EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017.

(1)

i

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER(NHT) TERHADAP MOTIVASI

DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Dwi Dara Septi Putriani NIM. 12314244014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

iv MOTTO

-Don’t ever lose your hope and faith. Keep praying and keep trying-

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan) kerjakan dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhan mu lah hendaknya kamu berharap(Q.S Al-Insyirah: 6-8)


(6)

v

PERSEMBAHAN

Untuk Pendidikan.

Untuk Bapak, Ibu, Mbak Fleni, dan Adek Sakti Keluargaku

Teman-teman Sugar Group High School Teman-teman Pendidikan Kimia Internasional 2012


(7)

vi

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER(NHT) TERHADAP MOTIVASI

DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2016/2017

Oleh:

Dwi Dara Septi Putriani 12314244014

Dosen Pembimbing : Prof. A.K. Prodjosantoso, Ph.D

ABSTRAK

Penelitian penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) telah dilakukan untuk menentukan peningkatan motivasi peserta didik dan prestasi belajar kimia pada materi sistem periodik unsur di kelas X SMA Negeri 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017.

Penelitian merupakan bentuk penelitian eksperimental dengan semua peserta didik dari X IPA SMA Negeri 2 Yogyakarta sebagai populasi dan kelas sampel adalah XMIIA 2 sebagai kelas eksperimen dan XMIIA 5 sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran kooperatif NHT, sementara kelas kontrol diterapkan model ekspositori dan tanya jawab. Analisis data yang digunakan adalah uji normalitas, uji homogenitas, dan uji t sama subjek, uji t beda subjek dan anakova.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ada peningkatan motivasi belajar kimia peserta didik setelah mengikuti pembelajaran dengan model NHT (2) Ada perbedaan peningkatan motivasi belajar kimia peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran dengan model pembelajaran NHT dengan pembelajaran dengan model ekspositori dan tanya jawab (3) Ada perbedaan peningkatan yang signifikan pada prestasi belajar kimia peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran dengan model pembelajaran NHT dengan pembelajaran dengan model ekspositori dan tanya jawab

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT), Prestasi Belajar Kimia, Motivasi Belajar


(8)

vii

THE EFFECTIVENESS OF APPLYING COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) ON

MOTIVATION AND ACHIEVEMENT IN LEARNING CHEMISTRY OF THE GRADE X SMA NEGERI

2 YOGYAKARTA ACADEMIC YEAR 2016/2017

By:

Dwi Dara Septi Putriani 12314244014

Supervisor : Prof. A.K. Prodjosantoso, Ph.D

ABSTRCT

Research on the application of cooperative learning model Numbered Heads Together (NHT) has been conducted to determine the increase in student motivation and chemistry learning achievement on the subject of periodic system of elements in class X Science SMA Negeri 2 Yogyakarta academic year 2016/2017.

The research is a form of experimental research with all students of X Science SMA Negeri 2 Yogyakarta as population and the sample classes were XMIIA 2 as experimental class and XMIIA 5 as control class. Applied experiment class cooperative learning model type NHT, while control class was applied lecture and answer question model. Analysis data used were the normality test, homogeneity test, and equal subject t test, different subject t test and anacova.

The result of the research showed that: (1) There is an increased motivation to learn chemistry of students after following study with NHT (2) There is a difference in increased motivation to learn chemistry students who follow the learning process with learning model NHT to learning with models expository and asked questions (3 ) There is a significant difference increasing in chemistry learning achievement of students who follow the learning process with NHT learning model to study with expository models and asked questions.

Key Words: Cooperative Learning Type Numbered Heads Together (NHT), Chemistry Learning Achievement, Learning Motivation


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian eksperimen yang berjudul ”Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Motivasi Dan Prestasi Belajar Kimia Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017” ini sebagai tugas akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada panglima perang Rosulullah Muhammad SAW..

Atas bantuan dari berbagai pihak dalam penyelesaian penelitian ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Bapak Sukisman Purtadi, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia dan koordinator skripsi pendidikan kimia.

4. Bapak Heru Pratomo AL, M.Si selalu Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungn moral selama penelitian.

5. Bapak Prof. A.K. Prodjosantoso,Ph.D selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan pengarahan, masukan dan motivasi serta menyediakan waktu, pikiran dan tenaga ditengah aktivitas yang padat utuk memberikan dukungan yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dari mulai penulisan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan laporan ini.

6. Ibu Dr. Antuni Wiyarsi, M.Sc, Ibu Siti Marwati, M.Si, dan Bapak Erfan Priyambodo, M.Si selaku dosen penguji.


(10)

ix

7. Kepala Sekolah SMAN 2 Yoyakarta yang telah memberikan ijin pelaksanaan pengambilan data pada saat penelitian ini.

8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga penelitian ini bermanfaat dan mendapatkan ridhlo dari Allah SWT.

Yogyakarta, 16 Desember 2016


(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN...i

HALAMAN PERNYATAAN...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK...vi

ABSTRACT...vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masaalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Keguanan Penelitian... 9

BAB II ... 11

KAJIAN PUSTAKA ... 11


(12)

xi

B. Penelitian yang Relevan ... 42

C. Kerangka Berpikir ... 44

D. Hipotesis Penlitian ... 46

BAB III ... 48

A. Desain Penelitian ... 48

B. Definisi Oprasional Variabel Penelitian ... 49

C. Populasi dan Sampel ... 50

D. Instrumen Penelitian... 51

E. Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV ... 66

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 66

A. Hasil Penelitian ... 66

B. Pembahasan ... 73

BAB V ... 92

KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Fase Pembelajaran Kooperatif ... 24

Tabel 2. Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar Kimia ... 53

Tabel 3. Kisi-Kisi Soal Prestasi Belajar Kimia ... 54

Tabel 4. Data Pengetahuan Awal ... 66

Tabel 5. Data Prestasi Belajar Kimia ... 66

Tabel 6. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol . 67 Tabel 7. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kontrol...59

Tabel 8. Ringkasan Uji Anakova 1-Jalur ... 69

Tabel 9. Ringkasan Skor Motivasi Awal dan Akhir Belajar Kimia Peserta Didik 68 Tabel 10. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 68 Tabel 11. Ringkasan Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 68

Tabel 12. Ringkasan Uji t Sama Subjek dan Uji t Beda Subjek ... 69

Tabel 13.Kisi-kisi Soal Tes Prestasi Belajar Kimia Setelah Divalidasi ... 72


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses Motivasi Dasar (Basic Motivation Process)...31 Gambar 2. Diagram Alur Penelitian ... 60


(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Pengetahuan Awal dan Prestasi Belajar Kimia Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 98

Lampiran 2. Data Motivasi Awal dan Akhir Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 99

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 108

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol ... 128

Lampiran 5. Angket Motivasi Belajar Kimia ... 140

Lampiran 6. Soal Tes Prestasi Belajar Kimia Materi Sistem Periodik Unsur Sebelum Validasi ... 143

Lampiran 7. Soal Tes Prestasi Belajar Kimia Materi Sistem Periodik Unsur Setelah Validasi ... 153

Lampiran 8. Hasil Uji Normalitas Pengetahuan Awal Dan Prestasi Belajar Kimia ... 158

Lampiran 9. Hasil Uji Homogenitas Pengetahuan Awal Dan Prestasi Belajar Kimia ... 159

Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas Motivasi Awal Dan Motivasi Akhir ... 160

Lampiran 11. Hasil Uji Homogenitas Motivasi Awal Dan Motivasi Akhir ... 161

Lampiran 12. Data Uji Validitas Dan Reliabilitas Soal Tes Prestasi Belajar Kimia ... 162

Lampiran 13. Hasil Uji t Sama Subjek... 169

Lampiran 14.Hasil Uji t Beda Subjek ... 170


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kimia adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan yakni pada Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi. Kimia dinilai cukup memegang peranan penting dalam membentuk peserta didik berkualitas. Karena itu, perlu adanya peningkatan mutu dalam pendidikan kimia.

Kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang masih dianggap sulit dipahami peserta didik. Saat proses pembelajaran sering sekali peserta didik mengalami kesulitan. Setiap peserta didik mempunyai kesulitan dalam belajar materi kimia. Kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam memahami materi tertentu disebabkan oleh berbagai faktor saat proses belajar. Peserta didik cenderung menghafal rumus yang digunakan untuk menyelesikan soal-soal. Sehingga konsep yang sesungguhnya kurang dipahami, dan menimbulkan anggapan bahwa kimia sulit dan membosankan.

Suatu kegiatan yang dekat kaitannya dalam pembelajaran adalah mengajar. Mengajar adalah usaha untuk menciptakan kondisi yang kondusif agar berlangsung kegiatan belajar dengan hasil bermakna dan optimal sehingga dapat mengoptimalisasi kegiatan belajar dengan hasil yang bermakna. Guru bertugas untuk mengetahui serta memahami kesulitan-kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam mencapai tujuan


(17)

2

pembelajaran itu sendiri. Belajar menurut Gagne (Winatapura, 2007) adalah prubahan dalam kemampuan yang bertahan lama. Artinya hasil atau pencapaian dari belajar dapat digunakan dalam waktu yang lama dan terus menerus dan tidak bersifat hafalan sementara. Kesulitan berupa mater haflan juga dirasaan oleh peserta didik. Materi awal pada kelas X semerter gasal adalah sistem periodik unsur yang hampir semua materi masih pamahaman, perkenalan kimia dan menghafal. Sehingga dibutuhkan metode yang menarik dan variatif sehingga peserta didik dengan mudah memahami materi dan menggangap kimia mudah.

Proses pembelajaran kimia memerlukan suatu model yang bervariasi dan menyenangkan. Hal ini dapat diartikan bahwa guru dalam konteks proses pembelajaran yang bertujuan mengatasi kebosanan peserta didik dalam proses belajar peserta didik selalu menunjukan ketekunan, perhatian, keantusiasan, motivasi yang tinggi dan ketersediaan berperan secara aktif. Pembelajaran yang bervariasi juga akan membantu peserta didik pasif menjadi aktif dalam proses pembelajaran yang menyenangkan. Peserta didik perlu dukungan motivasi agar senang dalam melakukan aktivitas belajar. Peran guru sangat penting dalam memberikan motivasi peserta didik, agar proses pembelajaran tercapai dan optimal. Peran guru sangat penting sebagai motivator dalam meningkatkan kegairahan peserta didik dalam kegiatan belajar. Menurut Wijayanti (2008) seorang guru dituntut untuk dapat memilih metode yang tepat dalam mengajar agar peserta didik terhindar dari kebosanan dan tercipta kondisi belajar yang


(18)

3

interaktif, efektif dan efisien. Aspek yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan selain kurikulum, sarana dan prasarana, guru, peserta didik adalah metode. Pada saat melaksanakan proses belajar mengajar diperlukan metode yang tepat agar dapat dicapai tujuan yang telah ditentukan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik adalah bagaimana peserta didik melakukan aktivitas belajar. Suatu proses belajar dikatakan baik bila proses tersebut dapat membangkitkan kegiatan belajar yang efektif. Suatu pembelajaran diperlukan suatu sistem yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar guna meningkatkan prestasi belajar kimia. Salah satu model pembelajaran yang menuntut peran aktif peserta didik adalah aktif adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif menuntut peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok melibatkan peran aktif peserta didik dalam diskusi kelas. Roger dan David Johnson menyebutkan 5 unsur dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) positive interdependence (saling ketergantungan); (2) personal responsibility (tanggung jawab perseorangan); (3) face to face promotive interaction (interaksi positif); (4) interpersonal skill (komunikasi antaranggota); dan (5) group processing (pemrosesan kelompok) (Suprijono, 2011: 59) . Model ini diharapkan tidak hanya melibatkan peserta didik secara individu tetapi juga dapat melibatkan peserta didik secara kelompok sehingga timbul interaksi antar anggota kelompok dan


(19)

4

tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan tanpa menggantungkan pada peserta didik yang pintar atau anggota yang lainnya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut manusia berprestasi dan berkreasi dalam berbagai bidang. Banyak upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan sistem pendidikan. Banyak ahli dan juga instansi pendidikan maupun lembaga-lembaga memberikan sumbangsihnya untuk kemajuan pendidikan. Hal itu dapat dilihat pada berbagai hasil penelitian pendidikan yang dihasilkan, pengembangan kurikulum, peningkatan kompetensi guru, peningkatan sarana dan prasana pendidikan, serta pembaharuan sistem menejemen pendidikan pada pembelajaran yang ada di sekolah. Saat ini banyak guru menggunakan model yang membuat peserta didik merasa bosan mengikuti pembelajaran seperti model ekspositori.

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran kelompok. Pembelajaran ini mempunyai banyak model, yaitu STAD, Jigsaw, Grup Investigation, Think-Pair-Share dan Numbered Heads Together. Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together adalah model yang dikembangangkan oleh Spencer Kagan (Shoimin, 2013: 107) dengan tujuan melibatkan peserta didik dalam berbagai materi yang dibahas dalam sebuah pelajaran dan untuk memeriksa pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran. Pembelajaran ini mengedepankan pada aktivitas peserta didik dalam mencari, mengolah informasi dan melaporkan. Keberhasilan setiap individu menentukan keberhasilan


(20)

5

kelompok karena setiap peserta didik tidak dapat menggantungkan pada peserta didik lain, namun setiap anggota kelompok dapat saling membantu dalam memahami suatu materi demi tercapainya tugas dalam kelompok.

NHT merupakan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan menuntut peserta didik aktif sehingga diharapkan dapat menghilangkan kejenuhan belajar kimia sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar peserta didik. Pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki empat komponen utama yaitu numbering, mengajukan pertanyaan, head together, dan memberikan jawaban (Suprijono: 2011: 92). Dalam pembelajaran dengan model ini setelah peserta didik diberi penjelasan mengenai materi yang bersangkutan, peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok dan diberikan permasalahan.

Ciri utama dari NHT adalah pemberian nomor dan guru memanggil secara acak nomor di setiap kelompok untuk mewakili kelompoknya. Tipe ini juga menumbuhkan tanggung jawab setiap individual terhadap diskusi kelompoknya sehingga memungkikan setiap peserta didik memahami hasil belajar yang lebih baik. Sehubungan dengan ulasan di atas, peneliti menggunakan model Numbered Heads Together karena pada pembelajaraan peserta didik memiliki tanggung jawab yang sama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru, peserta didik bekerja sama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas tersebut. Sehingga timbullah peningkatan motivasi belajar kimia serta peningkatan pada prestasi belajar kimia peserta didik. Berdasarkan hasil


(21)

6

observasi yang dilakukan di SMA Negeri 2 Yogyakarta, motivasi peserta didik masih cenderung rendah. Peserta didik lebih banyak mendengarkan materi dari guru. Model NHT dapat dikombinasikan dengan permainan lain pada saat tahap kompetisi antar kelompok atau turnamen antar kelompok, kelas akan menjadi aktif dan tidak monoton seperti model lain. Peneliti melakukan penelitian mengenai efektivitas pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap motivasi dan prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran kimia peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017.

B. Identifikasi Masalah

1. Penggunaan model ekspositori yang terus menerus pada pembelajaran kimia sehingga pembelajaran menjadi monoton dan peserta didik belajar secara pasif.

2. Pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher centered).

3. Belum banyaknya guru yang memperhatikan interaksi antar peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga menumbuhkan rasa sosial yang mengarah pada kerjasama yang produktif.

4. Belum banyak dikembangkan kondisi pembelajaran yang dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik dengan persaingan yang positif.

5. Metode pembelajaran NHT mempunyai banyak kelebihan namun belum banyak digunakan pada pembelajaran kimia. Kelebihaan model


(22)

7

NHT adalah dapat dikombinasikan dengan permaian lain seprti ular tangga, outdoor games, dan permainan lain.

6. Kurangnya motivasi dalam belajar kimia peserta didik sehingga perlu adanya usaha untuk menumbuhkan motivasi belajar kimia yang dapat mempengaruhi prestasi belajar kimia.

7. Kurangnya variasi model pembelajaran kimia mengakibatkan peserta didik menganggap kimia adalah pelajaran yang sulit dimengerti, banyak rumus dan banyak hafalan.

8. Kurangnya motivasi belajar peserta didik di SMA Negeri 2 Yogyakarta berdasarkan hasil observasi.

C. Pembatasan Masaalah

1. Model pembelajaran yang dipilih adalah kooperatif tipe NHT. Model ini dikatakan efektif jika prestasi belajar dan motivasi belajar peserta didik meningkat secara signifikan.

2. Prestasi belajar peserta didik diungkap dengan menggunakan tes hasil belajar kimia berupa soal objektif dengan materi sistem periodik unsur. 3. Pengetahuan awal yaitu ulangan harian materi struktur atom.

4. Pengukuran motivasi belajar kimia peserta didik dilakukan sebelum dan sesudah proses pembelajaran kimia.

5. Kelas kontrol menggunakan model ekspositori dan tanya jawab.

6. Objek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017.


(23)

8 D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Adakah peningkatan motivasi peserta didik kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang mengikuti proses pembelajaran kimia materi sistem periodik unsur dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ?

2. Adakah perbedaan peningkatan motivasi belajar kimia peserta didik kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang mengikuti proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pembelajaran dengan model ekspositori dan tanya jawab?

3. Adakah perbedaan peningkatan yang signifikan pada prestasi belajar kimia peserta didik kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang mengikuti proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pembelajaran dengan model ekspositori dan tanya jawab?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk melihat ada tidaknya :

1. Peningkatan motivasi belajar kimia peserta didik kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang mengikuti proses pembelajaran kimia materi sistem periodik unsur dengan model pembelajaran kooperatif tipeNHT.


(24)

9

2. Perbedaan peningkatan motivasi belajar kima peserta didik kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang mengikuti proses pembelajaran kimia materi periodik unsur dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pembelajaran dengan model ekspositori dan tanya jawab.

3. Perbedaan peningkatan yang signifikan pada prestasi belajar kimia peserta didik kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang mengikuti proses pembelajaran kimia materi periodik unsur dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pembelajaran dengan model ekspositori dan tanya jawab.

F. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain : 1. Bagi peneliti

a. Memahami kondisi pembelajaran kimia yang sesungguhnya terjadi di kelas.

b. Mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki dalam dunia pendidikan khususnya pembelajaran kimia secara langsung.

c. Mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe NHT bila dibandingkan dengan model ekspositori dan tanya jawab. 2. Bagi sekolah

a. Penerapan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai bahan pertimbangan dalam pengunaan dan pengembangan metode pembelajaran.


(25)

10

b. Penelitian dapat menjadi alternatif pemecahan masalah-masalah pembelajaran yang terkait dengan kendala ruang.

c. Memperbaiki dan meningkatkan kinerja belajar dan kompetensi peserta didik.

3. Bagi Guru

a. Menambah wawasan guru mengenai berbagai pendekatan yang berpusat pada peserta didik (student centered) dan meningkatkan keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

b. Meningkatkan kreativitas guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, salah satunya modle NHT.

c. Mengembangkan proses pembelajaran kimia yang bersifat interaktif bagi peserta didik di sekolah.

d. Menumbuhkan kepekaan guru terhadap kesulitan belajar kimia peserta didik melalui variasi pendekatan dalam proses pembelajaran


(26)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Kimia

Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil

atau tujuan. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Selain itu, terdapat suatu pengertian lain tentang

belajar yaitu suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi

dengan lingkungan. Dibandingkan dengan pengertian pertama, pada prinsipnya pengertian dari belajar memiliki suatu tujuan yaitu perubahan

tingkah laku. Pengertian belajar menurut Hamzah B. Uno (2009: 22) adalah

(1) memodifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman, (2) proses perubahan tingkah laku individu dengan lingkungannya, (3) perubahan

tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan penggunaan dan

penilaian atau mengenai sikap dan nilai-nilai pengetahuan dan kecakapan dasar, yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi dalam

berbagai aspek kehiduan atau pengalaman yang terorganisasi, (4) belajar

selalu menunjukan suatu proses perubahan prilaku atau pribadi seorang berdasarkan praktik atu pengalaman tertentu. Belajar merupakan suatu proses,

suatu kegiatan dan bukan suatu hasul atau tujuan. Secara lebih jauh bahwa

belajar adalah sesuatu proses usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interkasi dengan lingkukannya.


(27)

12

Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yaitu mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan (Hamalik, 2001: 27). Pengertian tersebut menitikberatkan pada belajar bukan hasil tetapi proses dan di dalam proses itulah tercipta serangkaian pengalaman belajar. Hamalik (2008: 27-48) menyebutkan definisi dari mengajar adalah usaha untuk mengorganisasi lingkungan sehingga tercipta suatu suasana belajar bagi peserta didik. Pada pengertian tersebut, proses mengajar menitik beratkan pada unsur peserta didik, lingkungan, dan proses belajar. Dalam hal ini, guru memiliki peran utama di dalam kelas. Rumusan tersebut sejalan dengan tujuan dari pendidikan yaitu mengembangkan atau mengubah tingkah laku peserta didik. Mengajar dan pembelajaran memiliki pengertian yang berbeda berdasarkan peran guru di dalam kelas.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2008: 57). Jadi, kegiatan pembelajaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang saling berhubungan dan memiliki interaksi bolak-balik yang masing-masing komponennya saling menunjang satu sama lain. Pembelajaran yang memiliki interaksi bolak-balik melibatkan peran aktif peserta didik dalam proses pembelajarannya, tidak hanya peran guru.

Pembelajaran dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya diartikan sebagai proses menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi


(28)

13

dimaknai juga sebagai proses mengatur lingkungan supaya peserta didik belajar. Menurut Sanjaya (2006: 91-92) dominasi guru dalam proses pembelajaran dapat menimbulkan kekeliruan yang berdampak negatif pada peserta didik terkait pemahaman materi pelajaran sebagai berikut.

a. Guru tidak berusaha untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik yang berarti guru tidak memahami keadaan peserta didik terkait tingkat pemahaman terhadap materi pembelajaran.

b. Guru tidak pernah mengajak peserta didik untuk berpikir tentang materi yang dipelajari padahal mengajar bukan hanya menyampaikan materi pelajaran tetapi melatih kemampuan peserta didik untuk berpikir, menggunakan strutur kognitifnya secara penuh dan terarah.

c. Guru tidak berusaha memperoleh umpan balik yang berarti guru tidak memahami makna pembelajaran sebagai proses bertujuan yang salah satu tujuannya adalah kemampuan peserta didik menguasai materi pelajaran. d. Guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai pelajaran. Hal ini merupakan kekeliruan yang sangat besar, karena guru seharusnya tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber belajar akan tetapi guru lebih berperan sebagai pengelola pembelajaran.

Pembelajaran dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya diartikan sebagai proses menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi

dimaknai juga sebagai proses mengatur lingkungan supaya peserta didik

belajar. Pembelajaran yang memposisikan peran aktif peserta didik sebagai subjek belajar dapat digunakan untuk mengurangi dominasi guru dalam


(29)

14

pelaksanaan pembelajaran. Proses membelajarkan peserta didik menggunakan

asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan

pendidikan. Pembelajaran kimia pada intinya memiliki makna yang sama dengan mata pelajaran yang lain, akan tetapi berbeda bidang ilmu yang

diajarkan. Ilmu kimia merupakan cabang ilmu pengetahuan alam yang

diajarkan di sekolah menengah pertama dan menengah atas. Sesuai dengan tingkat kesulitan materi pelajaran kimia, maka kimia diajarkan secara lebih

detail di sekolah menengah atas karena disesuaikan dengan perkembangan

intelektual peserta didik. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari gejala khusus yang terjadi ada zat atau sesuatu yang berhubungan dengan zat yaitu

komposisi, struktur dan sifat transformasi, dinamika, dan energitika zat

(Sukarjo, 2009 :1). Mata pelajaran kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang

lebih khusus yaitu memberikan peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang

pendidikan yang lebih tingi serta mengembangkan ilmu dan teknologi.

Menurut Mulyasa (2006: 133–134), mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. membentuk sikap positif terhadap kimia dan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa b. memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan

dapat bekerja sama dengan orang lain

c. memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen,


(30)

15

pengambilan, pengolahan, dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis

d. meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat

e. memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Pembelajaran kimia merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran kimia. Kualitas pembelajaran atau ketercapaian tujuan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Misalnya, strategi belajar mengajar, metode dan pendekatan pembelajaran, serta sumber belajar yang digunakan baik dalam bentuk buku, modul, lembar kerja, media, dan lain-lain.

2. Kondisi Pembelajaran yang Efektif

Pembelajaran merupakan pusat kegiatan belajar mengajar, yang terdiri dari guru dan peserta didik dan bermuara pada pematangan intelektual, kedewasaan emosional, ketinggian spritual, kecakapan hidup, dan keagungan moral (Asmani, 2011: 5). Ada hal-hal yang mempengarui proses pembelajaran akan efektif atau tidak. Mengajar adalah membimbing peserta didik, agar mengalami proses belajar. Pada proses belajar, peserta didik menghendaki hasil belajar yang efektif bagi dirinya.


(31)

16

Untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru harus membantu dengan cara mengajar yang efektif. Di bawah ini beberapa syarat mengajar yang efektif. Mengajar yang efektif adalah mengajar yang dapat membawa belajar peserta didik yang efektif pula. Maka, untuk mengajar yang efektif diperlukan syarat-syarat sebagai berikut (Slameto, 2003: 92):

a. Belajar secara aktif, baik mental maupun fisik. Di dalam belajar, peserta didik harus mengalami aktivitas mental, dan juga aktivitas jasmani.

b. Guru harus menggunakan banyak metode pada saat mengajar. Dengan variasi metode, mengakibatkan penyajian bahan pelajaran lebih menarik perhatian peserta didik, mudah diterima peserta didik, dan suasana kelas menjadi hidup.

c. Motivasi. Hal ini sangat berperan pada kemajuan, perkembangan anak selanjutnya melalui proses belajar mengajar. Bila motivasi guru tepat mengenai sasaran akan meningkatkan kegiatan anak dalam belajar. d. Kurikulum yang baik dan seimbang. Kurikulum sekolah ini juga harus

mampu mengembangkan segala segi kepribadian anak, disamping kebutuhan anak sebagai anggota masyarakat.

e. Guru perlu mempertimbangkan pada perbedaan individual. Guru tidak cukup hanya merencanakan pengajaran klasikal, karena masing-masing anak mempunyai perbedaan dalam beberapa segi, misalnya intellegensi, bakat, tingkah laku, sikap, dll.


(32)

17

f. Guru akan mengajar dengan efektif, bila selalu membuat perencanaan dahulu sebelum mengajar. Dengan persiapan mengajar, guru akan merasa mantap dan lebih percaya diri berdiri didepan kelas untuk melakukan interaksi dengan peserta didik-siswinya.

g. Pengaruh guru yang sugestif perlu diberikan pula kepada anak. Sugesti yang kuat, akan merangsang anak untuk lebih giat lagi dalam belajar. h. Seorang guru harus memiliki keberanian menghadapi peserta

didik-peserta didiknya, berkenaan dengan permasalahan yang timbul pada saat proses belajar mengajar berlangsung.

i. Guru harus mampu menciptakan suasana yang demokratis disekolah. Lingkungan yang saling menghormati, dapat memahami kebutuhan anak, bertenggang-rasa, dll.

j. Pada penyajian bahan pelajaran pada anak, guru perlu memberikan persoalan yang dapat merangsang anak untuk berpikir dan memunculkan reaksinya.

Pembelajaran yang baik cenderung menghasilkan lulusan dengan hasil belajar yang baik pula (Asmani, 2011: 18). Jika selama proses pembelajaran, guru mentransfer ilmunya dengan baik maka, pelajaran dapat diterima dengan baik oleh peserta didik. Peserta didik dapat berperan aktif dan kreatif dalam pembelajaran namun tetap menyenangkan. Menurut Sunhaji kegiatan pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk mentransformasikan bahan pelajaran kepada subyek belajar (Asmani, 2011: 19). Pada konteks ini, umumnya proses belajar mengajar


(33)

18

dikondisikan tidak didominasi oleh gurunya, tetapi guru membantu menciptakan kondisi yang mendukung untuk keperluan pembelajaran sehingga tingkat keberhasilan peserta didik dapat meningkat. Guru hanya membantu sebngai penjabar dan penerjemah bahan tersebut agar sampai ke peserta didik supaya materi dapat dicerna dengan mudah oleh peserta didik dan tercapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

Pengelolan kelas yang benar akan memungkinkan guru mengelola kelas yang efektif. Pembelajaran yang efektif bercirikan (Suprijono, 2011: 58) :

a. Memudahkan peserta didik belajar sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama.

b. Pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai.

3. Model Pembelajaran Kooperatif

Agus Suprijono (2011: 54) menjelaskan pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi


(34)

19

akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keretampilan sosial.

Menurut Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2002: 32) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk hasil yang maksimal ada lima unsur pembelajaran gotong royong, yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Berdasarkan pengertian tersebut pembelajaran yang kooperatif berarti sesama anggota kelompok mempunyai ketergantungan positif satu sama lain, saling kerjasama dan percaya atas tanggung jawabnya dan tidak mengandalkan beberapa anggota kelompok saja. Setiap anggota kelompok mempunyai kesadaran diri akan tanggung jawab masing-masing dengan cara aktif berdiskusi dalam kelompoknya dan berperan aktif dalam diskusi kelompok.

Panitz (Suprijono, 2011: 54) membedakan pembelajaran koopertif dan kolaboratif, pembelajaran kolaboratif didefinisikan sebagai falsafah mengenai tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesama. Peserta didik bertanggung jawab atas beajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan yang dihadapkan kepada mereka. Guru sebagai fasilitator memberikan dukungan. Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kemolpok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan olrh guru. Pengertian tersebut juga sesuai dengan


(35)

20

pendapat Vygotsky dan Chaplin. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial, yaitu penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif. Menurut Chaplin kelompok bukan hanya terdiri dari dua orang saja, tetai dari banyak orang (Suprijono, 2011: 55). Menurut Shaw kelompok adalah “ as two or more people who interact and influnce one another ”(Suprijono, 2011: 57), artinya semua kelompok yaitu anggotanya saling berinteraksi, saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain.

Pembelajaran Kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal asalan. Pengelolan kelas yang benar akan memungkinkan guru mengelola kelas yang efektif. Roger dan David Johnson (Agus Suprijono, 2011: 59) menyebutkan 5 unsur dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) positive interdependence (saling ketergantungan); (2) personal responsibility (tanggung jawab perseorangan); (3) face to face promotive interaction (interaksi positif); (4) interpersonal skill (komunikasi antar anggota); dan (5) group processing (pemrosesan kelompok).

a. Saling Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompoknya. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.


(36)

21

tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompokknya.

Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap kelompok

masing-masing perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya. Hakikat ketergantungan positif ini artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa

diselesaikan manakala ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya,

dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik dari masing-masing anggota

kelompoknya. Menurut Agus Suprijono (2011: 59) ada beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu :

1) Menumbuhkan perasaam peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan. Peserta didik harus bekerja sama untuk dapat mencapai tujuan.

2) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.

3) Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompok hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok. Artinya mereka belum dapat menyelesaikan tugas sebelum mereka menyatukan perolehan tugas mereka menjadi satu.

4) Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung dan berhubungan, saling melengkapi dan saling terikat dengan peserta didik lain dalam kelompok.


(37)

22

Tanggung jawab perseorangan atau tanggung jawab individual ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya, setelah mengikuti kelompok belajar bersama anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas bersama sama. Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggota, maka setiap anggota kelompoknya harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya.

c. Interaksi Promotif (Face To Face Promotive Interaction)

Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan secara luas bagi setiap anggota kelompok untuk bertatap muka, saling memberikan informasi, dan saling membelajarkan. Interaksi tata muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setia anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan memanfaatkan kelebihan masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing anggota. Interaksi promotif sangat penting karena dapat menghasilkan saling ketergantunagn positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah :

1) Saling membantu secara efektif dan efisien.


(38)

23

3) Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien 4) Saling mengingatkan

5) Saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kmampuan terhadap masalah yang dihadapi.

6) Saling percaya

7) Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama. d. Komunikasi Antar Anggota (Interpersonal Skill)

Untuk mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan, peserta didik harus saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan saling mendukung, mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif. Pembelajaran kooperatif melatih peserta didik untuk mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Untuk itu peserta didik perlu dibekali dengan kemampuan-kemampuan berkomunikasi.

e. Pemrosesan Kelompok (Group Processing)

Pemrosesan mengandung arti menilai, melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi urutan atau tahapan kegiatan kelompok. Siapa di antara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan dari pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberi kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Agus Suprijono (2011: 65)


(39)

24

mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 fase utama sebagai berikut.

Tabel 1. Fase Pembelajaran Kooperatif

Fase Prilaku Guru

Fase 1 : Present goals and set Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar

Fase 2 : Present information Menyajikan informasi

Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal

Fase 3 : Organize students into learning teams

Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar

Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien

Fase 4 : Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar

Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya Fase 5 : Test on the materials

Mengevaluasi

Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi

pembelajaran atau kelompok kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6 : Provide recognition Memberikan pengakuan atau penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fase-fase dalam Cooperative Learning adalah: a) peserta didik mendengarkan penjelasan dari guru tentang tujuan pembelajaran dan peserta didik dikondisikan untuk siap menerima pelajaran, b) peserta didik diberi kesempatan untuk mendengarkan sedikit materi pembelajaran dan mempelajarinya sendiri, c) peserta didik dengan bimbingan dari guru membentuk kelompok-kelompok kecil secara heterogen, d) peserta didik mulai bekerja mengerjakan tugas dalam kelompok-kelompok kecil tersebut, e) peserta didik diuji dalam penelitian ini dengan menerapkan


(40)

25

metode NHT, dan f) peserta didik mendapatkan penghargaan atas kerja sama dalam kelompok tersebut.

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)

NHT adalah salah satu dari strategi pembelajaran tipe kooperatif. Model ini dikembangkan oleh Spenser Kagan (Shoimin, 2013: 107). NHT adalah suatu model pembelajaran berkelompok yang setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelomponya, sehingga tidak ada pemisahan antar peserta didik yang satu dengan yang lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang lain (Shoimin, 2013: 108). Model NHT mengacu pada belajar kelompok peserta didik, masing-masing anggota memiliki bagian tugas (pertanyaan) dengan nomor yang berbeda-beda.

Aris Shoimin (2013: 108-109) menjelaskan langkah-langkah dan kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Berikut adalah langkah-langkah penerapan model NHT:

a. Peserta didik dibagi dalam kelompok. Setiap peserta didik dalam kelompok mendapat nomor.

b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya

c. Kelompok mendiskuksikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/ megetahui jawaban dengan baik


(41)

26

d. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dan nomor yang dipanggil keluar dari kelompoknya melaporkan atau menjelaskan hasil kerja sama mereka

e. Tanggapan dengan teman lain, kemudian guru menunjuk nomer lain f. Kesimpulan

Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together(NHT) adalah

a. Setiap peserta didik menjadi siap

b. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh

c. Peserta didik yang pandai dapat mengajari yang kurang pandai

d. Terjadi interaksi secara intens antar peserta didik dalam menjawab soal

e. Tidak ada peserta didik yang mendominasi dalam kelompok karena ada nomor yang membatasi

5. Model Ekspositori

Roy Killen (Sanjaya, 2008: 179) mendifinisikan pengertian strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi pelajaran secara optimal (direct instruction).

Jadi yang dimaksud dengan strategi pembelajaran ekspositori adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai


(42)

27

pedoman bagi perancang pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas strategi pembelajaran ekspositori lebih mengarah kepada tujuannya dan dapat diajarkan atau dicontohkan dalam waktu yang relatif pendek.

Sanjaya (2008: 179) menjelaskan pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pembelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai peserta didik dengan baik. Pembelajaran ekspositori menekankan pada proses bertutur, materi pelajaran diberikan secara langsung dan peran peserta didik adalah menyimak. Secara langsung disini maksudnya adalah proses penyampaian materi dilakukan secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.

Dimyati (2006: 172) menyatakan prilaku mengajar dengan strategi ekspositori juga dinamakan model ekspositori pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara langsung dari seorang guru kepada peserta didik nya dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi pembelajaran secara optimal. Tujuan utama dalam pembelajaran ekspositori adalah “memindahkan” pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada peserta didik (Dimyati, 2006: 172). Materi pembelajaran telah disiapkan, peserta didik tidak dituntut untuk menemukan materi yang akan diajarkan


(43)

28

melainkan hanya menerima. Secara umum terdapat beberapa karakteristik strategi ekpsositori . Penyampaian materi disampaikan secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh karena nya strategi ekspositori juga sering di samakan dengan ekspositori. Materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang pada umumnya telah jadi, seperti data atau fakta data, konsep-konsep tertentu yang dituntut untuk dihafal sehingga tidak menuntut peserta didik untuk berfikir ulang. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi itu sendiri. Artinya setelah proses pembelajaran berakhir peserta didik diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.

Guru sangat dominan memegang peranan dalam pembelajaran ini. Melalui pendekatan ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi yang disampaikan dapat dikuasai peserta didik dengan baik. Fokus utama dalam strategi ini adalah kemampuan akademik peserta didik (academic achievement).

Menurut Dimyati (2006:173) peranan guru dalam strategi pembelajaran ekspositori adalah penyusun program pembelajaran, pemberi informasi yang benar, pemberi fasilitas belajar yang baik. pembimbing peserta didik dalam memperoleh informasi yang benar, penilai pemerolehan informasi. Sementara peranan peserta didik dalam strategi pembelajaran ekspsositori adalah pencari informasi yang benar, pemakai media dan sumber yang benar, menyelesaikan tugas sehubungan dengan penilaian guru.


(44)

29

Prinsip-prinsip pembelajaran dengan model ekspositori yang harus diperhatikan oleh setiap guru antara lain (Wina Sanjaya, 2008:181)

a. Berorientasi pada Tujuan

Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam metode ini, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran, justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan model ini.

b. Prinsip Komunikasi

Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang menunjuk pada proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan). Pesan yang ingin disampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang telah diorganisir dan disusun dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dalam proses komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan peserta didik berfungsi sebagai penerima pesan.

c. Prinsip Kesiapan

Dalam teori belajar koneksionisme, “kesiapan” merupakan salah satu hubelajar.Inti dari hukum ini adalah guru harus terlebih dahulu memosisikan peserta didik dalam keadaan siap baik secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran. Jangan memulai pelajaran, manakala peserta didik belum siap untuk menerimanya.


(45)

30

Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong peserta didik untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya.

Pelaksanaannya model ekspositori memiliki prosedur-prosedur , secara garis besar digambarkan oleh Sanjaya (2008: 185-200) : a. Persiapan (Preparation)

Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan peserta didik untuk menerima pelajaran. Dalam model ekspositori, keberhasilan pelaksanaan pembelajaran sangat bergantung pada langkah persiapan. Tujuan yang ingin dicapai adalah mengajak peserta didik keluar dari kondisi mental yang pasif, membangkitkan motivasi dan minat peserta didik untuk belajar, merangsang dan mengubah rasa ingin tahu peserta didik, menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.

b. Penyajian (Presentation)

Tahap penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan.Hal yang harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh peserta didik. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini diantaranya : Penggunaan bahasa, intonasi suara, Menjaga kontak mata dengan peserta didik, serta menggunakan kemampuan guru untuk menjaga agar suasana kelas tetap hidup dan menyenangkan.


(46)

31

Tahap korelasi adalah langkah yang dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik peserta didik.

d. Menyimpulkan (Generalization)

Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Sebab melalui langkah menyimpulkan, peserta didik dapat mengambil inti sari dari proses penyajian. Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan kepada peserta didik tentang kebenaran suatu paparan. Sehingga peserta didik tidak merasa ragu lagi akan penjelasan guru. Menyimpulkan bisa dilakukan dengan cara mengulang kembali inti- inti materi yang menjadi pokok persoalan, memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang diajarkan, dan membuat maping atau pemetaan keterkaitan antar pokok-pokok materi.

e. Mengaplikasikan (Aplication)

Tahap aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan peserta didik setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori. Sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah diajarkan. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini diantaranya, dengan


(47)

32

membuat tugas yang relevan, serta dengan memberikan tes materi yang telah diajarkan untuk dikerjakan oleh peserta didik.

Model pembelajaran lain yang biasanya digunakan bersamaan dengan model ekspositori adalah metode tanya jawab. Selama proses model ekspositori akan ada oertanyaan yang diajukan peserta didik kepada guru atau dari guru kepada peserta didik. Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan peserta didik (Sudjana, 2010: 78-79). Guru bertanya peserta didik menjawab atau peserta didik bertanya guru menjawab. Dalam komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik secara langsung antara guru. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam metode tanya jawab ini antara lain:

a. Tujuan yang akan dicapai dari metode tanya jawab.

1) Untuk mengetahui sampai sejauh mana materi pelajaran yang telah dikuasai oleh peserta didik.

2) Untuk merangsang peserta didik berfikir.

3) Memberi kesempatan pada peserta didik untuk mengajukan masalah yang belum dipahami.

b. Jenis pertanyaan.

Pada dasarnya ada dua pertanyaan yang perlu diajukan, yakni pertanyaan ingatan dan pertanyaan pikiran:


(48)

33

1) Pertanyaan ingatan, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan sudah tertanam pada peserta didik. Biasanya pertanyaan berpangkal kepada apa, kapan, di mana, berapa, dan yag sejenisnya.

2) Pertanyaan pikiran, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana cara berpikir anak dalam menanggapi suatu persoalan. Biasanya pertanyaan ini dimulai dengan kata mengapa, bagaimana.

c. Tehnik mengajukan pertanyaan

Berhasil tidaknya metode tanya jawab, sangat bergantung kepada teknik guru dalam mengajukan pertanyaan. Hal pokok yang harus diperhatikan adalah:

1) Perumusan pertanyaan harus jelas dan terbatas, sehingga tidak menimbulkan keraguan pada peserta didik.

2) Pertanyaan hendaknya terlebih dahulu diajukan untuk seluruh peserta didik sebelum menunjuk peserta didik (perorangan) untuk menjawabnya.

3) Memberi kesempatan atau waktu bagi kepada peserta didik untuk berpikir.

4) Hargailah pendapat atau pertanyaan dari peserta didik. 5) Distribusi atau pemberian pertanyaan harus merata.


(49)

34

6) Membuat ringkasan hasil dari kegiatan bertanya dalam proses pembelajaran sehingga memperoleh pengetahuan secara sistematik.

Metode tanya jawab biasanya dipergunakan apabila: a. Bermaksud mengulang bahan pelajaran

b. Ingin membangkitkan peserta didik relajar. c. Tidak terlalu banyak peserta didik.

d. Sebagai selingan model ekspositori.

6. Prestasi Belajar

Tujuan pembelajaran dalam ranah kognitif adalah peserta didik mampu memahami satu bahan kajian tertentu dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan yang ditunjukkan dengan perubahan tingkah laku peserta didik salah satunya berupa hasil belajar yang optimal (Mulyati, 2005: 13-14). Proses pembelajaran melibatkan dua subjek, yaitu guru dan peserta didik akan menghasilkan suatu perubahan pada diri peserta didik sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran yang bersifat non-fisik seperti perubahan sikap, pengetahuan, maupun kecakapan (Widoyoko, 2009: 25). Dalam mencapai prestasi belajar tentu dibutuhkan tes prestasi belajar. Tes prestasi belajar bertujuan untuk mengukur prestasi atau hasil yang telah dicapai oleh peserta didik dalam belajar. Gronlund (Azwar, 2007: 18-21) merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukurn prestasi sebagai berikut:


(50)

35

a. Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan tujuan intruksional.

b. Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil belajar dan dari materi yang dicakup oleh program intruksional atau pengajaran.

c. Tes prestasi harus berisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna mengukur hasil belajar yang diinginkan.

d. Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaan hasilnya.

e. Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil ukurnya ditafsirkan dengan hati-hati.

f. Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para anak didik.

7. Motivasi Belajar

Motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya (Uno, 2009: 3). Dalam memenuhi kebutuhannya pada pembelajaran, peserta didik membutuhkan adanya dorongan-dorongan. Beberapa difinisi motivasi erat kaitanyya dengan kebutuhan, banyak teori motivasi yang didasarkan dari asas kebutuhan. Kebutuhan yang membuat seseorang dapat memenuhinya atau mencpai tujuaannya. Proses motivasi dasar (basic motivation process) dapat dideskripsikan dengan (Uno, 2009: 5) Gambar 1.


(51)

36

Gambar 2. Proses Motivasi Dasar (Basic Motivation Process)

Menurut Prastya Indrawan (Suprijono, 2011: 162-163) bahwa dari tiga faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu latar belakang keluarga, kondisi atau konteks sekolah dan motivasi mempunyai kontribusi antara 11 sampai 20 persen terhadap prestasi belajar. Studi yang dilakukan Suciati menyimpulkan bahwa kontribusi motivasi sebesar 36 persen, sedangkan Mc Cleland menunjukan bahwa motivasi berprestasi mempunyai kontribusi sampai 64 persen terhadap prestasi belajar. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada korelasi signifikan antara motivasi dan belajar. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik penguatan

Need desire

Behavior

Goals

Feedback


(52)

37

(motivasi) yang dilandasi tujuan tertentu. Korelasi ini menguatkan urgensitas motivasi belajar.

Oemar Hamalik (2001: 161) membagi motivasi menjadi dua yaitu : (1) motivasi instrinsik dan (2) motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang tercakup di dalam situasi belajar dan menemui kebutuhan dan tujuan-tujuan peserta didik. Motivasi ini sering juga disebut motivasi murni. Motivasi yang sebenarnya yang timbul dalma diri peserta didik sendiri, misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperoleh informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi kehidupan, menyadari sumbangannya terhadap usaha kelompok, keinginan diterima oleh orang lain, dan lain-lainnya. Jadi, motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang hidup dalam diri peserta didik dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional. Dalam hal ini pujian atau sejenisnya tidak diperlukan oleh karena tidak akan menyebabkan peserta didik bekerja atau belajar untuk mendapatkan pujian atau hadiah itu. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, seperti angka kredit, ijazah, tingkatan hadiah, medali, dan hukuman. Motivasi ekstrinsik ini tetap diperlukan sekolah, sebab pengajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat peserta didik atau sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Lagi pula seringkali para peserta didik belum memahami untuk apa ia belajar hal-hal yang diberikan oleh sekolah. Karena itu, motivasi terhadap pelajaran itu perlu dibangkitkan


(53)

38

oleh guru sehingga peserta didik mau dan ingin belajar. Sesuai dengan pendapat Agus Suprijono (2011: 162) dalam pembelajaran kooperatif guru berperan sebagai fasilitator dan motivator.

Menurut Mc. Donald (Hamalik, 2008:159) bahwa: “Motivation is an energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction”. Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Di dalam perumusan ini kita dapat lihat, bahwa ada tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu sebagai berikut:

a. Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi. Perubahan-perubahan dalam motivasi timbul dari perubahan-perubahan tertentu di dalam sistem neuropisiologis dalam manusia. Tapi ada juga perubahan energi yang tidak diketahui;

b. Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan affective arousal. Mula-mula merupakan ketegangan psikologis, lalu merupakan suasana emosi. Suasana emosi ini menimbulkan kelakuan yang bermotif. Perubahan ini mungkin biasa dan mungkin juga tidak, kita hanya dapat melihatnya dalam perbuatan.

c. Motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Pribadi yang bermotivasi mengadakan respon-respon yang tertuju ke arah suatu tujuan. Respon-respon itu berfungsi mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perubahan energi dalam dirinya. Setiap respons merupakan suatu langkah ke arah mencapai tujuan.


(54)

39

Hakikatnya motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah suatu proses, proses yang memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi. Motivasi belajar bertalian erat dengan tujuan belajar. Jika motivasi besar diharapkan tujuan belajar yang akan dicapai juga masksimal. Terkait dengan hal tersebut motivasi mempunyai fungsi (Suprijono, 2011: 163) :

a. Mendorong peserta didik untuk berbuat. Motivasi sebagai pendorong atau motor dari setiap kegiatan belajar.

b. Menentukan arah kegiatan pembelajaran yakni ke arah tujuan belajar yang hendak dicapai. Motivasi belajar memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan pembelajaran. c. Menyeleksi kegiatan pembelajaran, yakni menentukan

kegiatan-kegiatan apa yang harus dikerjakan sesuai guna mencapai tujuan pembelajaran dengan menyeleksi kegiatan-kegiatan yang tidak menunjang bagi pencapaian tujuan tersebut.

Fungsi motivasi dalam belajar dari uraian diatas, jelaslah bahwa motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta mengubah kelakukan. Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi menurut Oemoar Hamalik (2008: 161), yaitu:

a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar.


(55)

40

b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan.

c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Berdasarkan fungsi-sungsi motivasi di atas, dapat dilihat motivasi adalah salah satu faktor peserta didik berkeinginan belajar untuk suatu tujuan yang dicapai. Capat atau lambatnya pencapaian juga tergantung ada motivasi peserta didikmasing-masing. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil, 2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, 3) adanya harapan dan cita-cita masa depan, 4) adanya penghargaan dalam belajar, 5) adanya kegiatan yang menarik dalam pembelajaran, dan 6) adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan seorang peserta didik dapat belajar dengan baik (Uno, 2009 : 23).

Menurut Oemar Hamalik (2001:161) nilai motivasi dalam pengajaran adalah tanggung jawab guru agar pengajaran diberikannya berhasil dengan baik. Keberhasilan ini banyak bergantung pada usaha guru membengkitkan motivasi belajar peserta didik. Secara garis besar motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut :

a. Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya perbuatan belajar peserta didik. Belajar tanpa adanya motivasi kiranya sulit untuk berhasil.


(56)

41

b. Pengajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pengajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada peserta didik. Pengajaran demikian sesuai dengan tuntutan demokrasi dalam pendidikan.

c. Pengajaran yang bermotivasi menuntut kreatifitas dan imajinasi guru untuk berusaha sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan sesuai guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar peserta didik. Guru senantiasa berusaha agar peserta didik memiliki self motivation yang baik.

d. Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan motivasi dalam pengajaran erat pertaliannya dangan pengaturan disiplin kelas. Kegagalan dalam hal ini mengakibatkan timbulnya masalah disiplin didalam kelas.

e. Asas motivasi menjadi salah satu bagian yang integral daripada asas-asas mengajar. Penggunaan motivasi dalam mengajar buku saja melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga menjadi faktor yang menentukan pengajaran yang efektif. Demikian penggunaan asas motivasi adalah sangat essensial dalam proses belajar mengajar.

8. Materi Pokok Pembelajaran

Materi pembelajaran sistem periodik unsur disesuaikan dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dalam Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang ditetapkan pada silabus mata pelajaran kimiasebagai berikut :


(57)

42 a. Kompetensi Inti

KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan b. Kompetensi Dasar

3.4 Menganalisis hubungan konfigurasi elektron dan diagram orbital untuk menentukan letak unsur dalam tabel periodik dan sifat-sifat periodik unsur.

4. 4 Menyajikan hasil analisis hubungan konfigurasi elektron dan diagram orbital untuk menentukan letak unsur dalam tabel periodik dan sifat-sifat periodik unsur.

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT telah banyak dilakukan oleh peneliti, antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Hesti Ratnaningrum pada tahun 2013 berjudul Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Head Together (NHT) Pada Pembelajaran Sayawa Hidrokarbon. Penelitian tersebut merupakan jenis penelitian eksperimen. Data motivasi belajar diperoleh melalui lembar angket, sedangkan data prestasi belajar diperoleh dengan pemberian tes prestasi belajar kimia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan motivasi belajar antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Untuk kelas kontrol, tidak ada perbeaddan signfkan terhadan motivasi belajar peserta didik dengan


(58)

43

model cermah dan tanya jawab. Untuk kelas eksperimen, terdapat perbedaan motivasi belajar kimia yang signifikan sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran dengan model NHT. Selain perbedaan motivasi belajar juga terdapat perbedaan prestasi belajar, yaitu kelas kontrol memiliki rerata test akhir 52,33 sedangkan kelas eksperimen memiliki rerata 60,47 Setelah pengujian secara statistik diperoleh hasil adanya perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Dengan kata lain, dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa pemberian dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) berpengaruh terhadap motivasi dan prestasi belajar peserta didik.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Khusnul Hanifah pada tahun 2009 dengan judul Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Bersama (Numbered Head Together) Pada Materi Kesetimbangan Dalam Larutan Untuk Kelas XI Semester 2 Di SMA Negeri 1 antul Tahun Ajaran 2008/2009. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen. Dalam penelitian ini, diambil 72 peserta didik yang terbagi menjadi dua kelas. Kelas pertama sebagai kelas eksperimen yang diberikan pembelajaran dengan model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT), sedangkan kelas kedua merupakan kelas kontrol yang tidak diberikan pembelajaran dengan model ekspositori adan tanya jawab.. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan motivasi antara kelas kontrol dan


(59)

44

eksperimen keduanya sama sama menunjukan peningatan motivasi setelah mengikuti pembelajaran, hal tersebut dapat dilihat dari analisis uji beda t subjek terdapat perbedaan prestasi belajar, yaitu kelas kontrol memiliki rerata tes akhir 69,595 sedangkan kelas eksperimen memiliki rerata 75,515 Setelah pengujian secara statistik diperoleh hasil adanya perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.

C. Kerangka Berfikir

Keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah perencanaan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Situasi dan kondisi pembelajaran yang dirancang sangat berpangaruh terhadap aktivitas belajar yang dilakukan peserta didik di dalam kelas. Guru sebagai fasilitator dituntut mampu mengelola pembelajaran sehingga berlangsung efektif dan mencapai target yang diharapkan. Oleh karena itu, perencanaan pembelajaran dalam kelas harus dibuat sedemikain sehingga melibatkan peserta didik secara aktif dan memilki motivasi yang tinggi dalam belajar.

Pembaharuan dalam pendidikan selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pembaharuan dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam arti postif yakni perubahan menuju peningkatan kualitas pendidikan. Perubahan yang dilakukan adalah perubahan yang berpusat pada peserta didik. Peserta didik tidak boleh pasif dalam pembelajaran, tetapi harus aktif (bertanya, menyanggah,


(60)

45

memberikan pendapat) sehingga peserta didik lebih memahami konsep yang diajarkan.

NHT merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang menekankan keaktifan peserta didik dalam belajar. Selaitu, aspek kerjasama juga sangat dominan sehingga dapat membantu peserta didik dalam memahami persoalan secara berkelompok. Rasa tanggung jawab yang dibebankan kepada peserta didik akan memberikan dorongan berupa pelakasnaan tugas yang diberikan kepadanya pada kelompok. Numbered NHT ini dilaksanakan dalam lima tahap, yaitu tahap persiapan (apersepsi), tahap diskusi tugas dalam kelompok, tahap kompetisi kelompok, tahap diskusi dengan kelompok lain,dan yang terakhir adalah tahap penghargaan kelompok terbaik. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih mengedepankan aktivitas pada peserta didik dalam mencari, mengolah dan melaporkan informasi berbagai sumber yang pada akhirnya dipresentasikan di depan kelas.

Pokok materi sistem periodik unsur merupakan pokok materi yang memerlukan daya ingat yang tinggi serta dapat menghubungkan setiap aspek dengan logika yang benar. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik mengingat setiap aspek yang ada dengan pemahaman yang penuh dan tidak sekedar menghafal. Pemahaman dapat dicapai dengan melibatkan keaktifan peserta didik dalam belajar, tidak sekedar pemberian informasi dari guru dan peserta didik hanya mendengarkan. Model yang digunakan hendaknya lebih


(61)

46

menekankan pada keaktifan peserta didik dan menyenangkan sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dari dua arah.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam proses pembelajaan diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar peserta didik sehingga terjadi peningkatan pula terhadap prestasi belajar kimia peserta didik. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada materi pokok sistem periodik unsur.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT menyebabkan peserta didik akan dapat berpartisiasi aktif dalam pembelajaran. Peserta didik akan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran kimia dan aktivitas belajar peserta didik juga akan meningkat. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe NHT efektif meningkatkan ptestasi belajar kimia peserta didik.

D. Hipotesis Penlitian

Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Ada peningkatan motivasi belajar peserta didik kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang mengikuti proses pembelajaran kimia materi sistem periodik unsur dengan model pembelajaran kopoeratif tipe Numbered Head Together(NHT).

2. Ada perbedaan peningkatan motivasi belajar peserta didik kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017


(62)

47

yang mengikuti proses pembelajaran kimia materi sistem periodik unsur dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan pembelajaran model ekspositori dan tanya jawab.

3. Ada perbedaan peningkatan yang signifikan pada prestasi belajar peserta didik kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang mengikuti proses pembelajaran kimia materi sistem periodik unsur dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan pembelajaran model ekspositori dan tanya jawab.


(1)

167

HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

Reliability

Case Processing Summary

64

100,0

0

,0

64

100,0

Valid

Excluded

a

Total

Cases

N

%

Listwise deletion based on all

v ariables in the procedure.

a.

Reliabi lity Statisti cs

,887

60

Cronbach's


(2)

168

Item-To tal Statistics

50,4688 53,396 ,565 ,883

50,6563 52,102 ,473 ,883

50,5469 54,823 ,054 ,888

50,4844 53,079 ,580 ,883

50,5000 52,698 ,618 ,882

50,8438 54,229 ,099 ,889

50,6406 54,805 ,036 ,889

50,8281 53,986 ,133 ,889

50,6250 54,810 ,038 ,889

50,5625 51,488 ,714 ,880

50,5469 51,934 ,657 ,881

50,8281 54,049 ,124 ,889

50,6094 54,623 ,073 ,888

50,5625 51,488 ,714 ,880

50,5469 51,934 ,657 ,881

50,5938 50,721 ,800 ,878

50,5469 54,855 ,047 ,888

50,4688 54,951 ,064 ,887

50,4844 54,952 ,052 ,887

50,5000 52,952 ,552 ,883

50,6250 54,397 ,107 ,888

50,4688 53,396 ,565 ,883

50,5469 54,220 ,177 ,887

50,5469 54,474 ,125 ,887

50,6563 51,689 ,542 ,882

50,6563 54,134 ,141 ,888

50,5313 52,126 ,655 ,881

50,5000 52,571 ,652 ,882

50,5469 54,220 ,177 ,887

50,5156 52,571 ,597 ,882

50,5469 51,839 ,677 ,881

50,5313 52,126 ,655 ,881

50,6094 54,655 ,067 ,888

50,5156 54,158 ,221 ,886

50,5781 54,502 ,104 ,888

50,5313 54,856 ,053 ,888

50,4844 53,047 ,589 ,883

50,5156 52,412 ,635 ,882

50,5469 51,395 ,773 ,879

50,5156 54,571 ,125 ,887

50,4844 53,047 ,589 ,883

50,5625 54,440 ,123 ,887

50,6094 54,178 ,150 ,887

50,5156 54,571 ,125 ,887

50,5469 51,395 ,773 ,879

50,6250 54,206 ,139 ,888

50,6563 54,674 ,055 ,889

50,5938 54,721 ,059 ,888

50,6094 54,178 ,150 ,887

50,5000 52,540 ,660 ,882

50,5156 52,190 ,689 ,881

50,5469 54,315 ,157 ,887

50,5313 54,253 ,183 ,886

50,6094 52,147 ,510 ,882

50,5000 54,667 ,115 ,887

50,5156 54,190 ,214 ,886

50,5469 54,061 ,210 ,886

50,5469 54,252 ,171 ,887

50,5781 52,375 ,508 ,882

50,4844 53,047 ,589 ,883

Butir_1 Butir_2 Butir_3 Butir_4 Butir_5 Butir_6 Butir_7 Butir_8 Butir_9 Butir_10 Butir_11 Butir_12 Butir_13 Butir_14 Butir_15 Butir_16 Butir_17 Butir_18 Butir_19 Butir_20 Butir_21 Butir_22 Butir_23 Butir_24 Butir_25 Butir_26 Butir_27 Butir_28 Butir_29 Butir_30 Butir_31 Butir_32 Butir_33 Butir_34 Butir_35 Butir_36 Butir_37 Butir_38 Butir_39 Butir_40 Butir_41 Butir_42 Butir_43 Butir_44 Butir_45 Butir_46 Butir_47 Butir_48 Butir_49 Butir_50 Butir_51 Butir_52 Butir_53 Butir_54 Butir_55 Butir_56 Butir_57 Butir_58 Butir_59 Butir_60

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Tot al Correlation

Cronbach's Alpha if Item


(3)

169

Lampiran 13. Hasil Uji t Sama Subjek

HASIL UJI T TES

KELAS EKSPERIMEN SAMA SUBJEK

T-Test

Group Statistics

32

113,4375

18,84904

3,33207

32

133,6563

15,61143

2,75974

Group

Pret est

Postest

Kelas_Eksperimen

N

Mean

Std. Dev iat ion

Std. Error

Mean

Independent Samples Test

1,349

,250

-4,673

62

,000

-20,21875

4,32653

-28,86736

-11,57014

-4,673

59,921

,000

-20,21875

4,32653

-28,87333

-11,56417

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

Kelas_Eksperimen

F

Sig.

Levene's Test f or

Equality of Variances

t

df

Sig. (2-tailed)

Mean

Dif f erence

Std. Error

Dif f erence

Lower

Upper

95% Confidence

Interv al of the

Dif f erence

t-test for Equality of Means


(4)

170

HASIL UJI T TES

KELAS KONTROL SAMA SUBJEK

T-Test

Lampiran 14.Hasil Uji t Beda Subjek

Group Statistics

32

116,1875

19,07614

3,37222

32

117,5938

16,39603

2,89844

Group

Pret est

Postest

Kelas_Kontrol

N

Mean

Std. Dev iat ion

Std. Error

Mean

Independent Samples Test

1,127

,293

-,316

62

,753

-1,40625

4,44666

-10,29499

7,48249

-,316

60,631

,753

-1,40625

4,44666

-10,29899

7,48649

Equal v ariances

assumed

Equal v ariances

not assumed

Kelas_Kontrol

F

Sig.

Lev ene's Test f or

Equality of Variances

t

df

Sig. (2-tailed)

Mean

Dif f erence

Std. Error

Dif f erence

Lower

Upper

95% Confidence

Interv al of the

Dif f erence

t-test for Equality of Means


(5)

171

HASIL UJI T TES

POSTTEST BEDA SUBJEK

T-Test

Group Statistics

32

133,6563

15,61143

2,75974

32

117,5938

16,39603

2,89844

Group

Eksperimen

Kontrol

Postest

N

Mean

Std. Dev iat ion

Std. Error

Mean

Independent Samples Test

,001

,972

4,013

62

,000

16,06250

4,00213

8,06235

24,06265

4,013

61,852

,000

16,06250

4,00213

8,06197

24,06303

Equal v ariances

assumed

Equal v ariances

not assumed

Postest

F

Sig.

Lev ene's Test f or

Equality of Variances

t

df

Sig. (2-tailed)

Mean

Dif f erence

Std. Error

Dif f erence

Lower

Upper

95% Confidence

Interv al of the

Dif f erence

t-test for Equality of Means


(6)

172

Lampiran 15. Hasil Uji Anakova

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Prestasi_Belajar

4651,666

a

28

166,131

1,863

,041

277580,802

1

277580,802

3113,058

,000

715,970

1

715,970

8,030

,008

2383,851

15

158,923

1,782

,079

1545,544

12

128,795

1,444

,193

3120,831

35

89,167

379201,800

64

7772,498

63

Source

Corrected Model

Intercept

Model_Pembelajaran

Pengendali_Statistik

Model_Pembelajaran *

Pengendali_Statistik

Error

Total

Corrected Total

Ty pe II I Sum

of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

R Squared = , 598 (Adjusted R Squared = ,277)

a.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

AN ANALYSIS ON GRAMMATICAL ERROR IN WRITING MADE BY THE TENTH GRADE OF MULTIMEDIA CLASS IN SMK MUHAMMADIYAH 2 MALANG

26 336 20

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25