EFEKTIVITAS MODEL PENEMUAN TERBIMBING DAN COOPERATIVE LEARNING DITINJAU DARI KREATIVITAS SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS IX SMP SE SUB RAYON 04 KABUPATEN WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010 2011

(1)

commit to user

EFEKTIVITAS MODEL PENEMUAN TERBIMBING DAN COOPERATIVE LEARNING DITINJAU DARI KREATIVITAS SISWA PADA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS IX SMP SE-SUB RAYON 04 KABUPATEN WONOGIRI

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister S-2

Pendidikan Matematika

Diajukan oleh:

YOPPY WAHYU PURNOMO S850809320

PROGAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

LEMBAR PERSETUJUAN

EFEKTIVITAS MODEL PENEMUAN TERBIMBING DAN COOPERATIVE LEARNING DITINJAU DARI KREATIVITAS SISWA PADA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS IX SMP SE-SUB RAYON 04 KABUPATEN WONOGIRI

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Disusun oleh:

YOPPY WAHYU PURNOMO S850809320

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Pada Tanggal:

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan

Pembimbing I: Dr. Mardiyana, M.Si ………

NIP. 19660225 199302 1 002

Pembimbing II: Triyanto, S.Si.,M.Si ……… NIP. 19720508 199802 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Dr. Mardiyana, M.Si NIP. 19660225 199302 1 002


(3)

commit to user LEMBAR PENGESAHAN

EFEKTIVITAS MODEL PENEMUAN TERBIMBING DAN COOPERATIVE LEARNING DITINJAU DARI KREATIVITAS SISWA PADA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS IX SMP SE-SUB RAYON 04 KABUPATEN WONOGIRI

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Disusun oleh:

YOPPY WAHYU PURNOMO S850809320

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal:

JABATAN NAMA TANDA TANGAN

Ketua : Prof. Dr. Budiyono, M.Sc ……… NIP. 19530915 197903 1 003

Sekretaris : Dr. Imam Sujadi, M.Si ……… NIP. 19670915 200604 1 001

Anggota Penguji : 1. Dr. Mardiyana, M.Si ……… NIP. 19660225 199302 1 002

2. Triyanto, S.Si.,M.Si ……… NIP. 19720508 199802 1 001

Mengetahui,

Direktur PPs UNS Ketua Program Studi

Pendidikan Matematika

Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D Dr. Mardiyana, M.Si NIP. 19570820 198503 1 004 NIP. 19660225 199302 1 002


(4)

commit to user PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini, saya: Nama : YOPPY WAHYU PURNOMO

NIM : S850809320

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul “Efektivitas Model Penemuan Terbimbing dan Cooperative Learning Ditinjau dari Kreativitas Siswa pada Pembelajaran Matematika di Kelas IX SMP Se-Sub Rayon 04 Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011” adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Januari 2011

YOPPY WAHYU PURNOMO S850809320


(5)

commit to user MOTTO

· “….Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk, dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada tuhan semesta alam”. (Q.S. Al-An’am / 5:71)

· “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk”. (Al-Baqarah - 45)

· Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza Wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sodaqoh. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat. (HR. Ar-Rabii')

· Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. (HR. Muslim)

· “Perjuangan hidup tak berhenti dengan satu kepuasan yang diterima saat ini saja besok episode baru telah menunggu”. (Penulis)


(6)

commit to user PERSEMBAHAN Karya sederhana ini penulis persembahkan kepada:

· Ayah dan Bunda tercinta (Sugiarto dan Erny), terimakasih tidaklah cukup atas semua yang telah diberikan kepadaku baik itu doa, kasih sayang, atau apapun. Semoga kelak bisa membalasnya dan membanggakan kalian.

· Kakak dan adikku (Sari dan Budi) kalian merupakan semangatku semoga kita dapat membanggakan kedua orang tua kita.

· Wahyu, terimakasih untuk perhatian dan kesabaranmu menerima segala keluh kesahku.

· Sahabat-sahabat seperjuangan (Eka, Aprianto, Pak Edi, Sugiyarto, Bu Melania, Ihbad, dan teman-teman kelas pararel 2), terimakasih untuk semua kisah-kisah dan pengalaman yang kalian berikan padaku.

· Teman-teman guru di SMPN 3 Satu Atap Jatipurno, terimakasih pengalaman dan dukungan kalian.

· Teman-teman guru di SMP Se-Sub Rayon 04 khususnya sanggar 09, terimakasih atas bantuan, pengalaman, dan dukungan kalian.

· Keluarga besarku yang saya jadikan pijakan, terimakasih atas bantuan kalian baik secara langsung atau tidak. Akan saya buktikan saya juga bisa!

· Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.


(7)

commit to user KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, dengan segala rahmat dan karunianya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa salam dan sholawat diberikan kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi ushwatun khasanah bagi kehidupan umat islam. Menyadari bahwa karya di bidang apapun tidak terlepas dari kekurangan, disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Pada kesempatan ini kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D selaku Direktur Pascasarjana yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

2. Dr. Mardiyana, M.Si, selaku Ketua Progam Studi Pendidikan Matematika dan Pembimbing I, yang telah memberikan ijin kepada penulis dalam penulisan tesis ini dan memberikan saran, bimbingan, pengarahan, dan perhatiannya kepada penulis sehingga dapat terselesaikannya tesis ini.

3. Triyanto, S.Si., M.Si selaku Pembimbing II, yang telah memberikan saran, bimbingan, pengarahan, dan perhatiannya sehingga tesis ini dapat selesai. 4. Bapak dan Ibu Dosen pendidikan matematika pasca sarjana UNS yang telah

memberikan ilmu dan pengalamannya kepada kami.

5. Endang Hadiningsih, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMP N 3 Satu Atap Jatipurno yang telah memberikan dukungan dan arahan.


(8)

commit to user

6. Drs. Sulatmin selaku Kepala Sekolah SMP N 2 Girimarto yang telah memberikan ijin dan telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.

7. Kasdi, S.Pd., M.Pd selaku Kepala Sekolah SMP IIS Jatipurno yang telah memberikan ijin dan telah membantu dalam pelaksanaan penelitian

8. Dra. Ninuk Dwi Sutarni selaku Kepala Sekolah SMP N 2 Jatisrono yang telah memberikan ijin dan telah membantu dalam pelaksanaan penelitian

9. Ibunda Erny nurhayati dan Ayahanda Soegiarto tercinta yang memberikan doa, kasih sayang dan segalanya untukku.

10. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa studi ini bukanlah karya yang sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat, baik bagi pembaca maupun diri kami pribadi dan dapat menjadi sumbangan bagi perkembangan ilmu pendidikan.

Wassamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Januari 2011 PENULIS


(9)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….……….i

LEMBAR PERSETUJUAN ………..…….…...ii

LEMBAR PENGESAHAN ….……….……….……...iii

LEMBAR PERNYATAAN ………...………...……….………….iv

MOTTO ………...……….….………v

PERSEMBAHAN ………...……….…………vi

KATA PENGANTAR ……….…………...….………..vii

DAFTAR ISI ……….………...ix

DAFTAR GAMBAR ……….……….………...xi

DAFTAR TABEL .……….………...xii

DAFTAR LAMPIRAN ……….………….xiv

ABSTRAK ……….………...xvi

ABSTRACT ………....xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan ………...………..1

B. Identifikasi Masalah ………...………..7

C. Pemilihan Masalah ………...………..8

D. Pembatasan Masalah ………...………..9

E. Perumusan Masalah ………...………10

F. Tujuan Penelitian ………...………10

G. Manfaat Penelitian ………...………11

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori ………...………...13

B. Penelitian yang Relevan ………...………...37

C. Kerangka Pemikiran ………...………...44


(10)

commit to user BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ………...………...53

B. Tempat dan Waktu Penelitian ………...………...53

C. Subjek Penelitian ………...………...54

D. Teknik Pengumpulan Data ………...………...57

E. Teknik Analisis Data ………...………...67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pengembangan Instrumen ………...………...83

B. Uji Keseimbangan ………...………...86

C. Deskripsi Data ………...………...89

D. Pengujian Prasyarat Analis ………...………...93

E. Hasil pengujian Hipotesis ………...………...95

F. Hasil Uji Komparasi Ganda ………...………...96

G. Pembahasan Hasil Penelitian ………...……….104

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ………...……….113

B. Implikasi Hasil Penelitian ………...……….114

C. Saran-Saran ………...……….115


(11)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Interaksi dalam Kegiatan Pembelajaran Penemuan Terbimbing

…...……….…20


(12)

commit to user DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Peran Guru dan Siswa dalam Model Penemuan

Terbimbing ...19

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif ...26

Tabel 2.3 Langkah-Langkah dalam Model Pembelajaran Konvensional ...30

Tabel 2.4 Aspek dan Indikator Keterampilan Berpikir Kreatif ...32

Tabel 2.5 Perbedaan Variabel yang diteliti ...41

Tabel 3.1 Waktu Penelitian ...54

Tabel 3.2 Pengelompokan SMP Se-Sub Rayon 04 Kab.Wonogiri ...56

Tabel 3.3 Notasi dan Tata Letak Data (Anava Satu Jalan) ...68

Tabel 3.4 Rangkuman Analisis Variansi Satu Jalan ...70

Tabel 3.5 Notasi dan Tata Letak Data (Anava Dua Jalan) ...75

Tabel 3.6 Rataan dan Jumlah Rataan ...75

Tabel 3.7 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ...79

Tabel 4.1 Rangkuman Uji Normalitas (Anava Satu Jalan) ...87

Tabel 4.2 Rangkuman Uji Homogenitas (Anava Satu Jalan) ...88

Tabel 4.3 Rangkuman Analisis Satu Jalan Sel Tak Sama ...88

Tabel 4.4 Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa pada Dua Kelompok Eksperimen dan Satu Kelompok Kontrol ...90 Tabel 4.5 Deskripsi Data Kreativitas Belajar Siswa pada


(13)

commit to user

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ...91

Tabel 4.6 Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika Siswa pada Kelompok Kreativitas Belajar Siswa ...92

Tabel 4.7 Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika Siswa pada Kelompok Hasil Belajar Matematika dan Kreativitas Belajar Siswa ...93

Tabel 4.8 Rangkuman Uji Normalitas (Anava Dua Jalan) ...94

Tabel 4.9 Rangkuman Uji Homogenitas (Anava Dua Jalan) ...95

Tabel 4.10 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ...96

Tabel 4.11 Rerata Marginal dan Rerata Masing-Masing Sel ...97

Tabel 4.12 Rangkuman Komparasi Ganda Rerata Antar Baris ...97

Tabel 4.13 Rangkuman Komparasi Ganda Rerata Antar Kolom ...99

Tabel 4.14 Rangkuman Komparasi Ganda Rerata Antar Sel pada Baris yang Sama ...100

Tabel 4.15 Rangkuman Komparasi Ganda Rerata Antar Sel pada Kolom yang Sama ...102


(14)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Data Siswa untuk Uji Coba Instrumen

(SMPN 2 Jatisrono) …...…...123

Lampiran 2: Data Siswa Kelas Eksperimen Penemuan

Terbimbing …...…...127

Lampiran 3: Data Siswa Kelas Eksperimen Kooperatif …...…...129 Lampiran 4: Data Siswa Kelas Kontrol (Model Konvensional) …...…...131 Lampiran 5: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) …...…...133 Lampiran 6: Modul Bangun Ruang Sisi Lengkung …...…...237

Lampiran 7: Lembar Kerja Siswa …...…...246

Lampiran 8: Kisi-Kisi Soal Tes Hasil Belajar Matematika …...…...273 Lampiran 9: Kunci Jawaban Soal Tes Hasil Belajar Matematika …...…...282 Lampiran 10: Kisi-Kisi Angket Kreativitas Belajar Matematika …...…...287 Lampiran 11: Lembar Validasi Instrumen Tes …...…...294 Lampiran 12: Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran, dan Uji

Reliabilitas Instrumen Tes …...…...296

Lampiran 13: Lembar Validasi Instrumen Angket …...…...318 Lampiran 14: Konsistensi Internal dan Uji Reliabilitas

Instrumen Angket …...…...322

Lampiran 15: Uji Normalitas Untuk Uji Keseimbangan Rataan …...…...350 Lampiran 16: Uji Homogenitas Untuk Uji Keseimbangan


(15)

commit to user

Rataan Eksperimen dan Satu Kelompok Kontrol …...…...359 Lampiran 17: Uji Keseimbangan Rataan (Anava Satu Jalan) …...…...362 Lampiran 18: Data Hasil Angket Siswa Kelompok Penemuan

Terbimbing …...…...366

Lampiran 19: Data Hasil Belajar Siswa Kelompok Penemuan Kelompok Hasil Belajar Matematika dan

Kreativitas Belajar Siswa …...…...368

Lampiran 20: Data Hasil Angket Siswa Kelompok Kooperatif …...…...370 Lampiran 21: Data Hasil Belajar Siswa Kelompok Kooperatif …...…...372 Lampiran 22: Data Hasil Angket Siswa Kelompok Konvensional …...…...374 Lampiran 23: Data Hasil Belajar Siswa Kelompok Konvensional …...…...376

Lampiran 24: Data Induk …...…...378

Lampiran 25: Uji Normalitas …...…...382

Lampiran 26: Uji Homogenitas …...…...400

Lampiran 27: Komputasi Uji Hipotesis Analisis Variansi Dua

Jalan dengan Sel Tak Sama …...…...409

Lampiran 28: Komputasi Uji Hipotesis Pasca Anava

pada Kolom yang Sama …...…...415

Lampiran 29: Tabel Nilai Statistik …...…...428

Lampiran 30: Surat Keterangan Penelitian …...…...434 Lampiran 31: Daftar UN SMP se-Kabupaten Wonogiri …...…...437


(16)

commit to user ABSTRAK

Yoppy Wahyu Purnomo. S850809320. Efektivitas Model Penemuan Terbimbing dan Cooperative Learning Ditinjau dari Kreativitas Siswa pada Pembelajaran Matematika di Kelas IX SMP Se-Sub Rayon 04 Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011. Komisi I Dr. Mardiyana, M.Si dan Komisi II Triyanto, S.Si., M.Si. Tesis. Surakarta: Progam Studi Pendidikan Matematika Progam Pasca Sarjana. Universitas Sebelas Maret, 2011.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui manakah diantara model pembelajaran (penemuan terbimbing, cooperative learning, dan konvensional) yang dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik. (2) Untuk mengetahui manakah dari kategori kreativitas siswa (tinggi, sedang, dan rendah) yang memberikan hasil belajar matematika lebih baik. (3) Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran (penemuan terbimbing, cooperative learning, dan konvensional) dan kreativitas siswa terhadap hasil belajar.

Jenis penelitian ini adalah penelitian ekperimental semu. Populasi penelitian ini yaitu semua Siswa kelas IX SMP Se-Sub Rayon 04 Kabupaten Wonogiri tahun ajaran 2010/2011. Banyak anggota sampel dalam penelitian ini adalah 232 siswa yang terbagi menjadi 2 kelompok eksperimen (penemuan terbimbing dan cooperative learning) dan 1 kelompok kontrol (konvensional). Pengambilan sampel dilakukan secara stratified random sampling dan cluster random sampling. Metode pengumpulan data dengan tes, angket dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan sel tak sama, yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas dengan metode Lilliefors dan uji homogenitas dengan metode Bartlett. Hasil analisis dengan menggunakan taraf signifikansi 5 % dapat disimpulkan bahwa: (1) Terdapat pengaruh model pembelajaran yang diterapkan terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan Fhitung = 48,660 > 3,036 = F0,05;2;223 sehingga H0A ditolak. (2) Terdapat pengaruh kreativitas belajar terhadap hasil belajar. Hal ini dibuktikan dengan Fhitung = 27,592 > 3,036 = F0,05;2;223 sehingga H0B ditolak. (3) Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kreativitas belajar siswa terhadap hasil belajar. Hal ini dibuktikan dengan Fhitung = 6,466 > 2,412 = F0,05;4;223 sehingga H0AB ditolak. Setelah uji komparasi ganda dilakukan dapat disimpulkan: (1) Model penemuan terbimbing dan model

cooperative learning memberikan hasil belajar yang sama tetapi lebih baik daripada model konvensional. (2) Hasil belajar matematika siswa yang memiliki kreativitas yang lebih tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki kreativitas lebih rendah. (3) Hasil belajar pada kategori kreativitas siswa yang tinggi, siswa yang diberikan model pembelajaran penemuan terbimbing lebih baik hasil belajarnya daripada model pembelajaran cooperative learning dan cooperative learning lebih baik hasil belajarnya daripada model konvensional. Sedangkan untuk kategori kreativitas sedang maupun rendah model penemuan terbimbing dan model cooperative learning memberikan hasil belajar yang sama akan tetapi


(17)

commit to user

lebih baik daripada model konvensional. Kecuali itu, hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran penemuan terbimbing, siswa yang memiliki kreativitas tinggi lebih baik hasil belajarnya daripada siswa kreativitas sedang maupun rendah. Sedangkan siswa kreativitas sedang maupun rendah memiliki hasil belajar yang sama. Sedangkan hasil belajar siswa dengan model cooperative learning dan konvensional, siswa kreativitas tinggi, sedang maupun rendah memiliki hasil belajar yang sama.

Kata kunci: Model Penemuan Terbimbing, Cooperative Learning Model, Model Konvensional, Kreativitas, Hasil Belajar Matematika.


(18)

commit to user ABSTRACT

Yoppy Wahyu Purnomo. S850809320. Effectiveness of the Guided Discovery and Cooperative Learning Model Observed from Student Creativity at Mathematic Learning for Junior High School Grade IX in District Area 04 Sub-Provinces Wonogiri in the Academic Year 2010/2011. The First Commission Dr. Mardiyana, M.Si and The Second Commission Triyanto, S.Si., M.Si. Thesis. Postgraduate Progam in Mathematics Education. Sebelas Maret University. Surakarta. 2011.

The purposes of this research were: (1) to know was which between study model (guided discovery, cooperative learning, and conventional) can give better mathematics learning result. (2) to know was which from student creativity category (low, medium, and high) can give better mathematics learning result. (3) to know interaction between study models (guided discovery, cooperative learning, and conventional) and student creativity to result of learning.

This research was a quasi experimental study. The population of the research was all of the students in Junior High School grade 9 in district area 04 sub-provinces Wonogiri in the Academic Year 2010/2011. The sample of this research was 232 students that divided into 2 experiment groups (guided discovery and cooperative learning) and 1 control group (conventional). This research used stratified random sampling and cluster random sampling. The method of data collection used in the research was a documentation method, enquette method, and test method. The technique of data analyzed was two-ways analyzed of variance with unequal cell sizes. The normality conditions was checked by Lilliefors Method, while the homogeneity of variances was tested by the Bartlett Method.

Result of analysis by using 5% level of significance concluded that: (1) There was study model influence applied to result of student learning. This thing is proved with Fobs = 48.660 > 3.036 = F0.05;2;223 so that H0A is refused. ( 2) There was learning creativity influence to result of learning. This thing is proved with Fobs = 27.592 > 3.036 = F0,05;2;223 so that H0B is refused. ( 3) There was interaction between study models and student learning creativity to result of learning. This thing is proved with Fobs = 6.466 > 2.412 = F0.05;4;223 so that HOAB is refused. After double comparation test had been done is inferential: (1) Guided discovery model and cooperative learning model to give the same learning result but better than conventional model. (2) Result of student mathematics learning having higher level creativity is better than student having lower creativity. (3) Result of learning at high student creativity category, student given guided discovery model is better than cooperative learning and cooperative learning better than conventional model. While for categorizing low and also medium creativity, guided discovery model and cooperative learning model to give the same learning result however better than conventional model. Except that, result of student learning hit by guided discovery model, student having better high creativity


(19)

commit to user

better than low and also medium creativity students. While low and also medium creativity student has the same learning result. While result of learning student with model cooperative learning and conventional, student with low, medium, and high creativity has the same learning result.

Keywords: Guided Discovery Model, Cooperative Learning Model, Conventional Model, Creativity, Result of Mathematics Learning.


(20)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menuntut seseorang untuk dapat memahami informasi dan pengetahuan. Dengan demikian, diperlukan suatu kemampuan memperoleh, memilih, dan mengolah informasi. Kemampuan-kemampuan tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Salah satu program pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, analitis, sistematis, logis, dan kreatif antara lain matematika, sehingga dari peranan yang sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) upaya pembaharuan pendidikan matematika harus selalu dilakukan.

Nurhadi dan Agus Gerrard Senduk (2003:1) menyatakan bahwa konteks pembaharuan pendidikan ada tiga isu utama yang perlu disoroti yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan efektivitas metode pembelajaran. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan sehingga secara mikro harus ditemukan strategi, pendekatan, atau metode pembelajaran efektif yang lebih memberdayakan potensi siswa sehingga model pembelajaran dapat mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan.


(21)

commit to user

assesment masih terdapat banyak kekurangan, baik dari segi proses maupun hasil yang dicapai.

Hasil survey dari Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang disampaikan di Jakarta akhir tahun 2006 menyebutkan, prestasi Matematika siswa di Indonesia cukup rendah, yaitu dengan indeks 411. Jadi, jauh tertinggal dari Malaysia (508) dan Singapura (605). Hasil penelitian tim Programme of International Student Assessment (PISA) tahun 2001 menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-9 dari 41 negara pada kategori literatur matematika.(http://www.topix.com/forum/world/malaysia/TPKMP1F3 80BEBFJGS, tanggal 09 Mei 2010 pukul 11.40).

Lebih lanjut, mengacu angka kelulusan Ujian Nasional (UN) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun 2010 turun cukup signifikan dibanding UN 2009, yaitu dari 95,05 persen menjadi 90,27 persen. Atas dasar itu, jumlah siswa yang akan ikut UN ulang SMP pada 17-20 Mei mendatang sebanyak 350.798 dari total 3.605.163 peserta. "Faktor penyebab turunnya angka kelulusan UN SMP boleh dibilang sangat beragam dan terkait satu sama lain," kata Mendiknas Muhammad Nuh kepada pers di Jakarta, Kamis, tentang rencana pengumuman kelulusan UN SMP pada 7 Mei secara serentak di seluruh Indonesia.

(

http://blog.unila.ac.id/andika/files/2010/05/KELULUSAN-Hasil-UN-Tingkat-SMP-juga-JEBLOK1.docx, tanggal 29 Juli 2010 pukul 19.40).

Sejalan dengan hasil tersebut dalam ruang lingkup yang lebih sempit tepatnya di Kabupaten Wonogiri. Menurut Pusat Penilaian Pendidikan (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2009) hasil Ujian Nasional SMP di Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2008/2009 dengan jumlah sekolah 73 dan jumlah peserta 11091 yang tidak lulus Ujian Nasional sebanyak 124 siswa (1,929%) dengan distribusi nilai siswa pada pelajaran matematika dibawah nilai 6 sebanyak 1447 siswa dengan nilai terendah 1,25.

Beberapa data di atas mengindikasikan bahwa hasil dari proses pembelajaran yang dilakukan kurang memuaskan. Hal ini menjadi diskusi dan


(22)

commit to user

musyawarah rekan teman sejawat guru matematika SMP pada forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Matematika sanggar 09 Sub Rayon 04 Kabupaten Wonogiri, daya serap siswa pada pelajaran matematika banyak yang mengeluhkan miskonsepsi dan hasil belajar yang kurang memuaskan terutama materi yang menyangkut geometri.

Menurut pemaparan sebagian besar guru, materi yang menyangkut geometri kebanyakan anak mengalami kesulitan mengerjakan soal, sering salah konsep, dan hanya menghafal rumus-rumusnya saja. Kecuali itu, hasil ulangan siswa yang menyangkut geometri terutama Bangun Ruang Sisi Lengkung, Teorema Phytagoras, dan Garis Singgung Lingkaran memperoleh hasil yang tidak memuaskan. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa akantetapi dari pemaparan sebagian besar guru dapat ditarik kesimpulan bahwa guru-guru menggunakan model pembelajaran yang terpusat pada penyampaian informasi dengan memindahkan pengetahuannya kepada murid yaitu dengan diawali membahas PR, menyampaikan tujuan materi pelajaran, dan memotivasi siswa, inti pelajaran menyampaikan materi dengan ceramah, tanya-jawab, dan latihan individu, sedangkan penutup dengan tugas atau Pekerjaan Rumah.

Salah satu faktor penyebab kualitas pendidikan matematika di Indonesia rendah, antara lain pandangan yang keliru terhadap peran guru-guru. Pada umumnya guru banyak mendominasi jalannya proses pembelajaran matematika di sekolah, selain itu murid hanya bersifat pasif dalam proses


(23)

commit to user pembelajaran.

Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahui”nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan jangka panjang. Pada umumnya, konsep matematika merupakan relasi (hubungan) antara materi satu dengan materi yang lain. Pengetahuan yang dimiliki siswa merupakan pengalaman yang dijalaninya selama proses belajar. Sehingga guru harus optimal dalam proses pembelajaran serta dapat memberikan informasi atau pengalaman dengan konsep yang betul.

Kontruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun atau terbangun didalam pikiran siswa sendiri ketika berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman barunya berdasarkan kerangka kognitif yang sudah ada didalam pikiran siswa, seperti dinyatakan Prince dan Felder (2006: 3-4):

“An alternative model, constructivism, holds that whether or not there is an objective reality (different constructivist theories take opposing views on that issue), individuals actively construct and reconstruct their own reality in an effort to make sense of their experience. New information is filtered through mental structures (schemata) that incorporate the student’s prior knowledge, beliefs, preconceptions and misconceptions, prejudices, and fears”.

Sejalan dengan hal tersebut di atas Liu & Chen (2010: 63) menyatakan:

”Constructivism is a theory about how we learn and thinking process, rather than about how student can memorize and recite a quantity of


(24)

commit to user

information…Therefore, constructivism means that learning involves constructing, creating, inventing, and developing one’s own knowledge and meaning”.

Dengan demikian pengetahuan tidak dapat dipindahkan dengan begitu saja dari otak seorang guru ke otak siswanya. Setiap siswa harus membangun pengetahuan itu di dalam otaknya sendiri-sendiri.

Terdapat dua pandangan yang berbeda dalam konstruktivisme, yaitu

cognitive constructivism dan social constructivism. Piaget dalam Powell & Kalina (2009:242) menjelaskan bahwa fokus utama dari cognitive constructivism yaitu pengetahuan dipelajari dari individu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dari pengalaman yang dimilikinya sebagai salah satu contoh model pembelajarannya antara lain discovery learning, berlawanan dengan hal tersebut Lev Vygotsky dalam Powell & Kalina (2009:243) menjelaskan bahwa fokus utama dari social constructivism

yaitu pengetahuan dibangun dan diperoleh dari proses interaksi sosial sebagai salah satu contoh model pembelajarannya yaitu cooperative learning. Hal ini sejalan apa yang dikemukakan Marpaung (2005: 4-5) bahwa Piaget lebih menekankan aktivitas individu daripada aktivitas sosial. Sedangkan Vygotsky mengkritik pandangan Piaget bahwa belajar adalah aktivitas sosial.

Kontruktivisme seperti yang dinyatakan di atas bahwa pengetahuan akan tersusun atau terbangun didalam pikiran siswa sendiri ketika berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman barunya berdasarkan kerangka kognitif yang sudah ada didalam pikiran siswa, siswa diberi kebebasan dalam mencoba


(25)

commit to user

(trial and error), berimajinasi, berintuisi, dan berkolaborasi untuk memperoleh pengetahuan, dari sinilah kreativitas dibutuhkan untuk membantu siswa dalam proses tersebut.

Kesulitan dalam mengerjakan soal-soal matematika merupakan sesuatu yang banyak dijumpai dalam pembelajaran matematika terlebih dengan soal yang bervariasi. Suatu saat siswa dihadapkan pada sebuah masalah yang menuntut kreativitas berpikir dalam menyelesaikan soal tetapi siswa tersebut tidak mampu menyelesaikan karena hanya berkutat pada satu jalan keluar. Hal ini menunjukkan kreativitas dalam menyelesaikan soal sangat penting untuk mencari alternatif jawaban dari permasalahan yang muncul. Sehingga guru selain memberikan pengetahuan atau pengalaman dengan konsep yang betul tetapi juga harus dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Kreativitas merupakan kemampuan individu untuk mempergunakan imaginasi dan berbagai kemungkinan yang diperoleh dari interaksi dengan ide atau gagasan, orang lain dan lingkungan untuk membuat koneksi dan hasil yang baru serta bermakna (Depdiknas, 2008:4). Hal ini sejalan dengan Bruner (Suherman, 2003:43) bahwa belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal yang baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Ausubel menambahkan bahwa belajar akan bermakna jika peserta didik mencoba menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sebelumnya (Suherman, 2003:32).


(26)

commit to user

bukan obyek sehingga murid aktif, guru aktif. Disamping itu, siswa ikut berpartisipasi, mencoba dan melakukan sendiri apa yang sedang dipelajari. Dalam pembelajaran aktif, fungsi guru adalah menciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan siswa berkembang secara optimal dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan dan mengaitkan antar konsep berdasarkan pengalaman yang telah didapat. Pembelajaran aktif juga mengharuskan siswa berpikir kreatif sehingga pembelajaran dapat secara lancar diterapkan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti dapat menyimpulkan dan mengindentifikasi masalah-masalah yang timbul dalam penelitian ini, antara lain:

1. Ada kemungkinan rendahnya hasil belajar matematika karena kurang tepatnya model mengajar guru yang masih bersifat teacher center sehingga potensi anak ”terpasung” dan kurang kreatif. Untuk menjawab hal ini dapat dilakukan penelitian yang membandingkan suatu model pembelajaran yang cocok sehingga hasil belajar matematika siswa meningkat. Dapat diteliti pula penelitian untuk membandingkan model pembelajaran yang cocok untuk masing-masing kategori kreativitas siswa. 2. Ada kemungkinan rendahnya hasil belajar matematika karena guru tidak


(27)

commit to user

dilakukan penelitian yang membandingkan pembelajaran dengan berbagai media. Dapat diteliti pula apakah berbagai media tersebut cocok untuk berbagai karakteristik siswa.

3. Ada kemungkinan rendahnya hasil belajar matematika karena lingkungan yang kurang kondusif. Untuk menjawab hal ini dapat dilakukan penelitian yang membandingkan pembelajaran dengan berbagai lingkungan yang berbeda-beda. Dapat diteliti pula apakah berbagai tempat (lingkungan) tersebut cocok untuk berbagai karakteristik siswa.

4. Ada kemungkinan kreativitas siswa tidak diperhatikan dalam proses pembelajaran sehingga penyelesaian masalah matematika oleh siswa hanya berkutat pada satu jalan keluar, dari permasalahan tersebut ada kemungkinan mengakibatkan hasil belajar matematika rendah. Untuk menjawab hal ini dapat dilakukan penelitian untuk membandingkan kategori kreativitas siswa yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar matematika. Dapat diteliti pula penelitian untuk membandingkan kategori kreativitas untuk masing-masing model pembelajaran yang diterapkan terhadap hasil belajar matematika.

C. Pemilihan Masalah

Pemilihan masalah dari keempat masalah yang diidentifikasi di atas, peneliti ingin melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan pertama dan keempat, yaitu terkait dengan “efektivitas” model pembelajaran terhadap


(28)

commit to user hasil belajar ditinjau dari kreativitas siswa.

Alasan dipilihnya masalah tersebut adalah sebagian besar waktu dalam kegiatan belajar mengajar guru selalu mendominasi pembelajaran dan kurang mengembangkan potensi siswa sehingga siswa kurang berpikir aktif dan kreatif serta hanya mampu memberikan pengetahuan yang bersifat mengingat jangka pendek yang memungkinkan berpengaruh pada hasil belajar matematika. Sehingga bagaimana guru dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan memperhatikan model yang diterapkan dan kreativitas yang dimiliki siswa.

D. Pembatasan Masalah

Mengingat permasalahan yang cukup luas dan supaya penelitian berjalan efektif dan efisien maka diperlukan pembatasan masalah yang antara lain:

1. Kata “efektivitas” dalam penelitian ini yaitu hasil belajar matematika yang mengalami peningkatan dari keadaan sebelumnya.

2. Penelitian dilakukan di kelas IX SMP yang berada di Wilayah Sub-Rayon 04 Kabupaten Wonogiri.

3. Hasil belajar dibatasi pada Kompetensi Dasar (KD) materi yang diajarkan yaitu Bangun Ruang Sisi Lengkung.


(29)

commit to user E. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Diantara model pembelajaran (penemuan terbimbing, cooperative, dan konvensional), manakah yang dapat memberikan hasil belajar yang paling baik?

2. Diantara kategori kreativitas siswa, manakah yang memberikan hasil belajar matematika paling baik?

3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran (penemuan terbimbing, cooperative, dan konvensional) dan kreativitas siswa terhadap hasil belajar?

F. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui manakah diantara model pembelajaran (penemuan terbimbing, cooperative, dan konvensional) yang dapat memberikan hasil belajar yang paling baik.

2. Untuk mengetahui manakah dari kategori kreativitas siswa tinggi, sedang dan rendah yang memberikan hasil belajar matematika paling baik.

3. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran (penemuan terbimbing, cooperative, dan konvensional) dan kreativitas siswa terhadap


(30)

commit to user hasil belajar.

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini penulis sebagai peneliti berharap semoga hasil penelitian dapat memberikan manfaat pada pendidikan umumnya dan pembelajaran matematika khususnya. Manfaat tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:

a. Sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui perbandingan model pembelajaran khususnya untuk materi Bangun Ruang Sisi Lengkung.

b. Sebagai pijakan untuk mengembangkan penelitian-penelitian yang menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing dan

cooperative learning.

c. Bagi siswa agar dapat meningkatkan hasil belajar matematika. 2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut: a. Bagi penulis, dapat memperoleh pengalaman langsung dalam

menerapkan pembelajaran matematika melalui model penemuan terbimbing dan cooperative learning.


(31)

commit to user

b. Bagi guru, dapat digunakan sebagai bahan masukan khususnya bagi guru SMP kelas IX tentang suatu alternatif pembelajaran matematika dengan model penemuan terbimbing dan cooperative learning.

c. Bagi siswa, diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung serta mengenal adanya kebebasan dalam belajar matematika secara aktif, kreatif, dan menyenangkan melalui model penemuan terbimbing dan


(32)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A.Kajian Teori

1. Belajar dan Pembelajaran

Menurut Bruner dalam Suherman (2003:43) belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal yang baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Sedangkan Gagne dalam Slameto (2003:13) memberikan dua definisi yaitu:

a. Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku,

b. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.

Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses pembelajaran terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap yang macamnya dan urutannya adalah sebagai berikut:

a. Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi yang nyata.

b. Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk bayangan visual,


(33)

commit to user

gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret yang terdapat pada tahap enaktif.

c. Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentasikan dengan simbol-simbol, baik simbol-simbol verbal, lambang matematika maupun lambang-lambang abstrak yang lain.

(Bruner dalam Suherman, 2003: 44) Prinsip-prinsip belajar menurut Slameto (2003:27-28) antara lain: a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

1) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional,

2) Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional

3) Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuan dan belajar dengan efektif

4) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya b. Sesuai hakikat belajar

1) Belajar itu proses kontinu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya.


(34)

commit to user

3) Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan.

c. Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari

1) Belajar bersifat keseluruhan dan materi harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.

2) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.

d. Syarat keberhasilan belajar

1) Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang.

2) Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/ketrampilan/sikap itu mendalam pada siswa.

Sedangkan pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada siswanya yang didalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa tentang matematika yang beragam agar terjadi interaksi yang optimal antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika tersebut (Amin Suyitno, 2004:2).


(35)

commit to user

Berdasarkan definisi beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif seseorang untuk menerima atau menemukan informasi diluar informasi yang dia miliki. Sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi seseorang dengan sumber ilmu yang memungkinkan dirinya belajar untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)

Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi pembelajaran, metode pembelajaran, atau prinsip pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode tertentu, yaitu rasional teoritik yang logis, tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil, dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Mohammad Asikin, 2001: 3).

Metode dapat menjadi model jika memenuhi empat unsur yang dikemukakan Joyce dan Weil (1986: 14-15), bahwa setiap model belajar mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut: a. Sintak (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang

menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata (Joyce dan Weil, 1986:14). Contohnya, bagaimana kegiatan pendahuluan pada proses pembelajaran dilakukan? Apa yang akan terjadi berikutnya?


(36)

commit to user

b. Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada satu model dengan model lainnya. Pada satu model, guru berperan sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan.

c. Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang dilakukan siswanya. Pada satu model, guru memberi ganjaran atas sesuatu yang sudah dilakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap tidak memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk hal-hal yang berkait dengan kreativitas.

d. Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana, bahan, dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.

Menurut Rachmadi Widdiharto (2004:4) mendefinisikan model penemuan terbimbing dengan model pembelajaran dari sebagian banyak model pembelajaran dimana menempatkan guru sebagai fasilitator, membimbing siswa jika diperlukan dan siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri dengan memanfaatkan pengalamannya sehingga dapat “menemukan” prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang disediakan oleh guru. Seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.


(37)

commit to user

Menurut Bruner dalam Prince dan Felder (2006:132) belajar dengan penemuan adalah satu pendekatan yang berbasis pemeriksaan dimana para siswa diberi suatu pertanyaan untuk menjawab, suatu masalah untuk dipecahkan, atau pengamatan-pengamatan untuk menjelaskan, dan mengarahkan dirinya sendiri untuk melengkapi tugas-tugas mereka yang ditugaskan dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang sesuai dari hasil-hasil, "menemukan" pengetahuan konseptual dan berdasar fakta yang diinginkan di dalam proses.

Model penemuan memungkinkan siswa aktif, guru aktif. Guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing dimana siswa mengalami kesulitan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Metzler dalam Thomas (2007:15):

Explained that in discovery-learning: the teacher’s main function is to stimulate thinking, which leads to development in the psychomotor domain; questions become the most prominent discourse; the teacher is seen as the facilitator of student learning who prompts students with carefully thought-out questions to promote student exploration and creativity”.

Prince dan Felder (2006:123) mengemukakan bahwa model penemuan terbimbing merupakan salah satu model mengajar secara

inductive, sedangkan inductive teaching bertolak belakang pada teori kontruktivisme, sehingga model penemuan terbimbing merupakan aplikasi dari kontruktivisme. Lebih lanjut, Prince dan Felder (2006:123) berpendapat bahwa pengajaran yang induktif meliputi inquiry leaning, pembelajaran


(38)

commit to user

berbasis masalah, project base learning, case based teaching, pembelajaran penemuan, dan just-in-time teaching”.

Berdasarkan definisi beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran penemuan terbimbing adalah model pembelajaran yang terpusat pada siswa yang dimana siswa dihadapkan kepada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan, terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error), yang menghendaki guru sebagai penunjuk jalan dalam membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep, dan ketrampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru.

Secara sederhana, peran guru dan siswa dalam model penemuan terbimbing ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Peran Guru dan Siswa dalam Model Penemuan Terbimbing Penemuan Terbimbing Peran Guru Peran Siswa

Sedikit bimbingan ·Menyatakan persoalan

·Menemukan pemecahan Banyak Bimbingan ·Menyatakan

persoalan ·Memberikan

bimbingan

·Mengikuti petunjuk ·Menemukan

penyelesaian

(Rachmadi Widdiharto, 2004:5) Biknell-Holmes & Hoffman dalam Castronova (2002:2) menjelaskan tiga ciri utama belajar menemukan antara lain:

a. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan.


(39)

commit to user b. Berpusat pada siswa.

c. Kegiatannya untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengatahuan yang sudah ada.

Model penemuan terbimbing lebih menekankan pada adanya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Interaksi tersebut dapat juga terjadi antara siswa dengan siswa (S – S), siswa dengan bahan ajar (S – B), siswa dengan guru (S – G), siswa dengan bahan ajar dan siswa (S – B – S) dan siswa dengan bahan ajar dan guru (S – B – G). Interaksi yang mungkin terjadi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Interaksi dalam Kegiatan Pembelajaran Penemuan Terbimbing. (Markaban, 2008:12) Langkah–langkah dalam Penemuan Terbimbing dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah. b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan


(40)

commit to user

guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.

c. Siswa menyusun perkiraan dari hasil analisis yang dilakukannya.

d. Bila dipandang perlu, perkiraan (konjektur) yang telah dibuat siswa tersebut di atas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai (guru memberikan penegasan).

e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya.

f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.

(Markaban, 2008:17-18) Menurut Marzano dalam Markaban (2008:18) kelebihan model penemuan terbimbing antara lain:

a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan). c. Mendukung kemampuan problemsolving siswa.

d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru. e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi


(41)

commit to user

dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya.

Sementara itu kekurangannya adalah sebagai berikut: a. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.

b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Beberapa siswa masih terbiasa dengan metode ceramah.

c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model penemuan terbimbing.

(Markaban, 2008:18-19)

3. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Woods dan Chen (2010: 1) menyatakan “cooperative learning is an instructional in which students work together toward a common goal”. Hal ini sejalan dengan pendapat Ozkan (2010:505) bahwa pembelajaran kooperatif adalah “a learning approach in which students in small mixed groups try to achieve the aim of the groups at a classroom environment and

help each other to learn, and which the groups success is awarded”. Sehingga pembelajaran kooperatif merupakan proses pembelajaran dimana siswa-siswa bergabung dalam kelompok kecil dan masing-masing siswa belajar satu sama lain sehingga kelompoknya dapat meraih keberhasilan.


(42)

commit to user

kecil antara 4 sampai 6 siswa untuk mencapai tujuan bersama seperti yang dinyatakan Slavin dalam Ozkan (2010:504) “cooperative learning covers learning methods in which students work in small groups (generally 4 - 6

students)”. Lebih lanjut Johnson & Johnson (1994:1) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran ini siswa berada dalam satu meja untuk bekerja sama, tetapi bebas berbicara satu samalain untuk mendiskusikan pekerjaannya.

Penjelasan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran dengan kelompok-kelompok kecil (4-6 siswa) yang memungkinkan siswa berdiskusi, berinteraksi, memecahkan masalah, dan melaksanakan kewajibannya dalam kelompok sesuai tugasnya masing-masing untuk mencapai tujuan bersama.

Terdapat lima kondisi yang mendukung terciptanya pembelajaran kooperatif, antara lain:

a. Bebas berdiskusi dan berpendapat dalam kelompok. b. Interaksi dengan bertatap muka satu sama lain.

c. Bertanggung jawab baik secara individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan kelompok

d. Seringnya penggunaan dari relevan hubungan antar pribadi (interpersonal) dan small-group skill.


(43)

commit to user kelompok.

(Johnson & Johnson, 1994: 1) Kondisi di atas sejalan dengan pendapat Rachmadi Widdiharto, (2004:13-14) yaitu antara lain sebagai berikut:

a. Setiap anggota dalam kelompok harus merasa sebagai bagian dari tim dalam tujuan bersama.

b. Setiap anggota dalam kelompok harus merasa masalah yang mereka pecahkan merupakan masalah kelompok. Berhasil atau gagal merupakan keberhasilan atau kegagalan kelompok.

c. Untuk pencapaian tujuan kelompok harus bicara atau diskusi satu sama lain.

d. Harus jelas bahwa setiap kerja individu dalam kelompok mempunyai efek langsung terhadap keberhasilan kelompok.

Menurut Kasturiarachi (2004:55) menyatakan terdapat tiga aspek inti pembelajaran kooperatif sehingga sukses dalam penerapannya pada pembelajaran matematika, antara lain:

a. Formatted interactive lecture leaves: mengadopsi pembelajaran aktif untuk lingkungan belajar yang interaktif.

b. Student projects: membuat proyek-proyek tugas pada masing-masing kelompok siswa.

c. Program for Excellent in Mathematics: yang didasarkan pada pembelajaran kolaboratif untuk memotivasi siswa untuk bekerja lebih


(44)

commit to user baik.

Menurut Anderson, Mitchell, dan Osgood (2005:388) terdapat tujuh prinsip pembelajaran kooperatif antara lain:

a. Belajar dengan memahami pengetahuan baru dan pengetahuan baru akan terbentuk dari unsur atau prinsip kedisiplinan.

b. Pelajar menggunakan apa yang mereka ketahui untuk membangun dan memahami pengetahuan baru.

c. Belajar adalah alat atau strategi metakognitif yang meliputi mengidentifikasi, memonitor, dan mengatur proses-proses dari teori. d. Pelajar mempunyai strategi berbeda, pendekatan, pola-pola dari

kemampuan-kemampuan, dan gaya-gaya yang merupakan suatu fungsi interaksi antara mereka dan pengalaman-pengalaman mereka pada masa lampau.

e. Motivasi pelajar untuk belajar dan mawas diri yang berpengaruh pada yang akan dipelajari, seberapa banyak yang dipelajari, seberapa banyak usaha yang akan mendukung kegiatan pembelajaran.

f. Praktek dan aktivitas di mana orang-orang terlibat selagi belajar bentuk apa yang dipelajari

g. Belajar dapat meningkat didukung oleh interaksi sosial.

Langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:


(45)

commit to user

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Fase Indikator Tingkah laku guru

1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa. 2 Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi melalui demonstrasi ataupun lewat bahan bacaan. 3 Mengorganisasikan

siswa kedalam kelompok-kelompok belajar.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

4 Membimbing

kelompok bekerja dan belajar.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar saat mereka mengerjakan tugas.

5 Evaluasi. Siswa mempresentasikan hasil kerja dan guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari.

6 Memberikan penghargaan.

Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu atau kelompok.


(46)

commit to user

Kelebihan dari pembelajaran kooperatif, antara lain:

a. Melatih siswa mengungkap atau menyampaikan gagasan/idenya. b. Melatih siswa menghargai pendapat orang lain.

c. Menumbuhkan rasa tanggung jawab-sosial.

Menurut banyak keluhan-keluhan guru tentang pembelajaran kooperatif yang sudah dilakukan, diantaranya:

a. Pemborosan waktu;

b. Siswa tidak dapat bekerjasama dengan teman secara efektif dalam kelompok;

c. Siswa yang rajin dan pandai merasa pembagian tugas dan penilaiannya tidak adil;

d. Siswa yang kurang pandai dan kurang rajin akan merasa minder bekerjasama dengan teman-temannya yang lebih mampu;

e. Terjadi situasi kelas yang gaduh.

(Rachmadi Widdiharto, 2004:19-20)

4. Model Pembelajaran Konvensional

Konvensional dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:592) berarti tradisional. Lebih lanjut, tradisional diartikan sikap dan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan secara turun-temurun (2001:1208). Dipahak lain Maryono (1998:56) berpendapat bahwa pengajaran klasik/tradisional adalah pengajaran yang


(47)

commit to user

kita kenal sehari-hari, dimana guru mengajar sejumlah murid dalam suatu ruangan yang mempunyai tingkat kemampuan tertentu. Model konvensional merupakan model yang biasa dilakukan sebagian besar pendidik dengan lebih banyak didominasi metode pembelajaran dengan menggunakan ceramah ataupun ekspositori. Menurut Amin Suyitno (2004:2) metode ceramah adalah cara penyampaian pelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara diawal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya-jawab.

Pembelajaran konvensional identik dengan paham behaviorisme (tingkah laku) yaitu pengetahuan disampaikan kepada peserta didik dengan menganggap peserta didik merupakan sebuah botol kosong yang harus isi terus menerus. Jika peserta didik berhasil setelah proses pembelajaran diberi hadiah akan tetapi jika menyalahi prosedur dapat diberi dengan hukuman. Tokoh yang terkenal penganut behaviorisme antara lain Skinner yang terkenal dengan operant conditioning: reinforcement and punishment. Seiring dengan berkembangnya komputer, aliran kognitif yang sempat kalah pamor dengan paham behaviorisme kembali bangkit (Marpaung, 2005: 3-4).

Menurut beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran konvensional adalah proses dari awal pelajaran yang dimulai dengan membahas tugas rumah maupun materi sebelumnya kemudian menyampaikan materi melalui ceramah serta tanya jawab dan diakhiri dengan pemberian tugas ataupun rangkuman materi yang telah


(48)

commit to user dipelajari.

Kelebihan dan kekurangan dari model ini dapat dikembangkan sebagai berikut, kelebihannya antara lain:

a. Relatif banyak materi yang dapat disampaikan b. Dapat menampung kelas besar.

c. Bahan pelajaran diberikan secara urut oleh guru.

d. Guru dapat menentukan hal-hal yang dianggap penting.

e. Guru dapat memberikan penjelasan-penjelasan secara individual maupun klasikal.

Sedangkan kekurangan dari model konvensional antara lain:

a. Tidak menekankan penonjolan aktivitas fisik seperti aktivitas mental siswa.

b. Kegiatan terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran) dan siswa hanya mendengar sehingga hanya bersifat menghafal.

c. Jika terlalu dominan pada ceramah terus menerus siswa akan cepat bosan.

Kesimpulan dari pembahasan dan definisi model pembelajaran konvensional di atas dapat ditarik kesimpulan tentang langkah-langkah dalam model pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam Tabel 2.3 berikut ini:


(49)

commit to user

Tabel 2.3 Langkah-Langkah dalam Model Pembelajaran Konvensional

FASE PERAN GURU

a. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.

Guru memperkenalkan serta

menjelaskan tujuan dan latar belakang materi yang diajarkan.

b. Mendemostrasikan pengetahuan dan ketrampilan.

Guru mendemonstrasikan ketrampilan dan menyampaikan informasi tahap demi tahap.

c. Memberikan contoh soal dan pelatihan.

Guru memberikan contoh soal dan membahasnya.

d. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.

Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dan memberi umpan balik.

e. Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan.

Guru mempersiapkan pelatihan lanjutan yang berupa rangkuman, tugas, atau Pekerjaan Rumah (PR).

5. Kreativitas

Kreativitas menurut Depdiknas (2008:4) adalah mempergunakan imaginasi dan berbagai kemungkinan yang diperoleh dari interaksi dengan ide atau gagasan, orang lain, dan lingkungan untuk membuat koneksi dan hasil yang baru serta bermakna.


(50)

commit to user

Menurut Baron dalam Utami Munandar (1999: 28) kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru. Sedangkan menurut Haefele dalam Utami Munandar, (1999: 28) kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial.

Menurut Drevdahl dalam Elizabeth (2004: 4) kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan belum dikenal pembuatnya. Ia dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintetis pemikiran yang hasilnya bukan hanya rangkuman. Ia mungkin mencakup pembentukan pola baru dan gabungan informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya dan pencangkokan hubungan lama ke situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi baru. Ia harus mempunyai maksud atau tujuan yang ditentukan, bukan fantasi semata, walaupun merupakan hasil yang sempurna dan lengkap.

Beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan individu yang dapat berupa cipta, karsa dan karya seseorang untuk dapat menciptakan sesuatu yang baru. Artinya mengembangkan pemikiran alternatif atau kemungkinan dengan berbagai cara sehingga mampu melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang dalam interaksi individu dengan lingkungan sehingga diperoleh cara-cara baru untuk mencapai tujuan yang lebih bermakna.


(51)

commit to user

Menurut Winny Liliawati dan Erna Puspita (2010:426) keterampilan berfikir kreatif secara keseluruhan mencakup empat aspek dan beberapa indikator yang ditunjukkan dalam Tabel 2.4 berikut ini:

Tabel 2.4 Aspek dan Indikator Keterampilan Berpikir Kreatif No Aspek Indikator Keterampilan Berpikir Kreatif

a Fluency

(berpikir lancar)

· Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan.

· Lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya.

· Dapat dengan cepat melihat kesalahan dan kelemahan dari suatu objek atau situasi.

b Flexibility

(berpikir luwes)

· Memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita, atau masalah.

· Jika diberi suatu masalah biasanya memikirkan bermacam cara yang berbeda untuk menyelesaikannya.

· Menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda.

c Originality

(orisinalitas berpikir)

· Setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menyelesaikan yang baru.

d Elaboration

(penguraian)

· Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah langkah yang terperinci.

· Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain.

· Mencoba/menguji detail-detail untuk melihat arah yang akan ditempuh.


(52)

commit to user

Bergqvist dalam Tatag Y.E.S (2007:7) menyatakan kriteria penalaran kreatif matematis (berpikir kreatif dalam matematika), antara lain: a. Kebaruan (novelty)

Kebaruan ditunjukkan bahwa penalarannya baru bagi dirinya sendiri atau suatu penciptaan kembali dari solusi-solusi yang sudah tidak diingat.

b. Fleksibilitas

Fleksibilitas ditunjukkan bahwa penalarannya yang lancar (fluency) memuat pendekatan-pendekatan dan adaptasi-adaptasi yang berbeda pada suatu situasi.

c. Masuk akal (plausibility)

Masuk akal (plausibilitas) ditunjukkan bahwa penalarannya didasarkan pada argumen-argumen yang mendukung, pilihan strategi dan implementasinya yang benar atau logis.

d. Dasar matematis (mathematical foundation).

Dasar matematis ditunjukkan bahwa penalarannya berdasarkan argumen-argumen yang ditemukan pada sifat-sifat intrinsik matematis dari komponen-komponen yang terlibat dalam penalaran tersebut.

Sejalan dengan itu Silver dalam Tatag Y.E.S (2007:6) menjelaskan bahwa untuk menilai kemampuan berpikir kreatif anak-anak dan orang dewasa sering digunakan “The Torrance Tests of Creative Thinking (TTCT)”. Tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas menggunakan


(53)

commit to user

TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas, dan kebaruan (novelty). Kefasihan mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespons sebuah perintah. Fleksibilitas tampak pada perubahan-perubahan pendekatan ketika merespons perintah. Kebaruan merupakan keaslian ide yang dibuat dalam merespons perintah. Tatag Y.E.S (2007:5) menambahkan bahwa kreativitas adalah produk dari kemampuan berpikir kreatif atau berpikir kreatif menghasilkan suatu kreativitas.

Beberapa pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa karekteristik siswa kreatif (yang menghasilkan kreativitas) antara lain:

a. Kebaruan (novelty/originality), yaitu keaslian ide yang dibuat dalam merespons perintah.

b. Kefasihan (fluency), yaitu banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespons sebuah perintah.

c. Fleksibility, yaitu perubahan-perubahan pendekatan dan adaptasi ketika merespons perintah.

d. Elaboration, yaitu penguraian terhadap masalah yang timbul.

6. Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:5) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar hasil belajar. Dari


(54)

commit to user

sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pangkal dan puncak dari proses belajar.

Menurut Catharina Tri Anni (2005:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar ini sangat dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan.

Pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa pada saat proses maupun setelah proses belajar mengajar yang dapat berupa angka maupun huruf.

Nana Sudjana (2000:39) mengemukakan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama adalah kemampuan yang dimilikinya, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar dan lain-lain. Sedangkan faktor yang datang dari luar diri siswa adalah kualitas pengajaran melalui kompetensi guru, model pengajaran yang digunakan, karakteristik kelas dan lain-lain. faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai.


(55)

commit to user

mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Faktor internal mencakup kondisi fisik seperti kesehatan organ tubuh, kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional dan kondisi sosial seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Kesempurnaan dan kualitas kondisi internal yang dimiliki siswa akan berpengaruh terhadap kesiapan, proses, dan hasil belajar.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal antara lain kesulitan materi yang dipelajari, tempat belajar, iklim, suasana lingkungan, dan budaya belajar masyarakat. Faktor eksternal ini juga akan mempengaruhi kesiapan, proses, dan hasil belajar.

7. Matematika

Soedarinah dan Maryana (1991: 65) menyatakan bahwa matematika merupakan ilmu tentang pola keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisasikan, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur yang didefinisikan, ke aksioma/postulat akhirnya ke dalil/teorema. Dari definisi tersebut tampak jelas bahwa matematika tersusun secara sistematis, artinya yang lebih dahulu merupakan prasarat bagi urutan berikutnya. Misalkan ingin membuktikan dalil atau teorema berdasarkan pada aksioma atau definisi. Aksioma atau postulat diturunkan dari


(56)

unsur-commit to user

unsur yang didefinisikan bahkan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan. Unsur-unsur yang tidak didefinisikan dalam matematika dianggap ada dengan sendirinya dan diakui kebenarannya, misalkan titik, garis, bidang.

Matematika merupakan suatu pengetahuan yang diperoleh melalui belajar baik yang berkenaan dengan jumlah, ukuran-ukuran, perhitungan dan sebagainya yang dinyatakan dengan angka-angka atau simbol- simbol tertentu (Dirjen Binbaga Islam, 1982:31). Sedangkan tujuan pembelajaran matematika yaitu terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, kreatif, logis, sistematis, dan memiliki sifat obyektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari (Rachmadi Widdiharto, 2004:2).

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang aksiomatis, yang dibangun dari konsep pangkal(pernyataan yang disepakati benar), konsep-konsep selain konsep pangkal dibangun melalui definisi dari konsep pangkal, dan kesimpulan-kesimpulan ditari dari aksioma dan konsep-konsep yang sudah dibangun.

B.Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan merupakan uraian yang sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dan ada


(57)

commit to user

hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun penelitian yang pernah dilakukan antara lain:

Penelitian I yang dilakukan Nadira Saab, et.al (2005), yaitu

Communication in Collaborative Discovery Learning. Hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang sangat erat antara cara berkomunikasi pada pembelajaran penemuan yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengajaran.

Penelitian II yang dilakukan Sutji Rochaminah (2006), Penelitian eksperimen ini berfokus pada upaya untuk mengungkap perbandingan metode penemuan dan konvensional dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru matematika sekolah menengah. Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran penemuan lebih baik daripada pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) klasifikasi baik, LPTK klasifikasi cukup, dan LPTK klasifikasi rendah.

Penelitian III yang dilakukan Yamin Ismail (2006), melakukan penelitian yaitu Penerapan Metode Discovery Learning dalam Pembelajaran Matematika pada Mahasiswa PGSD Universitas Negeri Gorontalo. Hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini yaitu: (1) Metode discovery learning lebih baik daripada metode ceramah dalam meningkatkan hasil belajar matematika (2) Kemampuan awal siswa yang lebih tinggi lebih baik daripada kemampuan


(58)

commit to user

siswa yang lebih rendah terhadap hasil belajar matematika, (3) Tidak ada interaksi kedua metode pengajaran dan kemampuan awal siswa terhadap hasil belajar matematika.

Penelitian IV oleh Ding, et.al (2007) melakukan penelitian yaitu

Teacher Interventions in Cooperative-Learning Mathematics Classes, hasil penelitiannya yaitu menunjukkan perbedaan-perbedaan dari intervensi-intervensi guru untuk memperbaiki kinerja teori para siswa. Penelitian ini menjelaskan bagaimana caranya menyeimbangkan sumber daya panutan dan pemikiran bebas para siswa dan bagaimana caranya menggunakan sumber daya panutan untuk memperbaiki pemikiran para siswa. Akhirnya, penelitian ini menyarankan teknik-teknik yang terperinci untuk menunjuk pemikiran para siswa, seperti mengidentifikasi, menganeka-ragamkan, dan memperdalam pemikiran mereka.

Penelitian V yang dilakukan Hwang, Lui, dan Tong (2008) yaitu

Cooperative Learning in a Passive Learning Environment: A Replication and

Extension. Hasil dari penelitian ini adalah ”overall, this study finds that cooperative learning is more effective pedagogy than traditional lecture for

students who were raised and educated in passive learning environment”. Sehingga secara menyeluruh penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif daripada pembelajaran tradisional di kelas dengan lingkungan yang pasif.


(59)

commit to user

penelitian tentang penerapan metode penemuan untuk meningkatkan pengusaan siswa pada konsep luas jajar genjang dan layang-layang. Hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini model penemuan dapat meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar materi luas jajar genjang dan layang-layang.

Penelitian VII oleh Cohen (2008) yang berjudul The Effect of Direct Instruction versus Discovery Learning on the Understanding of Science

Lessons by Second Grade Students. Kesimpulan dari penelitian ini adalah siswa dengan model pengajaran langsung lebih cepat dalam mengisi tes yang diadakan tetapi kurang teliti sehingga dalam penelitian ini disarankan untuk menggunakan kedua-duanya yaitu model pengajaran langsung dan model penemuan.

Penelitian VIII yang dilakukan Dumitrascu (2009), melakukan penelitian yaitu Integration of Guided Discovery in the Teaching of Real Analysis. Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa guided discovery method can be turned into an effective and enjoyable learning experience for most students in a Real Analysis class. Jadi penemuan terbimbing dapat menjadi satu pembelajaran menyenangkan dan efektif untuk kebanyakan para siswa di suatu kelas analisis real.

Perbedaan dan persamaan penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti dapat dituangkan pada Tabel 2.5 sebagai berikut:


(60)

commit to user

Tabel 2.5 Perbedaan Variabel yang diteliti

No Variabel

Peneliti

A B C D E

1 Saab, et.al (2005) ü ü

2 Sutji Rochaminah (2006) ü ü ü

3 Yamin Ismail (2006) ü ü ü

4 Meixia Ding, et.al (2007) ü ü

5 Hwang, et.al (2008) ü ü ü

6 Abdul W.Abdullah (2008) ü ü

7 Marisa T. Cohen (2008) ü ü ü

8 Dorin Dumitrascu (2009) ü ü

9 Peneliti (2010) ü ü ü ü ü

Keterangan:

A = Model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning), B = Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning),

C = Model konvensional, D = Kreativitas belajar, E = Hasil Belajar.

Penelitian-penelitian di atas mendukung penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Adapun persamaan dan perbedaan dari penelitian-penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan:

1. Persamaan penelitian yang dilakukan Nadira Saab, et. al (2005) dengan penelitian yang dilaksanakan penulis adalah sama-sama bagaimana menerapkan model pembelajaran yang efektif melalui model penemuan yang diterapkan dalam pembelajaran untuk memperoleh hasil belajar yang


(61)

commit to user

lebih baik. Perbedaan penelitian ini dengan yang dilaksanakan penulis yaitu penelitian Nadira Saab, et.al hanya bagaimana pengaruh komunikasi terhadap pembelajaran penemuan untuk hasil pembelajaran yang lebih efektif. Sedangkan penelitian yang dilaksanakan penulis membandingkan model pembelajaran dalam peningkatkan hasil belajar jika ditinjau dari kreativitas siswa.

2. Persamaan penelitian Sutji Rochaminah (2006) dengan penelitian yang akan dilaksanakan penulis adalah adanya kesamaan mengenai adanya usaha peningkatan prestasi belajar siswa dengan menggunakan model penemuan. Perbedaan dari penelitian ini terletak pada efektivitas model pembelajaran ditinjau dari kreativitas sedangkan pada penelitian Sutji Rochaminah menekankan pada peningkatan berpikir kritis matematis ditinjau dari klasifikasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).

3. Persamaan penelitian Yamin Ismail (2006) dengan penelitian yang dilaksanakan penulis yaitu sama-sama membandingkan model pembelajaran dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa. Perbedaan dari penelitan yang dilakukan oleh peneliti yaitu pada penelitian tersebut ditinjau dari kemampuan awal siswa sedangkan pada penelitian yang diteliti penulis ditinjau dari kreativitas siswa.

4. Persamaan penelitian Meixia Ding (2007) dengan penelitian yang dilaksanakan penulis yaitu sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan hasil belajar, sedangkan perbedaannya


(1)

commit to user

b) Jumlah Kuadrat (JK)

Berdasarkan besaran-besaran di atas maka jumlah - jumlah kuadratnya dapat ditulis sebagai berikut:

JKA = n [(3) – (1)] JKB = n [(4) – (1)]

JKAB = n (1) + (5) – (3) – (4) JKG = (2)

JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG

c) Derajat Kebebasan (dk)

Dengan derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat sebagai berikut:

dKA = p – 1 dKB = q – 1

dkAB = (p – 1)(q – 1) dkG = N – pq dkT = N – 1

d) Rerata Kuadrat (RK)

Jumlah kuadrat dan derajat kebebasan masing – masing dapat diperoleh rerata kuadrat sebagai berikut:

RKA = ÒqA

A

;

RKB = Òq;

;

RKAB = ÒqA;

A;

;

RKG =

Òqm m


(2)

commit to user

3) StatistikUji

a) Untuk H>A adalah F = qA

qm yang merupakan nilai dari variabel

random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan p – 1 dan N – pq;

b) Untuk H>; adalah F = q;

qm yang merupakan nilai dari variabel

random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan q – 1 dan N – pq;

c) Untuk H>A; adalah F = qA;

qm yang merupakan nilai dari variabel

random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan (p - 1)(q - 1) dan N – pq.

4) Daerah Kritik

Untuk masing-masing nilai F di atas, daerah kritisnya adalah sebagai berikut:

a) Daerah kritis untuk F adalah DK = F F > F ; ,

b) Daerah kritis untuk F adalah DK = F F > F ; ,

c) Daerah kritis untuk F adalah DK = F F > F ; ,

5) Keputusan uji

H0 ditolak apabila harga statistik yang bersesuaian melebihi

harga daerah kritiknya. Harga kritik tersebut diperoleh dari tabel distrubusi F pada tingkat signifikansi α.


(3)

commit to user

6) Rangkuman Analisis

Tabel 3.7 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan

Sumber JK dk RK F> i F

Baris (A) Kolom (B) Interaksi (AB) Galat(G) JKA JKB JKAB JKG

p – 1 q – 1 (p - 1) (q - 1)

N - pq

RKA RKB RKAB RKG F F F -F∗ F∗ F∗ -

Total JKT N-1 - - -

F∗ adalah nilai F yang diperoleh dari tabel

(Budiyono, 2009: 211 – 231)

4. Uji Lanjut Anava

Untuk uji lanjut setelah Anava digunakan metode Scheffe. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Komparasi Rataan Antar Baris

Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rataan antar baris tampak pada Tabel 3.8 berikut:

Tabel 3.8 Komparasi Rataan Antar Baris

Komparasi H0 H1

µ. úµ..

µ.. úµR.

µ. úµR.

µ.= µ..

µ..= µR.

µ.= µR.

µ. ≠ µ..

µ..≠ µR.

µ. ≠ µR.

Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar baris adalah:

F

J. k.

=

. .

qm

. .

Dengan:

FJ. k. = nilai F> i pada perbandingan baris ke-i dan baris ke-j


(4)

commit to user Xk. = rataan pada baris ke-j

RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi

nJ. = ukuran sampel baris ke-i nk. = ukuran baris ke-j

Daerah kritik untuk uji ini adalah: DK = F F > p− 1 Fα; ,

b. Komparasi Rataan Antar Kolom

Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rataan antar kolom tampak pada Tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9 Komparasi Rataan Antar Kolom

Komparasi H0 H1

µ. úµ..

µ.. úµ.R

µ. úµ.R

µ. = µ..

µ.. = µ.R

µ. = µ.R

µ. ≠ µ..

µ.. ≠ µ.R

µ. ≠ µ.R

Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar kolom adalah:

F.J .k=

X.J− X.k . RKG n1

.J +

1 n.k

Dengan DK = F F > q− 1 Fα; ,

Makna dari lambang-lambang pada komparasi ganda rerata antar kolom ini mirip dengan makna dari lambang-lambang pada komparasi ganda rerata antar baris, hanya dengan mengganti baris menjadi kolom.


(5)

commit to user

c. Komparasi Rataan Antar Sel pada Baris yang Sama

Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rataan antar sel pada baris yang sama tampak pada Tabel 3.10 berikut:

Tabel 3.10 Komparasi Rataan Antar Sel pada Baris yang Sama

Komparasi H0 H1

µ úµ. µ. úµR µ úµR

µ = µ. µ. = µR µ = µR

µ ≠ µ. µ. ≠ µR µ ≠ µR

Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar sel pada baris yang sama adalah:

Dengan:

FJk J = nilai F> i pada pembandingan rerata pada sel ij dan rataan pada sel ik

XJk = rataan pada sel ij

XJ = rataan pada sel ik

RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi.

nJk = ukuran sel ij nJ = ukuran sel ik

Sedangkan daerah kritik untuk uji ini adalah: DK = F F > pq− 1 Fα; ,

FJk J = XJk− XJ

.

RKG n1

Jk +

1 nJ


(6)

commit to user

d. Komparasi Rataan Antar Sel pada Kolom yang Sama

Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama tampak pada Tabel 3.11 berikut:

Tabel 3.11 Komparasi Rataan Antar Sel pada Kolom yang Sama

Komparasi H0 H1

µ úµ. µ. úµR µ úµR

µ = µ. µ. = µR µ = µR

µ ≠ µ. µ. ≠ µR µ ≠ µR

Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama adalah:

FJk k= XJk− X k

.

RKG n1

Jk +

1 n k

Dengan:

FJk

k = nilai F> i pada pembandingan rerata pada sel ij dan rataan pada sel kj

XJk = rataan pada sel ij

X k = rataan pada kj

RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi

nJk = ukuran sel ij n k = ukuran sel kj

Sedangkan daerah kritik untuk uji ini adalah: DK = F F > pq− 1 Fα; ,


Dokumen yang terkait

KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MEDIA LIQUID CRYSTAL DISPLAY TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN GEOGRAFI DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS IX SMP NEGERI SUB RAYON 04 KABUPATEN NGAWI

0 6 163

EFEKTIVITAS MODEL PENEMUAN TERBIMBING DAN COOPERATIVE LEARNING DITINJAU DARI KREATIVITAS SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA (Eksperimentasi di Kelas IX SMP se-Sub Rayon 04 Kabupaten Wonogiri)

0 2 10

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING BERBASIS MULTIMEDIA DITINJAU DARI Implementasi Pembelajaran Matematika Melalui Model Discovery Learning Berbasis Multimedia Ditinjau Dari Kreativitas Matematika Siswa Kelas VIII SMP Ne

0 2 12

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING BERBASIS MULTIMEDIA DITINJAU DARI Implementasi Pembelajaran Matematika Melalui Model Discovery Learning Berbasis Multimedia Ditinjau Dari Kreativitas Matematika Siswa Kelas VIII SMP Ne

0 3 20

EKSPERIMENTASI MODEL PENEMUAN TERBIMBING DAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA POKOK BAHASAN TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KREATIVITAS SISWA SMA SE-KOTA SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2013/2014.

1 3 17

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) YANG DIMODIFIKASI PENEMUAN TERBIMBING BERBANTUAN MICROSOFT POWER POINT PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA SMP NEGERI SWASTA SE KABUPATEN NGAWI TAHUN PELAJARAN 2012

0 0 18

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI DAN STAD TERHADAP PRESTASI BELAJAR DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SMP NEGERI SUB RAYON 04 WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2012/ 2013.

0 1 22

Perbandingan Efektivitas Model Penemuan Terbimbing dan Model Problem Based Learning Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP N 2 Piyungan.

1 1 120

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI METODE PENEMUAN TERBIMBING DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR DAN KEAKTIFAN SISWA MAN YOGYAKARTA.

0 0 85

EKSPERIMENTASI MODEL PENEMUAN TERBIMBING DAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA POKOK BAHASAN TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KREATIVITAS SISWA SMA SE-KOTA SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2013 2014 | Yulianti | 5126 11199 1 SM

0 0 13