) Belajar ditandai dengan perubahan sikap, tingkah laku dan keterampilan yang relatif tetap dalam diri seseorang sesuai dengan tujuan yang diharapkan; (2) Belajar terjadi melalui latihan dan pengamalan yang dijalani yang bersifat secara komulatif; (3) Belajar merupakan proses aktif konstrukstifyang terjadi melalui mental proses, meliputi persepsi (perception), perhatian (atention), mengingat (memory), berpikir (thinking, reasoning) memecahkan masalah.

Umumnya dalam akhir kegiatan belajar diadakan suatu tes yang digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar peserta didik tentang sejauh mana pemahamannya terhadap suatu materi terutama hasil belajar kognitif. Hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai tujuan-tujuan pengajaran yang hendak dicapai (Sudjana, 2009).

Aspek-aspek hasil belajar yang dikemukakan oleh Bloom, yaitu Taksonomi Bloom dapat diuraikan sebagai berikut : (1) Aspek Kognitif meliputi pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (aplication), analisis (analysis), sintetis (synthesis), evaluasi (evaluation); (2) Aspek Afektif


(29)

meliputi penerimaan (receiving/attending), penanggapan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organizing), karakteristik (characterization); dan terakhir (3) Aspek Psikomotorik meliputi kesiapan (set), meniru (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaption), menciptakan (origination). (Solichin, 2012)

2.2

Model Pembelajaran

Pembelajaran secara umum adalah segala kegiatan yang dilakukan guru dalam kegiatan belajar mengajar yang bertujuan untuk membimbing tingkah laku peserta didik ke arah yang lebih baik (Hamdani, 2010). Kegiatan pembelajaran ini dilakukan atas dasar kesadaran setiap individu dari tidak tahu menjadi tahu tentang segala hal yang akan menjadi bekal di kehidupan. Pembelajaran merupakan bagian proses pendidikan yang berlangsung seumur hidup (life long education). Hal ini berarti bahwa usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia itu lahir sampai tutup usia, sepanjang manusia itu mampu menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya (Munib, 2011). Upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran ini, guru membutuhkan model-model dalam pembelajaran. Santyasa (2007) menerangkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Model-model pembelajaran akan mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan kurikulum yang diterapkan. Penerapan kurikulum 2013 terjadi perubahan dan atau pergeseran


(30)

ditekankan adalah keterampilan proses. Perubahan penekanan dari subject oriented ke process oriented dengan memperhatikan empat pilar pembelajaran menurut UNESCO yaitu learningto know, to do, to be and to live together sebagai modal intelektual (Saptorini, 2011).

Joyce & Weil yang dikutip oleh Santyasa (2007) menjelaskan bahwa model pembelajaran memiliki lima unsur dasar yaitu (1) syntax, yaitu langkah langkah operasional pembelajaran, (2) social system, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam kegiatan pembelajaran, (3) principles of reaction, mengenai gambaran yang hendak menjadi perilaku guru seperti cara dalam memandang, memperlakukan, dan merespon peserta didik, (4) support system, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang dapat mendukung proses pembelajaran, dan (5) instructional dan nurturant effects—hasil belajar yang dapat diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang hendak dicapai (instructional effects) dan hasil belajar diluar yang hendak dicapai (nurturant effects).

2.3

Model Problem Based Learning

(PBL)

Problem Based Learning atau Pembelajaran Berbasis Masalah adalah strategi pembelajaran peserta didik melalui permasalahan-permasalahan praktis dalam kehidupan nyata (Rubi & Zamtimah, 2010). Model pembelajaran PBL ini melatih peserta didik untuk dapat memberi solusi dari permasalahan yang muncul dengan mencari informasi data yang dapat mereka peroleh dari berbagai sumber. PBL ini dikembangkan berdasarkan teori psikologi kognitif modern yang menyatakan bahwa belajar suatu proses dalam mana pembelajar secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungan belajar


(31)

yang dirancang oleh fasilitator pembelajaran. (Suci, 2008). Teori yang dikembangkan ini mengandung dua prinsip penting yaitu (1) belajar adalah suatu proses konstruksi bukan proses menerima (receptive process), (2) belajar dipengaruhi oleh faktor interaksi social dan sifat kontektual dari pelajaran (Gisjelairs, 1996).

Barrows (1996) menjelaskan bahwa model pembelajaran berbasis masalah memiliki sejumlah karateristik yang membedakannya dengan model pembelajaran yang lainnya yaitu (1) pembelajaran bersifat student centered, (2) pembelajaran terjadi pada kelompok-kelompok kecil, (3) dosen atau guru berperan sebagai fasilitator dan moderator, (4) masalah menjadi fokus dan merupakan sarana untuk mengembangkan keterampilan problem solving, (5) informasi-informasi baru diperoleh dari belajar mandiri (self directed learning).

Hafismuaddab (2011) mengungkapkan bahwa ada lima strategi untuk menerapkan pembelajaran berbasis masalah yaitu : (1) permasalahan sebagai kajian; (2) permasalahan sebagai penjajakan pemahaman; (3) permasalahan sebagai contoh; (4) permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses; (5) permasalahan sebagai stimulus permasalahan otentik. Peran guru, murid, dan permasalahan dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan seperti pada Tabel 2.1


(32)

Tabel 2.1 Gambaran Peran Guru, Murid Dan Masalah Dalam Pembelajaran Model PBL

Guru sebagai pelatih Peserta didik sebagai

problem solver

Masalah sebagai awal tantangan dan motivasi a) Asking about thinking (bertanya

tentang pemikiran) b) memonitor pembelajaran

c) probbing ( menantang peserta didik untuk berfikir )

d) menjaga agar peserta didik terlibat e) mengatur dinamika kelompok f) menjaga berlangsungnya proses

a) peserta yang aktif b) terlibat langsung

dalam

pembelajaran c) membangun

pembelajaran

a) menarik untuk dipecahkan b) menyediakan

kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari Sumber : (Hafis, 2011)

2.4

Group Investigation

Group adalah kata yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti kelompok, yaitu kumpulan lebih dari dua orang yang bergabung untuk melakukan hal yang sama. Sedang investigation adalah kata yang juga berasal dari bahasa Inggris yaitu investigasi atau pengamatan. Ulfah (2014) mengungkapkan bahwa Group investigation adalah metode pembelajaran yang berbasis penemuan, metode ini sangat relevan dalam meningkatkan keterampilan proses peserta didik. Sehingga metode ini dirasa cocok oleh peneliti dalam menunjang proses pembelajaran PBL, karena memiliki tujuan akhir yang hendak dikembangkan oleh peserta didik yaitu peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Metode group investigation

memiliki tiga konsep utama, yaitu : penelitian atau enquiri, pengetahuan atau

knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group (Udin, 2008). Penerapan pembelajaran dengan group investigation peserta didik diajak untuk mengamati suatu permasalahan yang dihadapi dengan teman-teman


(33)

sebayanya untuk mencari solusi yang sesuai berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan informasi yang diperoleh. Penelitian ini adalah proses dinamika kepada peserta didik untuk menghadapi masalah dan usaha untuk memecahkan masalah tersebut dengan tepat.

Pelaksanaan group investigation dalam proses pembelajaran yaitu dengan membagi peserta didik dalam satu kelas menjadi 4 sampai 6 kelompok (Wiryadi, 2010). Setiap kelompok mendapatkan permasalahan yang sesuai dengan materi yang diajarkan, kemudian dalam pelaksanaanya ada beberapa tahapan yaitu : 1) tahap pembentukan kelompok; 2) tahapan perencanaan; 3) tahap penyelidikan; 4) tahap pengorganisasian; 5) tahap presentasi; 6) dan tahapan evaluasi.

Kemal., et al, sebagaimana dikutip oleh Ulfah (2014) mengungkapkan bahwa penerapan pembelajaran tipe Group Investigation dapat memberikan dampak positif terhadap pengalaman belajar peserta didik. Pembelajaran dengan

group investigation memiliki beberapa kelebihan yaitu peserta didik secara bekerjasama berlatih untuk menginvestigasi atau mengamati permasalahan-permasalahan berbeda yang ada dengan topik yang sama, pembelajaran yang dilakukan akan mengaktifkan peserta didik karena satu sama lain akan berinteraksi untuk mencari solusi tanpa memandang latar belakang tiap peserta didik, peserta didik akan dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, sehingga dengan penerapan metode group investigation ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.


(34)

2.5

Kemampuan Pemecahan Masalah

Kurikulum 2013 yang saat ini sudah dijalankan adalah mengedepankan kemandirian peserta didik dalam belajar, artinya peserta didik tidak hanya mengandalkan orang lain untuk mencerdaskan dirinya. Peserta didik tahu apa yang sedang dipelajari, apa yang telah dipelajari dan apa yang harus dipelajari. Pelajaran kimia pada materi reaksi oksidasi dan reduksi misalnya peserta didik dapat menganalisis sendiri mengenai materi tersebut, apa yang sudah diketahui dan yang perlu diperdalam, serta dapat memilah intisari materi yang akan dipelajari. Implementasi pelaksanaan kurikulum 2013 ini, maka kemampuan pemecahan masalah peserta didik ini harus mulai diberikan.

Kemampuan pemecahan masalah berarti kecakapan menerapkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya ke dalam situasi yang baru dikenal (Hertiavi dkk, 2010). Kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah , maka akan melatih peserta didik untuk mencari solusi dari materi yang sedang dipelajari dengan pengetahuan sebelumnya sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi dirinya. Secara otomatis peserta didik akan mampu menyelesaikan masalah-masalah serupa ataupun berbeda dengan baik karena peserta didik sudah mendapat pengalaman konkret dari permasalahan terdahulu (Trianto, 2007)

Kegiatan belajar mengajar juga mengandung permasalahan yang hendak dipecahkan oleh peserta didik atau sekelompok peserta didik yaitu sutu pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Dalam aktivitas sehari-hari


(35)

kemampuan ini juga berguna bagi peserta didik, karena dalam kehidupan tak terlepas dari permasalahan, sehingga ada bermacam solusi yang menjadi pegangan peserta didik dalam memecahkan masalah tersebut. Guru yang mengajarkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik berarti menjadikan peserta didik lebih analitis dalam mengambil keputusan dalam kehidupan nyata (Herviati dkk, 2010). Ini berarti peserta didik diharuskan untuk mencari solusi permasalahan dengan mencari referensi, informasi yang relevan, menganalisis informasi, mengumpulkan data, meneliti kembali data dan kemudian menjadi solusi dari permasalahan yang dihadapi.

Gagne menyatakan sebagaimana yang dikutip oleh Gelar & Munasprianto (2008) bahwa dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah terdapat lima langkah yang harus dilakukan, sebagai berikut :

… menyajikan masalah dalam bentuk lebih jelas; menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional; menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk digunakan dalam memecahkan masalah itu; mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasil; mengecek atau memeriksa kembali apakah hasil yang didapat sudah benar atau memiliki solusi pemecahan yang lebih baik. (Gelar&Munasprianto, 2008)

Kimia merupakan mata pelajaran yang terkait dengan isu-isu lingkungan sekitar, sehingga dalam pembelajarannya haruslah dapat menyelaraskan dengan fenomena yang ada. Seperti halnya dalam materi redoks, banyak persoalan dikehidupan sehari-hari yang terkait dengan materi ini untuk dilakukan suatu pemecahan agar dapat diberikan solusinya. Perkaratan atau peristiwa korosi pada besi misalnya yang dibiarkan begitu saja sehingga terjadi


(36)

kontak langsung dengan air dan oksigen, hal inilah yang merupakan penyebab utama terjadinya korosi. Peristiwa korosi atau perkaratan tersebut merupakan salah satu contoh persoalan terkait redoks dalam kehidupan sehari-hari yang dibutuhkan suatu pemecahan yang realistis untuk melakukan pencegahannya.

Perkembangan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam kurikulum merupakan hal yang diperhatikan sehingga penyilidikan masalah kimia dalam setiap pokok bahasan diperlukan, dalam hal ini peran guru begitu penting. Pentingnya peran Guru dalam memngembangkan kemampuan pemecahan masalah adalah dengan aktivitas selama pembelajaran, misalnya dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan selama kegiatan belajar secara berkelanjutan dan efektif dapat merangsang peserta didik untuk mencari penyelesaian yang tepat. Apabila peserta didik dirasa kurang memahami atau kesulitan dalam mencari solusi, guru dapat menuntun peserta didik dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan acuan sebagai motivasi peserta didik atau bisa juga peserta didik melakukan kegiatan diskusi dengan beberapa teman kelasnya untuk mencari penyelesaian dari permasalahan yang terjadi. Dengan demikian pemberian otonomi seluas-luasnya kepada peserta didik dalam berpikir untuk menyelesaikan permasalahan dapat menumbuhkembangkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah dan berpikir strategis secara optimal (Herman, 2008).

2.6

Tinjauan Tentang Konsep Redoks

Reaksi redoks (reduksi-oksidasi) banyak ditemukan dikehidupan sehari-hari, maupun dalam industri. Beberapa contohnya yaitu perkaratan logam, reaksi


(37)

pembakaran, reaksi respirasi, dan proses pengolahan logam dari bijihnya. Pengertian oksidasi dan reduksi sendiri telah mengalami perkembangan, seiring dengan kemajuan ilmu kimia. Pada awalnya, reaksi oksidasi-reduksi dikaitkan dengan pengikatan dan pelepasan oksigen, kemudian dikembangkan menjadi proses serah-terima elektron dan perubahan bilangan oksidasi.

2.6.1 Konsep Reaksi Reduksi Oksidasi Berdasarkan Reaksi Terhadap Oksigen

Reaksi antara Mg dan O2 merupakan contoh reaksi

penerimaan/pengikatan oksigen disebut reaksi oksidasi. Ini berarti bahwa zat yang mengalami oksidasi adalah Mg. Reaksi ini dapat ditulis sebagai berikut :

2Mg (s) + O2(g) 2MgO (s)

Sebaliknya reaksi yang mengalami pelepasan oksigen disebut reaksi reduksi. Contoh :

PbO (s) + CO (g) Pb (s) + CO2(g)

2.6.2 Konsep Reaksi Reduksi Oksidasi Berdasarkan Transfer Elektron Tidak semua reaksi kimia melibatkan oksigen, sehingga butuh konsep lain untuk menjelaskan salah satunya dengan serah-terima elektron. Berdasarkan konsep ini, reduksi adalah proses penangkapan electron. Sedangkan oksidasi adalah proses pembebasan electron. Contoh :

a) Penangkapan elektron (reduksi) Zn2+ + 2e-  Zn b) Pembebasan electron (oksidasi) Cu  Cu2+ + 2e-


(38)

2.6.3 Konsep Reaksi Reduksi Oksidasi Berdasarkan Perubahan Bilangan Oksidasi

Bilangan oksidasi adalah besarnya muatan yang diemban oleh sutu atom dalam suatu senyawa, jika semua electron ikatan didistribusikan kepada unsur yang lebih elektronegatif. Berdasarkan konsep ini, reduksi adalah peristiwa penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan oksidasi adalah persitiwa naiknya bilangan oksidasi.

Contoh :

Oksidasi

0 +3

Cr2O3(aq) + 2Al (s) 2Al2O3(aq) + 2Cr (s)

+3 0

Reduksi

Reaksi autoredoks adalah reaksi redoks yang oksidator dan reduktornya merupakan zat yang sama. Jadi, sebagian dari zat itu mengalami oksidasi dan sebagian lagi mengalami reduksi.

Contoh :

3I2 + 6KOH 5KI + KIO3 + 3H2O

0 -1 +5 reduksi

oksidasi

Pada reaksi ini I2 mengalami penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi.

sehingga reaksi ini disebut reaksi autoredoks.

Kebalikan reaksi disproporsionasi adalah reaksi konproporsionasi, yaitu reaksi redoks yang mana hasil reduksi dan oksidasinya sama.


(39)

Contoh :

Pada rekasi ini, H2S berfungsi sebagai reduktor, sedangkan SO2 sebagai

oksidator. Sedangkan untuk unsur S merupakan hasil reaksi oksidasi dan reduksi. (Purba, 2007) 2.6.4 Penerapan Reaksi Redoks Dalam Kehidupan Sehari-hari

Reaksi redoks memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari, seperti di bawah ini :

a. Reaksi redoks dalam pengolahan logam

Reaksi redoks ini diterapkan pada proses setelah dipisahkan dari batu reja (karang) baik secara kimia maupun fisika yang kemudian dipekatkan menjadi bijih pekat. Bijih pekat tersebut direduksi dengan zat pereduksi yang paling tepat.

Contoh :

3 C(s) + 4 Al3+(l) + 6 O2-(l) 4 Al(s) + 3 CO2(g)


(40)

b. Reaksi redoks pada sel aki

Pada saat aki digunakan terjadi reaksi redoks, di mana Pb mengalami reaksi oksidasi membentuk PbSO4 dan PbO2 mengalami reaksi reduksi

membentuk PbSO4


(41)

c. Reaksi redoks pada pengolahan air limbah

Konsep reaksi redoks sering dimanfaatkan dalam proses pengolahan air limbah. Di dalam suatu tempat pengolahan, limbah dilewatkan pada serangkaian sekat dan ruangan yang di dalamnya dilakukan beberapa proses, termasuk proses kimia untuk mengurangi kotoran dan zat racun. Pada umumnya, proses pengolahan air limbah terdiri dari tiga fase pengolahan utama, yaitu primer, sekunder, dan tersier.


(42)

2.7

Kerangka Berpikir

Upaya untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh model yang diterapkan oleh guru. Model pembelajaran yang tepat akan menarik minat peserta didik untuk berperan aktif dan membuat pembelajaran menjadi berfokus pada peserta didik atau students centered. Hal inilah yang menjadi indikator penting dalam menunjang keberhasilan proses.

Pengembangan cara berpikir peserta didik ini perlu dilatih dalam suatu pembelajaran dengan memberikan masalah-masalah yang dipecahkan dengan membentuk group investigation. Penerapan metode tersebut maka peserta didik akan melakukan proses dinamika untuk memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut (Ulfah, 2014). Penerapan group investigation

memiliki andil besar dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik karena secara otomatis peserta didik memperoleh pengalaman yang dalam mencari solusi permasalahan dan pengetahuan secara lebih faktual. Hal ini akan merangsang pola berpikir peserta didik dalam mencari solusi dan mengambil keputusan, dorongan-dorongan ini yang kemudian mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik karena melakukan penyelidikan secara berkelompok akan terjun langsung dilapangan untuk mengatasi permasalahan terkait materi yang dipelajari.

Penggunaan model pembelajaran berbasis masalah juga akan berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik jika


(43)

dibandingkan dengan model pembelajaran ceramah karena dengan pembelajaran yang berbasis masalah peserta didik dikaitkan dengan penerapan materi kehidupan sehari-hari serta kecerdasan dalam pengambilan keputusan untuk mencari solusi. Santoso (2011) menyatakan bahwa dengan menerapkan group investigation dalam pembelajaran memiliki beberapa manfaat yaitu (1) memiliki dampak positif dalam hasil belajar peserta didik, (2) dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik, (3) menerapkan group investigation dalam pembelajaran membuat peserta didik saling berinteraksi dan bekerjasama didalam kelompok tanpa memandang latar belakang, dan (4) mendorong dan memotivasi peserta didik untuk aktif dalam proses belajar.

Pelaksanaan group investigation dalam penelitian ini saat proses belajar mengajar pada materi redoks yaitu dengan membagi peserta didik dalam beberapa kelompok penyelidikan. Tiap-tiap kelompok penyelidikan mendapatkan tugas yang berbeda, menyelidiki tentang penerapan redoks dalam kehidupan sehari-hari, seperti (1) penyelidikan tentang kondisi logam pada rumah warga di tepi laut, (2) menyelidiki reaksi redoks yang terjadi pada aki mobil, (3) menyelidiki reaksi redoks yang terjadi pada saat penyambungan besi atau logam, (4) menyelidiki reaksi redoks pada pembuatan tape, (5) menyelidiki pencegahan korosi pada logam menara pemancar dan (6) menyelidiki reaksi pengolahan logam menjadi barang bernilai ekonomis.

Penelitian ini menggunakan sampel dua kelas yaitu kelas X MIIA 1 sebagai kelas eksperimen dan X MIIA 3 sebagai kelas kontrol, dalam hal ini diharapkan setelah penelitian kelas eksperimen akan memperoleh hasil belajar


(44)

yang lebih baik dengan tingkat kemampuan pemecahan masalah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini terkait kelebihan dari penerapan metode group investigation dalam model PBL sendiri yang diterapkan pada kelas eksperimen yaitu dengan menghadapkan peserta didik dengan masalah yang ada dilingkungan sekitarnya sehingga mereka memperoleh langsung pengetahuan yang dipelajari dan pengalaman yang lebih baik juga. Selanjutnya peserta didik dalam kelompok penyelidikannya berusaha secara aktif mencari informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi dan secara tidak langsung ini mengaktifkan peserta didik. Sehingga dengan partisipasi aktif peserta didik ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan hasil belajar peserta didik bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik di SMA N 2 Batang.


(45)

Secara ringkas penelitian yang akan dilakukan disajikan seperti pada Gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Pelaksanaan Penelitian Fakta di sekolah :

 Pembelajaran kimia masih berpusat pada guru

 Minat peserta didik dalam pembelajaran Kimia masih kurang

 Peserta didik yang tuntas KKM kurang dari 25%

 Dalam pembelajarannya peserta didik masih kurang terlibat aktif

Sintak PBL : 1. Orientasi pada

masalah

2. Mengorganisasikan kegiatan belajar 3. Penyelidikan mandiri 4. Menyajikan karya 5. Analisis & evaluasi Seharusnya di sekolah :

 Pembelajaran harus

berpusat pada peserta didik, guru hanya sebagai

fasilitator

 Kegiatan pembelajaran yang digunakan harus dilengkapi metode lain untuk mengaktifkan peserta didik

 Peserta didik merasa antusias dan senang dalam pembelajaran Kimia

Pembelajaran dengan berbasis Masalah (PBL) Kemampuan pemecahan masalah peserta didik harus

dilatih agar berkembang Indikator Kemampuan

Pemecahan Masalah : 1. Memahami masalah 2. Merencanakan

penyelesaian

3. Melakukan perhitungan 4. Penalaran logis

5. Menemukan suatu pola 6. Pengecekan kembali

Implementasi Group Investigation dalam model PBL pada Materi Redoks untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta didik SMAN 2 Batang


(46)

3.8 Hipotesis

Mengacu dari latar belakang yang ada dan teori yang mendasari penelitian ini, maka hipotesis yang dapat ditarik adalah :

(1) Implementasi group investigation dalam pelaksanaan model PBL materi Redoks dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Batang.

(2) Implementasi group investigation dalam model PBL pada materi Redoks dapat meningkatkan hasil belajar Kimia peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Batang.

(3) Implementasi group investigation dalam pelaksanaan model PBL materi Redoks dapat memberikan respon positif kepada peserta didik dalam pelajaran Kimia kelas X SMA Negeri 2 Batang.


(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di SMA Negeri 2 Batang pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015

3.2

Subyek Penelitian

3.2.1 Populasi

Populasi adalah obyek atau subyek yang memiliki karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi dalam penelitian eksperimen ini harus memenuhi prasyarat homogenitas dan normalitas, gunanya untuk kemudahan dalam pengambilan sampel dan perlakuan yang hendak diberikan. Kesamaan ciri yang dimaksud dalam populasi ini meliputi kurikulum, materi pelajaran, kemampuan guru, jam pelajaran serta rata-rata hasil belajar awal yang sama. Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X MIA SMAN 2 Batang yang terbagi dalam empat kelas pararel. Daftar kelas dan jumlah peserta didik dalam populasi ini disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jumlah peserta didik populasi kelas X SMA Negeri 2 Batang Nomor Kelas Jumlah Peserta didik

1 X MIIA 1 36

2 X MIIA 2 36

3 X MIIA 3 36

4 X MIIA 4 36


(48)

3.2.2 Sampel

Berdasarkan populasi tersebut diambil sampel untuk pelaksanaan penelitian. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010)

3.2.2.1 Sampling

Pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling, yaitu metode yang digunakan untuk memilih sampel dari populasi sedemikian rupa sehingga anggota populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk diambil sebagai sampel (Sugiyono, 2011). Penentuan 2 kelas sebagai sample (kelas eksperimen dan kelas kontrol) dengan teknik cluster random sampling ini dilakukan secara acak dengan pertimbangan populasi yang ada terbagi dalam kelas-kelas yang berdistribusi normal dan memiliki homogenitas yang sama dengan data yang diambil dari nilai mid semester ganjil mata pelajaran kimia kelas X SMA Negeri 2 Batang. Metode yang digunakan adalah metode undian karena jumlah populasi kecil yaitu 4 kelas. Dari hasil undian tersebut didapatkan dua kelas yaitu kelas X MIIA 1 dan X MIIA 3 sebagai kelas sampel. Dari kedua kelas tersebut, satu sebagai kelas pembanding (kontrol) yaitu kelas X MIIA 3 dan yang satu sebagai kelas perlakuan (eksperimen) yaitu kelas X MIIA 1.

3.3

Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian, atau apa saja yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002). Variabel dalam penelitian ini adalah :


(49)

a. Variabel bebas

Variabel bebas yang digunakan yaitu metode pembelajaran. Penerapan metode pembelajaran group investigation dalam model PBL yang diterapkan pada kelas eksperimen dan metode ceramah serta diskusi biasa diterapkan pada kelas kontrol.

b. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Batang pada materi Redoks dengan melihat hasil belajarnya serta minat peserta didik pada pembelajaran.

c. Variabel kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah guru, kurikulum, mata pelajaran dan jumlah jam pelajaran yang sama serta bahan ajar dalam pelaksanaan pembelajaran yang sama.

3.4

Desain Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dengan menggunakan pretest–posttest control group design, yaitu penelitian dengan melihat perbedaan pretes maupun postes antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain penelitian disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Desain Penelitian Eksperimen

Kelas Keadaan Awal Perlakuan Keadaan Akhir

Eksperimen T1 X T2


(50)

Keterangan :

X :Pembelajaran kimia dengan menerapkan group investigation menggunakan model PBL.

Y :Pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran ceramah dan diskusi serta praktek redoks. T1 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretest

T2 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi posttest

Pada penelitian ini digunakan dua kelas sebagai obyek penelitian, kelas X MIIA 1 sebagai kelas ekaperimen dan kelas X MIIA 3 sebagai kelas kontrol. Pengambilan dua kelas untuk penelitian ini sesuai dengan teknik sampling yang digunakan yaitu cluster random sampling dengan memerhatikan analisis data awal yaitu semua kelas dalam populasi berdistribusi normal, kesamaan rata-rata awal antar kelas dan homogenitas sama. Sebelum kegiatan pembelajarn dilaksanakan, masing-masing kelas diberi pretest terlebih dahulu. Selanjutnya pada kelas eksperimen dilakukan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan

group investigation dengan model PBL sedangkan untuk kelas kontrol kegiatan pembelajaran dilakukan seperti biasa dengan metode ceramah disertai dengan pelaksanaan percobaan sederhana. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, observer melakukan pengamatan terhadap sikap dan keterampilan peserta didik. Setelah masing-masing kelas dillaksanakan kegiatan pembelajaran selanjutnya sebagain langkah akhir diberikan posttest dengan maksud untuk mengetahui perkembangan peserta didik (sebagai evaluasi).


(51)

3.5

Prosedur Penelitian

3.5.1 Persiapan Penelitian

Persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut :

1. Membuat perangkat pembelajaran

2. Membuat instrumen (silabus, RPP, bahan ajar, lembar penilaian keterampilan peserta didik, lembar penilaian sikap peserta didik, lembar angket respon peserta didik, lembar penilaian kemampuan pemecahan masalah, soal pretest dan posttest)

3. Melakukan uji coba instrumen soal pretest dan posttest

4. Analisa hasil uji coba instrumen

5. Melakukan uji homogenitas dan normalitas kelas yang akan digunakan sebagai sampel penelitian.

3.5.2 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut :

(1) Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan group investigation dengan model PBL (pada kelas eksperimen).

(a) Memberikan pretest pada peserta didik

(b) Guru membagi peserta didik menjadi enam kelompok.

(c) Guru membagikan lembar tugas investigasi kepada masing-masing kelompok


(52)

(d) Kelompok-kelompok melakukan penyelidikan langsung dengan berkunjung di berbagai tempat seperti rumah warga tepi laut untuk mengetahui kondisi logam disana, bengkel mobil untuk mengetahui penerapan redoks pada aki, bengkel las untuk menyelidiki penerapan redoks pada penyambungan logam, pembuatan tape, dll.

(e) Menyajikan hasil penyelidikan dengan membuat artikel ilmiah secara individu yang memuat hasil investigasi seperti penerapan yang dilakukan, reaksi yang terjadi, penanggulangan yang ditawarkan, teori yang mendukung serta dokumentasi.

(f) Memberikan posttest

(2) Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan tidak menerapkan

group investigation dengan model PBL (pada kelas kontrol). (a) Memberikan pretest kepada peserta didik

(b) Guru menerangkan materi (c) Memberikan posttest

3.6

Teknik Pengumpulan Data

a. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi dalam penilitian ini digunakan untuk memperoleh data mengenai jumlah populasi, jumlah sampel, nama-nama peserta didik anggota sampel.


(53)

b. Metode Tes

Metode tes digunakan untuk mengungkap data tentang penerapan group investigation dalam model PBL materi konsep redoks terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Batang c. Metode Observasi

Metode ini digunakan untuk menilai afektif dan psikomotorik peserta didik serta untuk mengungkap data tentang penerapan group investigation dalam model PBL untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Batang.

d. Metode Angket atau Kuesioner

Metode ini digunakan untuk mengetahui bagaimana respon peserta didik tentang penerapan group investigation dalam model PBL pada kegiatan pembelajaran Kimia.

3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Analisis Data Awal

3.7.1.1Uji Normalitas

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui data dari kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. Rumus yang digunakan untuk menguju kenormalan data ini adalah dengan Chi-Kuadrat.

� = ∑ O − EE

=

Keterangan:

X2 = Chi kuadrat

Oi = Frekuensi hasil pengamatan Ei = Frekuensi harapan


(54)

Kriteria : Tolak Ho jika χ2 data ≥ χ2 (0,95)(k-3) atau χ2 dengan taraf

konfidensi 0,95 derajat kebebasan k-3. Dalam hal lainnya Ho diterima artinya data yang diuji berdistribusi normal (Sudjana, 2005).

3.7.1.2. Uji Homogenitas Populasi

Uji ini digunakan untuk mengetahui bahwa dalam populasi memiliki homogenitas yang sama dan memiliki rata-rata yang sama. Uji kesamaan homogenitas dilakukan dengan uji Bartlett. Rumusnya sebagai berikut:

(i) Menghitung varians gabungan dari semua kelas : = ∑ �− �

�−

(ii) Menghitung harga satuan B :

= � ∑ �−

(iii) Menghitung nilai statistik chi-kuadrat dengan rumus: ] log ) 1 ( )[ 10 (ln 2

2  

i i S n B  Keterangan:

Si2 = variansi masing-masing kelas

S = variansi gabungan

ni = banyaknya anggota dalam kelas/kelas

B = koefisien Bartlett

χ2 = harga konsultasi homogenitas sampel

(Sudjana, 2005) Kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut:


(55)

H diterima jika t2hitung < t2tabel (1-t)(k-1) (taraf signifian 5%). Hal ini berarti

varians dari populasi tidak berbeda satu dengan yang lain (homogenitasya sama).

Uji homogenitas populasi merupakan langkah awal untuk menentukan teknik pengambilan sampel. Apabila populasi homogenitasnya sama, maka pengambilan sampel yang tepat adalah cluster random sampling, sedangkan apabila populasi tidak homogenitas maka dapat menggunakan teknik purposive sampling.

3.7.1.3. Uji Kesamaan Rata-Rata Antar Kelas dalam Populasi (Uji ANAVA) Uji Anava dilakukan untuk mengetahui apakah keadaan awal populasi sama atau tidak (Sudjana, 2002). Untuk mengetahui kesamaan rata-rata dari kelas-kelas dalam populasi, dengan H : μ1 = μ2 =….= μk. Hipotesis diterima apabila Fhitung < Ftabel(0,95) (k-1) (n-k).

Perhitungan menggunakan rumus berikut:

� =

/ ∑ �−/ −

Dengan:

(i) Jumlah kuadrat rata-rata (Ry) Ry = ∑ Xn

(ii) Jumlah kuadrat antar kelas (Ay) Ay = ∑ Xn 2− RY (iii) Jumlah kuadrat total (Jk tot)

JK tot = ∑ X


(56)

(iv) Jumlah kuadrat dalam (Dy)

Dy = Jk tot – Ry – Ay 3.7.2 Analisis Instrumen

3.7.2.1 Analisis Butir Soal Kognitif a. Validitas

Validitas tes diketahui dengan menggunakan rumus korelasi point biserial, dengan rumus sebagai berikut.

� � = − √

R pbis yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus t. = � � √ −

√ − � �

Kriteria: jika t hit t tab, maka butir soal valid, dengan dk = (n-2) dan n adalah

jumlah peserta didik.

Setelah dilakukan perhitungan validitas tiap-tiap butir soal dihitung dengan menggunakan rumus korelasi point biserial kemudian dikonsultasikan dan diperoleh t Tabel = 1,7, sehingga perhitungan validitas soal diperoleh hasil sebagai berikut :

Soal valid berjumlah 37 butir soal yaitu pada nomor 1, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 11, 12, 13,15, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 27,28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 46, dan 49. Sedangkan soal yang tidak valid berjumlah 13 butir yaitu nomor 2, 6, 9, 14, 16, 17, 18, 24, 29, 45, 47, 48, dan 50. Perhitungan analisis hasil uji coba soal pilihan ganda selengkapnya dapat di lihat pada Lampiran 11 halaman 175-176.


(57)

b. Reliabilitas

Reliabilitas instrumen dalam penelitian ini digunakan rumus K-R21:

11

r

         

kVt

M k M k

k ( )

1 1

Keterangan:

11

r

: reliabilitas instrumen, instrumen reliabel bila

r

11 ≥ 0,7

k : banyaknya butir soal M : skor rata-rata

Vt : varians total

Reliabelitas yang didapatkan sebesar 0,70 yang termasuk kedalam kriteria reliabelitas tinggi. Perhitungan reliabilitas yang selengkapnya terdapat dalam Lampiran 11 halaman 175-176.

c. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00. Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi

simbol P (p kapital), singkatan dari kata “proporsi”.

Rumus mencari P adalah:

JS B IK

Keterangan:

IK = Indeks kesukaran

B = Jumlah peserta didik menjawab benar butir soal JS = Jumlah seluruh peserta didik peserta tes


(1)

Gambar 1. Peningkatan Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol.

Pembelajaran dengan menerapkan metode group investigation dalam model PBL menunjukkan hasil yang positif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Sehubungan dengan hal tersebut dikarenakan dengan melaksanakan penyelidikan langsung siswa memperoleh permasalahan sendiri kemudian solusi dicari melalui berbagai sumber baik itu buku pelajaran dan internet, sehingga pengetahuan tentang aplikasi redoks di lingkungan sekitar dapat dipahami menurut cara mereka sendiri. Penerapan model pembelajaran PBL ini memposisikan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri, bukan ketika guru menjelaskan materi didalam kelas (Nurhayati et al., 2013). Hal ini sejalan dengan teori belajar konstruktivis menurut Bruner yaitu suatu proses aktif dalam pembelajaran memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal bari diluar informasi yang telah diberikan kepadanya (Udin, 2008).

Peningkatan indikator kemampuan pemecahan masalah ini sebagai hasil belajar dalam ranah kognitif, harus disesuaikan pula dengan ketercapaian aspek afektif. Penilaian untuk mengetahui ketercapian setiap indikator dalam aspek afektif ini dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Indikator yang dinilai dalam aspek ini adalah (1) kehadiran,(2) menyampaikan pendapat, (3) disiplin, (4) sopan santun, (5) tanggungjawab, (6) kepedulian, dan (7) percaya diri. Semua indikator dalam aspek afektif memiliki ketercapaian yang tinggi antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Secara umum ketercapaian dalam kelas eksperimen menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding kelas kontrol. Ketercapaian indikator-indikator tersebut pada kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Tingkat Ketercapaian Aspek Afektif Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Indikator Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Kehadiran 0.99 0.98

Menyampaikan pendapat 0.93 0.78

Disiplin 0.97 0.99

Sopan dan santun 0.99 1

Tanggungjawab 0.96 0.97

Kepedulian 1 0.89

Percaya diri 0.91 0.83

Indikator kehadiran antara kelas eksperimen dan kontrol memiliki ketercapaian yang hampir sama tinggi yaitu 0,99 dan 0,98. Indikator menyampaikan pendapat dalam kelas


(2)

eksperimen memiliki tingkat ketercapaian yang lebih tinggi 0,93 daripada kelas kontrol 0,78 karena pada kelas eksperimen setiap solusi pemecahan masalah mereka temukan secara mandiri sehingga setiap kelompok berusaha untuk menyampaikan dan mempertahankan pendapatnya. Indikator ketiga yaitu kedisiplinan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki tingkat ketercapaian yang hamper samatinggi, begitu juga dengan indikator sopan dan santun serta indikator tanggungjawab. Selanjutnya pada indikator kepedulian kelas eksperimen memperoleh ketercapaian yang sempurna dibanding kelas kontrol 0,89 dikarenakan pada kelas eksperimen setiap anggota dalam kelompok berusaha mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi sehingga antar anggotanya memiliki rasa kepedulian yang tinggi untuk membantu mencari solusi. Kemudian indikator percaya diri pada kelas eksperimen memperoleh hasil 0,91 lebih tinggi dibanding kelas kontrol 0,83 hal ini karena pada kelas eksperimen setiap solusi yang ditemukan merupakan hasil pemikiran setiap kelompok sehingga dalam mempresentasikan jauh lebih memiliki rasa percaya diri.

Kurikulum 2013 menilai hasil belajar siswa dari tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Penilaian aspek psikomotorik ini dilakukan saat siswa melakukan presentasi solusi pemecahan masalah dari hasil diskusi yang telah dilakukan baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Tingkat ketercapaian ketrampilan siswa dalam memecahkan suatu masalah diukur dengan lembar observasi aspek psikomotorik.

Penilaian psikomotorik dilakukan dalam dua aspek yaitu pada saat pelaksanaan diskusi dan presentasi hasil diskusi. Dalam aspek pelaksanaan diskusi terdapat 6 indikator penilaian yaitu pembagian tugas dalam kelompok, pemecahan masalah, sumber belajar, laporan hasil diskusi dan ketepatan pengumpulan. Pada aspek presentasi hasil diskusi terdapat beberapa indikator penilaian yaitu penyampaian hasil, respon penanggapan saran dan kritik, serta ketepatan pengambilan keputusan. Hasil analisis aspek psikomotorik kelas eksperimen dan kontrol ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat Ketercapaian Aspek Psikomotorik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Aspek Indikator Kelompok

Eksperimen Kontrol Pelaksanaan

Diskusi/Penyelidikan

Pembagian Tugas 1 0.86

Pemecahan Masalah 0.85 0.81

Sumber Belajar 1 0.95

Laporan Hasil Diskusi 0.85 1 Ketepatan


(3)

Presentasi Hasil Diskusi Penyampaian 0.93 0.73

Saran dan Kritik 0.88 0.76

Pengambilan

Keputusan 1 0.82

Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan semua indikator ketercapaian dalam aspek psikomotorik ini sudah mencapai kriteria yang tinggi baik itu pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Kriteria tinggi yang tercapai ini karena siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol melaksanakan diskusi untuk mencari solusi pemecahan masalah yang dihadapi dengan sungguh-sungguh. Indikator dalam aspek psikomotorik yang perlu ditingkatkan baik untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol adalah indikator saran dan kritik, pada indikator ini siswa dalam memberikan saran dan kritik masih kurang sesuai dengan solusi pemecahan yang ditemukan. Kemudian untuk indikator-indikator selain saran dan kritik tingkat ketercapaian siswa baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol sudah baik.

Respon siswa terhadap pembelajaran dengan menerapkan metode group investigation dalam model PBL ini dianalisis dengan melakukan penyebaran lembar angket. Lembar angket ini terdapat 7 pernyataan respon siswa meliputi (a) ketertarikan dalam mengikuti pelajaran kimia, (b) rasa saling membantu dalam mencari solusi, (c) kesungguhan dalam belajar, (d) keefektifan dalam menguasai konsep, (e) antusias dalam diskusi, (f) motivasi dalam belajar, (g) pemanfaatan waktu di luar jam sekolah. Setiap pernyataan memuat 5 tanggapan yaitu “sangat setuju”, “setuju”, “biasa saja”, “tidak setuju”, “sangat tidak setuju”.

Penyebaran angket pada kelas eksperimen ini memperoleh hasil pada pernyataan (a) 44,4% peserta didik menyatakan sangat setuju; 52,8% menyatakan setuju dan 2,8% biasa saja. Pernyataan (b) diperoleh hasil 30,6% peserta didik berpendapat sangat setuju dan 63,9% menyatakan setuju serta 5,6% lainnya menyatakan biasa saja. Pernyataan (c) peserta didik sebanyak 52,8% mengungkapkan sangat setuju; 44,4% menyatakan setuju serta 2,8% berpendapat bahwa pembelajaran biasa saja. Pernyataan (d) sebanyak 19,4% peserta didik menyatakan sangat setuju; 66,7% menyatakan setuju pada penerapan pembelajaran ini dan 13,9% lainnya berpendapat biasa saja. Pernyataan (e) 44,4% peserta didik menyatakan sangat setuju, 50% berpendapat setuju saja sedangkan 5,6% lainnya biasa saja. Pernyataan (f) hanya 8,3% peserta didik yang sangat setuju, 83,3% lainnya menyatakan setuju sedangkan sisanya 5,6% menganggap biasa saja dan 2,8% tidak setuju. Terakhir pernyataan (g) sejumlah 19,4% peserta didik menyatakan sangat setuju pada penerapan pembelajaran ini dan 55,6% lainnya


(4)

menganggap setuju saja serta sisanya yakni 25% peserta didik berpendapat biasa saja. Berdasarkan analisis tiap aspek ini diperoleh rerata sebesar 52,46% peserta didik menyatakan setuju. Analisis mengenai angket respon siswa ini disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Respon Minat Siswa Terhadap Pembelajaran

Berdasarkan analisis hasil angket respon siswa yang telah terkumpul kemudian dianalisis diketahui rata-rata sebesar 52,46% siswa menyatakan setuju bahwa dengan menerapkan metode group investigation dalam model PBL karena lebih menyenangkan, menarik, dan dapat membuat siswa lebih mudah memahami materi, hal ini dapat dilihat dari rasa ingin tahu siswa yang meningkat dalam pembelajaran dan mereka lebih termotivasi untuk giat belajar. Sehingga dengan mengacu kepada hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa siswa menyukai pembelajaran dengan menerapkan metode group investigation dalam model PBL karena memberikan pengaruh positif kepada siswa terutama dalam hal mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Simpulan

Hasil analisis penelitian ini pada aspek kognitif menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas eksperimen 0,64 dan kelas kontrol sebesar 0,51 dengan menggunakan uji normalitas Gain. Aspek psikomotorik dan afektif menunjukkan tingkat ketercapaian yang lebih baik pada kelas eksperimen dibanding kelas kontrol. Penerapan metode group investigation berbasis model PBL memberikan


(5)

kontribusi sebesar 19,36% terhadap perkembangan kemampuan pemecahan masalah. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan metode pembelajaran group investigation berbasis model PBL dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas X MIA di SMA Negeri 2 Batang.

Daftar Pustaka

Anggraini, L., Siroj, R.A. & Putri, R.I.I., 2010. Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII-4 SMP Negeri 27 Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika, 4(1). 72-84. Guo, M., 2013. Developing Critical Thinking in English Class: Culture-based Knowledge

and Skills. Theory and Practice in Language Studies, 3(3). 503-07.

Herman, T., 2008. Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Indonesia, 1(1). 22-28.

Hertiavi, M.A., Langlang, H. & Khanafiyah, S., 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 4. 53-57.

Husna, M., Ikhsan & Fatimah, S., 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS). Jurnal Peluang, 1(2).

Listyawati, M., 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu di SMP. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 1(1). 61-70.

Nurhayati, L., Martini, K.S. & Redjeki, T., 2013. Peningkatan Kreativitas Dan Pretasi Belajar Pada Materi Minyak Bumi Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Dengan Media Crossword. Jurnal Pendidikan Kimia, 2(4). 1-8. Rahayu, I.P., Sudarmin & Sunarto, W., 2012. Penerapan Model PBL Berbantuan Media

Transvisi Untuk Meningkatkan KPS dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 2(1). 1093-178.

Sadirman, A.M., 2005. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Suci, N.M., 2008. Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Partisipasi Belajar dan Hasil Belajar Teori Akuntansi Mahasiswa Jurusan Ekonomi Undhiksa. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 2(1). 74-86.


(6)

Sulistyowati, N., Widodo, A.T. & Sumarni, W., 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Guided Discovery Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Kimia. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 2(1). 1-7.

Supardi, K.I. & Putri, I.R., 2010. Pengaruh Penggunaan Artikel Kimia dari Internet Pada Model Pembelajaran Creatif Problem Solving Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMA. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 4(1). 574-82.

Udin, S.W., 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Ulfah, A., 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Group Investigation Terhadap Ketrampilan Proses Sains Pada Materi Koloid di SMA. Jurnal Pendidikan Kimia, 3(10). 2-10. Wiryadi & Ketut, N., 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group

Investigation (GI) Terhadap Hasil Belajar Kimia dengan Mempertimbangkan Kreativitas Siswa. Jurnal Pascasarjana Undhiksa, 7(1). 28-41.